Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN SYSTEMATIC REVIEW

“STRATEGI PENANGANAN KONFLIK KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT “

KAISAR AGUS
70300117041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019/2020
LAPORAN SYSTEMATIK REVIEW

PENANGANAN KONFLIK KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT

A. LATAR BELAKANG
Pada organisasi keperawatan, konflik terjadi secara alami dan
merupakan fenomena yang dapat terjadi karena sumber daya di dalamnya
berhubungan secara interpersonal memiliki perbedaan (Marquis & Huston,
2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maisoglou (2014) ditemukan
bahwa beban kerja (83,4%), kurangnya deskripsi yang jelas mengenai
pekerjaan (63,2%), alokasi sumber daya yang tidak adil (59,5%) dan
rendahnya pengakuan atasan (68,1%) merupakan sumber-sumber terjadinya
konflik. Hasil penelitian mengemukakan bahwa ada hubungan yang
bermakna anatara pelaknsanaan manajemen konflik dengan motivasi kerja
perawat (Arini, 2012). Penelitian yang dilakukan Rahmadita (2013)
menemukan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara konflik peran
ganda dan motivasi kerja, ketika konflik peran ganda tinggi maka motivasi
kerja pada karyawati menurun. Apapun penyebab dan bentuk dari konflik itu
harus segera diatasi/ditangani, karena akan tercipta suasana kerja yang
kurang kondusif. Meskipun typical orang itu berbeda-beda tetapi ketika ada
konflik dalam pekerjaannya/lembaga kerjanya tentunya akan mempengaruhi
motivasi kerja mereka.
Manajemen adalah suatu proses rangkaian kegiatan yang sistematis
dan terencana (Asmuji, 2014). Organisasi merupakan tempat manusia
berinteraksi yang mempunyai kemungkinan terjadinya suatu konflik. Konflik ini
bisa berhubungan dengan perasaan termasuk perasaan diabaikan, tidak
dihargai, atau beban berlebihan, dan perasaan individu yan menimbulkan
suatu titik kemarahan. Konflik dapat diartikan sebagai suatu bentuk
perselisihan antara “sikap bermusuhan” atau kelompok penentang ide-ide
(Gillies, 1994 dalam Asmuji, 2014). Dahulu konflik dianggap sebagai sesuatu
yang berbau negatif sehingga cara mengelolanya pun bermula dan yang
sederhana, seperti memebiarkannya saja sampai bersifat ekstreem, yaitu
berusaha menghilangkan sampai ke “akar-akarnya” (Gillies, 1994)
Lingkup konflik dalam keperawatan dapat terjadi di dalam diri perawat
sendiri, diantara perawat dengan perawat, perawat dengan tenaga kesehatan
lain, perawat dengan klien atau keluarga, perawat dengan organisasi
keperawatan, serta organisasi perawat dengan organisasi kesehatan lainnya.
Beberapa konflik berfokus pada hubungan kerja yang dilakukan, konflik
antara tugas yang saling berhubungan, serta hubungan personal dan sosial
(Hariyati, 2014). Namun saat ini konflik mampu memperkuat suatu organisasi
dengan mendamaikan pendapat yang berbeda dan menyelesaikannya secara
damai. Konflik dapat dijadikan sebagai pemersatu kelompok untuk
menghindari pecah belah kelompok yang sudah dibangun dengan baik.
Konflik adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam suatu kelompok. Konflik
yang terjadi diantara sesama perawat dapat melanggar kode etik
keperawatan. Dimana salah satu kode etik keperawatan Indonesia yakni
mengatur hubungan antar perawat agar senantiasa memelihara hubungan
baik dengan sesama perawat maupun tenaga kesehatan lainnya, dan dalam
memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai
tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Utami, 2010).
Beberapa strategi dalam pemecahan konflik, yakni : (1) Menghindar;
Menghindar adalah strategi yang dilakukan kedua belah pihak yang sedang
berkonflik dengan menghindar atau tidak menyelesaikan konflik dalam waktu
yg mendesak. Teknik ini tidak dilakukan dalam situasi gawat. (2) Kompetisi;
Dalam situasi ini, pihak yang berkonflik akan mempertahankan argumen
masing-masing. Teknik ini bisa bermakna positif dan negatif. Ketidaksamaan
ide, argumen, dan keyakinan dalam jangka waktu yang lama akan merugikan
organisasi. Untuk itu manajer yang harus berperan sebagai kolaborator dan
mediator. (3)Akomodasi; Teknik akomodasi sering dilaksankan jika salah satu
pihak berusaha memuaskan atau menenangkan pihak lain yang terlibat
konflik. Akomodasi dilakukan jika salah satu pihak menyadari bahwa
pandangannya salah, sedangkan individu masih ingin mendapatkan posisi
untuk dihargai dan didengar.(4) Kompromi; Kompromi dilakukan dengan
mengambil jalan tengah yang diikuti kesepakatan antara kedua belah pihak.
Penanganan ini disebut juga dengan win-win solution. (5) Kerja sama; Kerja
sama pemecahan konflik dilakukan oleh kedua belah pihak. Hal ini dilakukan
untuk mencari permaslahan secara bersama-sama dan terintegrasi. (6)
Negosiasi atau Perundingan: Negosiasi adalah proses penyepakatan hal-hal
lain unuk memecahkan suatu konflik. Jika negosiasi belum mencapai
kesepakatan maka dibutuhkan pihak ketiga yang bersifat netral, yang disebut
sebagai mediator.
Konflik sering dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Konflik yang
berkelanjutan dapat merusak kesatuan unit kerja dan memerlukan langkah
yang tepat dalam pemecahan masalah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Iglesias dan Vallejo (2012) di Spanyol bahwa manajemen konflik yang paling
umum digunakan oleh manajer keperawatan adalah kompromi. Hal yang
sama diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Fathi
(2012).
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui strategi penanganan konflik keperawatan di rumah
sakit
C. PERTANYAAN REVIEW
1. Strategi apa yang paling efektif yang digunakan dalam pennganan konflik
keperawatan di rumah sakit ?
D. TINJAUAN KONSEPTUAL
1. Konflik keperawatan
Lingkup konflik dalam keperawatan dapat terjadi di dalam diri
perawat sendiri, diantara perawat dengan perawat, perawat dengan
tenaga kesehatan lain, perawat dengan klien atau keluarga, perawat
dengan organisasi keperawatan, serta organisasi perawat dengan
organisasi kesehatan lainnya. Beberapa konflik berfokus pada hubungan
kerja yang dilakukan, konflik antara tugas yang saling berhubungan, serta
hubungan personal dan sosial (Hariyati, 2014).
Konflik yang terjadi diantara sesama perawat dapat melanggar
kode etik keperawatan. Dimana salah satu kode etik keperawatan
Indonesia yakni mengatur hubungan antar perawat agar senantiasa
memelihara hubungan baik dengan sesama perawat maupun tenaga
kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan
kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan (Utami, 2010).

