Anda di halaman 1dari 39

Kamis, 25 Februari 2016

laporan surveilans epidemiologi (TB) kesmas

disusun oleh: msy deby oktaria sentosa

PSKM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan yang terus menerus dan
sistematis serta berkesinambungan dalam pengumpulan data, analisis dan interpretasi data
kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan agar
dapat dilakukan penanggulangan yang efektif dan efisien terhadap masalah kesehatan
masyarakat tersebut. (Hasmi, 2011)

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang langsung disebabkan oleh kuman TBC
(Mycobaketerium tuberculosis). Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang paling sering
diserang adalah paru - paru (95,9 %), tetapi dapat juga mengenai tubuh lainnya. Gejala yang
biasanya muncul adalah demam, batuk darah, batuk yang biasanya berlangsung lama dan
produktif yang berdurasi lebih dari 3 minggu. (Price dan Wilson, 2005)

Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil
tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap
oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit
tuberkulosis paru (TB Paru). Pecegahan penyakit TBC ini dapat dilakukan dengan
pencegahan primer (Imunisasi aktif, Chemoprophylaxis, obat anti TBC, Pengontrolan Faktor
Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi,
sakit kronis dan mental), pencegahan sekunder (Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan, control pasien dan deteksi dini), dan pecegahan tersier (rehabilitasi). Cara
mencegah terinfeksi penyakit ini adalah menjaga pola hidup yang sehat, dengan memenuhi
kebutuhan cairan, vitamin, nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

1
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hampir 500.000 jiwa didunia menderita
tuberculosis. Pada tahun 2012 sebanyak 8,6 juta telah menderita TBC dan yang meninggal
sebanyak 1,3 juta diseluruh dunia, dan angka ini naik menjadi sembilan juta orang pada 2013
dengan angka kematian sekitar 1,5 juta orang. Pada tahun 2014, angka penemuan kasus TB
paru tercatat sebesar 69,7%, sedangkan angka keberhasilan pengobatan sebesar 90%.

Berdasarkan data indonesia pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA
positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang
ditemukan tahun 2012 yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan
terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah
seluruh kasus baru di Indonesia.

Berdasarkan data profil Kesehatan Sumatera Selatan angka penemuan kasus TB


Paru BTA (+) di Provinsi Sumsel, tahun 2010 terdapat 49,12 kasus, pada tahun 2011
terdapat 49,45 kasus, dan pada tahun 2012 terdapat 47,38 kasus. (Dinas Kesehatan Sumsel,
2012).

Data Profil Kesehatan Palembang dari sumber data Bidang Pengendalian Masalah
Kesehatan 2014, bahwa selama 3 tahun terakhir penemuan kasus TB Paru tahun 2011
sebesar 2109 kasus, pada tahun 2012 terdapat 1007 kasus dan tahun 2013 sebesar 1003
kasus. (Dinkes Kota Palembang, 2013).

Data penyakit TB Paru di Puskesmas Pembina Palembang tahun 2013 terdapat 52


kasus (38,51%), pada tahun 2014 terdapat 41 kasus (30,37%) dan pada tahun 2015 sebesar
42 kasus (31,11%).

1.2              Rumusan Masalah
Belum diperolehnya gambaran Surveilans Epidemiologi Penyakit TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013-2015.

1.3              Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran Surveilans Epidemiologi Penyakit TBC Paru
yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015.

1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Diperolehnya distribusi Penyakit TBC Paru menurut kelompok umur di
Puskesmas Pembina Palembang
2.      Diperolehnya distribusi Penyakit TBC Paru menurut kelompok jenis kelamin di
Puskesmas Pembina Palembang
3.      Diperolehnya distribusi penyakit TBC Paru menurut wilayah di Puskesmas
Pembina Palembang
4.      Diperolehnya distribusi penyakit TBC Paru menurut waktu di Puskesmas
Pembina Palembang

1.4              Ruang Lingkup
1.4.1        Lingkup Lokasi
Praktikum Surveilans Epidemiologi penyakit TBC Paru dilaksanakan di
wilayah kerja Puskesmas Pembina Palembang.

1.4.2        Lingkup Materi
Praktikum Surveilans Epidemiologi penyakit TBC Paru memiliki lingkup
materi meliputi Puskesmas Pembina Palembang.

1.4.3        Lingkup Waktu
 Praktikum Surveilans Epidemiologi dilaksanakan dari tanggal 25 Januari
sampai dengan 11 Februari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Surveilans Epidemiologi

2.1.1    Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), Surveilans adalah proses


pengumpulan, pengolahan, analisa, dan interpretasi data, serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait secara sistematis
dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI.
Nomor: 1116/tahun 2003, Surveillans adalah kegiatan analisis secara sistematis
dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efisien dan efektif melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan
Surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan yang terus
menerus dan sistematis serta berkesinambungan dalam pengumpulan data,
analisis dan interpretasi data kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan
memantau suatu peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan penanggulangan yang
efektif dan efisien terhadap masalah kesehatan masyarakat
tersebut. (Hasmi, 2011)

2.1.2 Variabel Epidemiologi
2.1.2.1  Distribusi Frekuensi Menurut Orang

4
Distribusi frekuensi menurut orang disini membicarakan peranan umur, jenis kelamin, sosial
ekonomi, pekerjaan. Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-
penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua
keadaan ditunjukkan dengan umur. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan
mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Untuk keperluan
perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sabagai berikut :

1.    0 - <1 thn           :           Bayi


2.    1 – 4 thn                        :           Balita
3.    5 – 14 th                        :           Anak – anak
4.    15 – 19 th          :           Remaja
5.    20 – 45               :           Dewasa                                  
Jenis Kelamin, Angka-angka dari luar negeri menunjukan bahwa angka kesakitan
lebih tinggi di kalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi di kalangan pria. Hal
ini disebabkan karena wanita bebas mencari perawatan.

Kelas Sosial, merupakan variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan
angka kesakitan dan kematian. Variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang.
Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan
yakni :

1.          Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan;

2.          Situasi pekerjaan yang penuh dengan stres.

2.1.2.2   Distribusi Frekuensi Menurut Tempat


Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan etiologi penyakit. Perbandingan
pola penyakit yang sering dilakukan antara lain :

1.    Batas daerah-daerah pemerintahan

2.    Kota dan pedesaan


3.    Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau
padang pasir)

4.    Negara-negara

5.    Regional.

Untuk mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut


batas-batas alam lebih berguna dari pada menurut batas-batas administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas
alam ialah keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan,
ketinggian di atas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, industri, dan pelayanan
kesehatan.

2.1.2.3 Distribusi Frekuensi Menurut Waktu

Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar di


dalam analisis epidemiologi, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu
menunjukan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya waktu di mana
terjadi perubahan-perubahan angka kesakitan maka dibedakan :

1.    Fluktuasi jangka pendek, di mana perubahan angka kesakitan berlangsung beberapa


jam, hari, minggu, dan bulan.

2.    Perubahan secara siklus di mana perubahan-perubahan angka kesakitan terjadi


secara berulang-ulang dengan jarak beberapa hari, beberapa bulan, tahunan,
beberapa tahun.

3.    Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu yang


panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “seculer trends”.

