Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik

akut yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan

Aedes albociptus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa

demam ringan sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata,

otot dan persendian, hingga perdarahan spontan (Handoko, 2012). Penyakit

endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 1953-1954

di Filipina. Sejak itu, Penyebaran DBD cepat terjadi ke sebagian besar negara-

negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Handoko, 2012).

Sekarang penyakit Demam Berdarah Dengue sudah ada di 100 negara

di wilayah World Health Organization (WHO) yaitu Afrika, Amerika,

Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Wilayah Amerika, Asia

Tenggara, dan Pasifik Barat adalah wilayah yang paling terkena dampaknya.

Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat sudah melebihi

1,2 juta di tahun 2008 dan lebih dari 3,2 juta pada tahun 2015 (berdasarkan

data resmi yang disampaikan oleh Negara-Negara anggota). Baru-baru ini

jumlah kasus dilaporkan terus bertambah. Pada tahun 2015, 2,35 juta kasus

demam berdarah dilaporkan terjadi di Amerika saja, dimana 10.200 kasus

didiagnosis sebagai demam berdarah berat yang menyebabkan 1181 kematian

(WHO, 2017).

1
Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada

tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta (Handoko,2012). Pada tahun 2021,

dilaporkan terdapat sebanyak 95.893, dengan jumlah kematian akibat DBD

sebanyak 661 jiwa. Distribusi usia penderita terbanyak (di bawah 1 tahun)

sebanyak 3,13 %, (1 – 4 tahun) 14,88 %, (5 – 14 tahun) 33,97 %, (15 – 44

tahun) 37,45 %, (di atas 44 tahun) 11,57 % (Kemenkes RI, 2020).

Penyakit demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah

penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina. Kedua jenis nyamuk ini

terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat yang

ketinggiannya lebih dari 100 meter di atas permukaan laut (Isminah, 2013).

Penyebaran penyakit demam berdarah di Indonesia masih cukup luas. Masih

banyak daerah di Indonesia yang merupakan endemis demam berdarah.

Initeraksi antara kebersihan lingkungan maupun rumah, pengetahuan

masyarakat tentang demam berdarah dengue dan turunya hujan adalah

determinan penting dari penularan, karena dinginya suhu mempengaruhi

ketahanan hidup nyamuk dewasa. Lebih jauh lagi, turunya hujan dan

kebersihan lingkungan maupun rumah dapat mempengaruhi reproduksi

nyamuk dan meningkatkan kepadatan populasi nyamuk vektor (Kusriastuti,

2011).

Di Provinsi Sulawesi Tengah, kasus DBD di tahun 2017 tercatat 821

kasus dengan 8 kematian, pada tahun 2018 tercatat 1070 kasus dengan 7

kematian, pada 2019 tercatat 1933 kasus dengan kematian 18 data di ambil dari

2
13 kabupaten/kota yang melaporkan kasus DBD, di lihat dari data terjadi

peningkatan kasus dari tahun 2017, 2018 dan 2019orang (Dinkes Sulteng,

2019).

Sampai saat ini pengobatan dan vaksin pencegah virus dengue belum

ditemukan, maka pemberantasan penyakit DBD hanya dapat dilakukan dengan

memutus rantai penularan penyakit yaitu dengan melakukan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M. Pemberantasan Sarang Nyamuk

dilakukan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap masyarakat pada

pencegahan penyakit DBD. Pengetahuan berperan penting dalam menentukan

sikap seseorang. Seseorang yang memahami bahaya Demam Berdarah Dengue

(DBD) akan lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan sehari-hari

pencegahan PSN karena mereka menyadari bahwa penyakit DBD dapat

membahayakan diri mereka dan keluarga dan akan langsung berpengaruh

terhadap sikap dan tindakannya (Notoatmodjo, 2014).

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M Pemberantasan jentik

nyamuk secara fisik dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk melalui

kegiatan menguras, menutup, dan mengubur (3 M) tempat tempat

penampungan air dan barang-barang yang berisi air jernih tergenang.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam

seminggu secara teratur. Menguras Kegiatan menguras diantaranya yaitu

dengan menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air (bak mandi,

bak air, tempat wudhu, WC/toilet, gentong, tempayan, drum, dan lain-lain)

seminggu sekali ataupun dengan mengganti air di vas bunga, tempat minum

3
burung, perangkap semut, dan lain-lain seminggu. Menutup Kegiatan menutup

dilakukan dengan cara menutup rapat tempat penampungan air (tempayan,

drum, gentong, dan lain-lain) agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang

biak. Selain itu juga dapat dilakukan dengan menutup lubang bambu atau besi

pada pagar dengan tanah atau adonan. Mengubur Kegiatan mengubur

dilakukan dengan mengubur, menyingkirkan, dan memusnahkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban

bekas, botol bekas, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2020).

Data Dinas Kabupaten Morowali Utara menunjukan penderita DBD

pada tahun 2018 sebanyak 21 orang, tahun 2019 berjumlah 167 orang dan 2020

berjumlah 178 data inimenunjukan telah terjadi peningkatan kasus DBD dari

tahun 2018, 2019 dan 2020 (Dinkes Kab. Morowali Utara, 2020).

Menurut data yang ada di Puskesmas Kolonedale, jumlah penderita DBD

pada tahun 2018 sebanyak 11 orang, tahun 2019 sebanyak 66 orang dan pada

tahun 2020 sebanayak 140 orang. Data ini menunjukan telah terjadi

peningkatan kasus DBD dari tahun 2018, 2019 sampai tahun 2020 (Puskesmas

Kolonedale, 2020).

Menurut data yang ada di Puskesmas Kolonedale secara khusus untuk

Desa Korololama, jumlah penderita DBD pada tahun 2018 sebanyak 2 orang,

tahun 2019 sebanyak 29 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 40 orang. Data

ini menunjukan telah terjadi peningkatan kasus DBD dari tahun 2018, 2019

sampai tahun 2020 (Puskesmas Kolonedale, 2020).