Hasil penelitian Lombogia ( 2013) juga menunjukkan bahwa dari 60


responden perspsi perawat pelaksana tentang manajemen konflik kepala
ruanan di RSU Bethesda Tomohon sebagian besar responden
berpendapat bahwa manajemen konflik yang digunakan oleh kepala
ruangan adalah kolaborasi (48,3%). Seorang manajer harus segera
mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik yang positif.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik,
seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi,
lingkaran kualitas (Kuntoro, 2017)

Secara umum pemecahan masalah dalam manajemen


menggunakan tahap pemecahan masalah menyelidiki situasi,
mengembangkan alternatif, mengevaluasi berbagai alternatif dan
menentukan pilihan yang terbaik, melaksnakan keputusn dan melakukan
tindak lanjut (Suarli dan Bahtiar, 2009).

Dalam pemecahan konflik juga harus memperhatikan kode etik


keperawatan. Kode etik sebagai bagian dari pengetahuan dasar etik berisi
bagaimana perawat seharusnya berperilaku etik sebagai sebuah profesi,
bagaimana seharusnya membuat keputusan saat mengalami hambatan,
bagaimana mencegah terjadinya permasalahan etik, serta bagaimana
berusaha memenuhi kewajiban profesional sersuai tujuan, nilai dan
standar keperawatan. Selain perawat kode etik juga bermanfaat bagi tim
kesehatan lainnya dan bagi penerima pelayanan kesehatan. Etik
keperawatan ini juga bermanfaat bagi rumah sakit terutama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit (Setiani, 2018).