2.1.3        Pengukuran Epidemiologi
2.1.3.1 Proporsi 

Distribusi proporsi adalah suatu penyebaran persentase (yakni proporsi dari jumlah
peristiwa-peristiwa dalam sekelompok data yang mengenai masing-masing kategori atau
subkelompok dari kelompok itu).

dimana :

X         = Jumlah kejadian atau penderita dan lain-lain, yang timbul dalam suatu
kategori atau subgrup tertentu dari suatu kelompok yang lebih besar.

Y         = Jumlah  keseluruhan  dari kejadian atau penduduk dan lain-lain muncul

Padasemua kategori daru suatu seri data tertentu.

K         = Selalu sama dengan 100.

2.1.3.2 Rasio

Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap


peristiwa lainnya. Rumus rasio adalah :

Rasio =

Dimana:

X = Banyaknya peristiwa, orang, dan lain-lain, yang mempunyai satu atau lebih atribut
tertentu.

Y = Banyaknya peristiwa, orang dan lain-lain, yang mempunyai satu atau lebih atribut
tertentu, tetapi dalam beberapa hal berbeda atribut dengan anggota c.

K  =  1

2.1.3.3 Rate

Adalah perbandingan suatu peristiwa dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena peristiwa yang dimaksud dalam waktu yang sama yang dinyatakan dalam persen
atau permil

Rate =
2.2              TB Paru

2.2.1    Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycrobacterium


tuberculosis, yakni kuman aerob yang hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubah
yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.Kuman ini juga
mempunyai kandungan lemak tinggi pada membrane selnya, sehingga menyebabkan bakteri
ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan
lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi
pada malam hari. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.

2.2.2        Faktor Risiko Tuberculosis


Faktor risiko adalah semua variabel yang berperan timbulnya kejadian penyakit.
Berikut beberapa faktor risiko TB, yaitu :

a.    Kependudukan
Banyak variabel kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau
kejadian TB, yakni:
1)   Jenis Kelamin
2)   Umur
3)   Status Gizi
4)   Kondisi Sosial Ekonomi
b.   Faktor Lingkungan
1)   Kepadatan
2)   Lantai Rumah
3)   Ventilasi
4)   Pencahayaan
5)   Kelembapan
6)   Ketinggian

2.2.3    Epidemiologi  TB Paru

Epidemiologi TB Paru selain mencakup prevalensi, insidensi, kematian karena TB


Paru (mortalitas) tetapi juga karena keunikannya mencakup pula, prevalensi dan insidensi
penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang terinfeksi, serta rata-rata yang tertular
penyakit TB Paru oleh seorang penderita TB Paru menular. (Roy, 2007)

Insidensi dan mortalitas TB Paru merupakan parameter yang baik untuk


menggambarkan epidemiologi TB Paru. Surveilans yang tidak adekuat di
berbagai negara, tidak mungkin untuk menunjukkan data insidensi dan mortalitas
TB yang sebenarnya. Beberapa parameter epidemiologi secara tidak langsung
digunakan yaitu ARTI, perkiraan insidensi BTA (-), jumlah dan pencatatan kasus
TB Paru, perkiraan cakupan populasi dibandingkan dengan pelayanan kesehatan
dan perkiraan kasus fatal BTA (+) dan bentuk lain TB Paru (Arata, 2005).

2.2.4 Konsep Penyebab Penyakit

Kejadian suatu penyakit menurut Gordon (1950) yang dikutip oleh azwar (1999)
menyebutkan bahwa timbul tidaknya suatu penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga
faktor utama yang digambarkan dalam segitiga yang dikenal dengan istilah segitiga
epidemiologi yang saling mempengaruhi, yaitu :

1.      Faktor penjamu ( Host)


Adalah semua faktor yang terdalam di dalam diri manusia yang dapat timbul
serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut, yaitu; keturunan, daya tahan
tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, kebiasaan, dan lain-lain.
2.      Faktor bibit penyakit (agent) adalah suatu substansi atau elemen tertentu
yang kehadiran atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau
mempengaruhi perjalanan penyakit. Elemen tersebut dibagi menjadi dua
yaitu;
a.    Golongan abiotik seperti golongan nutrien ( kelebihan dan kekurangan
gizi seperti karbohidrat, lemak, protein dan vitamin), chemical/kimia
(peptisida, logam berat, obat-obatan), physical (suhu, kelembaban panas,
radiasi, kebisingan), mechanical (pukulan tangan, kecelakaan, benturan,
gesekan dan getaran) psychis (gangguan psikologis, stress dan depresi).
b.    Galongan biotik seperti; protozoa (plasmodium, amoeba),metazoa
(arthopoda, helminthes), bakteri (salmonella, Mycobacterium
tubercolosis), jamur (candida, tinia Algae, hystoplesosis dan sebagainya.
Penyebab penyakit yang tergolong dalam biotik yaitu penyakit
infeksi (infection disease). Penyakit infeksi ada yang bersifat menular
(communicable disease). Berat ringannya suatu penyakit infeksi sering
ditentukan oleh sifat bibit penyakit seperti patognitas, virulensi, dan lain-
lain.
3.      Faktor lingkungan (Environtment) adalah seluruh kondisi atau pengaruh luar
yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme seperti
cuaca, keadaan geografi, sosial ekonomi dan sebagainya.

2.2.5    Patogenesis

Fase I: Fase Transmisi

Pada saat terjadi inhalasi, sebagian kecil kuman Mycobacterium tuberculosis akan


mencapai bronkus respiratorius, sedang sebagian besar lainnya menempel pada epitel
saluran napas atas yang selanjutnya akan dieliminasi melalui gerakan mukosilier. Kuman TB
yang mencapai saluran napas distal tidak semuanya menyebabkan "infeksi". Pada keadaan
normal (sebelum "infeksi" dimulai) hampir semua makrofag alveolar sudah teraktivasi secara
nonspesifik. Pada keadaan tertentu, makrofag alveolar dapat menelan dan menghancurkan
kuman TB sebelum kuman tersebut membelah. 
Penghancuran kuman bergantung pada kekuatan makrofag alveolar, genetik dan
virulensi kuman. Kuman virulen dalam makrofag alveolar yang relatif lemah akan mampu
membelah dan mengawali penyakit sedang kuman lemah dalam makrofag alveolar yang kuat
akan segera dihancurkan atau dihambat sebelum pembelahan kuman terjadi.

Fase II: Awal Infeksi, Proliferasi Dan Penyebaran

Fase ini disebut juga fase simbiosis yang terjadi antara 7-21 setelah infeksi. Kuman
membelah dengan kecepatan yang sama baik pada kelinci yang resisten maupun rentan.
Namun pada yang rentan lebih meningkat jika dibandingkan dengan resisten sebagaimana
terlihat pada gambar sebelah. 

Setelah kontak dengan kuman maka membran plasma makrofag mengalami


invaginasi dan kemudian membentuk vakuola yang akan menyelimuti seluruh kuman seperti
terlihat pada gambar di bawah. Vakuola akan membentuk fagolisosom setelah mengadakan
fusi dengan lisosom yang mengandung enzim hidrolitik (aktif dalam suasana asam).
Akibatnya sel-sel kuman akan dicerna dalam vakuola dan debris yang terbentuk akan
disekresi dengan cara eksositosis. 