4
Berdasarkan survei peneliti pada tanggal 20 mei 2021 di Desa

Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara dengan melakukan

wawancara pada 5 orang kepala keluarga tentang apa yang dimaksud dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk. 2 orang KK menyatakan pemberantasan

Sarang Nyamuk itu dilakukan oleh petugas Puskesmas saja dan 2 orang

menyatakan Pemberantasan Sarang Nyamuk hanya dengan menggunakan

semprot nyamuk saja pada tempat-tempat yang disukai nyamuk seperti

dibelakang pintu tempat pakaian digantung. Dan 1 KK kurang merespon

apabila kegiatan PSN seperti 3 M plus dilakukan seminggu sekali, mereka

mengatakan cukup dengan menggunakan kelambu dan obat Nyamuk saja

sudah cukup mencegah Demam Berdarah.

Dari uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia

Kabupaten Morowali Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengetahuan Kepala Keluarga tentang Pemberantasan

Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten

Morowali Utara?

5
2. Bagaimanakah sikap Kepala Keluarga tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten

Morowali Utara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan

Petasia Kabupaten Morowali Utara

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengetahuan Kepala Keluarga tentang Pemberantasan

Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia

Kabupaten Morowali Utara

b. Diketahuinya sikap Kepala Keluarga tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten

Morowali Utara

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas Kolonodale dan Desa Korololama

Sebagai bahan masukan bagi puskesmas dan Desa untuk

memperhatikan Pengetahuan dan sikap kepala keluarga tentang

Pemberantasan sarang Nyamuk DBD (Demam Berdarah Dengue) sehingga

dapat dijadikan dasar dalam menanggulangi DBD.

6
2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu

Diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan di perpustakaan dan dapat dijadikan sebagai bahan

pembanding dalam penelitian berikutnya.

3. Bagi Peneliti

Sebagai sarana pembelajaran melakukan penelitian ilmiah

sekaligus mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Demam Berdarah Dengue

1. Pengertian

Demam Berdarah Dengue Merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui nyamuk Aedes aegypti

betina.Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nysmuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)

adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue manifestasi

klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang di sertai lekopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik (Handoko, 2012).

2. Penyebab

Virus dengue termaksud genus Flavivirus dan mempunyai 4 jenis

serotipe yaitu DEN -1, DEN -2, DEN -3 dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu

storipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap

serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan

yang memadai terhadap storipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di

daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe selama

hidupnya. Empat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah

di Indonesia (Soegijanto, 2012).

8
3. Cara Penularan

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue

merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus dengue dalam darah

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut

digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap dalam

lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar

di berbagai jaringan tubuh nyamuk termaksuk di dalam kelenjar liurnya.

Kira-kira satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut

siap menularkan kepada orang lain (masa inkubasi eksentrik). Virus ini akan

tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu,

nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue ini menjadi

penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap

kali nyamuk menusuk/menggigit, sebelumya mengisap darah akan

mengeluarkan air liur melaluai saluran alat tusuknya (probosic), agar darah

yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue di

pindahkan dari nyamuk ke orang lain. Akibat infeksinvirus DBD, orang

yang kemasukan virus dengue, maka dalam tubunya terbentuk zat anti

(antibody) yang spesifik sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk

(Soegijanto, 2012).

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang timbul ditentukan reaksi antara zat anti yang

ada dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam virus dengue yang baru

masuk. Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat. Menurut teori infeksi

9
sekunder, seseorang dapat terserang DBD, jika mendapat infeksi ulangan

dengan virus dengue tipe yang berlaianan dengan infeksi sebelumnya (misal

infeksi pertama dengan virus dengue-1 infeksi kedua dengan dengue -2).

Infeksi dengan satu tipe virus dengue saja, paling berat hanya menimbulkan

demam dengue tanpa disertai perdarahan (Seogijanto, 2012).

5. Ciri-Ciri Aedes Aegypti

a. Siklus hidup nyamuk: telur - jentik – kepompong – nyamuk.

Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk ± 9 – 10 hari.

b. Sifat-sifat telur nyamuk Aedes aegypti:

1) Setiap kali nyamuk betina bertelur, keluarkan ± 100 butir yang di

letakan satu-satu pada dinding bejana.

2) Telur warna hitam dengan ukuran ± 0,8 mm, di tempat kering (tanpa

air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan menetas menjadi jentik

dalam waktu kurang dari 2 hari setelah terendam air.

c. Sifat-sifat jentik Aedes aegypti:

1) Jentik yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar, panjang

0,5-1 cm.

2) Selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari

bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali

ke bawah dan seterusnya.

3) Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan

air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampunga air.

4) Setelah 6-8 hari jentik akan berkembang menjadi kepompong.

10
5) Jentik memerlukan 4 tahap berkembang.

6) Pengaruh makanan, suhu menentuka kecepatan perkembangan.

7) Perkembangan jentik-imago kondisi optimal perlu waktu 7 hari.

8) Habitat umumnya pada containers buatan manusia : bak mandi,

tempayan, drum, ban bekas, perangkap semut, vas bunga, dan lain-

lain.

9) Tidak menyukai genangan air yang langsung dengan tanah

(Soegijanto, 2012).

6. Patogenenis

Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial.

