Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT

“SURVEILANS VEKTOR PENYAKIT”

Nama Kelompok 6:

1. Tiara Elsa (N1A119025)

2. Aura Rivinia (N1A119106)

3. Ghesti Amalia Falevi (N1A119206)

4. Muhammad Septiansyah (N1A119012)

5. Nuralifah Maulidya Istiqomah (N1A119031)

Kelas : 4C

PROGRAM STUDY ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT sehingga penyusun dapat


menyelesaikan makalah yang berjudul “Surveilans vector penyakit”. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas Makalah Surveilans Kesehatan Masyarakat.
Makalah ini berisi tentang penjelasan secara detail mengenai surveilans vector
penyakit.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Evy Wisudariani, SKM.,


MPH. Selaku dosen Surveilans Kesehatan Masyarakat dan dalam penyusunan
makalah ini ada beberapa e-book, jurnal dan web di internet yang dijadikan
referensi oleh penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sehingga makalah ini bisa selesai
pada tepat waktunya. Dengan keterbatasan penulis pasti ada kekurangan dan
kelemahan dari makalah ini, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Jambi, 25 April 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. vektor yang berperan
sebagai penular penyakit dikenal sebagai arthropoda borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector borne diseases yang merupakan penyakit
yang penting dan seringkali bersifat endemis dan menimbulkan bahaya bagi
kesehatan sampai kematian (Permenkes R.I No. 374, 2010).
Penyakit menular bersumber vektor yang masih berjangkit di masyarakat
diantaranya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kecoa yang
umumnya berkembang pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk (Amalia,
2010). “Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadii penyakit
endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian atas penyebaran vektor” (Permenkes R.I No. 374, 2010).
Upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit menular seringkali
mengalami kesulitan karena banyak faktor yang mempengaruhi penyebaran
penyakit menular tersebut. Lingkungan hidup di daerah tropis yang lembab
dan bersuhu hangat menjadi tempat hidup ideal bagi serangga yang
berkembangbiak. Selain dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan vektor
pembawa penyakit, keberadaan serangga juga dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan rasa aman bagi masyarakat (Soedarto, 2009).
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti dan
Ae. albopictus. DBD merupakan penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan di dunia yang jumlah penderitanya cenderung mengalami
peningkatan dan penyebarannya semakin luas. DBD dapat menyerang semua
seluruh kelompok umur dan dapat menimbulkan kematian terutama pada
anak, serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Di Indonesia
kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung semakin meningkat
angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas. Kasus
DBD pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 467 orang. Angka kesakitan DBD pada tahun 2018 dapat dikatakan
menurun dari tahun sebelumnya yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per 100.000
penduduk. Hal ini berbanding lurus dengan Case Fatality Rate yang
mengalami penurunan dari 0.72% menjadi 0,71% pada tahun 2018. Berbeda
dengan terjadinya penurunan pada jumlah kasus dan angka kematian, jumlah
Kabupaten/Kota yang terjangkit DBD mengalami kenaikan, dari 434
Kabupaten/Kota pada tahun 2017 menjadi 440 Kabupaten/Kota pada tahun
2018. DBD merupakan penyakit endemis yang selalu terjadi setiap tahun pada
beberapa daerah yang ada di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan yang bersih dan
sehat serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai
salah satu unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan
pengendalian vektor penyakit melalui pemantauan yang dilakukan oleh
surveilans vector penyakit DBD.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Surveilans Epidemiologi Vector Penyakit
DBD?
1.2.2 Apa visi dan misi Surveilans Epidemiologi Vector Penyakit DBD?
1.2.3 Bagaimana mekanisme Surveilans Vector Penyakit DBD?
1.2.4 Bagaimana penyelenggaraan Surveilans Vector Penyakit DBD?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai surveilans epidemiologi kesehatan matra laut dan udara
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui definisi surveilans vector penyakit DBD
1.3.2.2 Untuk mengetahui visi dan misi Surveilans vector penyakit
DBD
1.3.2.3 Untuk mengetahui mekanisme Surveilans vector penyakit DBD
1.3.2.4 Untuk mengetahui penyelenggaraan Surveilans vector penyakit
DBD
1.4 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah kita dapat mempelajari
mengenai surveilans vector penyakit, serta dapat menambah wawasan baik
kepada penulis maupun pembaca.
D
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian DBD
Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Hammorhagic Fever
(DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat
tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik (WHO, 2011).
Terdapat tiga tahapan yang dialami penderita penyakit DBD, yaitu fase
demam, fase kritis, dan fase pemulihan (WHO,2009).
Menurut WHO tahun 1997, kriteria diagnosis penyakit DBD terdiri dari
kriteria klinis dan laboratoris. Namun, diagnosis ditegakan hanya dengan
memenuhi 2 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratoris(Rezeki & Irawan, 1999).
Kriteria klinis meliputi demam tinggi, manifestasi pendarahan, pembesaran
hati, dan syok, sedangkan kriteria laboratoris meliputi trombositpenia dan
hemokonsentrasi.
2.2 Surveilans vektor penyakit DBD
Surveilans kesehatan masyarakat digunakan untuk mengetahui status
kesehatan masyarakat, memantau perkembangan kesehatan masyarakat,
menentukan prioritas kesehatan, mengevaluasi program kesehatan dan
mengembangkan penelitian kesehatan (Lee, et al., 2010). Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kepmenkes RI Nomor 1116 tahun 2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan menyebutkan bahwa surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis, interpretasi data secara sistematik dan terus menerus
serta melakukan penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.

Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan,


analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Dalam sistem ini yang dimaksud dengan surveilans
epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalahmasalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-
masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan
(Bofe et al., 2018).

Surveilans Epidemiologi (Amiruddin, 2012: 19) adalah suatu proses


terus-menerus dan sistematis yang terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu
pengumpulan data yang relevan; pengolahan data; analisis data; dan 27
penyebarluasan data serta interpretasinya kepada mereka yang menangani
program pemberantasan penyakit.

Surveilans DBD adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan


interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program,
instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus mengenai
kondisi DBD dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit tersebut. Surveilans DBD merupakan salah satu kegiatan
pokok dalam pengendalian DBD (Dirjen PP dan PL, 2011:26).

2.3 Tujuan Surveilans


Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah
kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini
dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan
khusus surveilans:
(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak; Data Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, RS,
Dokter praktik), Komunitas Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,
Provinsi, Pusat Peristiwa penyakit, kesehatan populasi Intervensi
Keputusan Pelaporan Informasi (Umpan Balik) Sistem surveilans
Perubahan yang diharapkan Analisis & Interpretasi 2
(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(disease burden) pada populasi;
(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; (6)
Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU,
2002)
Tujuan sistem surveilans DBD
Untuk mengolah dan menganalisis data untuk menghasilkan informasi
yang berguna untuk perencanaan dan Mengamati penyakit DBD
berdasarkan tempat dan waktu beserta penyebaran secara terus menerus.
2.4 Mekanisme Surveilans vector penyakit DBD
Kegiatan surveilans vector penyakit DBD sama saja dengan surveilans
epidemiologi kesehatan yang dalam Keputusan Menteri Kesehatan 6 Republik
Indonesia Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis dengan
mekanisme kerja sebagai berikut :
1. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya
2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Studi epidemiologi
5. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan nya
6. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut
7. Umpan balik (Santoso, 2005)
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Demam berdarah dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit demam
berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue dari genus Flavivirus, family
Flaviviridae. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B
Arthropod bornevirus (Arbovirosis). Virus Dengue mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Ae. aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi oleh virus dengue dari penderita
penyakit DBD. Struktur antigen serotipe ini mempunyai kemiripan satu sama lain,
namun antibodi dari masing-masing serotipe tidak dapat memberikan
perlindungan silang, karena tergantung daerah penyebarannya.Virus Dengue yang
berkembang di masyarakat adalah virus dengue pada serotipe DEN-2 dan DEN-3.
DEN-3 merupakan serotipe yang sering ditemui ketika terjadinya KLB, dan
dominan terhadap tingkat keparahan penyakit. Seseorang yang terinfeksi salah
satu tipe virus dengue, maka akan membuat imunitas dalam tubuhnya apabila
terkenan penyakit DBD.