Fase III: Fase Pembentukan Respons Imun

Selama beberapa hari atau minggu awal infeksi TB primer, respons kompleks
sedang disiapkan oleh pejamu. Walaupun lekosit PMN telah aktif pada awal inflamasi namun
mereka tidak bekerja dengan baik. Respons humoral atau antibodi yang biasanya
merupakan pusat pertahanan terhadap bakteri patogen, peranannya bisa diabaikan dalam
melawan tuberkulosis. Namun demikian sistem komplemen ikut berperan pada tahap awal
fagositosis.

Setelah 4-8 minggu infeksi akan dibentuk mekanisme pertahanan spesifik yaitu
terjadi sensitisasi sel T terhadap antigen spesifik. Mekanisme pertahanan spesifik pada
tuberkulosis ditandai dengan dimulainya respons cell-mediated immunity (CMI) dan delayed-
type hipersensitivity (DTH) yang akan meningkatkan kemampuan pejamu untuk menghambat
atau mengeliminasi kuman. Respons CMI dan DTH merupakan fenomena yang sangat erat
hubungannya dan timbul akibat aktivasi sel T yang bersifat spesifik. Kedua fenomena yang
belum dapat dipisahkan tersebut terjadi melalui mekanisme respons imun yang sama dan
akan mengubah respons pejamu terhadap pajanan antigen berikutnya. 

Respons DTH ditandai dengan nekrosis perkijuan akibat lisisnya sel-sel makrofag
alveoli yang belum teraktivasi sedang respons CMI timbul setelah makrofag alveoli teraktivasi
sehingga menjadi sel epiteloid matur. Pada binatang percobaan didapatkan bahwa kedua
respons imun tersebut terjadi pada pejamu yang rentan maupun resisten tetapi dengan
derajat berbeda. Pada pejamu resisten didapatkan rasio sel-sel epiteloid terhadap nekrosis
perkijuan jauh lebih besar dibandingkan pejamu rentan.

Keseimbangan antara CMI dan DTH akan menentukan bentuk penyakit yang akan
berkembang. Respons CMI akan mengaktifkan makrofag dan kuman dibunuh secara
intraselular, sedang respons DTH menyebabkan nekrosis perkijuan dan pertumbuhan kuman
dihambat secara ekstraselular. Keduanya merupakan respons imun yang sangat efektif
menghambat perjalanan penyakit. Untuk keberhasilan pengelolaan TB, diperlukan
pengetahuan tentang saling pengaruh antara kedua respons imun tersebut dan perubahan
rasio antara keduanya.

Fase IV: Pencairan Jaringan, Pembentukan Kavitas Dan Proliferasi M.Tuberculosis

Unsur utama respons imun adalah kemampuan membatasi proliferasi atau daya
tahan hidup kuman TB dalam makrofag teraktivasi (proses CMI) dan kemampuan
menghancurkan makrofag inkompeten yang membiarkan kuman berkembang di dalamnya.
Kuman dari makrofag inkompeten yang telah hancur akan ditelan oleh makrofag generasi
berikutnya yang lebih imunokompeten (proses DTH).

Kedua proses tersebut memerlukan dukungan sitokin, makrofag dan lekosit PMN.
Sel-sel tersebut sebagian mati saat berinteraksi dengan kuman, melepaskan banyak enzim
proteolitik yang kuat. Enzim tersebut juga memudahkan terjadinya trombosis pembuluh darah
lokal. Kombinasi faktor-faktor tersebut mengakibatkan proses pencairan lesi perkijuan,
menyediakan lingkungan dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan kuman TB.

2.2.6    Gejala- Gejala TB Paru

Gejala klinis sangat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali sampai gejala yang
sangat berat seperti gangguan pernapasan dan gangguan mental.

1.    Gejala Sistematik
Gejala ini mencakup :

a.    Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41 ºC.Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali.Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk
b.    Badan terasa lemah
c.    Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun.Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.      

2.    Gejala Respiratorik
Gejala ini mencakup :

a.    Batuk/Batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan pada peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum).Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Batuk biasnya terjadi lebih dari 3 minggu,
kering sampai produktif dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen, batuk
berdarah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek

b.    Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru

c.    Rasa nyeri pada dada


Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan napasnya

2.2.7    Pencegahan TB Paru

Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :

1.    Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC
yang meliputi :
a.    Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara
nasional dan internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua
penderita atau berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan
tergantung Host tambahan dan Environment
b.    Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak
dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
c.    Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan
pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental
2.    Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.

Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode
tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain  itu, pengetahuan tentang resistensi obat
dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif

Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC,
dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan
dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi
epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan
terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi
kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis

3.    Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan 
diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi
pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan
perlunya rehabilitasi

Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi


perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai brikut :

1.    Perkembangan media.
2.    Metode solusi problem keresistenan obat.
3.    Perkembangan obat Bakterisidal baru.
4.    Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
5.    Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.
6.    Studi lain yang intensif.
7.    Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol

2.2.8 Pengobatan Penderita

Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
a.    Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifamfisin.
Bila pengobatan tahap inetnsif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.

b.    Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

WHO dan IUATLD (International Union Against Tubercolosis And Lung Disease) me-
rekomendasikan paduan OAT standar, yaitu:

a.    Kategori -1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol
(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama dua bulan (2HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari  Isoniasid (H), Rifampisin (R), diberikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

b.    Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan (H),
Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di
UPK. Dilanjutkan satu bulan dengan (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E)
setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan
setelah penderita selesai menelan obat.

c.    Kategori -3 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HZR diberikan setiap hari selama dua bulan (2HZR),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu
(4H3R3).

d.   OAT SISIPAN (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama sebulan (Depkes
RI, 2002).
BAB III

HASIL DAN GAMBARAN INSTANSI


PUSKESMAS PEMBINA

3.1     Gambaran Umum Puskesmas Pembina Palembang

3.1.1 Gambaran Umum.

            Puskesmas pembina terletak dikecamatan seberang ulu 1 tepatnya dikelurahan


silaberanti. Puskesmas ini terletak di pinggir jalan sehingga masyarakat yang
memerlukannya mudah untuk menjangkaunya.
            Puskesmas ini dahulunya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan cabang dari
Rumah Sakit Umum M. Hoesin. Sehingga sampai saat ini puskesmas pembina dikenal
sebagai sebuah puskesmas dengan tempat tidur khusus bersalin yang buka 24 jam dengan
berbagai macam kegiatan sebagaimana puskesmas lainnya disertai dengan adanya
kehadiran Dokter Spesialis Kebidanan, Dokter Spesialis Anak, Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dan Para Dokter Muda (calon dokter).

3.1.2 Sejarah Kepemilikan Puskesmas Pembina

Puskesmas Pembina dahulunnya adalah sebuah klinik bersalin yang merupakan


klinik cabang rumah sakit umum M. Husin (RSU Palembang dahulunya). Klinik bersalin ini
cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat yang membutuhkannya.Dengan semakin ramainya
pengunjung dan semakin luasnya kebutuhan kesehatan masyarakat sekitar klinik maka klinik
bersalin ini dikembangkan menjadi sebuah poliklinik yang dikelola oleh Dinas Kesehatan
Kota Palembang.

