Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Survailans

1. Definisi Survailans

Surveilans dalam kesehatan masyarakat merupakan pengumpulan, analisis, dan

interpretasi data terkait kesehatan yang berkelanjutan dan sistematis yang digunakan

untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi praktik kesehatan masyarakat. Surveilans

dilakukan untuk menginformasikan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Surveilans sangat penting untuk memantau kemajuan program yang memiliki tujuan

tertentu, misalnya pemberantasan polio, pengendalian campak, dan pengendalian tetanus

pada ibu dan bayi (WHO, 2020).

Surveilans kesehatan masyarakat adalah inti dari praktik kesehatan masyarakat.

Surveilans kesehatan masyarakat didefinisikan sebagai pengumpulan, analisis,

penggunaan data untuk mencegah dan mengendalikan penyakit atau cedera. Data

kelahiran dan kematian memberikan gambaran tentang kesehatan suatu bangsa. Dengan

adanya surveilans akan membantu membantu menentukan harapan hidup masyarakat dan

dapat membandingkan tren kematian suatu negara dengan negara lain (CDC, 2020)

Surveilans Epidemiologi merupakan kegiatan pemantauan secara berkelanjutan

terhadap faktor-faktor yang menentukan kejadian, distribusi penyakit, serta keadaan

kesehatan lainnya Kegiatan ini dianggap penting bagi keberhasilan tindakan pencegahan

dan pengendalian (Titi Saparina L, dkk, 2023)

2. Tujuan Survailans

Berikut ini beberapa tujuan survailans, yaitu :


a. Berdasarkan Permenkes RI No 45 Tahun 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

surveilans kesehatan merupakan prasyarat program kesehatan dan bertujuan untuk:

1) Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan faktor

risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor yang

memengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan

2) Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya

KLB/Wabah dan dampaknya

3) Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah

4) Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang berkepentingan

sesuai dengan pertimbangan kesehatan.

b. Epidemiologi yang awalnya mempelajari epidemi lalu meluas dan mempunyai tujuan

(Lapau and Birwin, 2017):

1) Mendiagnosis masalah kesehatan di masyarakat

2) Menentukan riwayat alamiah dan etiologi penyakit

3) Menilai dan merencanakan pelayanan Kesehatan

3. Kegunaan Survailans Epidemiologi

a. Beberapa kegunaan surveilans menurut CDC, 2020:

1) Menilai Kesehatan Komunitas

Lembaga kesehatan masyarakat bertanggung jawab atas pengembangan

kebijakan, implementasi, dan evaluasi penggunaan informasi epidemiologi

sebagai kerangka kerja untuk pengambilan keputusan.


2) Membuat Keputusan Individu

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka menggunakan informasi

epidemiologi untuk membuat keputusan yang memengaruhi kesehatan mereka.

Ketika seseorang memutuskan untuk berhenti merokok, menaiki tangga daripada

menunggu lift, makan salad daripada burger atau kentang goreng untuk makan

siang, secara sadar atau tidak dipengaruhi ole penilaian risiko oleh ahli

epidemiologi.

3) Melengkapi Gambaran Klinis

Saat menyelidiki wabah penyakit, ahli epidemiologi bergantung pada penyedia

layanan kesehatan dan tenaga kerja untuk menegakkan diagnosis yang tepat bagi

setiap pasien. Tetapi epidemiologi juga berkontribusi pada pemahaman dokter

tentang gambaran klinis dan riwayat alami penyakit.

4) Mencari Penyebab

Banyak penelitian epidemiologi dikhususkan untuk mencari faktor penyebab yang

memengaruhi risiko penyakit seseorang. Tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi penyebab sehingga tindakan kesehatan masyarakat yang tepat

dapat diambil.

b. Menurut Amiruddin 2013 surveilans epidemiologi digunakan untuk:

1) Mengetahui gambaran suatu penyakit dalam populasi

2) Menentukan prioritas penanggulangan penyakit

3) Meramalkan terjadinya wabah


4) Menilai dan memantau pelaksanaan program pemberantasan penyakit menular,

dan program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, kesehatan

gigi, dan gizi.

5) Mengetahui jangkau dari pelayanan Kesehatan

4. Komponen Kegiatan Survailans

Menurut Jeine Ester Nelwan, 2020

1. Pengumpulan/pencatatan kejadian yang dapat dipercaya;

2. Pengolahan data untuk dapat memberikan keterangan yang berarti;

3. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan;

4. Penyebarluasan data termasuk umpan balik;

5. Evaluasi / penilaian hasil kegiatan.

B. Tinjauan Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue

1. Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue merupakan salah satu jenis dari penyakit arbovirus.

Arbovirus artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artoproda, seperti nyamuk.

