Anda di halaman 1dari 14

PUSDIKKES KODIKLAT

TNI ANGKATAN DARAT

HUBUNGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH


DENGUE DENGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN DI
LINGKUNGAN BARAK PUSDIKKES KRAMAT JATI
JAKARTA TIMUR

KELOMPOK 10
DIKCABPAKES ABIT DIKMAPA PK TA. 2023

DISUSUN OLEH :

YUDI AFFANDI, S.KEP., NERS 202322


KADEK JAYA BAMBANG, S.KEP., NERS 202326
dr. AKBAR RABBANI MUGAYAT 202336
dr. ZAHIR HUSNI 202346
drg. DEAN DINI KUSUMAH 202347

Jakarta, 13 Februari 2023


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti
merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus juga dapat
menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas
permukaan laut (Depkes, 2005).
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 2,5 miliar orang atau dua
perlima populasi penduduk di dunia berisiko terserang DBD dengan estimasi sebanyak 50
juta kasus infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun. DBD banyak ditemukan di daerah
tropis dan subtropis (WHO, 2012). Data dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD tiap tahunnya (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
DBD sangat umum ditemui di Indonesia. Lingkungan alam tropis, sanitasi buruk yang
berpotensial sebagai sarang nyamuk dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadi alasan
utama berkembangnya penyakit ini. Penyakit DBD juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, keberadaan pot tanaman hias,
keberadaan saluran air hujan, dan keberadaan kontainer buatan ataupun alami di tempat
pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya (Fathi, 2005;
Suyasa,dkk, 2006).
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal 2 dunia. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita
(Depkes, 2005).
Mengingat masih tingginya angka kematian akibat penyakit DBD, maka perlu ada upaya
pemberantasan yang komprehensif dari penyakit tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan yang diatur dalam Kepmenkes no 581 tahun 1992 tentang pemberantasan penyakit
DBD dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M Plus (menguras, menutup
dan mengubur) plus menabur larvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta
kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegah nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak. Ini
merupakan cara utama yang dianggap efektif, efisien, dan ekonomis untuk memberantas
vektor penular DBD mengingat obat dan vaksin pembunuh virus DBD belum ditemukan.
Program PSN 3M Plus perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
DBD. Pengetahuan masyarakat ini diperlukan karena sebagai modal awal perubahan perilaku
masyarakat. Pengetahuan yang baik diyakini akan berpengaruh terhadap peningkatan
motivasi masyarakat untuk mencegah munculnya penyakit DBD di lingkungan sekitarnya
(Depkes RI, 2007).
Menurut penelitian Titaniyah Mahriyah pada tahun 2021 di Kelurahan Tengah
Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur bahwa terjadi peningkatan kasus selama 5 bulan
terakhir pada bulan April dan Mei sebanyak 5 kasus demam berdarah dengue. Keberadaan
larva Aedes Sp dari 100 rumah yang diperiksa terdapat 17 rumah ditemukan larva Aedes Sp
dan 83 rumah tidak ditemukan larva Aedes Sp. (Mahriyah Titaniyah, 2021)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kaerunnisa Aminah pada pasien DBD dengan
pengobatan rawat inap pada Oktober 2021 hingga Desember 2021 di RS DIK PUSDIKKES
Kramat Jati. Distribusi frekuensi pasien DBD berdasarkan jenis kelamin didapatkan 46 data
dengan kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 24 pasien dan kelompok jenis kelamin
perempuan sebanyak 22 pasien. (Aminah Khaerunnisa, 2022)
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, penulis ingin meneliti hubungan
kejadian demam berdarah dengue dengan perilaku kebersihan di lingkungan barak Pusdikkes
Kramat Jati, Jakarta Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat pertama yang memiliki kasus DBD
terbanyak di Asia Tenggara. Perilaku kebersihan di lingkungan tempat tinggal merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi banyaknya kasus DBD di Indonesia. Namun,
belum diketahui apakah ada hubungan antara perilaku kebersihan di lingkungan barak
Pusdikkes Kramat Jati, Jakarta Timur.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kondisi perilaku kebersihan di lingkungan barak Pusdikkes Kramat Jati
Kramat Jati
2. Bagaimana hubungan kejadian demam berdarah dengue dengan perilaku kebersihan di
lingkungan barak Pusdikkes Kramat Jati Jakarta Timur

1.4 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kejadian demam berdarah dengue dengan perilaku kebersihan di
lingkungan barak Pusdikkes Kramat Jati Jakarta Timur
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kondisi perilaku kebersihan di lingkungan barak Pusdikkes Kramat Jati
Jakarta Timur
b. Mengetahui hubungan kejadian demam berdarah dengue dengan perilaku kebersihan
di lingkungan barak Pusdikkes Kramat Jati Jakarta Timur

1.5 Manfaat Penelitian


a. Manfaat Teoritik
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas praktik Penelitian pengembangan Materi
Kesehatan, Insani Kesehatan dan Survei Kesehatan
b. Masalah Metodologi
1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan pembandingan untuk
penelitian selanjutnya
2. Hasil penelitian dapat menambah rujukan dalam ilmu kesehatan masyarakat dan
bidang parasitologi
c. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumber pengetahuan dan memberikan
informasi kepada masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue sehingga dapat lebih
berperan aktif dalam menurunkan prevalensi penyakit ini di lingkungan barak Pusdikkes.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai
dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Penyakit DBD ini
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah (Kementerian Kesehatan RI,
2012).