18
Sehingga semenjak tanggal 2 mei 1993, klinik bersalin cabang RSU M. Husin ini diserahkan
pengelolaanya kepada Pemerintah Daerah Kota Palembang yang pelaksanaanya diserahkan
kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang yang diberi nama Puskesmas Pembina 8 Ulu.
Oleh karenanya sejak saat itu dalam pelaksanaan kegiatannya Puskesmas selalu dalam
pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.

Berdasarkan  SK walikota Palembang tanggal 1 April 1994, nama Puskesmas


Pembina 8 Ulu diganti puskesmas Pembina Palembang dengan wilayah kerja meliputi
kelurahan 8 ulu dan kelurahan silaberanti. Sejak tanggal 17 juli 2003 berdasarkan keputusan
walikota Palembang No. 599 tahun 2003 puskesmas Pembina Palembang ditetapkan
menjadi puskesmas uji coba “swakelola”.

Setelah menjalani masa uji coba puskesmas swakelola Pembina dan berdasarkan
keputusan walikota Palembang No 443 tahun 2011, puskesmas Pembina sebagai unit kerja
yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK-BLUD).

Dengan adanya perjanjian kerjasama antara badan penyelenggara jaminan sosial


kesehatan cabang Palembang dan puskesmas Pembina Palembang No : 129/KTR/III-
01/2014 dan No: 440/07/Kes-Pemb/1/2015 maka terhitung sejak tanggal 01 januari 2015
puskesmas Pembina Palembang melayani pemeliharaan kesehatan untuk peserta badan
penyelenggara jaminan sosial/BPJS kesehatan.

3.1.3 Letak Geografi

Puskesmas Pembina terletak di Jalan Ahmad Yani Kelurahan Silaberanti Kecamatan


Seberang Ulu 1. Letak puskesmas ini tepat dipinggir jalan raya yang cukup strategis dan
mudah dijangkau oleh masyarakat. Selain itu juga banyak dilalui oleh kendaraan umum.
Wilayah kerjanya meliputi 2 kelurahan yaitu Kelurahan Silaberanti Dan Kelurahan 8 Ulu,
dengan luas wilayah kerjanya ±678 Ha.

Tabel 3.1

Luas Wilayah Kerja Puskesmas Pembina

No Nama kelurahan Luas wilayah


1 Kelurahan silaberanti 381 Ha
2 Kelurahan 8 ulu 279 Ha
Total 678 Ha
Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015

3.1.4 Batas Wilayah Kerja

Wilayah kerja puskesmas pembina ini berbatasan dengan :

a.       Sebelah Utara berbatasan dengan 9/10 Ulu

b.      Sebelah Selatan berbatasan dengan 13 Ulu

c.       Sebelah Barat berbatasan dengan 7 Ulu

d.      Sebelah Timur berbatasan dengan Plaju Ilir

3.1.5 Keadaan Geografi

Kondisi geografi wilayah kerjanya terdiri dari dataran rendah dan rawa-rawa.

3.1.6 Keadaan Demografi

Wilayah kerja puskesmas pembina meliputi kelurahan silaberanti dan kelurahan 8


ulu dengan jumlah penduduk 27.305 jiwa.

Berdasarkan keadaan sosial ekonominya mata pencaharian penduduk kelurahan silaberanti


dan kelurahan 8 ulu hampir sama, yaitu diantaranya :

a.       Buruh kasar
b.      Pegawai negeri
c.       Pedagang
d.      Pensiunan
e.       Pengrajin

Pada umumnya adalah tenaga kerja lepas pada sektor informal.

1.    Jumlah Kecamatan
Puskesmas pembina terletak dikecamatan seberang ulu 1 dan wilayah kerjanya
hanya 1 kecamatan.

2.    Jumlah Desa/ Kelurahan
Tabel 3.2
Jumlah kelurahan, Rw, Rt Wilayah Kerja Puseksmas Pembina Tahun
2015

No Kelurahan RW RT
(Rukun Warga) (Rukun Tetangga)
1 Silaberanti RW 1 Rt 01, Rt 02, Rt 03, Rt 04, Rt 05, Rt
43
RW 2 Rt 06, Rt 07, Rt 08, Rt 09
RW 3 Rt 10, Rt 11, Rt 12, Rt 13, Rt 35
RW 4 Rt 14, Rt 15, Rt 16, Rt 17, Rt 18
RW 5 Rt 19, Rt 20, Rt 21, Rt 22, Rt 36
RW 6 Rt 23, Rt 24, Rt 25, Rt 26,  Rt 37, Rt
38, Rt 41, Rt 42
RW 7 Rt 27, Rt 28, Rt 29, Rt 30, Rt 40
RW 8 Rt 31, Rt 32, Rt 34, Rt 39
Jumlah 8 RW 42 RT
2 8 Ulu RW 1 Rt 01, Rt 02, Rt 03, Rt 04, Rt 05
RW 2 Rt 06, Rt 07, Rt 08, Rt 09
RW 3 Rt 10, Rt 11, Rt 12, Rt 13, Rt 14, Rt
15, Rt 16, Rt 17
RW 4 Rt 23, Rt 24, Rt 25, Rt 26, Rt 27, Rt
28, Rt 29
RW 5 Rt 30, Rt 31, Rt 32, Rt 34, Rt 35, Rt
36
Jumlah 5 RW 31 RT
Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015

3. Jumlah Kepala Keluarga

Tabel 3.3

Jumlah kepala keluarga diwilayah kerja puskesmas Pembina tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Total


1 Silaberanti :
KK Gakin 2416 4565
KK Non Gakin 2149
2 8 Ulu:
KK Gakin 1763 2816
KK Non Gakin 1053
Jumlah Kepala Keluarga di Wilayah Kerja 7381
Puskesmas Pembina

Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015


3.    Data Demografi di Wilayah Kerja Puskesmas Pembina
Tabel 3.4
Data Demografi di Wilayah Kerja Puskesmas Pembina 2015
No DATA DEMOGRAFI Kelurahan Jumlah
Silaberanti 8 Ulu
1 Jumlah penduduk 16819 10486 27305
2 Jumlah KK 4580 2740 7381
3 Jumlah KK Gakin 2416 1763 4179
4 Jumlah ibu hamil 457 327 784
5 Jumlah ibu bersalin 397 276 673
6 Jumlah ibu menyusui 397 276 673
7 Jumlah bayi 206 159 367
8 Jumlah balita 1194 899 2093
9 Jumlah Lansia 1771 1488 3259
10 Jumlah RT 42 31 73
11 Jumlah Rumah 3665 2174 5839
12 Jumlah Posyandu 9 12 21
13 JumlahPosyandu 3 3 6
Lansia
14 Jumlah Kader 60 65 125
15 Jumlah SD/MI 8 0 8
16 Jumlah SMP 3 0 3
17 Jumlah TTU 39 28 67
18 Jumlah TPM 76 54 130
19 Jumlah TPS 1 2 1

1 2 3 4 5
22 Jumlah sumber
Air bersih
         Sumur Gali 46 69 115
         SPTDK 0 0 0
         PDAM 1341 1585 2926
23 Jumlah jamban 1344 1591 2935
keluarga
Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015
3.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas Pembina memenuhi


kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 program pokok puskesmas beserta 3 program
spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat
setempat serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

6 (Enam) program pokok puskesmas tersebut adalah:

1.      Promosi kesehatan (Promkes)


2.      Sanitasi (Kesehatan Lingkungan)
3.      KIA/KB
4.      Gizi
5.      Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P)
6.      Pengobatan
7 (tujuh) program spesifik yang dilaksanakan di puskesmas Pembina Palembang adalah:

1.      Klinik kesehatan reproduksi (KesPro)


2.      Klinik Gilinganmas
3.      Klinik gawat Darurat
4.      Klinik PTM (penyakit tidak menular)
5.      Klinik kesehatan remaja
6.      Klinik santun Lansia
7.      Klinik haji
8.      Klinik berhenti merokok
9.      Klinik Pengobatan Tradisional
Seluruh program kegiatan tersebut didalam gedung difasilitasi dengan adanya ruang
dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber daya anusia yang selalu ditingkatkan
kemamouannya dan protap-protap sebagai standar pelayanannya.