Nyamuk Ae. aegypti betina yang menggigit penderita demam berdarah, maka
virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk Virus dengue berada di dalam tubuh
nyamuk hidup dan berkembangbiak menyebar ke seluruh tubuh nyamuk. Nyamuk
yang telah terinfeksi virus dengue mengalami masa inkubasi 8-10 hari sesudah
menghisap darah penderita. Setelah melalui masa inkubasi tersebut, kelenjar ludah
nyamuk menjadi terinfeksi virus dan siap untuk ditularkan ke orang lain melalui
gigitannya. Nyamuk Ae. aegypti yang menghisap darah orang sehat, maka
virus dengue pada tubuh. Penderita penyakit demam berdarah dengue pada
umumnya mengalami tanda dan gejala dimulai dengan mengalami demam tinggi
selama 2-7 hari, suhu tubuh mencapai 40°C. Demam sering disertai dengan gejala
yang tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan, badan terasa lemah, nyeri sendi
dan tulang, mual dan muntah. Pada tahap ini sulit untuk dikenali dengan penyakit
lainnya

3.2 Surveilans Vektor


Surveilans vektor demam berdarah dengue merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya penularan kasus setempat, dan
untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor yang dipengaruhi oleh penularan
virus dengue dan persebaran penyakit.

3.3 Tahap tahap surveilans vector DBD


1.3.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan dalam survailens epidemiologi penyakit demam
berdarah merupakan identifikasi faktor risiko DBD untuk
menggambarkan tingkat risiko suatu wilayah, yang telah diambil
sebelum musim penularan DBD hingga mulai terjadinya kasus melalui
kegiatan survey cepat. Materi faktor risiko dibatasi pada faktor
perilaku dan lingkungan, sedangkan faktor vector (nyamuk) misalnya
jarak terbang nyamuk, jenis nyamuk dan kepadatan nyamuk tidak
dimasukkan sebagai variable mengingat tingginya tingkat mobilitas
penduduk memungkinkan seseorang menderita DBD dari penularan
nyamuk di daerah lain. Pada tahap pertama dihasilkan peta stratifikasi
faktor risiko DBD untuk masing-masing desa. Hasil dari tahap ini
digunakan untuk intervensi guna pengendalian faktor risiko sesuai
hasil survey cepat.  Materi penelitian dianalisis berdasarkan unsur–
unsure epidemiologi yaitu  orang, tempat dan waktu, yang ditampilkan
dalam bentuk peta faktor risiko.

1.3.2 Implementasi
Dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey
pada saat menjelang musim penularan untuk mendapatkan data
terbaru untuk menentukan jenis intervensi sehingga dapat dihasilkan
peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik
over layer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program
pemberantasan.
1.3.3 Tahap pencatatan

Berdasarkan Ditjen PPM & PL Depkes RI (2005) dalam Leviana


Erdiati (2009) bahwa Pengumpulan dan pencatatan data dapat
dilakukan yaitu :

1)      Pengumpulan dan pencatatan dilakukan setiap hari, bila ada


laporan tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD. Data
tersangka DBD dan penderita DD, DBD, SSD yang diterima
puskesmas dapat berasal dari rumah sakit atau dinas kesehatan
kabupaten/kota, puskesmas sendiri atau puskesmas lain (cross
notification) dan puskesmas pembantu, unit pelayanan kesehatan lain
(balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek swasta, dan lain – lain),
dan hasil penyelidikan epidemiologi (kasus tambahan jika sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit / unit pelayanan kesehatan lainnya).