Penyakit DBD dapat menimbulkan kematian yang singkat dan sering


menimbulkan wabah. Gejalanya ditandai dengan demam mendadak

2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan atau ruam. Kadang-
kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun
atau renjatan (shock) (Depkes RI,2007). Pada keadaan yang parah, bisa terjadi
kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) (Mardiana,
2010).

Komponen untuk terjadinya DBD menurut Badan Litbang dan


Pengembangan Kesehatan (2010) adalah sebagai berikut:
1. Agent (virus)
Virus dengue adalah anggota genus flavivirus dan famili flavividae. Virus
berukuran 50 nm ini memiliki single standart RNA. Virus dengue membentuk
suatu kompleks yang nyata di dalam genus flavivirus berdasarkan kepada
karakteristik antigenik dan biologisnya. Terdapat empat serotipe virus yang
disebut sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, danDEN-4. Keempat serotipe virus
ini menyebabkan kejadian luar biasa dan menyebabkan penyakit menjadi
berat dan fatal.

2. Host
Virus dengue menginfeksi manusia. Tubuh manusia merupakan urban
reservoir yang utama bagi virus tersebut.

3. Environment
Aedes aegepty menyukai tempat yang gelap, lembab, tempat tersembunyi
dalam rumah dan bangunan. Tempat penampungan air seperti drum, ember
dan bak air serta pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan
sanitasi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Nyamuk Aedes Aegepty aktif menggigit pada waktu pagi hari dan sore
hari. Nyamuk ini berkembang biak pada tempat tempat penampungan air
bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti: vas bunga,
toren air, bak mandi, tempayan, ban bekas, kaleng bekas, botol minuman
bekas dll (Depkes RI, 2012).

Beberapa spesies nyamuk Aedes dapat berperan sebagai vektor penyakit


DBD. Nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus berperan sebagai vektor
terutama bagi negara Asia, Filipina, dan Jepang, sedangkan nyamuk jenis
Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris
merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea.
Vektor DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
(Djunaedi, 2006).

Menurut Notoatmojo (2010), faktor resiko terjadinya DBD yaitu:

1. Status imunologi seseorang


Seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh kurang maka dengan mudah
terserang penyakit termasuk penyakit yang disebabkan virus khususnya virus
dengue
2. Strain virus/ serotipe virus yang menginfeksi
Virus dengue juga merupakan faktor penyebab resiko timbulnya DBD
namun tidak semua virus memiliki potensi menimbulkan wabah/KLB.

3. Usia
Meskipun DBD mampu dan terbukti menyerang tubuh manusia dewasa,
namun lebih banyak kasus ditemukan pada pasien anak-anak yang
berusia kurang dari 15 tahun. Hal ini disebabkan karena sistem kekebalan
tubuh pada anak-anak masih kurang sehingga rentan terhadap penyakit dan
aktivitas anak-anak lebih banyak diluar rumah pada siang hari, sedangkan
nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari.

Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat menghisap darah dari manusia yang sedang sakit dan viremia
(terdapat virus dalam darah). Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-
10 hari, sehingga kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus dapat
disebarkan ketika nyamuk menggigit dan menginjeksikan air liur ke luka gigitan
pada orang lain (Widoyono, 2008)

Dalam tubuh manusia, virus akan berkembang selama 3-14 hari (rata rata
4-6 hari). Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya
akan sakit DBD, tergantung dari status imunitas setiap individu. Pada individu
yang imunitasnya lemah, akan tampak gejala awal seperti demam, sakit kepala,
mialgia, hilang nafsu makan, dan gejala nonspesifik lain termasuk mual, muntah,
dan ruam kulit (Widoyono, 2008)

Tanda dan gejala yang muncul pada penderita DBD adalah bintik bintik
merah pada kulit, suhu badan lebih dari 38o C, badan terasa lemah dan lesu,
gelisah, ujung tangan dan kaki berkeringat, nyeri ulu hati dan muntah. Dapat pula
disertai pendarahan seperti mimisan dan buang air besar bercampur darah serta
turunnya jumlah trombosit hingga 100.000/mm 3 (Depkes RI, 2012).
Diagnosis penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosis klinis
dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD

yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosis klinis dan
laboratoris:

1. Diagnosis Klinis

a. Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40 o C).


b. Manifestasi pendarahan dengan bentuk: uji torniquet positif,
petekie (bintik merah pada kulit), purpura (pendarahan kecil di
dalam kulit), ekimosis, pendarahan konjungtiva
(pendarahan pada mata), epistaksis (pendarahan hidung),
perdarahan gusi, hematemesis (muntah darah), melena (BAB
darah), dan hematuria (adanya darah dalam urin).

c. Perdarahan pada hidung dan gusi.


d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik bintik merah
pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

e. Pembesaran hati (hepatomegali).

f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau


kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

g. Gejala kinis lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia


(hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare,
dan sakit kepala.

2. Diagnosis Laboratoris
a. Trombositopenia, pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan
penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg.

b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20% atau


lebih (Depkes RI, 2005)
Penatalaksanaan DBD menurut WHO (2005) yaitu:
1. Observasi tanda tanda vital pasien meliputi suhu, nadi, tekanan darah,
serta adanya tanda pendarahan, hepatomegali, serta nyeri tekan pada
hati.

2. Pertahankan tirah baring sangat dianjurkan selama fase demam akut.

3. Berikan kompres hangat pada kepala maupun axilla untuk menurunkan


suhu tubuh.

4. Catat intake dan output pasien, amati terhadap adanya ketidak


seimbangan cairan tubuh.

5. Kaji tanda dan gejala dehidrasi/ hipovolemik (muntah, diare,


tampak kehausan, turgor kulit buruk) dan anjurkan pasien untuk
banyak minum, untuk mencegah dehidrasi.

6. Observasi tanda dan gejala syok seperti gelisah, tangan dan kaki terasa
dingin dan terdapat sianosis sirkumoral, oliguri, denyut cepat dan
lemah atau hipotensi.

Belum ada vaksin untuk penyakit DBD. Pengendalian DBD tergantung


pada pengendalian nyamuk Aedes aegepty. Gerakan PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasil
hasilnya secara terus menerus. Dikenal dengan nama PSN 3M Plus, yaitu:

1. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum


hewan, dan sebagainya minimal sekali dalam seminggu.
2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak
diterobos oleh nyamuk dewasa.

3. Mengubur barang barang bekas yang sudah tidak dipakai, yang


semuanya dapat menampung air hujan.

4. Menabur larvasida.

5. Penyebaran ikan pada tempat penampungan air.

6. Kegiatan - kegiatan lain yang dapat mencegah nyamuk Aedes


aegypti berkembangbiak (Depkes RI, 2007).

2. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai
informasi dan berbagai sumber. Pengetahuan diperoleh dari pendidikan yang
direncanakan dan tersusun secara baik misalnya melalui pelatihan dan pendidikan
formal, maupun infomasi yang tidak tersusun secara baik misalnya membaca surat
kabar, membaca majalah, pembicaraan dengan teman atau keluarga,
mendengarkan radio, melihat televise, dan berdasarkan pengalaman diri
(Mantra, 1993).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang atau
individu melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1997).

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif terdapat 6 tingkatan, yaitu:

1. Know (Tahu)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari/ rangsangan
yang diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah.
2. Comprehension (Memahami)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut dengan benar. Orang tersebut paham dan dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap obyek yang telah dipelajari.

3. Application (Aplikasi)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan,
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
yang sebenarnya.

4. Analysis (Analisis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi
atau obyek kedalam komponen komponen, tetapi masih dalam satu
struktur dan masih ada kaitan satu sama lain.

5. Synthesis (sintesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari
formulasi formulasi yang ada.

6. Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melalukan penilaian terhadap
suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang sudah ada.

Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu (Notoatmodjo,

2007) :

1. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, baik pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang
lain. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan
yang diperoleh dalam memecahkan masalah. Semakin banyak
pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin
bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal tersebut.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan


kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima, serta


mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

3. Media massa/ sumber informasi

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti


televisi, radio, surat kabar, dan lain lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang.

4. Sosial budaya

Kebudayaan beserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi


pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu

5. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik


lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
3. Perilaku

Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari


luar. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap rangsangan atau
obyek yang berkaitan dengan sehat – sakit, penyakit dan semua faktor yang
mempengaruhi keadaan tersebut, seperti kondisi lingkungan, makanan atau
minman yang dikonsumsi, serta pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi (Machfoedz,

2003):

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga


kesehatan agar tidak sakit.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan atau pencarian


pengobatan (health seeking behavior)

Upaya atau tindakan seseorang untuk mencari pengobatan pada saat sakit.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Upaya atau tindakan seseorang untuk menjaga lingkungan, baik fisik maupun
sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi derajat
kesehatan individu, keluarga, maupun masyarakat.

Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang


terhadap suatu objek, sehingga pengetahuan dalam konteks pencegahan DBD tidak lepas
dari proses terbentuknya perilaku. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap
individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses pembentukan suatu
perilaku. Perilaku yang didasari pengetahuan, sifatnya akan lebih langgeng dibanding
dengan yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoatmodjo, 2010)

REFERENSI

1. Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM dan PL Depkes RI.
2. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin
Jendela Epidemiologi. 2:2.
3. Fathi, dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan DBD di
Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1. Juli, 2005
4. Fathi, dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan DBD di
Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1. Juli, 2005
5. Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
6. Titania Mahriyah. (2021).Studi Deskriptif Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Kelurahan Tengah Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2021.
7. Aminah Khaerunnisa, 2022. Perbandingan Jumlah Trombosit Pada Pasien DBD
Rawat Inap Hari Pertama Dengan Rawat Inap Hari Ketiga Di Rumah Sakit Dik
Pusdikkes Kramat Jati. Jakarta. Universitas Binawan

Anda mungkin juga menyukai