Fasilitas yang disediakan di Puskesmas Pembina ini adalah sebagai berikut :

1.    Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)


Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayanan kebidanan terhadap Ibu
Hamil (Bumil), Ibu Bersalin (Bulin) dan ibu yang telah bersalin, ibu menyusui (Buteki) di klinik
laktasi, selain klinik bersalin 24 jam bagi persalinan fisiologis.

Untuk kegiatan KB, Puskesmas Pembina melayani kebutuhan masyarakat


dalam hal KB berupa IUD, Implant, Pil, Suntikan, dan  kondom, KB Pasca
Partus. Klinik ini dalam pelaksanaannya dilayani oleh para bidan terlatih dan juga
diawali oleh Dokter Spesialis Kebidanan.
2.    Klinik Pelayanan Kesehatan Anak ( BP Anak )
Klinik ini melayani kesehatan bayi dan balita. Dalam pelaksaannya klinik
ini dilayani oleh perawat terlatih di bidang anak, sistm pelayanan dengan teknik
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit). Dengan adanya kerjasama dengan
bagian IKA Fak. Kedokteran Universitas Sriwijaya maka setiap hari kamis dan
jum’at klinik ini dilayani juga oleh Dokter Spesialis Anak selain juga dijadikan
tempat PBL bagi para Dokter Muda di bagian Anak setiap hari.
3.    Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Dewasa)
Klinik ini melayani pengobatan umum bagi setiap pasien umum/ dewasa
dan kegawat daruratan. Pada pelaksaannya klinik ini juga dilayani oleh seorang
Dokter Umum yang dibantu oleh para perawat terlatih.
Tersedia pula pada alat Elektrokardiograf (EKG) bagi pasien- pasien yang
membutuhkannya serta dilengkapi alat- alat yang diperlukan pada keadaan gawat
darurat.
4.    Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi (BP Gigi)
Klinik ini melayani pengobatan dan perawatan gigi bagi seluruh lapisan
masyarakat yang membutuhkannya terutama pengobatan dasar seperti
pencabutan dan penambalan gigi. Dalam pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh
seorang Dokter Gigi dan dibantu oleh para perawat gigi yang berpengalaman dan
terlatih. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menuju Visi Sehat Optimal
tahun 2013 Puskesmas Pembin melaksanaanya kegiatan UKGS bagi anak
sekolah di sekolah- sekolah dan UKGMD bagi masyarakat umum terutama balita
dan ibu hamil di posyandu- posyandu. UKGS dan UKGMD dilaksanakannya 3
kali setahun.
5.    Klinik Pelayanan Spesialis ( BP Spesialis)
Klinik ini melayani pengobatan dan konsultasi :
a.    Spesialis kebidanan
Klinik spesialis ini buka setiap hari selasa, kamis dan sabtu dilayani oleh Doker
Spesialis Kebidanan dengan dibantu oleh para bidan yang berpengalaman dan terlatih.
Dalam pelayanannya klinik ini dilengkapi dngan alat Ultrasonografi (USG), pemeriksaan IVA
dan Alat Kriotrapi.

b.    Spesialis Anak
Klinik spesialis ini buka setiap hari selasa dilayani oleh Dokter Spesialis
Anak dengan dibantu oleh para perawat yang berpengalaman dan terlatih.
c.    Spesialis Penyakit Dalam
Klinik spesialis ini dibuka setiap hari selasa dilayani oleh Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dengan dibantu oleh perawat yang berpengalaman dan terlatih.
Dalam pelayanannya klinik ini dlengkapi dengan alat Electrocaardiograph
(ECG).
6.    Klinik Pelayanan Penderita TB Paru
Di klinik ini pula melayani program pengobatan terhada penderita TB Paru dan
Kusta.

7.    Klinik Penyakit Tidak Menular


Klinik ini melayani seluruh pasien diagnosa penyakit tidak infeksi
(Hipertensi, DM, Osteoporosis, Arthitis Remtoid, dll) dengan dilayani oleh
tenaga medi profesional dapat melakukan pemeriksaan:
a.       Sprirometri
b.      EKG
c.       Body Mass Index (BMI)
d.      Peak flow
e.       Klinik stop rokok
f.       Pemeriksaan kesehatan haji
g.      Tes kebugaran
h.      Pelayanan gizi
8.    Klinik Kesehatan Remaja
Klinik ini melayani pasien dengan usia remaja (10-18 tahun) mencakup
jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
9.    Klinik Santun Lansia
Pada klinik ini melayani pasien lansia ( > 60 tahun)

10.    Klinik Pengobatan Tradisional


Klinik ini melayani pengobatan tradisionalbagi seluruh lapisan
masyarakat yang membutuhkan, yang terdiri dari konsultasi dan pengobatan
dengan obat-obatan herbal, akupressure.
Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh dokter umum dan perawat
yang sudah terlatih setiap harinya. Dengan adanya kerjasama dengan Loka
Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM)  maka setiap hari rabu, klinik ini
dilayani juga oleh dokter dan perawat terlatih dari LKTM yang dapat
memberikan pelayanan konsultasi, pengobatan herbal, akupresurre serta
akupuntur.
11.    Klinik Sehat (Gilingan Mas)
Klinik ini melayani :
a.    Konsultasi gizi
Melayani konsultasi gizi masyarakat dan gizi perorangan, baik di dalam
maupun di luar gedung. Dilaksanakannya oleh seorang Petugas Gizi setiap hari.

b.     Imunisasi
Melayani imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis, Campak, TT
Bumil/Caten. Dilaksanakan setiap hari selasa dan kamis oleh perawat
terlatih.
c.    Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Sanitasi)
Memberikan konsultasi mengenai kesehatan dan kebersihan lingkungan
Rumah Sehat, Jamban Sehat, Sarana Air Bersih, Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN). Dilaksanakan oleh sanitarian, setiap hari, baik didalam maupun luar gedung.

12.    Laboratorium
Melayani pemeriksaan Rutin Urine, Darah Rutin, Test Kehamilan, Test
Trombosit, DDR, BTA Sputum, Golongan Darah Dan Gula Darah, Kolesterol,
Asam Urat, SGOT/PT, Ureum, Creatinin, HbsAg test, dll.  Dilayani setiap hari
oleh 2 orang Analis terlatih.
13.    Penyuluhan Kesehatan
Dilakukan pada perorangan ataupun perkelompok, baik dilaksanakan di
puskesmas, sekolah ataupun di tempat lain yang membutuhkan. Pelayanan ini
akan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang cukup menguasai materi
yang dibahas.
14.    Lain- lain
Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas
Pembina melakukan kegiatan-kegiatan jemput boal. Kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi Posyandu Balita di 21 Posyandu dan Posyandu Lansia di 6 Posyandu,
UKS/UKGS di 12 SD/MI dan SMP, UKGMD di 4 Posyandu serta melakukan
kunjungan ke rumah pasien bagi pasien- pasien yang mmbutuhkannya.

3.1.8 Gambaran Khusus Puskesmas Pembina

Untuk menunjang keberhasilan puskesmas pembina dalam rangka pelayanan


kesehatan pada masyarakat, maka seluruh kegiatan harus berpedoaman pada Visi, Misi,
Motto, dan Nilai puskesmas pembina serta pelaksanaanya harus berpedoman pada protap-
protap ( Standar Pelayanan) yang telah dibakukan.

1.    Visi

a.       Tercapainya kelurahan 8 ulu dan silaberanti sehat.


2.    Misi

a)      Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat

b)      Meningkatkan keprofesionalisme provider

c)      Memelihara dan meningkatkan upaya pelayanan kesehatan di kelurahan 8 ulu


dan silaberanti

d)     Menurunkan resiko kesakitan dan kematian.

3.    Motto

a.       Tanpa ada kami tiada arti

b.      Anda sehat kami puas

4.    Nilai

a.       Ramah Tamah dan Keterbukaan

3.1.9 Ketenagaan
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan sehari-harinya, Puskesmas Pembina
dipimpin oleh seorang Pimpinan Puskesmas yang sejak April 2009 dijabat oleh Dr. Hj.
Erfiana Umar, M.kes yang dibantu oleh 2 orang dokter umum, 1 dokter spesialis kandungan
1 orang dolter gigi, 2 orang sarjana kesehatan masyarakat, 6 orang perawat ahli madya, 4
orang perawat, 3 orang perawat gigi, 6 orang bidan, 1 orang asisten apoteker, 2 orang
sanitarian, 1 orang petugas gizi, 2 orang analis.

            Sesuai dengan komitmen yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan
seluruh Staff Puskesmas Pembina maka diadakan jadwal pembelajaran dan pelatihan baik di
dalam maupun diluar puskesmas pembina, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan
keterampilan sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Pembina.

3.1.10 Stuktur Organisasi

Secara garis besar Puskesmas Pembina dibagi atas beberapa unit kerja yang
bertanggung jawab pada Pimpinan Puskesmas secara langsung dan pelaksanaan
kegiatannya di sesuaikan dengan program kerjanya masing-masing yang disusun setiap
tahun dibawah tanggung jawab pemegang program.

Bagan 3.1

Struktur Organisasi Puskesmas Pembina Tahun 2015

KEPALA PUSKESMAS
Koordinator Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Kepala Tata Usaha


Keperawatan Keesehatn
PROMKES
YANKES PENGEMBANG

YANKES WAJIB
Koordinator Pelayanan Perorangan

UKS
Kesehatan Olahraga
P2M/KB
YANKES WAJIB
YANKES PENGEMBANG
PETUGAS KIA/KB
KESLING
GIZI MASYARAKAT
Kesehatan Kerja
GIZI MASYARAKAT
Tradisional
KIA/KB
Kehatan Mata
Keperawatan Kesehatan
PENGOBATAN
GIGI DAN MULUT
P2M/PTM
KESEAHTAN JIWA
KESEHATAN USIA LANJUT
 
Bagan 3.2

RUJUKAN
RUMAH SAKIT
PASIEN
PULANG
LABORATORIUM
GILINGAN MAS
Apotik
KLINIK KIA/KB
BP GIGI
KLINIK PTM
Pasien KIA/KB
Pasien Penyakit Gigi

Pasien Penyakit Menular

Pasien Penyakit Tidak Menular


LOKET PEMBAYARAN
(Pasien jamsoskes membawa kartu tanda penduduk (KTP), Surat keterangan lurah tidak
dijamin asuransi kesehatan)
(pasien jamkesmas membawa kartu tanda pasien jamkesmas)
(pasien ASKES membawa kartu tanda peserta ASKES)
(pasien umum pembayaran kartu retribusi)
UGD
(UNIT GAWAT DARURAT)

CALON IBU BERSALIN


PASIEN EMERGENCY
PASIEN
Jamsoskes
Jamkesmas
ASKES
BPJS Mandiri
UMUM
PASIEN DATANG
Alur Pelayanan Pasien

RUANG BERSALIN
BP DEWASA
BP ANAK
(Pelayanan Pasien TB Paru)
(
 
3.2    Data Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU di Puskesmas Pembina
tahun 2013-2015

3.2.1 Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina


Palembang Menurut Golongan Umur
Tabel 3.5
Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang
Menurut Golongan Umur Tahun 2013-2015
Golongan 2013 2014 2015
No
Umur Frek % Frek % Frek %
1 6-15 Tahun 1 1.89 0 0,00 0 0,00
2 16-45Tahun 29 54,71 25 65,79 31 73,80
3 46-65 19 35,85 12 31,58 8 19,05
Tahun
4 >65 Tahun 4 7,55 1 2,63 3 7,15
Jumlah 53 100% 38 100% 42 100%
Sumber :Register TB Paru Puskesmas Pembina

Grafik 3.1

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Golongan Umur

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013

Berdasarkan grafik diatas bahwa penderita penyakit TB Paru terbanyak di


Puskesmas Pembina tahun 2013 terdapat pada golongan umur 16-45 tahun sebanyak 29
orang (54,71%).

Grafik 3.2

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Golongan Umur

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2014


Berdasarkan data grafik diatas bahwa penderita penyakit TB Paru terbanyak di
Puskesmas Pembina tahun 2014 terdapat pada golongan umur 16-45 tahun sebanyak 25
orang (65,79%).

Grafik 3.3

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Golongan Umur

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015

Berdasarkan data grafik diatas bahwa penderita penyakit TB Paru terbanyak di


Puskesmas Pembina tahun 2015 terdapat pada golongan umur 16-45 tahun sebanyak 31
orang (73,80%).

3.2.2 Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang


Menurut Jenis Kelamin

Tabel 3.6
Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang Menurut Jenis
Kelamin Tahun 2013-2015
Jenis 2013 2014 2015
No
Kelamin Frek % Frek % Frek %
1 Laki- 35 66,03 26 63,41 22 52,39
laki
2 Permpuan 18 33,97 15 36,59 20 47,61
Jumlah 53 100% 41 100% 42 100%
Sumber :Register TB Paru Puskesmas Pembina

Diagram 3.1

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Jenis Kelamin

Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013

Berdasarkan data diatas penderita penyakit TB Paru terbanyak di Puskesmas


Pembina menurut jenis kelamin tahun 2013 diderita oleh laki-laki sebesar 35 orang (66,03%).
Diagram 3.2

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Jenis Kelamin

Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2014

Berdasarkan data diatas penderita penyakit TB Paru terbanyak di Puskesmas


Pembina menurut jenis kelamin tahun 2014 diderita oleh laki-laki sebesar 26 orang (63,41%).

Diagram 3.3

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Jenis Kelamin

Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015

Berdasarkan data diatas penderita TB Paru terbanyak di Puskesmas Pembina


menurut jenis kelamin tahun 2015 diderita oleh laki-laki sebesar 22 orang (52,39%).

3.2.3 Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang


Menurut Wilayah

Tabel 3.7
Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang
Menurut Wilayah Tahun 2013-2015
2013 2014 2015
No Kelurahan
Frek % Frek % Frek %
1 Silaberanti 13 24,53 18 43,90 15 35,71
2 8 Ulu 11 20,76 10 24,40 13 30,96
Luar
3 29 54,71 13 31,70 14 33,33
Wilayah
Jumlah 53 100 41 100 42 100
Sumber :Register TB Paru Puskesmas Pembina
Diagram 3.4

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Wilayah

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013

            Berdasarkan data grafik diatas penderita penyakit TB Paru tertinggi terdapat pada
luar wilayah yaitu sebanyak 29 0rang (54,71%).

Diagram 3.5

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Wilayah

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2014

            Berdasarkan data grafik diatas penderita penyakit TB Paru tertinggi terdapat pada
kelurahan Silaberanti yaitu sebanyak 18 0rang (43,90%).

Diagram 3.6

Distribusi Frekuensi Penyakit TB PARU Menurut Wilayah

di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2015

            Berdasarkan data grafik diatas penderita penyakit TB Paru tertinggi terdapat pada
kelurahan Silaberanti yaitu sebanyak 15 orang (35,71%).
3.2.4 Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang
Menurut Waktu

Tabel 3.8

Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Puskesmas Pembina Palembang


Menurut Waktu 2013-2015
2013 2014 2015
Bulan
Frek % Frek % Frek %
Januari 6 11,54 5 12,19 1 2,38
Februari 2 3,85 3 7,31 6 14,28
Maret 5 9,62 4 9,75 2 4,76
April 9 17,30 4 9,75 2 4,76
Mei 2 3,85 2 4,87 1 2,38
Juni 5 9,62 4 9,75 4 9,52
Juli 2 3,85 2 4,87 4 9,52
Agustus 3 5,77 3 7,31 3 7,14
September 2 3,85 2 4,87 4 9,52
Oktober 3 5,77 1 2,43 7 16,66
November 9 17,30 3 7,31 5 11,90
Desember 4 7,70 8 19,51 3 7,14
Total 52 100 % 41 100% 42 100%
Sumber :Register TB Paru Puskesmas Pembina

Berdasarkan data tabel diatas penderita TB Paru pada tahun 2013 sebanyak 52
kasus , pada tahun 2014 sebanyak 41 kasus dan pada tahun 2015 sebanyak 42 kasus.

Grafik 3.4

Distribusi Frekuensi  Penyakit TB Paru Menurut Bulan di Puskesmas Pembina


Palembang Tahun 2013-2015

Grafik 3.5

Distribusi Frekuensi Penyakit TB Paru Menurut Tahun di Puskesmas Pembina


Palembang Tahun 2013-2015

Berdasarkan data grafik diatas penderita TB Paru terbanyak menurut tahun 2013-
2015 terdapat pada tahun 2013 sebesar 52 kasus (38,51%)

3.3    Faktor Risiko
3.3.1        Data Kepadatan Penduduk
Tabel 3.9
Distribusi Frekuensi Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan Puskesmas
Pembina Tahun 2013-2014

Kepadatan penduduk
Luas Jumlah penduduk
kelurahan wilayah(km²)
2013-2015 2013 2014 2015 2013 2014 2015

Silaberanti 29.700 17.082 16.819 16.819 0.58 0.57 0,57


8 ulu 38.100 10.385 10.486 10.486 0.2 0.29 0,29

Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang

Berdasarkan data diatas angka kepadatan penduduk yang lebih besar


terdapat pada kelurahan silaberanti  dibandingkan kelurahan 8 ulu dengan luas
wilayah 29.700 km² : 38.100 km².

3.3.2        Data PHBS
Tabel 3.10

Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih Sehat di Wilayah Kerja


Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013-2014

Rumah tangga
No Kelurahan Jumlah dipantau Ber PHBS %
2013 2014 2013 2014 2013 2014
1 Silaberanti 1.344 1.660 761 1.021 25.92 27.11
2 8 Ulu 1.591 2.105 630 1.281 21.46 34.02
Jumlah 2.935 3.765 1.391 2.302 47.38 61.13
Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa persentase rumah tangga berperilaku


hidup bersih sehat di wilayah kerja puskesmas Pembina Palembang tahun 2013-2014
mengalami peningkatan.

3.4    Prevalensi TB Paru di Puskesmas Pembina tahun 2013-2015 per 10.000


penduduk

Tabel 3.11

Prevalensi Penyakit TB Paru di Puskesmas Pembina Palembang

 Tahun 2013-2014

Jumlah Penduduk Jumlah kasus Prevalensi


Kelurahan
2013 2014 2015 2013 2014 2015 2013 2014 2015

Silaberanti 17.082 16.819 16.819 13 18 15 7,61 10,70 8,91


8 Ulu 10.385 10.486 10.486 11 10 13 10,59 9,53 12,39

Sumber :Profil Puskesmas Pembina Palembang

       Berdasarkan data prevalensi diatas didapatkan bahwa di kelurahan silaberanti tahun


2013 sebesar 7,61 per 10.000 penduduk, tahun 2014 sebesar 10,70 per 10.000 penduduk,
dan tahun 2015 sebesar 8,91 per 10.000 penduduk. Sedangkan di kelurahan 8 ulu tahun
2013 sebesar 10,59 per 10.000 penduduk, tahun 2014 sebesar 9,53 per 10.000 penduduk,
dan tahun 2015 sebesar 12,39 per 10.000 penduduk.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1    Penyakit TB Paru Menurut Variabel Golongan Umur


Berdasarkan data di Puskesmas Pembina Palembang, diketahui bahwa penderita
TB Paru terbanyak pada tahun 2013-2015 terdapat pada golongan umur 16-45 tahun. Pada
tahun 2013 proporsi golongan umun 16-45 tahun sebesar 54,71% dan tahun 2014
sebesar 65,79% sedangkan di tahun 2015 proporsi penderita TB Paru mencapai 73,80%.
Menurut data WHO bahwa 75% penderita TB adalah usia produktif yaitu umur 15-50 tahun.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti aktifitas yang berlebihan, pendidikan yang
rendah.

Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberculosis. Risiko untuk terjangkit
penyakit TB dapat dikatakan seperti halnya kurva normal terbalik, yaitu tinggi ketika awalnya,
menurun karena di atas 2 tahun hingga dewasa mempunyai daya tangkal terhadap TB
dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda, dan menurun kembali ketika seseorang atau
kelompok menjelang usia tua. (Warrwn, 1994, Daniel dalam Harisson, 1991).

4.2    Penyakit TB Paru Menurut  Variabel Jenis Kelamin


Seperti halnya dengan variabel umur, faktor jenis kelamin merupakan salah satu
variabel deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka/rate kejadian pada pria dan
wanita.

43
Berdasarkan data hasil penelitian yang kami lakukan di Puskesmas Pembina Palembang,
diketahui bahwa penderita TB Paru terbesar berdasarkan variabel jenis kelamin pada tahun
2013-2015 terdapat pada laki-laki. Pada tahun 2013 sebanyak 66,03%, tahun 2014 sebanyak
63,41% dan pada tahun 2015 penderita TB Paru sebesar 52,39%.

Penderita TB-paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.


Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi
terkena penyakit TB-Paru karena merokok tembakau dan minum alkohol, sehingga dapat
menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent
penyebab TB-paru. (Helper, 2010)

Lingkungan sekitar juga menjadi faktor eksternal terjadinya penyakit TB Paru yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan. Penyakit TB Paru menular
dengan cepat pada orang yang berkontak langsung dengan penderita TB Paru melalui udara
khususnya pada laki-laki.

4.3    Penyakit TB Paru Menurut Variabel  Wilayah


Variabel wilayah merupakan salah satu indikator dari faktor risiko.
Peranan karakteristik faktor tempat dalam studi epidemiologi erat hubungannya
dengan lokasi fisik seperti sifat geologi dan keadaan tanah, keadaan iklim
setempat yang erat hubungannya dengan tropis, subtropis. Adapun faktor
penyebab dari variabel tempat ini yaitu kebiasaan hidup sehat, kepadatan
penduduk, kepadatan hunian rumah tangga dan keadaan sosial ekonomi.
Berdasarkan data TB Paru di Puskesmas Pembina Palembang, diketahui
bahwa Penderita TB Paru terbesar pada tahun 2013 yaitu pada luar wilayah
sebanyak 54,71%, hal ini dikarenakan letak puskesmas Pembina yang strategis
dan mudah untuk dijangkau oleh masyarakat luar wilayah kerja puskesmas.
Sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 penderita TB Paru terbesar terdapat pada
kelurahan silaberanti yaitu 43,90% dan 35,71%, hal ini disebabkan oleh
letak  puskesmas Pembina berada di kelurahan silaberanti, sehingga pasien yang
datang ke puskesmas pun di dominasi oleh kelurahan silaberanti.
Jumlah rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat pada
wilayah kerja puskesmas Pembina setiap tahunnya meningkat, akan tetapi jika di
lihat dari jumlah rumah tangga yang di pantau, capaian rumah tangga yang ber-
PHBS tersebut masih rendah di bandingkan dengan jumlah yang di pantau. Pada
tahun 2013 jumlah rumah tangga yang di pantau adalah 2.935 dan capaiannya
sebesar 1.391 rumah tangga yang ber-PHBS, sedangkan tahun 2014 jumlah yang
di pantau sebsar 3765  dan pencapaiannya yaitu 2.302 rumah tangga yang ber-
PHBS.
Angka kepadatan penduduk di kelurahan silaberanti dan 8 ulu tahun
2013-2015. Silaberanti dengan luas wilayah 29.700 km², angka kepadatan
penduduknya pada tahun 2013 sebesar 0,58 jiwa/km, tahun 2014 dengan
kepadatan penduduk 0,57 jiwa/km dan pada tahun 2015 sebesar 0,57 jiw/km.
Sedangkan di kelurahan 8 ulu dengan luas wilayah 38.100 km², angka kepadatan
penduduknya tahun 2013 sebesar 0,2 jiwa/ km, tahun 2014 sebesar 0,29 jiwa/ km,
dan pada tahun 2015 sebesar 0,29 jiwa/ km.

4.4    Penyakit TB Paru Menurut Variabel Waktu


Proses perubahan yang berhubungan dengan perjalanan waktu
membutuhkan pertimbangan tentang variabel ini dalam analisis berbagai faktor
yang berhubungan dengan tempat dan orang. Di samping itu, faktor waktu
merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan definisi setiap ukuran
epidemiologis dan merupakan komponen dasar dalam konsep penyebab.
Perubahan frekuensi penyakit dalam masyarakat menurut waktu, dapat
berlangsung dalam waktu singkat, secara periodik maupun sekular. Dalam hal
ini, waktu dapat diukur dengan satuan apapun yang diinginkan, sesaat, tahunan,
puluhan tahun bahkan berabad.
Berdasarkan data hasil pengamatan yang kami lakukan lakukan di
Puskesmas Pembina Palembang, diketahui bahwa Penderita TB Paru pada tahun
2013 sebesar 38,52%, pada tahun 2014 sebesar 30,37% dan pada tahun 2015
penderita TB Paru sebesar 31,11%.  
Meningkatnya kasus TB paru di Indonesia, salah satunya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti keadaan cuaca atau iklim lembab yang mempermudah berkembangnya
bakteri microbacterium tuberkulosa. Selain faktor iklim, keadaan lingkungan yang buruk
seperti kebiasaan hidup bersih dan sehat dan kepadatan penduduk juga merupakan faktor
terjangkitnya penyakit TB.

BAB V

KESIMPULAN

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data Serveilans Epidemiologi Penyakit TB Paru
yang kami lakukan di puskesmas pembina palembang sejak tanggal 25 januari-11
februari 2016, dapat disimpulkan bahwa :
1.    Penderita TB Paru di Puskesmas Pembina berdasarkan golongan umur dari
tahun 2013-2015 yaitu pada golongan umur 16-45 tahun. Dari tiga tahun
terakhir penderita TB Paru tertinggi pada tahun 2015 dengan proporsi
73,80%
2.    Penderita TB Paru di Puskesmas Pembina berdasarkan variabel jenis
kelamin tahun 2013-2015 yaitu laki-laki. Dari tiga tahun terakhir penderita
TB Paru tertinggi pada tahun 2013 dengan proporsi 66,03%
3.    Penderita TB Paru di Puskesmas Pembina berdasarkan variabel wilayah
tahun 2013 yaitu terdapat pada luar wilayah dan pada tahun 2014-2015
terdapat pada kelurahan Silaberanti.
4.    Penderita TB Paru di Puskesmas Pembina berdasarkan variabel waktu
tahun 2013-2015 yaitu terdapat pada tahun 2013 dengan jumlah 52 kasus.

5.2    Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, adapun saran yang dapat kami berikan,
yaitu sebagai berikut :
1.      Petugas kesehatan memberikan penyuluhan dan informasi tentang
penyakit TBC Paru terutama pada kelompok umur 16-45 tahun. Karena
hampir separuhnya penderita terjadi pada kelompok usia produktif.
2.     
46
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada jenis kelamin laki-
laki, seperti menghindari kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol,
pergaulan bebas, khususnya mengenai cara pencegahan dan penanganan TB Paru
di wilayah binaan.

3.      Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap perkembangan penyakit


TB Paru di kelurahan binaan yang berisiko tinggi terpapar penyakit TB
Paru, terutama pada saat musim hujan yang memacu timbulnya
peningkatan penyakit TB Paru.
4.      Memberikan pnyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya hidup
bersih dan sehat, serta mengajak masyarakat untuk menerapkan program
KB untuk menekan angka kepadatan penduduk terutama pada wilayah
binaan.

Anda mungkin juga menyukai