Teori yang banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder yang

menyatakan bahwa secara tidak langsung pasien yang mengalami infeksi

yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog,

mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi

heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan

menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang

kemudia berkaitan dengan Fc reseptor dari membaran sel leusit terutama

makrofag. Dalam perjalan penyakit DBD terdapat tiga fase yaitu fase

demam (berlangsung antara 2-7 hari), fase kritis (berlangsung antara 24-48

jam) dan fase penyembuhan (berlangsung antara 2-7 hari)

a. Fase demam

Pada fase ini sulit di bedakan antara Demam Dengue dengan

penderita DBD. Setelah penderita Demam Dengue bebas demam selama

11
24 jam tanpa obat penurun panas, selanjutnya akan memasuki pada fase

penyembuhan. Namun, pada penderita DBD, justru akan memasuki fase

kritis, dan pada keadaan lebih parah penderita akan jatuh pada keadaan

shock.

b. Fase Kritis

Pada fase ini, penderita tidak memungkinkan untuk dirawat di

rumah, tetapi harus dirawat di runah sakit karena membutuhkan

penanganan yang intensif. Fase ini umumnya pada hari ketiga sampai

kelima sejak diketauinya adanya panas/demam yang pertama kali,

berlangsung selama kurang lebih 24-48 jam.

c. Fase Penyembuhan

Pada umumnya penderita DBD yang telah berhasil melewati fase

kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih 24-48

jam.

7. Tanda dan Gejala Klinik

Menurut Soegijanto (2012) gejala klinik utama pada DBD adalah

demam dan manifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan

maupun secar uji torniquet.

Gejala klinik:

a. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari.

b. Manifestasi perdarahan.

1) Uji torniquet positif.

12
2) Perdarahan spontan berbentuk petek, purpura, ekimosis, epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis, melena.

c. Hepatomegali.

d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau

nadi tak teraba, kulit dingin dan anak gelisah.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk menapis pasien

tersangka dengan dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat

adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA (Ribonucleic Acid) dengan dengue

teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction),

namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang

mendeteksi adanya anti body total, Igm (Immunoglobulin M) maupun

IgG (Immunoglobulin G).

b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat

dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemereiksaan foto rontgen dada

sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (posisi tidur pada sisi

13
badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi

dengan pemeriksaan USG (Ultrasonografi).

9. Penatalaksanaan

Perbedaan utama patofisiologi antara penyakit Demam Dengue

(DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), Dengue Syok Syndrome (DSS) dan

penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Keberhasilan

penatalaksanaan DBD terletak bagaimana mendeteksi secara dini fase kritis

yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan

sirkulasi dengan hemostasis (Asih, 2013).

Prognosis DBD tergantung pada pengenalan awal terjadinya

perembesan plasma yang dapat diketahui dari peningkatan hematokrit. Fase

kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah

trombosit sampasi <100.000/µ1 atau <1-2 thtombosit/LPB (Lapang Pandang

Besar) (rata-rata dihitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan lebih

menunjukan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian

cairan. Larutan garam isotonik atau ringer lactat sebagai cairan awal

pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat penyakit.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PDAPDI) bersama

dengan Divisi penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan

Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun

protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :

14
a. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat

sesuai atas indikasi.

b. Praktis dalam pelaksanaannya.

c. Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

1) Protokol 1

Penangan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok.

2) Protokol 2

Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

3) Protokol 3

Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan hematokrit >20%.

4) Protokol 4

Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

5) Protokol 5

Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa.

10. Pencegahan

Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan

dengan cara (Kemenkes RI, 2020): Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

dengan 3 M Pemberantasan jentik nyamuk secara fisik dilakukan dengan

memberantas sarang nyamuk melalui kegiatan menguras, menutup, dan

mengubur (3 M) tempat tempat penampungan air dan barang-barang yang

berisi air jernih tergenang. Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan

sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu secara teratur.

15
a. Menguras Kegiatan menguras diantaranya yaitu dengan menguras dan

menyikat dinding tempat penampungan air (bak mandi, bak air, tempat

wudhu, WC/toilet, gentong, tempayan, drum, dan lain-lain) seminggu

sekali ataupun dengan mengganti air di vas bunga, tempat minum

burung, perangkap semut, dan lain-lain seminggu sekali (Kemenkes RI,

2020)

b. Menutup Kegiatan menutup dilakukan dengan cara menutup rapat

tempat penampungan air (tempayan, drum, gentong, dan lain-lain) agar

nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak. Selain itu juga dapat

dilakukan dengan menutup lubang bambu atau besi pada pagar dengan

tanah atau adonan semen (Kemenkes RI, 2020).

c. Mengubur Kegiatan mengubur dilakukan dengan mengubur,

menyingkirkan, dan memusnahkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, dan

lain-lain (Kemenkes RI, 2020).

B. Tinjauan Umum Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD

Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan cara

(Kemenkes RI, 2020):

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M Pemberantasan jentik

nyamuk secara fisik dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk melalui

kegiatan menguras, menutup, dan mengubur (3 M) tempat tempat

penampungan air dan barang-barang yang berisi air jernih tergenang.

16
Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam

seminggu secara teratur.

a. Menguras Kegiatan menguras diantaranya yaitu dengan menguras dan

menyikat dinding tempat penampungan air (bak mandi, bak air, tempat

wudhu, WC/toilet, gentong, tempayan, drum, dan lain-lain) seminggu

sekali ataupun dengan mengganti air di vas bunga, tempat minum

burung, perangkap semut, dan lain-lain seminggu sekali (Kemenkes RI,

2020)

b. Menutup Kegiatan menutup dilakukan dengan cara menutup rapat tempat

penampungan air (tempayan, drum, gentong, dan lain-lain) agar nyamuk

tidak dapat masuk dan berkembang biak. Selain itu juga dapat dilakukan

dengan menutup lubang bambu atau besi pada pagar dengan tanah atau

adonan semen (Kemenkes RI, 2020).

c. Mengubur Kegiatan mengubur dilakukan dengan mengubur,

menyingkirkan, dan memusnahkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, dan

lain-lain (Kemenkes RI, 2020).

2. Larvasidasi Selektif merupakan pemberantasan jentik nyamuk secara

kimia dengan menggunakan larvasida. Larvasidasi selektif ini merupakan

bagian dari kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) atau

Pemantauan Jentik Berkala (PJB) yang dapat dilaksanakan secara

perorangan, keluarga, masyarakat, dan petugas PJB dengan sasarannya

yaitu tempat yang sulit atau tidak mungkin dikuras. Cara melakukan

17
larvasidasi yaitu dengan menaburkan bubuk larvasida

(abate/temephos/altocid) sebanyak 10 gram pada tempat penampungan

air yang terisi air sebanyak 100 liter setiap 2-3 bulan sekali

(Kemenkes RI, 2020).

3. Pemasangan Ovitrap (perangkap telur nyamuk) merupakan bagian dari

kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Ovitrap merupakan

wadah atau tempat perangkap nyamuk yang berwarna gelap yang ditutup

dengan kain kasa dan diisi air jernih sampai penuh. Ovitrap diletakkan di

tempat sekitar tempat perindukan nyamuk, baik di dalam maupun di luar

rumah, sekolah, perkantoran, hotel, pasar, dan lain-lain. Tujuan

pemasangan ovitrap ini agar nyamuk terpancing untuk bertelur di ovitrap

dan nantinya telur yang berkembang menjadi jentik atau nyamuk

terperangkap di dalam ovitrap yang ditutup kain kasa sehingga populasi

nyamuk dapat dikendalikan (Kemenkes RI, 2020).

Memelihara Ikan Pemakan Jentik Pemberantasan jentik nyamuk

secara biologi dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik seperti

ikan kepala timah, ikan gupi, ikan tempalo, ikan cupang, dan lain-lain

(Kemenkes RI, 2020).

Pemberantasan sarang nyamuk atau PSN adalah kegiatan

memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular demam

berdarah dengue di tempat-tempat perkembangbiakannya (Susanti, 2012).

Cara pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan dengan melakukan

menguras, menutup, mengubur (3M) plus. Keberhasilan kegiatan PSN

18
antara lain populasi nyamuk aedes aegypty dapat dikendalikan sehingga

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

C. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni: indera pengelihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2014).

Menurut Bloom, Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).

2. Tingkatan Pengetahuan

Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif, yaitu:

19
a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham tehadap objek atau materi. Harus  dapat menjelaskan,

menyebutkan, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang

dipelajari. 

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

20
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2014).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Menurut Notoatmodjo (2014) antara lain:

a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

21
b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung

c. Umur

Bertambahnya umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya

dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Ini ditentukan dari

pengalaman dan kematangan jiwa.

d. Minat

Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni

suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih

mendalam.

e. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan

pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk

melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut

menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang

membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

22
f. Kebudayaan

Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara

langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk

menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat

sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan.

g. Informasi

Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik: Hasil persentase skor jawaban responden 76%-100%.

b. Cukup: Hasil persentase skor jawaban responden 56% - 75%.

c. Kurang: Hasil persentase jawaban responden < 56%.

D. Tinjauan Umum tentang Sikap (Attitude)

1. Pengertian

Sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap adalah pandangan atau perasaan

yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tadi

(Notoatmodjo, 2014).

Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur

melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah

23
terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

dengannya (Notoatmodjo, 2014).

2. Proses Terbentuknya Sikap

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka, sikap merupakan kesiapan

untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2014).

3. Komponen Sikap

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2014) menjelaskan bahwa sikap

itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behare).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2014).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

24
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, antara lain:

(Notoatmodjo, 2014).

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pemebentukan sikap

apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan

lebih muda terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam

situasi yang melibatkan faktor emosional.

b. Pengaruh Orang Lain Yang dianggap penting

Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang

konfirmis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dapat member corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan

telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

d. Media Massa

Dalam pemberian surat kabar maupun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara

obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan system kepercayaan.Tidaklah mengherankan

pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

5. Pengukuran Sikap

25
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan

pendapat responden (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Arikunto (2013) Sikap seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik: Hasil persentase skor jawaban responden 76%-100%.

b. Cukup: Hasil persentase skor jawaban responden 56% - 75%.

c. Kurang: Hasil persentase jawaban responden < 56%.

E. Landasan Teori

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang terjadi melalui

panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2012).

Sikap terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi

merupakanpredisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan

reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi yang terbuka atau tingkah laku yang

terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

26
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2012).

Demam Berdarah Dengue Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dan di tularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti betina.

Demam Berdarag Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegyptidan Aedes albopictus. Dengue Heamorrhagic Fever (DHF) adalah

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue manifestasi klinis demam,

nyeri otot dan atau nyeri sendi yang di sertai lekopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik (Handoko, 2012).

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M Pemberantasan jentik

nyamuk secara fisik dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk melalui

kegiatan menguras, menutup, dan mengubur (3 M) tempat tempat

penampungan air dan barang-barang yang berisi air jernih tergenang.

Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam

seminggu secara teratur. Menguras Kegiatan menguras diantaranya yaitu

dengan menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air (bak mandi,

bak air, tempat wudhu, WC/toilet, gentong, tempayan, drum, dan lain-lain)

seminggu sekali ataupun dengan mengganti air di vas bunga, tempat minum

burung, perangkap semut, dan lain-lain seminggu. Menutup Kegiatan menutup

dilakukan dengan cara menutup rapat tempat penampungan air (tempayan,

drum, gentong, dan lain-lain) agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang

biak. Selain itu juga dapat dilakukan dengan menutup lubang bambu atau besi

27
pada pagar dengan tanah atau adonan. Mengubur Kegiatan mengubur

dilakukan dengan mengubur, menyingkirkan, dan memusnahkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban

bekas, botol bekas, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2020). .

F. Kerangka Pikir

Penyebaran penyakit demam berdarah sangat ditentukan oleh

Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBD. Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat di jabarkan sebagai

berikut.

Pengetahuan Kepala
Keluarga
Pemberantasan Sarang
Nyamuk
Sikap Kepala
Keluarga
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian

28
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian deskritpif adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk

mendiskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam

masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui

Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali

Utara.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19-21 Juli 2021di Desa

Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap kepala

keluarga tentang Sarang Nyamuk DBD.

2. Definisi Operasional

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui dan dipahami

oleh kepala keluarga tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di

Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara.

29
Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Kurang ( skor jawaban responden < 56%)

2 = Cukup (skor jawaban responden 56% -75%)

3 = Baik (skor jawaban responden 76%-100%)

b. Sikap

Sikap adalah respon atau tanggapan kepala keluarga tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama Kecamatan

Petasia Kabupaten Morowali Utara.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 1 = Kurang ( skor jawaban responden < 56%)

2 = Cukup (skor jawaban responden 56% -75%)

3 = Baik (skor jawaban responden 76%-100%)

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh

peneliti melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner

30
kepada kepala keluarga di Desa Korololama Kecamatan Petasia

Kabupaten Morowali Utara.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti melalui data

yang relevan yang diperoleh dari referensi atau sumber-sumber yang

mendukung. Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah

data dari Dinas Kesehatan Morowali Utara, Puskesmas Kolonedale

dan kantor desa Korololama.

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan terhadap subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian (Nursalam, 2015). Cara pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan pengamatan langsung di

lapangan dengan menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner

pengetahuan yang digunakan diadobsi dari penelitian I Made Dwi

Sutakresna tahun 2018 dan kuesioner sikap diadobsi dari penelitian

Robby Pandaibesi tahun 2017.

Kuesioner pengetahuan menggunakan Skala Guttman, dengan

alternatif jawaban dalam bentuk “Benar dan Salah”. Pernyataan terdiri

dari 10 item yaitu pernyataan positif 6 item (1, 2, 4, 5, 7 dan 9) dan

pernyataan negatif 4 item (3, 6, 8 dan 10). Teknik penentuan skor yaitu

pernyataan positif jika responden menjawab ”benar” maka diberi nilai 1

dan jika “salah” diberi nilai 0, dan untuk pernyataan, jika responden

31
menjawab “benar” diberi nilai 0 dan jika jawaban responden “salah”

maka diberi nilai 1.

Kuesioner sikap menggunakan Skala Likert, dimana skala ini akan

memberikan 4 buah pilihan jawaban seperti, (sangat setuju), “SS”,

(setuju) “S”, (tidak setuju), “TS”, dan (sangat tidak setuju), “STS”.

Dalam kuesioner terdiri dari 10 pernyataan. 7 item (1, 2, 3, 4, 5, 6, dan

7) pernyataan positif dengan penentuan skor adalah sebagai berikut, SS

(sangat setuju) =4, S (setuju)=3, TS (tidak setuju) =2, STS (sangat tidak

setuju)=1. Pernyataan Negatif terdiri dari3 item (8, 9, dan 10) dengan

penilaiaannya SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4.

E. Pengolahan Data

Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan

bantuan komputer melalui tahap-tahapan pengolahan data yang dilakukan,

yaitu:

1. Editing (penyuntingan data), yaitu pengecekan isian pada instrumen

apakah data yang terkumpul sudah jelas, lengkap, dan relevan.

2. Coding (pengkodean data), yaitu mengubah data berupa huruf menjadi

angka sehingga memudahkan dalam proses entry data.

3. Tabulating, mengelompokkan atau mentabulasi data yang sudah diberi

kode.

4. Entry, yaitu proses pemasukan data ke dalam program komputer untuk

selanjutnya dianalisa.

32
5. Cleaning (pembersihan data), yaitu memeriksa kembali data bila terjadi

kesalahan.

6. Describing, yaitu menggambarkan data sesuai dengan variabel penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah univariat yaitu dilakukan

untuk mengetahui distribusi, frekuensi dari masing-masing variabel yang

diteliti . Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan

dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi tentang variabel

pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga tentang Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBDdi Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali

Utara

Univariat menggunakan rumus:

f
p= × 100%
n

Keterangan

P = Persentase

f = jumlah jawaban yang benar

n = jumlah soal

G. Penyajian Data

Data yang sudah diolah dan dianalisa disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan atau narasi.

33
H. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Sastroamoro, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Kepala Keluarga yang tinggal di Desa Korololama Kecamatan Petasia

Kabupaten Morowali Utara yang berjumah 269.

2. Sampel

Sampel adalah responden yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).

a. Besar Sampel

Adapun besar sampel dalam penelitian ini di dapat dengan

menggunakan rumus slovin (Notoatmodjo, 2012)

n
n=
1+ N (e)2

n = Besar Sampel

N = Besar populasi

E = Batas toleransi kesalahan, ditetapkan 10%

269
n= 2
1+ 269(0,01)

269
n = 3,69

= 72,89

34
= 73 Sampel

b. Teknik Pengumpulan Sampel

Jumlah besar sampel adalah 73 sampel. Sampel diambil dari

setiap dusun di Desa Korololama yang memiliki 4 dusun yaitu dusun

1 berjumlah 63 KK, dusun 2 69 KK, dusun 3 berjumlah 70 KK dan

dusun 4 berjumlah 67 KK (Kantor Desa Korololama, 2021). Setiap

dusun diambil sampel sesuai dengan jumlah populasi dengan rumus

proporsi berikut yaitu :

Besar Populasi
Ni = x Besar sampel
Besar populasi total

Ni = Besar sampel untuk stratum

Dari rumus berikut maka di dapatkan sampel tiap dusun yaitu :

1) Dusun 1 (63 KK)

63
x 73 = 17 KK
269

2) Dusun 2(69 KK)

69
x 73 = 19 KK
269

3) Dusun 3(70 KK)

70
x 73 = 19 KK
269

4) Dusun 4 (67 KK)

35
67
x 73 = 18 KK
269

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

simple random sampling yaitu dengan cara diundi/lot.

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi :

a) Berada di Desa Korololama

b) Laki-laki dan Perempuan berusia > 18 tahun

c) Bersedia Menjadi Responden

2) Kriteria Eksklusi

a) Tidak bisa membaca dan menulis

36
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa

Dari awal mula terbentuknya Desa Korololama, ada dua rumpun

Keluarga Besar Kampung yang menempati dua lokasi Perkebunan yakni :

kampung BALABA dan Kampung KONDONGIO yang berasal dari Suku

MOLIO’A. Kedua Kampung ini sangat berdekatan sehingga sering secara

besrsama-sama pergi berburu babi hutan dan sapi hutan, disana ada satu

tempat di pinggir Rimba bahasa morinya “A Wiwi Wana”. Mereka melihat

tempat itu sangat bagus dan cocok untuk membuka lahan Perkebunan dan

Perkampungan, dimana saat itu masyarakat kedua kampung ini berkebun

berpindah-pindah. Suatu waktu tergeraklah hati mereka untuk pindah

berkebun atau bermukim di tempat itu.

Kira-kira Tahun 1882 kedua kampung itu telah sepakat , mereka

akan pindah ketempat itu. Namun setelah mereka mau berangkat bersama-

sama, Masyarakat kampung KONDONGIO belum siap untuk berangkat.

Terpaksa hanya Masyarakat Kampung BALABA saja yang berangkat, dan

sebelum berangkat mereka berpamitan kepada Masyarakat kampung

KONDONGIO demikian: “Kamito ntele’eru wula-wulanderio kaiamba

humawe kami”. Masyarakat KONDONGIO mejawab “Intele’eru to wula-

wulanderio kato hamba tepohawe”.

37
Masyarakat kampung BALABA telah menuju tempat itu diabawah

pimpinan ue Malatundu, ue Galela,Tadulako : ue Ladadena, ue Panowo

dan ue Nggomewo. Dan setelah tiba ditempat itu mereka langsung bekerja

membangun kampung tempat tinggal mereka sampai dengan selesai.

Lokasi pemukiman itu disebut Wulanderi artinya “Wula-wula wulanderio

kato tempohawe”. Setahun kemudian masyarakat Kamapung

KONDONGIO membangu tempat pemukiman, namun mereka terbagi

menjadi dua kelompok. Kelompok pertama membangun lokasi

pemukiman yakni laangkekea artinya karena lokasi tersebut sebahagian

sudah berbukit maka tempat itu digali (romengkekeo), itulah sebabnya

sehingga dinamakan Laangkekea. Sedangkan kelompok satunya terpaksa

membangun tempat pemukiman diatas bukit sehingga mereka namakan

Tamungku.

2. Geografis

Secara geografis Desa Korololama merupakan salah satu desa dari

17 desa yang berada di wilayah Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali

yang memiliki luas wilayah 223.88 Km2.

3. Batas Wilayah

Batas Desa Korololama wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kota Kolonodale

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Koromatantu

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bunta Kecamatan Petasia Barat

d. Sebelah Barat berbatasan dengan pegunungan dan hutan

38
4. Kependudukan

Jumlah penduduk di Desa Korololama sebanyak 1.063 yang terdiri

dari laki-laki berjumlah 569 orang dan perempuan berjumlah 494 orang.

Pada umumnya penduduk di Desa Korololama bermata

pencaharian petani dan PNS yang bekerja dibidang kesehatan, serta

sebagian penduduk bekerja di bidang wiraswasta, keadaan pemukiman

pada umumnya adalah rumah permanen dan sedikit rumah yang masih dari

papan dan kayu. Penduduk yang tinggal di Desa Korololama adalah

mayoritas Suku Mori dan sebagian kecil Suku Toraja dengan agama yang

dianut adalah Kristen protestan.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: umur dan

pendidikan.

a. Umur Responden

Umur responden dalam penelitian ini dikelompokkan

menjadi: 22-25 tahun (Remaja Akhir), 26-35 tahun (Dewasa Awal),

36-45 tahun (Dewasa Akhir), 45-55 tahun (Lansia Awal) dan 57

tahun (Lansia Akhir) berdasarkan kategori umur menurut Depkes RI

(2009), dapat dilihat pada tabel 4.1.

39
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa
Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali
Utara
NO Umur Jumlah Persentase
1 22-25 tahun 7 9,6
2 26-35 tahun 37 50,7
3 36-45 tahun 19 26
4 46-55 tahun 9 12,3
5 57 tahun 1 1,4
Total 73 100.0
Sumber: Data Primer, 2021

` Tabel 4.1 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, kelompok umur tertinggi terdapat pada kategori dewasa

awal yaitu umur 26-35 tahun sebanyak 50,7% dan kelompok umur

terendah terdapat pada kategori lansia akhir yaitu umur 57 tahun

sebanyak 1,4%.

b. Pendidikan Responden

Pendidikan responden dalam penelitian ini terdiri dari

pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Mengengah Pertama

(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), D3 dan S1, dapat dilihat

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa


Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali
Utara
NO Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 7 9,6
2 SMP 18 24,7
3 SMA 43 58,9
4 D3 1 1,4
5 S1 4 5,5
Total 73 100.0
Sumber: Data Primer, 2021

40
Tabel 4.2 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, pendidikan terbanyak terdapat pada pendidikan SMA

sebanyak 58,9% dan terkecil terdapat pada pendidikan D3 sebanyak

1,4%.