Arbovirus adalah kependekan dari arthropod-borne-viruses. Jika nyamuk itu mengisap

darah manusia yang sedang dalam viremi, virus akan berkembang biak dalam tubuh

nyamuk tersebut sampai masa inkubasi. Kemudian, nyamuk itu dapat menularkan virus

melalui gigitannya ke manusia lain. Infeksi arbovirus ini dapat menyebabkan timbulnya

penyakit demam berdarah dengue. Jadi, demam berdarah merupakan manifestasi klinis

dari penyakit arbovirus (Frida N, 2019)

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari famili Flaviviridae

dan genus Flavivirus. Virus dengue dapat hidup dan berkembang di dalam tubuh nyamuk
dan manusia. Jika nyamuk yang mengandung virus dengue menggigit manusia akan

menularkan virus itu ke dalam tubuh. Dengan demikian, tubuh manusia itu akan

terinveksi virus dengue. Selain itu, nyamuk dapat mengisap virus dengue dari dalam

tubuh manusia yang mengandung virus dengue. Virus itu akan tersimpan dalam lambung

nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, tidak terkecuali pada air liurnya (Frida

N, 2019)

Menurut Mansjoer, Arif dalam Padila, (2013) DBD adalah penyakit yang

disebabkan oleh Arbovirus (arthro podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegeypti).

DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang

tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti (betina) (Christantie Effendy, dalam Padila, 2013).

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) (dengue haemorrhagic

fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan

manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai eukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau

penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue {dengue shock syndrome)

adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Tjokroprawiro, 2015).

2. Etiologi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam

genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30


nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106

(Tjakroprawiro, 2015).

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang

semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat

serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat

reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese

encephalitis dan West Nile virus (Tjakroprawiro, 2015).

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti

tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada hewan ternak

didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian

pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes

(Stegomyia) dan Toxorhynchites (Tjakroprawiro, 2015).

3. Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF. Pasien akan mengalami

gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,

hypermia ditenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES

seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak

bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Hal ini

disebut the secondary heterologous infection atau the sequential infection of hypothesis.

Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody, sehingga menimbulkan

konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi (Wijaya &

Putri, 2016).
4. Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue pada pasien DBD biasanya pada saat demam akut ditandai

dengan gejala malaise, sakit tenggorokan, batuk, nyeri retro orbital, sakit kepala, sakit

otot, perut tidak nyaman, dan nyeri sendi (Yip, Sanjay, & Koh, 2012).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh

fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat

(Tjakroprawiro, 2015).

5. Diagnosis

a. Laboratorium (Tjakroprawiro, 2015).

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit

dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran

limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR {Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes

serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi

total, IgM maupun IgG.-lebih banyak.

Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

 Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis

relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >

15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

 Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

 Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP

pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

 Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

 SGOT/SGPT dapat meningkat.

 Ureum, kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

 Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

 Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : Bila akan diberikan transfusi

darah atau komponen darah.

 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

 IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang

setelah 60-90 hari.

 IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

 Uji HI : Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

 NS 1 : Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas

100% sama tingginya dengan spesifisitas gold sfondord kultur virus. Hasil negatif

antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

b. Pemeriksaan Radiologis (Tjakroprawiro, 2015).


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi

apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus

kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula

dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul

gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan

perasaan lelah.

6. Komplikasi

Menurut Tjokroprawiro (2015) komplikasi Demam Berdarah Dengue (DBD)

biasanya berhubungan dengan syok yang berat dan memanjang, perdarahan berat.

Pemberian cairan yang berlebihan selama fase kebocoran plasma efusi masif, yang

berujung pada gagal nafas, dapat terjadi gangguan elektrolit atau metabolik atau

hipoklikemia.

7. Klasifikasi

Menurut WHO dalam buku Nurarif (2013) demam berdarah dapat diklasifikan menjadi

4 derajat yaitu:

a. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji

tourniquet positif).

b. Derajat II Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

c. Derajat III Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun

(20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi).

d. Derajat IV Nadi tak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.


8. Pencegahan dan pemberantasan Demam berdarah dengue (DBD)

a. Memakai kelambu di ranjang tidur. Kelambu berfungsi agar nyamuk tidak

mengganggu kualitas tidur dan tidur lebih nyenyak tanpa gigitan nyamuk. Terutama

jika ibu mempunyai anak balita akan terhindar dari Demam berdarah dengue (DBD)

(Detikriau.org, Dalam Ayu Putri Ariani, 2016).

b. Menguras bak mandi dilakukan secara teratur dan rutin setiap seminggu sekali agar

tidak ada jentik nyamuk (Ajim, Dalam Ayu Putri Ariani, 2016).

c. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air yang ada dirumah. Penampungan air

menjadi salah satu tempat berkembangbiak yang digemari nyamuk. Oleh karena itu,

tutup rapat tempat penampungan air (PMR Gantiwarno, Dalam Ayu Putri Ariani,

2016).

d. Mengubur sampah yang dapat menampung air. Sampah yang tidak didaur ulang dan

menumpuk di pekarangan rumah akan menyebabkan berkembangbiaknya jentik

nyamuk. Segera tutup lubang sampah yang sekiranya dapat menampung air (PMR

Guntiwarno, Dalam Ayu Putri Arini, 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai