Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA (KK) DENGAN PRAKTEK PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

PROPOSAL SKRIPSI

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MELAKSANAKAN TUGAS AKHIR S1

OLEH:

ALDEVIAN KURNIAWAN WITJAKSONO 25010112130160

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi dengan Judul

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga (KK) dengan Praktek Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Diajukan oleh: Aldevian Kurniawan Witjaksono 25010112130160

telah disetujui oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat, dengan dosen pembimbing: dr. Anneke Suparwati, M.P.H. NIP 195305251986032001

Telah disetujui,

dr. Anneke Suparwati, M.P.H. NIP 195305251986032001

A. Latar Belakang Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah salah satu masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Penyakit ini terutama menyerang anak-anak, dapat menyebabkan kematian, dan sering menimbulkan wabah. Namun, sejak tahun 1996, kasusnya telah bergeser tidak saja anak-anak, tetapi juga usia dewasa. Dari tahun ke tahun, penyebaran penyakit ini makin meluas dan jumlah insidennya makin meningkat seiring dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk. Seluruh wilayah Indonesia memiliki resiko untuk terjangkit DBD, karena virus penyebabnya telah ada di Indonesia dan nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat umum kecuali meter di atas permukaan laut Nyamuk penular penyakit ini, Aedes aegypti, hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah, seperti bak mandi, tandon air, kaleng, dan lain-lain. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada saat musim hujan, di mana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD dapat juga ditularkan nyamuk Aedes albopictus. Namun, nyamuk ini kurang berperan dalam menyebarkan penyakit DBD dibanding Aedes aegypti. Hal ini disebabkan Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di tempat-tempat air jernih di sekitar rumah seperti di kebun yang memiliki ketinggian lebih dari 1000

atau di semak-semak, sehingga lebih jarang terjadi kontak dengan manusia dibanding Aedes aegypti yang berada di dalam dan dekat rumah. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati posisi kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968, angka kesakitan rata-rata di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai angka yang sangat tinggi pada 1988 yakni 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita mencapai 47.573 orang dan 1.527 orang dilaporkan meninggal dunia dari 201 daerah tingkat II yang ada di Indonesia. Namun, setelah epidemi tahun 1988, insidensi DBD cenderung menurun yakni 12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per 100.000 penduduk. Akan tetapi, angka tersebut naik lagi menjadi 9,7 per 100.000 penduduk pada 1994, dan hingga 1996 meningkat hingga 23,22. Lalu pada 1998, terjadi peningkatan lagi hingga mencapai angka 35,19 per 100.000 penduduk. Akan tetapi, ada satu hal yang menggembirakan, yakni walaupun angka kesakitan rata-rata penyakit DBD di Indonesia cenderung meningkat, angka kematian (Case Fatality Rate = CFR) menurun drastis dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 3% pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, CFR terlihat stabil di bawah angka 3%. Memasuki awal tahun 2004, jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Sejak 1 Januari 2004 hingga 5 Maret 2004, secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan dan ditangani adalah sebanyak 26.015 kasus dengan kematian pada 389 kasus (CFR = 1,53%). Sedangkan KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD

pada tahun 1998, jumlah penderita adalah 71.776 orang dengan jumlah penderita yang meninggal yakni 2.441 jiwa (CFR = 3,4%). Hal ini disebabkan, pada tahun itu perhatian masyarakat tertuju pada euphoria reformasi, sehingga perhatian terhadap KLB DBD berkurang. Pada tahun 2004, sebanyak 12 Provinsi melaporkan adanya KLB DBD di wilayahnya. Provinsi-provinsi tersebut meliputi: Nangroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Departemen Kesehatan menyatakan KLB DBD Nasional pada 16 Februari 2004. Dengan pernyataan ini, pemerintah diharapkan dapat menggerakkan seluruh sumber daya dan komponen yang ada di masyarakat untuk menanggulangi KLB DBD secara cepat dan tepat. Saat ini, peningkatan kasus DBD hanya terjadi di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi. Beberapa daerah sudah dapat dikendalikan, namun berbagai upaya masih perlu lebih ditingkatkan untuk menanggulangi meningkatnya kasus DBD. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi

meningkatnya kasus DBD yaitu dengan meningkatkan pengetahuan KK (Kepala Keluarga) tentang pengertian dan bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. KK dipilih karena KK dianggap sebagai pengambil keputusan dan diharapkan bisa mempengaruhi sekaligus menggerakkan anggota keluarganya di dalam melakukan tindakan penanggulangan terhadap penyakit DBD, sehingga kasusnya bisa ditekan seminimal mungkin.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, pada tahun 2004 terjadi 212 kasus penderita DBD dengan angka kematian 2 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan lebih dari 100% dibandingkan kasus DBD pada 2003 di daerah yang sama dengan hanya mencapai 88 kasus dan tidak ada yang dilaporkan meninggal. Data di Kecamatan Masaran dari bulan Januari sampai dengan Desember 2004 terdapat 15 penderita DBD yang tersebar di dua wilayah puskesmas yakni Puskesmas Masaran I sebanyak 6 orang dan Puskesmas Masaran II dengan 9 orang. Dri 6 orang penderita DBD yang dirawat di Puskesmas Masaran I, 3 diantaranya bertempat tinggal di Dukuh Bomati RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hubungan pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue dengan praktek pencegan penyakit DBD di wilayah tersebut, maka penelitian ini mengambil lokasi di Dukuh Bomati RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah ada, terdapat 212 penderita DBD di Kabupaten Sragen dan 15 kasus diantaranya terdapat di Kecamatan Masaran, serta 3 penderita diantaranya terdapat di Dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga

(KK) terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), maka muncullah pertanyaan rumusan masalah Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adatidaknya hubungan pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik (umur, pekerjaan, pendidikan) Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. b. Menganalisa hubungan pengetahuan Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

c. Menganalisa hubungan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Sebagai masukan bagi Kepala Dinas P2M DKK Sragen mengenai hubungan antara pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), sehingga perencanaan program untuk mencegah terjadinya wabah penyakit DBD dapat dilakukan. 2. Bagi Puskesmas Masaran I Sebagai masukan untuk lebih meningkatkan penyuluhan kepada masyarakatnya di wilayahnya khususnya mengenai pencegahan penyakit DBD. 3. Bagi Masyarakat Sebagai rujukan tambahan berkaitan dengan rumusan adakah hubungan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 4. Bagi Peneliti Untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara pengetahuan dan sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Dukuh Bomati, RT.17 / RW.06, Desa Dawungan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

E. Hipotesa Berdasarkan latar belakang yang telah ada, maka terdapat 2 hipotesa yang dapat dimunculkan yakni: 1. Adanya hubungan antara pengetahuan Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 2. Adanya hubungan antara sikap Kepala Keluarga (KK) dengan praktek pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

F. Landasan Teori 1. Pengetahuan Menurut Notoatmojo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Namun, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. 2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek. 3. Perilaku Menurut Skinner (1938), perilaku dirumuskan sebagai suatu respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. 4. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasaranya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan tentang: a. Perilaku terhadap sakit dan penyakit; b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan; c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior); d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan.

G. Tinjauan Pustaka Berdasarkan data yang penulis peroleh, terdapat beberapa penelitian yang serupa dengan yang akan penulis lakukan. Penelitianpenelitian tersebut diantaranya: 1. Arti Lukitosari (2001) dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Personal Hygiene terhadap Pencegahan Scabies di Pesantren Madrasah Mualimat Yogyakarta. Pada penelitiannya, beliau

menyimpukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan personal hygiene terhadap pencegahan scabies di Pesantren Madrasah Mualimat Yogyakarta. 2. Riswan (2008) dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit TB Paru dengan Perilaku Keluarga dan Penderita Tb Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Kabupaten Malang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 77,9% responden mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit TB Paru, 82,3% responden mempunyai perilaku yang cukup dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB Paru, dan uji statisik Pearson Product Moment menunjukkan nilai r = 0,402 dengan tingkat signifikansi (P) = 0,001, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang penyakit TB Paru dengan perilaku keluarga penderita TB Paru. 3. Sabar Manullang (2011) dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sukarame Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2011. Penelitian tersebut menunjukkan responden memiliki pengetahuan baik 49,4%, sikap baik 60,2%, dan tindakan baik 68,8%. Pemeriksaan kondisi fisik rumah yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 71 rumah (76,3%). Analisis data dengan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%, pengetahuan memiliki hubungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru (p=0,007), sikap memiliki hubungan dengan kejadian

Tuberkulosis Paru (p=0,002), dan tindakan memiliki hubungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru (p=0,004) serta kondisi faktor lingkungan fisik rumah memiliki hubungan dengan kejadian Tuberkulosis Paru (p=0,001) .

H. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian penjelasan

(explanatory research), yaitu variabel-variabel yang diteliti akan menjelaskan objek yang diteliti melalui data yang terkumpul dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Cross Sectional yakni dengan cara mempelajari objek dalam satu kurun waktu tertentu (tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang) di mana variabel bebas dan terikat diobservasi hanya sekali pada saat yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Lukitosari, Arti. 2001. Skripsi: Hubungan Tingkat Pengetahuan Personal Hygiene terhadap Pencegahan Scabies di Pesantren Madrasah Mualimat Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Manullang, Sabar. 2011. Skripsi: Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat tentang Faktor Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Kualuh Hulu Sumatera Utara. Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Rampengan, TH. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC. Rejeki, Sri. 2002. Demam Berdarah Dengue, Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: FKUI. Riswan. 2008. Skripsi: Analisis Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit TB Paru dengan Perilaku Keluarga dan Penderita Tb Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Pagak Kabupaten Malang. Universitas Muhammadiyah Malang. Puskesmas Sukarame Kecamatan

Kabupaten Labuhanbatu Utara Tahun 2011. Universitas

Saifudin, Azwar. 2003. Sikap Manusia (Teori dan Pengukuran). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Anda mungkin juga menyukai