2)      Untuk pencatatan tersangka DBD dan penderita DD, DBD,


SSD menggunakan ‘Buku catatan harian penderita DBD’ yang
memuat catatan (kolom) sekurang – kurangnya seperti pada form
DP-DBD ditambah catatan (kolom) tersangka DBD. Berdasarkan
penelitian sitepu dkk (2010) Pengumpulan data yang dilakukan
dalam pelaksanaan  sistem surveilans DBD, yaitu  Petugas di DKK
Singkawang mengumpulkan. data kasus DBD dari rumah sakit (RS)
dengan cara dijemput langsung. Laporan dari RS akan ditabulasi
untuk diteruskan kepada masing-masing petugas di tingkat
Puskesmas agar segera dilakukan Penyelidikan Epidemiologi
(PE).Petugas surveilans lebih aktif dalam  mengumpulkan data kasus
DBD dan menginformasikan kepada petugas Puskesmas Petugas
puskesmas melaksanakan active case  finding di masyarakat di
sekitar tempat tinggal kasus.

1.3.4 Tahap analisis dan interprestasi


a. Analisis Data 
Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi diolah
dan disajikan dalam bentuk tabel situasi demam berdarah tiap
puskesmas, RS maupun daerah. serta tabel endemisitas dan grafik
kasus DBD per minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan dengan
melihat pola maksimal-minimal kasus DBD, dimana jumlah
penderita tiap tahun ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga
tampak tahun dimana terjadi terdapat jumlah kasus tertinggi
(maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus terendah (minimal).
Kasus tertinggi biasanya akan berulang setiap kurun waktu 3–5
tahun, sehingga kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat
diperkirakan. Analisis juga dilakukan dengan membuat rata–rata
jumlah penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana bulan dengan
rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang tepat untuk
intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim
penularan. Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans
epidemiologi karena akan dipergunakan untuk
perencanaan,monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran
epidemiologi seperti rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk
mengetahui situasi, estimasi dan prediksi penyakit.
Dalam program pemberantasan DBD dikenal beberapa indikator
yang diperoleh dari hasil analisis data yaitu:
a. Angka kesakitan / CFR (Case Fatality Rate) merupakan  jumlah
kasus  DBD  disuatu  wilayah tertentu selama 1 tahun tiap 100ribu
penduduk.
b. Angka kematian / IR (Insidence Rate) adalah banyaknya penderita
DBD yang meninggal dari seluruh penderita DBD di suatu
wilayah.
c. ABJ (Angka Bebas Jentik)/  Case fatality rate didefinisikan sebagai
prosentase rumah  yang bebas dari jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL
Depkes berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Terpadu
Penyakit bersumber data Puskesmas (STP Puskesmas), Rumah
Sakit (STP Rumah Sakit) dan Laboratorium (STP Laboratorium).
-          Unit surveilans Puskesmas
-          Unit surveilans Rumah Sakit
-          Unit surveilans Laboratorium
-          Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
-          Unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi
-          Unit surveilans Ditjen PPM&PL Depkes
b. Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas
dan DKK, informasi juga harus disebarluaskan kepada stakeholder
yang lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya masyarakat,
Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat
berbentuk laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil
bila terjadi KLB.
1.3.5 Tahap diseminasi
a. Tahap Diseminasi
Tahap disseminasi yakni melakukan penyiapan bahan
perencanaan, monitoring & evaluasi, koordinasi kajian,
pengembangan dan diseminasi, serta pendidikan dan pelatihan
bidang surveilans epidemiologi (BBTKLPP, 2013). Yang mana
hasil analisis dan interpretasi didiseminasikan kepada orang-orang
yang berkepentingan dan sebagai umpan balik (feedback)  agar
pengumpulan data di masa yang akan datang menjadi lebih baik.
Diseminasi berguna kepada orang-orang yang mengumpulkan data,
decision maker, orang-orang tertentu (pakar) dan masyarakat.
Pelaksanaan diseminasi dapat berupa buletin dan laporan, seminar,
symposium serta laporan (Isna, 2013).
b. Tahap Advokasi
Tahap advokasi yakni melakukan penyiapan bahan
perencanaan, monitoring & evaluasi, koordinasi pelaksanaan
advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, serta wabah dan
bencana (BBTKLPP, 2013). Advokasi dilakukan kepada Bupati /
Walikota dan DPRD. Contohnya seperti yang tertera pada Buletin
Jendela Epidemiologi tahap advokasi yang telah dilakukan yaitu :
a. Pengendalian vektor melalui surveilans vektor diatur dalam
Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh masyarakat
yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan pesan
inti 3M plus.
1.3.6 Tahap evaluasi
Tahap evaluasi system surveilans merupakan suatu tahapan
dalam surveilans yang dilakukan secara sistematis untuk menilai
efektivitas program. Hasil evaluasi terhadap data system surveilans
selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan
khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut
(follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan
program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan
evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan. Seperti contoh kasus
DBD, surveilans epidemiologi untuk kasus DBD ini juga memiliki
tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Hingga diakhir tahapan
dilakukannya evaluasi dari system surveilans epidemiologi DBD
tersebut.

3.4 Tujuan sistem surveilans DBD


Untuk mengolah dan menganalisis data untuk menghasilkan informasi
yang berguna untuk perencanaan dan Mengamati penyakit DBD
berdasarkan tempat dan waktu beserta penyebaran secara terus menerus.

3.5 Tujuan atau Visi dan Misi Surveilans


VISI : Manajemen kesehatan berbasis fakta yang cepat, tepat, dan akurat.

MISI : 1. Memperkuat sistem surveilans disetiap unit pelaksana program


kesehatan.

2. Meningkatkan kemampuan analisis dan rekomendasi


epidemiologi yang berkualitas dan bermanfaat.
3. Menggalang dan meningkatkan kerjasama dan kemitraan unit
surveilans dalam pertukaran serta penyebaran informasi.

4. Memperkuat sumber daya manusia di bidang epidemiologi untuk


manajer dan fungsional.
BAB III

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Untuk dapat merespon adanya penyakit DBD dengan cepat, diperlukan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari petugas yang dikerahkan ke
lokasi kejadian. Fakta ini mendorong petugas lapangan atau petugas surveilans
untuk mengembangkan pedoman terstruktur untuk menyelidiki dan menangani
wabah, yang akan memudahkan petugas mengambil langkah-langkah atau
tindakan untuk melakukan respon penyakit DBD. Melalui petugas surveilans
vector penyakit DBD pelaksana yaitu tim gerak cepat maupun petugas surveilans
melakukan observasi maka dapat diidentifikasi pasien atau orang yang berisiko
penyakit yang dapat menyebabkan KLB yang dimana semua kegiatan yang
dilakukan secara teratur, menyeluruh dan terus menerus, termasuk pengumpulan,
pengolahan, analisis interpretasi, penyajian data dan pelaporan.

4.2 Saran
Dengan adanya surveilans maka program-program kesehatan yang telah
dilakukan diharapkan dapat lebih mengefektifkan serta mengefisienkan program
pengendalian kasus DBD. Sehingga, program pengendalian yang dilakukan tidak
hanya sia-sia dan dapat bermanfaat khususnya dalam menurunkan jumlah
kejadian kasus DBD di daerah setempat.
DAFTAR RUJUKAN
Hasibuan, Chainur Arrasyid, Moch Abdul Mukid, and Alan Prahutama.
"Klasifikasi Diagnosa Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Menggunakan
Support Vector Machine (SVM) Berbasis GUI Matlab." Jurnal Gaussian 6.2
(2017): 171-180.

Arwanti, Desi. "Pelaksanaan surveilans epidemiologi di puskesmas se-Kota


Kendari tahun 2016." (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat) 1.3
(2016).
Hamidi, M. Nizar Syarif, and Emdas Yahya. "SURVEILANS DAN
MANAGEMEN BERDASARKAN BUKTI PADA PROGRAM DBD DI
PUSKESMAS SIAK HULU 1 KABUPATEN KAMPAR." Jurnal Ners 2.2
(2018).
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DEMAM BERDARAH
http://surveilansepidfkmunsri.blogspot.com/2013/11/surveilans-epidemiologi-
demam-berdarah.html

RAHMAWATI, ADE PUTRI. "SURVEILANS VEKTOR DAN KASUS


DEMAM BERDARAH DENGUE." Skripsi (2016).
KEMENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit tidak menular
Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2003
KEMENKES/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia;2003

Anda mungkin juga menyukai