Pada organisasi keperawatan, konflik terjadi secara alami dan


merupakan fenomena yang dapat terjadi karena sumber daya di dalamnya
berhubungan secara interpersonal memiliki perbedaan (Marquis & Huston,
2010). Aamodt (2010) mengatakan bahwa karyawan yang memiliki
motivasi kerja rendah, maka akan memiliki kepercayaan diri yang rendah
dan kebutuhan akan pencapaian prestasi yang rendah juga.

Brinkert (2010) menjelaskan bahwa konflik yang terjadi di antara


tenaga kesehatan di rumah sakit dapat mengakibatkan kerugian seperti
kelalaian dalam pengobatan dan perawatan pasiensehingga rumah sakit
harus mengeluarkan biaya langsung dan tidak langsung untuk mengatasi
konflik.

Pengelolaan konflik sangat berhubungan penting dengan peran


kepala ruangan dalam mengelola konflik yang konstruktif untuk
menciptakan lingkungan yang produktif. Kepala ruangan harus mampu
mengenali adanya konflik dan mampu memfasilitasi penyelesaian konflik
yang bersifat membangun/konstruktif secepat mungkin (Toren & Wagner,
2010). Jika konflik mengarah ke suatu yang menghambat, maka kepala
ruangan harus mengidentifikasi sejak awal dan secara aktif melakukan
intervensi supaya tidak berefek pada produktifitas dan motivasi kerja.
Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan menekankan pada
win-win solution merupakan keterampilan dalam suatu manajemen
(Nursalam, 2011).

Wirawan (2013) mengemukakan bahwa gaya manajemen konflik


adalah suatu atau beberapa pola yang membentuk suatu perilaku yang
digunakan untuk menghadapi situasi konflik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya manajemen konflik yang digunakan diantaranya
asumsi mengenai konflik, persepsi mengenai penyebab konflik, ekspektasi
atas reaksi lawan konfliknya, pola komunikasi dalam interaksi konflik,
kekuasaan yang dimiliki, pengalaman menghadapi situasi konflik, sumber
yang dimiliki, jenis kelamin, kecerdasan emosional, kepribadian, budaya
organisasi sistem sosial, prosedur yang mengatur pengambilan keputusan
jika terjadi konflik, situasi konflik dan posisi dalam konflik, pengalaman
menggunakan salah satu gaya manajemen konflik, dan keterampilan
berkomunikasi.

Dalam pemecahan konflik juga harus memperhatikan kode etik


keperawatan. Kode etik sebagai bagian dari pengetahuan dasar etik berisi
bagaimana perawat seharusnya berperilaku etik sebagai sebuah profesi,
bagaimana seharusnya membuat keputusan saat mengalami hambatan,
bagaimana mencegah terjadinya permasalahan etik, serta bagaimana
berusaha memenuhi kewajiban profesional sersuai tujuan, nilai dan
standar keperawatan. Selain perawat kode etik juga bermanfaat bagi tim
kesehatan lainnya dan bagi penerima pelayanan kesehatan. Etik
keperawatan ini juga bermanfaat bagi rumah sakit terutama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit (Setiani, 2018). Gaya manajemen konflik sesuai
dengan kode etik dapat dapat memfasilitasi perawat manajer dengan
anggotanya. Dengan demikian perawat manajer yang mampu
menyelesaikan konflik dengan efektif dapat memberikan aspek kerja yang
positif, yakni melaksanakan standar pelayanan keperawatan, dan
meningkatkan kepuasan kerja perawat dan menurunkan intensitas
perpindahan perawat.

Pelaksanaan manajemen konflik adalah suatu proses pihak yang


terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan
menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi
yang diinginkan. Manajemen konflik harus dilakukan secara sistematis
untuk mencapai suatu tujuan, di antaranya mencegah gangguan kepada
anggota organisasi dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi,
memahami orang lain dan menghargai keberagaman, meningkatkan
kreativitas, meningkatkan keputusan melalui pertimbangan-pertimbangan,
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman
bersama, dan kerja sama, serta menciptakan prosedur dan mekanisme
penyelesaian konflik (Wirawan, 2013). Manajemen konflik dapat dilakukan
dengan banyak hal, salah satunya keterampilan khusus yang harus
dimiliki oleh seorang manajer perawatan (Swanburg, 2000).