2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi, frekuensi dari

variabel yang diteliti yaitu pengetahuan dan sikap kepala keluarga

tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Desa Korololama

Kecamatan petasia Kabupaten Morowali Utara

a. Pengetahuan Responden

Pengetahuan responden dalam penelitian ini dibedakan

menjadi tiga kategori yaitu pengetahuan kurang (jika total skor

jawaban responden < 56%), cukup (jika total skor jawaban

responden 56-75%) dan pengetahuan baik (jika jika total skor

jawaban responden 76-100%), dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di


Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten
Morowali Utara
NO Pengetahuan Jumlah Persentase
1 Kurang 13 17,8
2 Cukup 32 43,8
3 Baik 28 38,4
Total 73 100.0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 4.3 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, lebih banyak dengan kategori yang mempunyai

pengetahuan cukup tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk

41
sebanyak 43,8% dan kategori terkecil yaitu pengetahuan kurang

sebanyak 17,8 dan pengetahuan baik sebanyak 38,4%.

b. Sikap Responden

Sikap responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga

kategori yaitu sikap kurang (jika total skor jawaban responden <

56%), sikap cukup (jika total skor jawaban responden 56-75%) dan

sikap baik (jika jika total skor jawaban responden 76-100%), dapat

dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Desa


Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali
Utara
NO Sikap Jumlah Persentase
1 Kurang 6 8,2
2 Cukup 40 54,8
3 Baik 27 37,0
Total 73 100.0
Sumber: Data Primer, 2021

Tabel 4.4 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, lebih banyak dengan kategori yang mempunyai sikap

cukup tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk sebanyak 54,8% dan

kategori terkecil yaitu sikap kurang sebanyak 8,2% dan sikap baik

sebanyak 37,0%.

C. Pembahasan

1. Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk

Tabel 4.3 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, lebih banyak dengan kategori yang mempunyai

pengetahuan cukup tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk sebanyak

42
43,8% dan kategori terkecil yaitu pengetahuan kurang sebanyak 17,8 dan

pengetahuan baik sebanyak 38,4%.

Menurut asumsi peneliti pengetahuan responden yang kurang

tentang pembernatasan sarang nyamuk, karena responden belum

mengetahui dan memahami bahwa membiarkan sampah sisa botol

minuman tergenang air, tidak mempengaruhi penyebaran penyakit

Demam Berdarah Dengue. Pengetahuan responden yang cukup karena

responden sudah cukup mengetahui dan memahami bahwa

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sama artinya dengan usaha

pemutusan rantai penularan DBD. Sedangkan pengetahuan responden

yang baik karena responden sudah mengetahui dan memahami bahwa

pemberantasan sarang nyamuk atau PSN adalah kegiatan memberantas

telur, jentik dan kepompong nyamuk penular Demam Berdarah Dengue

di tempat-tempat berkembangbiak.

Pengetahuan responden yang baik tentang Pemberantasan

Sarang Nyamuk sebagian besar dipengaruhi oleh faktor yaitu umur

responden yang berada pada umur 26-35 tahun dan 36-45 tahun dimana

termasuk kategori dewasa awal dan dewasa akhir, sehingga responden

dapat lebih memahami tentang PSN. Namun ada juga sebagian kecil

responden yang berumur dewasa awal dan dewasa akhir pengetahuannya

kurang dan cukup karena faktor pendidikan. Umur responden yang

berada pada umur 22-25 tahun (Remaja Akhir), 46-55 tahun (lansia awal)

dan 57 tahun (lansia akhir) yang pengetahuannya kurang dan cukup,

43
masih susah untuk memahami dimana umurnya belum cukup matang

dalam berpikir sedangkan yang sudah memasuki lansia awal dan akhir

kemampuan untuk berpikir sudah semakin menurun dan dengan hal itu,

akan berpengaruh pada hasil penerimaan informasi tentang PSN.

Pengetahuan responden juga dapat dipengaruhi oleh pendidikan.

Pengetahuan responden yang baik sebagian besar berada pada pendidikan

SMA, dan sebagian kecil DIII dan sarajana. Sedangkan pengetahuannya

kurang baik adalah berepndidikan SMP dan SD. Namun tidak semuanya

pendidikan SD dan SMP pengetahuannya kurang baik karena dapat

dipengaruhi oleh umur dan informasi. Dimana semakin bertambah umur,

semakin banyak pengalaman dan dapat dipengaruhi juga dengan

keterpaparan informasi. Responden yang pengetahuannya kurang berada

pada pendidikan SD, SMP. Dengan pendidikan yang rendah maka untuk

dapat mengerti tentang berbagai hal-hal yang berhubungan dengan

penyakit dan masih sulit dalam memahaminya.

Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2014), yang

menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman dan informasi yang

didapat.

Menurut Mubarak (2012), umur, pendidikan, dan pekerjaan atau

pengalaman merupakan faktor yang berkaitan dengan pengetahuan.

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada

aspek psikis dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis dan mental

44
taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. Selain itu jga daya

ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Umur dapat

mempengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan

tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kempuan

penerimaan dan mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

Menurut Mubarak (2012) Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka

dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada

akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Menurut

Gibson (2012), orang yang punya pengalaman akan selalu lebih pandai

menyikapi dari segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak

memiliki pengalaman.

Penelitian yang dilakukan Wuryaningsih pada tahun 2018

menunjukan adanya pengetahuan secara simultan memberikan

determinasi terhadap Perilaku masyarakat dalam PSN DBD sebesar

16,6% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Penelitian lainnya

menunjukan hal yang sama Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

tingkat pendidikan, pengetahuan tentang demam berdarah dengue, dan

sikap yang mendukung perilaku PSN berhubungan secara signifikan

dengan perilaku PSN, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan,

semakin baik pengetahuan tentang demam berdarah dan dengan sikap

yang mendukung PSN, maka akan dilakukan perilaku PSN yang benar.

45
Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap tindakan atau praktik

PSN (Wuryaningsih, 2018).

2. Sikap Kepala Keluarga Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk

Tabel 4.4 menunjukkan dari 73 responden yang ada di Desa

Korololama, lebih banyak dengan kategori yang mempunyai sikap cukup

tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk sebanyak 54,8% dan kategori

terkecil yaitu sikap kurang sebanyak 8,2% dan sikap baik sebanyak

37,0%.

Menurut asumsi peneliti, sikap responden yang kurang tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk karena menurut mereka bahwa

penampungan air bersih yang tidak pernah dikuras, tidak

berpengaruh terhadap kejadian penyakit DBD. Sikap responden yang

cukup karena menurut mereka memusnahkan barang-barang bekas yang

dapat menampung air hujan merupakan kegiatan Pemberantasan sarang

Nyamuk (PSN). Sedangkan sikap KK yang baik karena menurut mereka

melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah salah satu cara

yang efektif untuk mencegah penyakit DBD.

Sikap responden dalam penelitian ini yang berada pada kategori

cukup dan baik dapat dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang

baik. Karena terbentuknya sikap seseorang berhubungan dengan

pengetahuan yang dimiliki orang tersebut artinya semakin baik

pengetahuan seseorang semakin baik pula sikap seseorang dalam hal ini

46
semakin baik pengetahuan responden, semakin baik pula sikap responden

tentang PSN. Namun tidak selamanya pengetahuan responden yang baik,

sikapnya juga baik demikian sebaliknya walaupun pengetahuan

responden kurang sikapnya bisa cukup dan baik. Karena sikap dapat

dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, media dan informasi yang

didapapatkan dari orang lain atau interaksi dengan lingkungan.

Sejalan dengan teori Nursalam (2012) mengatakan, bahwa sikap

yang baik dapat ditunjang oleh pengetahuan yang baik artinya bila

seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka akan timbul

kecenderungan dimana orang tersebut akan bersikap baik pula.

Menurut Notoatmodjo (2014) sikap merupakan perilaku tertutup

(covert Behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup. Respon ini masih terbatas perhatian,

persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada seorang yang

menerima stimulus. Sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, media

masa, pengaruh budaya, lemabaga agama dan pengaruh orang lain yang

dianggap penting.

Penelitian yang dilakukan oleh Rhika Lestari di Puskesmas

Harapan Raya Tangkerang Pekanbaru yang memperoleh hasil sikap

kurang baik (negatif) sebanyak 45,5% dan sikap baik (positif) sebanyak

16,4%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000 berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan tindakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue. Rendahnya

47
sikap masyarakat terhadap Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue, artinya bila seseorang mempunyai sikap yang negatif

terhadap sesuatu maka ia akan melakukan tindakan yang kurang baik

dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue dan

sebaliknya jika seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap sesuatu

maka ia akan melakukan tindakan yang baik terhadap sesuatu tersebut.

48
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang peneliti lakukan,

maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

1. Pengetahuan responden tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD

di Desa Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara

cukup

2. Sikap responden tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Desa

Korololama Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara cukup

B. Saran

1. Bagi Pemerintah Desa Korololama

Disarankan bagi Pemerintah Desa Korololama dapat

mengembangkan lagi upaya-upaya penanggulangan penyakit demam

berdarah yaitu dengan cara peningkatan pemberdayaan masyarakat,

serta membangun komitmen yang kuat antara pemerintah daerah

dengan masyarakat untuk kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk.

2. Bagi Kepala Keluarga Desa Korololama

Disarankan dengan adanya penelitian ini, kepala keluarga Di

desa Korololama turut bekerja sama dan berprtisipsi dengan

pemerintah setempat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk.

49
3. Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat

melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk.

50
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.


Jakarta.

Asih, Y. 2013. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan Dan


Pencegahan. EGC. Jakarta.

Dinkes Sulteng. 2019. Data Penyakit DBD. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Tengah.

Dinas kesehatan Kabupaten Morowali Utara 2020, Profil Kesehatan Kabupaten


Morowali Utara Tahun 2020. Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali
Utara.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Kategori Usia. Dalam http://kategori-


umurmenurut-Depkes.html. Diakses Pada Tanggal 1 Agustus 2021

Gibson, James L., 2012. Organisasidan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses.


Erlangga. Jakarta

Handoko, D. 2012. Demam Berdarah Dengue Epidemologi. UMM Press. Malang.

Isminah, C. 2013. Pemberantas Vektor Demam Berdarah di Indonesia. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Indonesia, 2020, Pemberantasan Sarang Nyamuk,


Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Kusriastuti, R. 2011. Kasus DBD di Indonesia. Kompas.com.

Lestari, K. 2013. Epidemologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. EGC. Jakarta

Mubarak. 2012. Promosi Kesehatan untuk Kebidanan. Salemba Medika : Jakarta.

Notoatmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, 2012. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta

. 2014. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta

51
Panggabean PASH, Wartana Kadek, Sirait Esron., AB Subardin., Rasiman
Noviany, Pelima Robert., 2017. Pedoman Penulisan Proposal/Skripsi,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya. Palu.

Puskesmas Kolonedale. 2020. Laporan Tahunan Puskesmas Kolonedale.

Rhika Lestari, 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan


Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) Di
Puskesmas Harapan Raya Tangkerang Pekanbaru. Jurnal Kesehatan,
Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 364-370 diakses tanggal 1
Agustus 2021.

Sastroamoro. 2012. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto.


Jakarta.

Siregar, F. 2013. Epidemologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di


Indonesia. EGC. Jakarta.

Sumantri, A. 2015. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.

Soegijanto, S. 2012. Demam Berdarah Dengue. Universitas Airlangga. Surabaya.

Wuryaningsih., 2018. Hubungan antara Pengetahuan dan presepsi dengan


Perilaku Masyarakat dalam pemeberantasan sarang nyamuk demam
berdarah dengue (PSN DBD) di Kota Kediri Program Parcasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis. Diakses 1 Agustus 2021.

52
53

Anda mungkin juga menyukai