Faktor-faktor yang membentuk motivasi antara lain lain menurut


Mangkunegara (2014) adalah sebagai berikut:

1. achievement (prestasi kerja) adalah keberhasilan seorang pegawai


dalam menyelesaikan tugas;
2. advancement (pengembangan diri) adalah suatu keinginan seseorang
untuk mengembangkan karier dibidang keuangan. Dengan adanya
kesempatan untuk maju itu, maka keinginan untuk berkembang
tersebut dapat terpenuhi;
3. work it self (pekerjaan itu sendiri) adalah variasi pekerjaan dan kontrol
atas metode serta langkah-langkah kerja;
4. recognition (pengakuan) artinya karyawan memperoleh pengakuan
adalah orang, berprestasi baik diberi penghargaan, dan pujian;
5. rasa aman (security) adalah dapat melakukan pekerjaann tanpa
dibebani resiko yang dapat membahayakan diri karyawan.

2. Strategi penanganan konflik di rumah sakit

Menurut Bowditch dan Buono, (1994), Marquis and Huston (2010),


strategi Penyelesaian Konflik adalah sebagai berikut:

1. Kompromi atau Negosiasi


Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini
sering diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat
saling menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Strategi ini dalam
manajemen keperawatan sering digunakan oleh Middle dan top manajer
keperawatan.
2. Kompetisi
Suatu pola untuk memuaskan kepentingan sendiri dengan
menggunakan power. Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose
situation Penyelesaian ini menekankan hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat
negative dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan
untuk perbaikan di masa mendatang.
3. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
kompromi emosional dalam konflik. Strategi ini individu yang terlibat dalam
konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan
penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada
konflik yang ringan tetapi tidak dapat dipergunakan pada konflik yang
besar.
4. Menghindar
Menghindar dari suatu konflik merupakan cara yang sering dilakukan
untuk mencegah terjadinya konfrontasi.Strategi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
5. Kolaborasi

Strategi ini strategi win-win solution, dalam kolaborasi kedua pihak


yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan bersama. Keduanya yakin akan tercapainya suatu
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan dapat berjalan
bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang
terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan
tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang.

6. Akomodasi (Cooperative situation)


Suatu pola dimana satu pihak menerima kepentingan pihak lain diatas
kepentingan sendiri. Strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang.
Pada strategi ini masalah yang utama terjadi sebenarnya tidak
terselesaikan.

E. KRITERIA REVIEW
Populasi : Perawat
Intervensi : Pemecahan Konflik
Comparasi : tidak ada pembanding
Outcome : Strategi Pemecahan konflik keperawatan di Rumah Sakit
Time :
F. STRATEGI PENELUSURAN
Sumber Database : Google Scholar
Keyword : Penanganan OR Pemecahan AND Konflik AND
Keperawatan
G. HASIL SELEKSI

GOOGLE SCHOLAR

407
H. HASIL ANALISIS
No Penulis / Judul jurnal Metode Tujuan Hasil
Tahun
1. Silalahi, GAYA Penelitia Mengetahui strategi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
Rini Debora PEMECAHAN n pemecahan konflik data bahwa mayoritas (50%) perawat
(2019) KONFLIK deskriptif dirumah sakit. adalah perempuan dari sudut pandang
PEMIMPIN perawat cenderung menggunakan
KEPERAWATAN strategi pemecahan konflik dengan
BERLANDASKAN menghindar. Juga terdapat perbedaan
KODE ETIK yang signifikan antara perawat dan
perawat manajer terkait manajemen
konflik berkolaborasi, kompromi, dan
akomodasi. Hasil penelitian menjelaskan
bahwa terdapat perbedaan antara
intensitas pergantian perawat dengan
tiga gaya manajemen konflik yaitu
kolaborasi, kompromi dan menghindar.
2. Gulo, PENGARUH Penelitia Mengetahui hubungan Berdasarkan hasil penelitian
advent Rian PELAKSANAAN n motivasi perawat menunjukkan bahwa mayoritas berjenis
Bevl (2019) MANAJEMEN kuantitatif terhadap proses kelamin perempuan 72,9%, mayoritas
KONFLIK PADA penanganan konflik usia responden adalah 21-25 tahun
MOTIVASI KERJA keperawatan di rumah 44,1% tahun, mayoritas responden
PERAWAT Sakit berpendidikan D3 Keperawatan 62,7%,
PELAKSANA DI dan mayoritas lama kerja responden 1,1-
RUMAH SAKIT 1,5 tahun 42,4%. Lebih lanjut dijelaskan
MARTHA FRISKA bahwa mayoritas pelaksanaan
MEDAN manajemen konflik di ruangan adalah
cukup sebanyak 54,2% dan mayoritas
motivasi kerja perawat adalah cukup
sebanyak 57,6% di Rumah Sakit Martha
Friska Medan.

3. Lombogia, HUBUNGAN Cross Mengetahui strategi Hasil penelitian didapatkan untuk


Moudy GAYA sectional penanganan konflik perbedaan manajemen konflik
(2019) KEPEMIMPINAN keperawatan yang yang digunakan kepala ruangan yaitu,
DENGAN banyak digunakan ruangan C manajemen
MANAJEMEN dirumah sakit konflik kolaborasi (31%), ruang D,E,G
KONFLIK KEPALA manajemen konflik
RUANGAN DI negosiasi (28,6%), ruang A manajemen
RUMAH SAKIT konflik smoothing
UMUM (20,8%), setelah dikelompokkan
BETHESDA ruangan–ruangan tersebut,
TOMOHON maka didapatkan hasil ruang rawat inap
biasa menggunakan manajemen
konfliknegosiasi (57,1%), ruang
Intensive juga
mengguanakan manajemen konflik
negosiasi 28,6 %, dan
berbeda dengan ruang rawat VIP, kelas
I,II lebih sering 45,8 %
menggunakan manajemen konflik
smoothing,
I. PEMBAHASAN
Berdasarkan jurnal “GAYA PEMECAHAN KONFLIK PEMIMPIN
KEPERAWATAN BERLANDASKAN KODE ETIK” Hasil penelitian diperoleh
data bahwa mayoritas (50%) perawat adalah perempuan dari sudut pandang
perawat cenderung menggunakan strategi pemecahan konflik dengan
menghindar. Juga terdapat perbedaan yang signifikan antara perawat dan
perawat manajer terkait manajemen konflik berkolaborasi, kompromi, dan
akomodasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara
intensitas pergantian perawat dengan tiga gaya manajemen konflik yaitu
kolaborasi, kompromi dan menghindar.
Dari beberapa hasil penelitian diatas saya menyimpulakan bahwa
strategi penyelesaian konflik dengan menghindar hanya digunakan pada
persoalan konflik yang sangat kecil yang hanya melibatkan dua orang dan
tidak memberikan dampak yang besar jika perawat manajer ( kepala ruangan)
tidak ikut dalam penyelesaian masalah tersebut. Seorang manajer harus
segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian konflik yang
positif. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik,
seperti penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi,
lingkaran kualitas (Kuntoro, 2017).
Berdasarkan jurnal “HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN
MANAJEMEN KONFLIK KEPALA RUANGAN” Hasil penelitian didapatkan
untuk perbedaan manajemen konflik yang digunakan kepala ruangan yaitu,
ruangan C manajemen konflik kolaborasi (31%), ruang D,E,G manajemen
konflik negosiasi (28,6%), ruang A manajemen konflik smoothing (20,8%),
setelah dikelompokkan ruangan- ruangan tersebut, maka didapatkan hasil
ruang rawat inap biasa menggunakan manajemen konflik negosiasi (57,1%),
ruang Intensive juga mengguanakan manajemen konflik negosiasi 28,6 %,
dan berbeda dengan ruang rawat VIP, kelas I,II lebih sering 45,8 %
menggunakan manajemen konflik smoothing.
J. KESIMPULAN
Berdasarkan jurnal yang telah dianalis didapatkan strategi penanganan
konflik di rumah sakit yaitu,kompromi dan negosiasi, Kompetisi,
Smoothing, Menghindar, Kolaborasi, dan Akomodasi (Cooperative
situation).
Berdasarkan data terbanyak dari hasil penelitian gaya penanganan
konflik yang paling efektif dilakukan dirumah sakit adalan Negosiasi dan
kompromi yaitu Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang
terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama.
Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai lose-lose situation.
Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan menyepakati hal yang
telah dibuat. Strategi ini dalam manajemen keperawatan sering digunakan
oleh Middle dan top manajer keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai