Anda di halaman 1dari 0

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING

PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP


PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008



T E S I S






Oleh

ZAINUDDIN
067012059/AKK








SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan
Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008

Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan
Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008

PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING
PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008






T E S I S

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara







Oleh

ZAINUDDIN
067012059/AKK









SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION,
ENABLING, DAN REINFORCING PROMOSI
KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI
TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH
MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM
KABUPATEN ACEH TENGGARA PROPINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Zainuddin
Nomor Pokok : 067012059
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan





Mengetahui
Komisi Pembimbing:






(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MS)i (Ir. Evi Naria, M.Kes)
Ketua Anggota






Ketua Program Studi, Direktur,





(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)



Tanggal lulus : 12 Februari 2008
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan
Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008

Telah diuji

Pada Tanggal : 12 Februari 2009































PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi
Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
3. Ir. Indra Chahaya, MSi
Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan
Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008

Zainuddin : Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, Dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene Dan
Sanitasi Terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat Di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008, 2009
USU Repository 2008

PERNYATAAN


PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING
PROMOSI KESEHATAN HYGIENE DAN SANITASI TERHADAP
PERILAKU HIDUP BERSIH MASYARAKAT DI KECAMATAN
BABUSSALAM KABUPATEN ACEH TENGGARA
PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008


T E S I S



Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.




Medan, Februari 2009




(ZAINUDDIN)





ABSTRAK



Rendahnya cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam
merupakan indikator rendahnya mutu kesehatan lingkungan. Banyak kegiatan yang
sudah dilakukan kader/petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu hygiene dan
sanitasi melalui penyuluhan dan pelatihan, namun kenyataannya belum menunjukkan
perubahan yang bermakna pada perilaku hidup bersih masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposition,
enabling, dan reinforcing terhadap perilaku hidup bersih masyarakat. Penelitian
dilakukan di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara. Penelitian ini
menggunakan metode analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi sebanyak
3283 keluarga, dengan jumlah sampel sebanyak 86 orang. Cara penarikan sampel
dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Analisis data dilakukan
dengan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-Square dan analisis
multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku hidup bersih yaitu faktor
predisposition (sikap) (p=0,010), faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana)
(p=0,002), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) (p=0,005),
sedangkan yang tidak berpengaruh yaitu faktor predisposition (pengetahuan)
(p=0,442). Faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor
yang paling dominan mempengaruhi perilaku hidup bersih sebesar 37,318. Seluruh
model yang diteliti dapat memprediksi perilaku hidup bersih sebesar 93,0%.
Diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara dan pemerintah
kabupaten untuk menyediakan dan memberikan sarana kesehatan seperti saringan air
bersih, jamban sederhana, tong sampah di setiap rumah. Memberikan penghargaan
(reward) kepada masyarakat yang melakukan PHBS dengan baik agar dijadikan
teladan masyarakat lainnya. Kader / petugas kesehatan perlu melibatkan tokoh agama
dalam upaya promosi kesehatan.


Kata Kunci : Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi, perilaku hidup bersih.




ABSTRACT


The low coverage of hygiene and sanitation in Babussalam sub-district is the
indicator of the low environmental health quality. There are many activities which
have been done by the health officials to improve the hygiene and sanitation quality
through counselling and training, but in the reality, it has not shown any significant
changes on clean and healthy life behaviour in the society.
This analytical study with cross-sectional design is aimed to analyze the
influence of predisposition factors, enabling, and reinforcing on clean life behaviour
in the society living in Babussalam sub-district, Aceh Tenggara district. The samples
for this study are 86 taken by using simple random sampling from 3283 population.
Data analysis is done by using univariate, bivariate with Chi-square test and
multivariate with logistic regression test.
The result of the study shows that statistically, the variables which have
significant influences on clean and healthy life behaviour are attitude (p=0.010),
enabling factor (the availability of mean and infrastructure) (p=0.002), reinforcing
factor (health information/training) (p=0.005), while the knowledge variables does
not have any influences (p=0.442). Enabling Factor is the most dominant influence on
clean and healthy life behaviour that is 37.318. The model can explain 93,0% to clean
and healthy life behaviour.
It is expected Aceh Tenggara District of Health Service and Local
Government to provide and give the health medium such as clean water filter, simple
latrine, dustbin. Give appreciation to those who have practiced clean and healthy life
behaviour in order to be a model for others. Giving appreciation to the best health
officials can become a motivation for other officials. It is necessary to involve
religion figures in health promotion.

Keyword : Health promotion of hygiene and sanitation., clean life behaviour.


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
Rahmat, Berkah dan KaruniaNya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling,
dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi Terhadap Perilaku
Hidup Bersih Masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak kekurangan-kekurangan
dalam penulisan dan pembahasannya juga menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga
kepada: Prof. Dr. Rita F. Dalimunthe, MSi, selaku ketua Komisi Pembimbing dan
Ir.Evi Naria, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, yang penuh perhatian, kesabaran
dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk sepenuhnya, sehingga
sampai selesainya penulisan tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Medan yang memberikan izin penulisan tesis ini.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan.


3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Sekretaris Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan.
4. Tim Pembanding yang telah bersedia menguji dan memberikan kritikan saran
guna penyempurnaan tesis ini.
5. Dr. Ramulia, SpOG, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tenggara beserta jajarannya
yang telah memberikan izin penelitian.
6. Seluruh staf pengajar Program Studi AKK SPs USU, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Buat keluarga terutama Ayahanda dan Ibunda serta kedua mertua penulis yang
memberikan support untuk menyelesaikan pendidikan ini.
8. Teristimewa istri tercinta dan anak-anak tersayang yang menjadi salah satu
sumber motivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi AKK USU yang
saling memberikan dukungan dan semangat hingga selesainya tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.


Medan, Februari 2009

Penulis



RIWAYAT HIDUP



Nama : H. ZAINUDDIN
Tempat/Tgl. Lahir : Kutacane, 04 Maret 1964
Alamat Rumah : Jl. Kenari No. 6 Kutacane
Alamat Kantor : Dinas Kesehatan Aceh Tenggara / PMI Cabang Aceh
Tenggara
Golongan Ruang : Pembina (IV/A)
Jabatan : - Kabid Pembinaan Pelkes Dinkes Agara
- Ketua PMI Cabang Agara
Agama : Islam
Status : Menikah dengan 5 orang anak, seluruhnya
perempuan.
Nama Istri : Hj. Suryati, AMd.Keb.
Kepala Pustu Kutambaru Dinkes Aceh Tenggara

RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 1972-1978 : SD Negeri I Kutacane
2. Tahun 1978-1981 : SMP Negeri I Kutacane
3. Tahun 1981-1984 : SPK Banda Aceh
4. Tahun 1999-2002 : Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Langsa
5. Tahun 2002-2004 : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Takasima Medan Sumatera Utara
6. Tahun 2006-2008 : Sekolah Pascasarjana USU Medan
Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan





DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT.................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi


BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................. 1
1.2. Permasalahan .................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 7
1.4. Hipotesis Penelitian ........................................................... 8
1.5. Manfaat .............................................................................. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10
2.1. Promosi Kesehatan ............................................................ 10
2.2. Kesehatan Lingkungan ...................................................... 26
2.3. Landasan Teori .................................................................. 44
2.4. Kerangka Konsep .............................................................. 47

BAB 3 METODE PENELITIAN ........................................................ 50
3.1. Jenis Penelitian .................................................................. 50
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ........................... 50
3.3. Populasi dan Sampel .......................................................... 50
3.4. Metode Pengumpulan Data ............................................... 53
3.5. Variabel dan Definisi Operasional .................................... 56
3.6. Metode Pengukuran .......................................................... 58
3.7. Metode Analisis Data ........................................................ 61

BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................. 62
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian .............................................. 62
4.2. Analisis Univariat ............................................................. 64
4.3. Analisis Bivariat ................................................................ 76
4.4. Analisis Multivariat ........................................................... 78


BAB 5 PEMBAHASAN ....................................................................... 81
5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Hidup Bersih .. 82
5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Hidup Bersih.............. 84
5.3. Pengaruh Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan
Prasarana) Terhadap Perilaku Hidup Bersih...................... 87
5.4. Pengaruh Faktor Reinforcing (Informasi/Pelatihan
Kesehatan) Terhadap Perilaku Hidup Bersih..................... 90
5.5. Perilaku Hidup Bersih Masyarakat ................................... 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 95
6.1. Kesimpulan ....................................................................... 95
6.2. Saran-Saran ....................................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 97



DAFTAR TABEL



Nomor Judul Halaman

3.1. Distribusi Sampel yang Terpilih Menurut Desa di Kecamatan
Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara .....................................

52

3.2. Validitas Instrumen Penelitian ................................................... 55

3.3. Pengukuran Variabel Independen dan Dependen .......................

61

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis
Kelamin, dan pendidikan) di Kecamatan Babussalam
Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008......................................


64

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan yang
diperoleh dari Petugas Kesehatan di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ......................................................................................


66

4.3. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan yang diperoleh
dari Petugas Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ..

67

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Terhadap
Petugas Promosi Kesehatan di Kecamatan Babussalam Tahun
2008..................................................................................................


68

4.5. Kategori Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten
Babussalam Tahun 2008 .............................................................

68

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Enabling
(Ketersediaan Sarana dan Prasarana) di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ......................................................................................


70

4.7. Kategori Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana dan
Prasarana di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 ......................

70

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Reinforcing
(Informasi / Pelatihan Kesehatan) di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008 ......................................................................................


73




4.9. Kategori Responden Berdasarkan Informasi / Pelatihan
Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008 .....................


73
4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator PHBS di Kecamatan
Babussalam Tahun 2008..................................................................

75

4.11. Kategori Responden Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Kabupaten Babussalam Tahun 2008.............................

75

4.12. Tabulasi Silang Antara Variabel Independen Dengan Variabel
Dependen di Kabupaten Babussalam Tahun 2008......................

77

4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama yang Akan
Masuk Dalam Model ...................................................................

79

4.14. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua............... 79




DAFTAR GAMBAR



Nomor Judul Halaman

1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan............................ 27

2. Hubungan Promosi Kesehatan Dengan Determinan Perilaku..... 44

3. Hubungan Antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat ...... 45

4. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 49




DAFTAR LAMPIRAN


Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian .................................................................. 100

2. Sebaran Hasil Ujicoba Kuesioner (Instrumen Penelitian)........... 105

3. Reliabilitas Instrumen Penelitian ...............................................

106
4. Master Data Penelitian ............................................................... 108

5. Output SPSS 111

6. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara


126
7. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Tenggara

127





BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perilaku hidup bersih anggota masyarakat ikut berkontribusi pada kesehatan
seluruh masyarakat. Secara umum, kebanyakan masyarakat masih menganggap
perilaku hidup bersih merupakan urusan pribadi yang tidak terlalu penting. Masih
ada masyarakat yang tidak memiliki jamban di rumah atau buang air besar
sembarangan. Mereka belum melihat bahwa buruknya perilaku terkait sanitasi oleh
salah satu anggota masyarakat, juga akan mempengaruhi kualitas kesehatan
masyarakat lainnya (Priatna, 2007).
Masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan
faktor non perilaku (lingkungan dan pelayanan). Oleh sebab itu, upaya untuk
memecahkan masalah kesehatan juga ditujukan atau diarahkan kepada kedua faktor
tersebut. Perbaikan lingkungan fisik dan peningkatan lingkungan sosio-budaya, serta
peningkatan pelayanan kesehatan merupakan intervensi atau pendekatan terhadap
faktor non-perilaku. Sedangkan pendekatan (intervensi) terhadap faktor perilaku
adalah promosi atau pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
Promosi kesehatan sebenarnya sama dengan pendidikan kesehatan.
Sebelumnya pendidikan kesehatan lebih diartikan sebagai upaya yang terencana
untuk perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan norma-norma kesehatan, maka
promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga
1

perubahan lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Di samping
itu, promosi kesehatan lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan hidup
sehat, bukan sekedar berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2007).
Sasaran promosi kesehatan bukan hanya masyarakat saja, tetapi juga para
petugas kesehatan. Tujuannya tentu berbeda, bagi masyarakat diharapkan agar
mereka sadar akan pentingnya kesehatan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat
lingkungannya, dan bagi petugas kesehatan, agar mereka juga dapat menjadi panutan
dalam cara hidup sehat, serta mampu menggunakan teknologi pendidikan kesehatan
dalam melaksanakan tugasnya, yang dilaksanakan sedemikian rupa, hingga
masyarakat yang menjadi sasarannya menjadikan cara hidup bersih dan sehat sebagai
pola hidupnya sehari-hari (Entjang, 2000).
Promosi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat pada saat ini sebagai
revitalisasi atau perubahan dari pendidikan kesehatan pada waktu lalu. Para ahli
pendidikan kesehatan global yang dimotori WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi
pendidikan kesehatan dengan menggunakan istilah promosi kesehatan. Promosi
kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja, tetapi juga perubahan
lingkungan yang memfasilitasi perubahan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2005).
Inti dari kegiatan promosi kesehatan yaitu masyarakat diharapkan dapat
mengerti, paham dan dapat memberdayakan diri, keluarga dan lingkungannya dalam
menciptakan hygiene dan sanitasi di lingkungan yang akhirnya terciptanya perilaku
hidup bersih dan sehat di masyarakat (Notoatmodjo, 2007).


Hygiene sanitasi merupakan suatu upaya untuk mengendalikan faktor
lingkungan, orang, tempat, fasilitas dan perlengkapannya, yang dapat atau mungkin
dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi masyarakat. Masalah
kesehatan hygiene dan sanitasi ini merupakan masalah yang sering terjadi dan
menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global. Di negara-negara berkembang
masalah kesehatan lingkungan sering muncul pada sanitasi (jamban), penyediaan air
minum, perumahan (housing), pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah (air
kotor) (Entjang, 2000).
Hygiene dan sanitasi merupakan bagian dari kesehatan lingkungan, yang
meliputi kebersihan lingkungan, dimulai dari keluarga, sehingga merupakan
kebiasaan dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku sehat untuk lingkungan
dan diri merupakan tujuan dari program pembangunan kesehatan. Program
pembangunan kesehatan pada dasarnya ada 6 (enam) program, diantaranya yaitu
program lingkungan sehat, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat (Depkes RI,
2003).
Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan World Health
Organization (WHO) dengan melakukan penelitian dan penyelidikan di seluruh
dunia, dimana didapatkan hasil bahwa masih tingginya angka mortalitas dan
morbiditas serta seringnya terjadi epidemi yang terdapat di tempat-tempat dimana
hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk. Seperti di tempat-tempat dimana terdapat
banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah
tangga yang buruk, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan sosio ekonomi yang


jelek. Hal ini berbanding terbalik dengan tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi
lingkungannya telah diperbaiki, didapatkan bahwa angka mortalitas dan
morbiditasnya menurun serta wabah penyakit berkurang dengan sendirinya
(Notoatmodjo, 2005).
Menurut WHO, bahwa di negara-negara sedang berkembang terdapat banyak
penyakit kronis endemis, sering terjadi epidemi, masa hidup yang pendek serta angka
kematian bayi dan anak-anak yang tinggi. Hal ini disebabkan, antara lain berkaitan
dengan sanitasi dan hygiene, yaitu pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi
karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan faeces manusia, Infeksi yang
disebabkan antropoda, rodent, molusca dan vektor penyakit lainnya, pengotoran air
susu dan makanan lainnya serta perumahan yang terlalu sempit (Entjang, 2000)
Mengingat hal-hal tersebut di atas di Indonesia telah dilakukan usaha dalam
hygiene dan sanitasi lingkungan yang meliputi :penyediaan air rumah tangga yang
baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya, mengatur pembuangan kotoran sampah
dan air limbah, mendirikan rumah-rumah sehat, dan pembasmian binatang penyebar
penyakit seperti, lalat, nyamuk, kutu. Disamping itu juga dilakukan pengawasan
terhadap bahaya pengotoran udara. Bahaya radiasi dari sisa-sisa zat radio aktif sesuai
dengan perkembangan negaranya.
Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu daerah yang secara geografis
berada pada daerah tropis dengan luas wilayah 4.182,3 km yang terbagi menjadi 11
kecamatan, dimana iklim dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biak


vektor serta kuman penyakit serta berpeluang terhadap terjadinya masalah sanitasi
dan hygiene yang akhirnya dapat mengancam kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data pada Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara
pada tahun 2006 didapatkan bahwa masih terdapat masalah kesehatan lingkungan
yang memerlukan penanganan serius, diantaranya yaitu jumlah keluarga yang
diperiksa yang memiliki akses sanitasi dasar masih rendah. Penyakit yang banyak
timbul di masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara adalah penyakit diare, scabies, dan
penyakit yang bersumber dari binatang seperti malaria, DBD, dan lainnya. Masalah
lain seperti kurang gizi, Perilaku kesehatan yang kurang bersih terhadap lingkungan,
kedaruratan, kejadian bencana dan sejenis (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Salah satu kecamatan yang menjadi barometer dalam masalah hygiene dan
sanitasi adalah Kecamatan Babussalam yang merupakan gambaran daerah ibu kota
kabupaten dengan jumlah penduduk sebanyak 24.925 jiwa. Kecamatan Babussalam
merupakan daerah perkotaan yang padat, sehingga berpotensi terhadap timbulnya
masalah kesehatan (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Gambaran hygiene dan sanitasi di Kecamatan Babussalam masih rendah, hal
ini dapat dilihat dari persentase Kepala Keluarga (KK) yang memiliki sarana
kesehatan lingkungan, yaitu: Jamban (47,33%), Tempat Sampah (31,26%),
Pengelolaan Air Limbah (46,10%), Persediaan Air Bersih (83,30%), Ledeng (35%),
Sumur Pompa Tangan (0,68%), Sumur Gali (35,98%), Rumah Sehat (46,24%) dan
kepala keluarga berperilaku hidup bersih dan sehat (0,25%). Target cakupan higiene
dan sanitasi nasional adalah 85% (Dinkes Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).


Dari keadaan di atas didapat bahwa kondisi hygiene dan sanitasi di Kecamatan
Babussalam masih rendah dan harus diupayakan untuk meningkatkannya. Kondisi
hygiene dan sanitasi yang rendah tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan
masyarakat misalnya warga buang air besar (BAB) di sungai, membuang sampah di
saluran air, dan lain-lain yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.
Berdasarkan data pola penyakit terbanyak yaitu: ISPA, diare, malaria klinis,
pneumonia, penyakit kulit infeksi, rematik, asma, hipertensi, bronkhitis dan tukak
lambung (Profil Kesehatan Kecamatan Babussalam, 2007).
Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas hygiene dan
sanitasi telah dilaksanakan dengan melibatkan berbagai instansi terkait seperti
pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan,
pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan sampai kepada pemberdayaan
masyarakat. Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan
langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih jamban sehat,
perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor (Dinas Kesehatan
Propinsi NAD, 2006). Namun upaya tersebut jika tidak didukung oleh masyarakat
maka tidak akan berdampak besar terhadap kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2005) upaya untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat mencakup 2 aspek, yaitu pencegahan penyakit (preventif) dan promotif
(peningkatan kesehatan) itu sendiri. Upaya kesehatan promotif mengandung makna
kesehatan seseorang, kelompok atau individu dan harus selalu diupayakan sampai ke


tingkat kesehatan yang optimal. Salah satu upaya pemecahan masalah kesehatan yang
dapat dilakukan adalah melalui promosi kesehatan.
Banyak kegiatan promosi kesehatan yang telah dilakukan di Kecamatan
Babussalam selama ini baik yang dilakukan secara langsung oleh petugas promosi
Puskesmas maupun pihak Dinas Kesehatan Kabupaten. Diantara kegiatan yang sudah
pernah dilakukan adalah Pelatihan kader desa dalam kegiatan promosi hygiene dan
sanitasi, pelatihan petugas posyandu, pelatihan bidan desa, pemutaran film dan
promosi melalui radio.
Pemerintah daerah Kabupaten Aceh tenggara sendiri telah melakukan upaya
untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat salah satunya adalah perwujudan
dari peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan terpadu, dengan adanya kader
yang dipilih oleh masyarakat, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh
petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat.
Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan faktor
terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu,
kelompok dan atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada
faktor perilaku ini sangat strategis.
Green (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor utama, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
Oleh sebab itu dalam promosi kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis


ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan
terhadap ketiga faktor tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan
menganalisis faktor predisposisi, enabling, dan reinforcing promosi kesehatan
tentang hygiene dan sanitasi pengaruhnya terhadap perilaku hidup bersih di
Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2008.

1.2. Permasalahan
Masih rendahnya angka cakupan hygiene dan sanitasi di Kecamatan
Babussalam merupakan bukti bahwa rendahnya mutu kesehatan lingkungan di
kecamatan tersebut, banyak kegiatan yang sudah dilakukan untuk peningkatan mutu
hygiene dan sanitasi yang salah satunya melalui kegiatan promosi kesehatan di
masyarakat melalui penyuluhan, pelatihan, pemutaran film, promosi lewat radio dan
kegiatan lainnya yang mendukung, namun kenyataan belum menunjukkan perubahan
yang bermakna pada perilaku masyarakat.
Kegiatan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan tersebut
merupakan upaya untuk merubah perilaku masyarakat terhadap perilaku hidup bersih
dan sehat. Namun apakah upaya tersebut sudah cukup efektif dan berpengaruh
terhadap perubahan perilaku masyarakat, hal inilah yang mendasari peneliti untuk
menganalisis permasalahan tersebut.






1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh faktor predisposition (pengetahuan, sikap), faktor
enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan)
promosi kesehatan terhadap perilaku hidup bersih masyarakat di Kecamatan
Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.

1.4. Hipotesis Penelitian
Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang terdiri dari faktor predisposition
(pengetahuan, sikap), faktor enabling (ketersediaan sarana), dan faktor reinforcing
(informasi/pelatihan kesehatan) berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih
masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2008.

1.5 Manfaat
1. Sebagai masukan bagi perencanaan pelaksanaan program kesehatan lingkungan di
Propinsi maupun Kabupaten/Kota yang mendukung kegiatan promosi kesehatan
di masyarakat khususnya Kabupaten Aceh Tenggara.
2. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu dalam manajemen kesehatan
masyarakat terutama yang menyangkut dengan pemberdayaan tenaga kesehatan
di masyarakat.
3. Memudahkan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk dapat melaksanakan
pengelolaan hygiene dan sanitasi secara mandiri sehingga dapat meningkatkan
kesehatan keluarga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat adalah sebagai bagian
dari tingkat pencegahan penyakit. Menurut Mee Lian dalam Notoatmodjo (2007),
promosi kesehatan adalah suatu proses membantu individu dan masyarakat
meningkatkan kemampuan dan keterampilannya guna mengontrol berbagai faktor
yang berpengaruh pada kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatannya. Promosi kesehatan merupakan kombinasi pendidikan kesehatan dan
pendekatan organisasi, ekonomi, lingkungan yang seluruhnya mendukung terciptanya
perilaku yang kondusif dengan kesehatan.
Batasan promosi kesehatan menurut Victorian Health Foundation-Australia
(1997) dalam Notoatmodjo (2005), adalah suatu program perubahan perilaku
masyarakat yang menyeluruh. Bukan hanya perubahan perilaku tetapi juga perubahan
lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti oleh perubahan lingkungan tidak
efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama. Contoh orang Indonesia yang
pernah tinggal di negara maju seperti Amerika. Sewaktu di Amerika ia telah
berperilaku teratur mengikuti budaya antri dalam memperoleh pelayanan apa saja,
naik bus, kereta dan sebagainya. Tetapi setelah kembali ke Indonesia, dimana budaya
antri (lingkungan) belum ada, maka ia akan ikut berebut waktu naik bus, naik kereta
10
11
dan sebagainya. Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekedar mengubah perilaku
saja tetapi juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem dan sebagainya.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh WHO dan para ahli pendidikan
kesehatan, terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi,
tetapi praktik masih sangat rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan atau peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan peningkatan atau
perubahan perilakunya. Dari penelitian yang telah ada, terungkap bahwa 80 persen
masyarakat tahu cara mencegah penyakit demam berdarah dengan melakukan 3 M
(menguras, menutup, mengubur) barang-barang yang dapat menampung air, tetapi
hanya 35 persen dari masyarakat tersebut yang benar-benar melakukan atau
mempraktikkan 3 M (Notoatmodjo, 2005).
Keadaan ini membuat kita berpikir bahwa praktik hidup sehat harus
ditingkatkan lagi. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku
adalah melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan mempunyai visi, yaitu
masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Agar
masyarakat mau dan mampu diperlukan upaya-upaya. Upaya untuk mewujudkan visi
ini disebut misi promosi kesehatan, yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai
visi. Secara umum misi promosi kesehatan yaitu :
a. Advokat (advocate)
Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan dari
berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah
meyakinkan para pejabat pembuat keputusan atau penentu kebijakan, bahwa

12
program kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting (urgen). Oleh sebab itu,
perlu dukungan kebijakan atau keputusan dari para pejabat tersebut.
b. Menjembatani (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi mediator atau menjembatani antara
sektor kesehatan dengan sektor lain sebagai mitra. Dengan perkataan lain promosi
kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan.
Kemitraan adalah sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor kesehatan
tidak mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu kompleks dan
luas.
c. Memampukan (enable)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yaitu masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi
utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik secara langsung atau
melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan harus memberikan
keterampilan-keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang
kesehatan (Pratomo, 2005).

2.1.1. Strategi Promosi Kesehatan
Guna mencapai tujuan promosi kesehatan secara efektif dan efisien,
diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini disebut strategi, yakni
cara mencapai tujuan promosi kesehatan agar berhasil guna dan berdaya guna.

13
Menurut WHO (1994) dalam (Notoatmodjo, 2005), strategi promosi kesehatan,
yaitu:
a. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks
promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan
atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para
pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan.
b. Dukungan Sosial (Social support)
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencapai dukungan
sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal
maupun nonformal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh
masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai (pelaksana program
kesehatan) dengan masyarakat (penerima program) kesehatan.
c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada
masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri (visi promosi kesehatan) dimana sasaran pemberdayaan masyarakat
adalah masyarakat itu sendiri.
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa Canada pada tahun
1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Di dalam Piagam Ottawa

14
tersebut dirumuskan pula strategi baru promosi kesehatan, yang mencakup 5 butir,
yaitu:
1) Kebijakan Berwawasan Kebijakan (Healthy Public Policy)
Maksudnya adalah suatu strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada para
pembuat kebijakan, agar mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang
mendukung atau menguntungkan kesehatan.
2) Lingkungan yang mendukung (Supportive Environment)
Strategi ini ditujukan kepada pengelola tempat umum termasuk pemerintah kota,
agar mereka menyediakan sarana prasarana atau fasilitas yang mendukung
terciptanya perilaku sehat bagi masyarakat, atau sekurang-kurangnya pengunjung
tempat-tempat umum tersebut.
3) Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)
Penyelenggara (penyedia) pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan swasta dan
masyarakat adalah sebagai pemakai atau pengguna pelayanan kesehatan.
Pemahaman ini harus disorientasi lagi, bahwa masyarakat bukan hanya pengguna
atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga sebagai penyelenggara,
dalam batas-batas tertentu.
4) Keterampilan Individu (Personnel Skill)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri dari individu,
keluarga dan kelompok-kelompok. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat akan
terwujud apabila kesehatan individu-individu, keluarga-keluarga, dan kelompok-
kelompok tersebut terwujud. Oleh sebab itu, strategi untuk mewujudkan

15
keterampilan individu-individu (personal skill) dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan adalah sangat penting.
5) Gerakan Masyarakat (Community Action)
Untuk mendukung perwujudan masyarakat yang mau dan mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatannya seperti tersebut dalam visi promosi kesehatan
ini, maka di dalam masyarakat itu sendiri harus ada gerakan atau kegiatan-
kegiatan untuk kesehatan. Oleh sebab itu, promosi kesehatan harus mendorong
dan memacu kegiatan-kegiatan di masyarakat dalam mewujudkan kesehatan
mereka.
Menurut Labonte dalam Notoatmodjo (2005), bahwa promosi kesehatan harus
memasukkan konsep pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan efektivitas promosi
kesehatan. Sehubungan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, maka konsep
promosi kesehatan berkembang menjadi 2 (dua), yaitu yang disebut sebagai
konvensional, dan yang selanjutnya disebut radikal. Yang bersifat konvensional
masih diletakkan pada upaya mencegah penyakit melalui pengelolaan gaya hidup,
atau apabila pada kasus-kasus penyakit infeksi, melalui pengendalian vektor. Namun
yang disebut radikal, promosi kesehatan dilakukan melalui upaya pemberdayaan dan
advokasi. Sehingga berikutnya pendekatan promosi kesehatan bukan hanya
pendekatan dari bawah ke atas tetapi dari bawah ke atas (bottom up). Pendekatan dari
bawah ke atas seringkali dianggap sebagai pendekatan yang tidak efektif, karena
adanya asumsi bahwa yang memahami persoalan kesehatan adalah pihak petugas
(provider), sebab provider adalah kelompok masyarakat yang sudah terdidik dengan

16
baik sehingga mempunyai kemampuan untuk mengenali masalah, menyusun
perencanaan sampai dengan menetapkan rancangan dan indikator evaluasinya.
Setiap pendekatan mempunyai karakteristik yang khas. Pendekatan atas ke
bawah (top-down) program-programnya mengikuti suatu daur yang terdiri dari
rancangan umum, menetapkan tujuan, memilih strategi, manajemen dan
implementasi strategi dan evaluasi. Pendekatan dari bawah ke atas (bottom up)
dimulai dari upaya pihak luar membantu masyarakat mengidentifikasi permasalahan
yang penting dan relevan dengan kehidupannya, serta membantu mereka
mengembangkan strategi untuk memecahkannya. Program dalam pendekatan
bottom up dirancang dan dinegosiasikan dengan masyarakat, serta membutuhkan
waktu yang lebih lama.
Promosi kesehatan juga didasarkan pada dimensi dan tempat pelaksanaannya,
oleh sebab itu ruang lingkup promosi kesehatan didasarkan kepada 2 dimensi yaitu
dimensi aspek sasaran pelayanan kesehatan, dan dimensi tempat pelaksanaan promosi
kesehatan atau tatanan (setting), (Notoatmodjo, 2005).
1. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan:
a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif
Sasaran promosi kesehatan pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar
mereka mampu meningkatkan kesehatannya.
b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif
Disamping kelompok orang yang sehat, sasaran promosi kesehatan pada
tingkat ini adalah kelompok yang berisiko tinggi (high risk). Tujuan utama

17
promosi kesehatan ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut
agar tidak jatuh atau menjadi/terkena sakit (primary preventif).
c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan ini adalah para penderita penyakit (pasien),
terutama untuk penderita penyakit-penyakit kronis. Tujuan promosi ini agar
kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah
(secondary prevention).
d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif
Sasaran pokok promosi kesehatan ini adalah kelompok penderita atau pasien
yang baru sembuh (recovery) dari suatu penyakit. Tujuan utamanya adalah
agar mereka segera pulih kembali kesehatannya, dan atau mengurangi
kecacatan seminimal mungkin (tertiary prevention).
2. Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan tatanan, (tempat pelaksanaan):
a) Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga)
b) Promosi kesehatan pada tatanan sekolah
c) Promosi kesehatan pada tatanan kerja
d) Promosi kesehatan di tempat-tempat umum (TTU)
Menyediakan fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung perilaku sehat bagi
pengunjungnya, misal tersedianya tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat
pembuangan air kotor, ruang tunggu bagi perokok dan non perokok, kantin,
dan sebagainya.


18
e) Promosi kesehatan di institusi pelayanan kesehatan
Tempat-tempat pelayanan kesehatan, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, poliklinik, tempat praktik dokter dan sebagainya adalah tempat
yang paling strategis untuk promosi kesehatan.

2.1.2. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan
Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara
atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan
promosi kesehatan.
Menurut teori Notoatmodjo (2007), berdasarkan sasaran, metode dan teknik
promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Metode promosi kesehatan individual
Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan sasarannya dapat
berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui
sarana komunikasi lainnya, misal telepon. Cara ini paling efektif karena antara
petugas kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespon dalam
waktu yang bersamaan.
b. Metode promosi kesehatan kelompok
Teknik dan metode promosi kelompok digunakan untuk sasaran kelompok.
Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kelompok kecil (terdiri dari
6-15 orang) dan kelompok besar (15-50 orang). Oleh sebab itu, metode ini dapat
dibagi menjadi 2 yaitu (Pratomo, 2005):

19
1). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya:
diskusi kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju
(snow ball), bermain peran (role play), metode permainan simulasi, dan
sebagainya. Untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan media
seperti lembar balik, alat peraga, slide, dan sebagainya.
2). Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar, misal: metode
ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar,
lokakarya, dan sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu
dengan alat bantu, seperti overhead projector, slide projector, film, sound
system, dan sebagainya.
c. Metode promosi kesehatan massal
Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik, maka metode ini
tidak akan efektif. Merancang metode ini memang paling sulit, sebab sasaran
publik sangat heterogen, baik dilihat dari kelompok umur, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. Metode yang sering
digunakan :
1) Ceramah umum, misal di lapangan terbuka dan tempat umum (public place).
2) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio, televisi.
3) Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah, tabloid, leaflet, buku,
selebaran, poster, dan sebagainya.
4) Penggunaan media di luar ruang, misal: billboard, spanduk, umbul-umbul,
dan sebagainya.

20
2.1.3. Promosi Kesehatan Dan Perilaku
Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2 faktor
utama, yaitu perilaku dan non-perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya). Upaya pemberantasan penyakit menular, penyediaan sarana air bersih
dan pembuangan tinja, penyediaan pelayanan kesehatan, dan sebagainya adalah
upaya intervensi terhadap faktor fisik (non-perilaku). Sedangkan upaya intervensi
terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni (Krianto,
2005):
a. Pendidikan (education)
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk
memelihara, dan meningkatkan kesehatannya. Hasil dari pendidikan kesehatan
ini diharapkan akan berlangsung lama dan menetap (langgeng) karena didasari
oleh kesadaran.
b. Paksaan atau tekanan (coercion)
Paksaan atau tekanan yang dilakukan kepada masyarakat agar mereka
melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri. Tindakan atau perilaku sebagai hasil tekanan ini memang cepat,
tetapi tidak akan langgeng karena tidak didasari oleh pemahaman dan kesadaran
untuk apa mereka berperilaku seperti itu.


21
Berdasarkan keuntungan dan kerugian dua pendekatan tersebut, maka
pendekatan pendidikan paling cocok sebagai upaya pemecahan masalah kesehatan
masyarakat, melalui faktor perilaku. Promosi kesehatan merupakan revitalisasi
pendidikan kesehatan, maka dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan
upaya intervensi terhadap faktor perilaku dalam masalah kesehatan masyarakat.
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan
dengan determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green
dalam Notoatmodjo (2005), perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni :
a. Faktor predisposisi (predisposition factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya
perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap
seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya
perilaku ibu untuk selalu menjaga kebersihan keluarganya, akan dipermudah
apabila ibu tersebut tahu apa manfaat menjaga kebersihan, tahu siapa dan
bagaimana menjaga kebersihan itu dilakukan. Demikian pula, perilaku tersebut
akan dipermudah bila ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif
terhadap kebersihan. Di samping itu, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di
masyarakat setempat juga mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif)
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.


22
1) Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) merupakan resultan dari
akibat proses pengindraan terhadap suatu obyek. Pengindraan tersebut
sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau
penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara
dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.
Pengetahuan merupakan faktor yang mempermudah perubahan
perilaku masyarakat dalam hidup bersih. Dengan pengetahuan yang baik
tentang air bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi,
kesesuaian lantai rumah dengan penghuni, maka individu akan lebih mudah
merubah perilaku yang tidak baik menjadi baik.
2) Sikap
Sikap merupakan suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif
maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.
(Walgito, 2003)
Sedangkan L.L. Thurston dalam Ahmadi (2002), menyatakan sikap
sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan obyek psikologi. Orang memiliki sikap positif
terhadap suatu objek apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable,
sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif bila ia tidak
suka atau sikap unfavorable terhadap obyek.

23
Sikap masyarakat dapat positif maupun negatif terhadap promosi
kesehatan hygiene dan sanitasi berhubungan dengan obyek dan upaya
petugas kesehatan dalam melaksanakan promosi kesehatan mengenai air
bersih, jamban, tempat sampah, air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan
kesesuaian lantai rumah dengan penghuni.
b. Faktor Pemungkin (enabling factor)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,
sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin
terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk
memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan
masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses
(terjangkau) sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu yang selalu menjaga
kesehatannya, maka diperlukan alat-alat kebersihan, air bersih, dan sebagainya.
Agar seseorang atau masyarakat buang air besar di jamban, maka harus tersedia
jamban, atau mempunyai uang untuk membeli alat-alat kebersihan atau
membangun jamban sendiri.
Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan
dalam mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya
(enabling factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun
kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun

24
praktik tentang kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah.
Setelah dilakukan pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang,
ternyata faktor pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan
pengetahuan orang atau masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila
tidak didukung oleh fasilitas, yaitu tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan
yang bergizi, fasilitas imunisasi, pelayanan kesehatan dan sebagainya maka
mereka sulit untuk mewujudkan perilaku tersebut.
c. Faktor Penguat (reinforcing factor)
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum
menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi, bahwa
individu/keluarga sudah tahu manfaat kebersihan dan juga telah tersedia peralatan
dan sarana kebersihan, tetapi belum melakukannya karena alasan sederhana,
yakni bahwa orang yang disegani dalam masyarakat tersebut belum
melakukannya dengan maksimal, seperti lurah/kepala desa, guru, tenaga
kesehatan, dan sebagainya. Menurut Green dan Marshall (2005), faktor
reinforcing adalah konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat
menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor reinforcing
meliputi dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga
kesehatan.

25
Berdasarkan faktor determinan perilaku tersebut, maka kegiatan promosi
kesehatan sebagai pendekatan perilaku hendaknya diarahkan kepada 3 (tiga) faktor
tersebut (Notoatmodjo, 2005) :
a. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor pemudah
(predisposisi) adalah dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan
dan penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau
meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, yang diperlukan oleh
seseorang atau masyarakat, sehingga akan memudahkan terjadinya perilaku
sehat. Upaya ini juga dimaksudkan untuk meluruskan tradisi, kepercayaan,
nilai yang tidak kondusif bagi perilaku sehat, dan akhirnya berakibat buruk
bagi kesehatan mereka.
b. Kegiatan promosi yang ditujukan kepada faktor pemungkin (enabling) adalah
memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan
masyarakat. Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat mampu untuk
memfasilitasi diri mereka atau masyarakat sendiri untuk berperilaku sehat.
Misalnya masyarakat mampu membangun sarana air bersih, jamban keluarga/
umum. Intervensi pada faktor enabling ini tidak saja memberikan fasilitas atau
sarana prasarana kesehatan, tetapi juga memberikan kemampuan kepada
seseorang atau masyarakat, termasuk kemampuan ekonomi untuk mengadakan
atau menyediakan sarana sebagai pendukung perilaku kesehatan mereka.
c. Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor penguat (reinforcing)
adalah berupa pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat. Kegiatan

26
pelatihan ini mempunyai 2 (dua) tujuan, pertama agar para tokoh masyarakat
tersebut mampu berperilaku contoh (model perilaku sehat) bagi masyarakat
sekitarnya. Kedua, para tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan
pengetahuan tentang kesehatan kepada orang lain atau masyarakat sesuai dengan
ketokohan mereka. Misal, seorang uztad dalam ceramahnya menyisipkan pesan-
pesan kesehatan. Disamping pelatihan, kegiatan promosi pada faktor ini dapat
dilakukan melalui cara advokasi pada para pejabat formal. Dengan kegiatan ini,
para pejabat formal dapat mengeluarkan surat keputusan, peraturan, instruksi
kepada sasaran atau masyarakat agar berperilaku sehat. Misal, adanya peraturan
daerah yang mengatakan barang siapa membuang sampah sembarangan akan
mendapat denda Rp. 5.000.000. Hal ini akan memperkuat perilaku masyarakat
untuk membuang sampah di tempat yang disediakan.

2.2. Kesehatan Lingkungan
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah
sehat-sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,
Hendrik L. Blum menggambarkan secara singkat ringkas sebagai berikut :



27







Lingkungan:
- Fisik
- Sosial ekonomi
Pelayanan
Kesehatan
Perilaku
Status
Kesehatan
Keturunan

Sumber : Notoatmodjo (2003)
Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan

Keempat faktor tersebut (keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan
kesehatan) di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling
berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal,
bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang
optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak
optimal), maka status kesehatan akan tergeser ke arah di bawah optimal.
Pengaruh lingkungan terhadap derajat kesehatan masyarakat antara lain
tercermin dari akses masyarakat terhadap air. Pengaruh lingkungan terhadap derajat
kesehatan masyarakat antara lain tercermin dari akses masyarakat terhadap air bersih
dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2005, persentase rumah tangga yang mempunyai akses
terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50 persen dan akses rumah

28
tangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5 persen. Kesehatan lingkungan
yang merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan
kewilayahan (Adisasmito, 2007).

2.2.1. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana
lingkungan yang berguna, ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan,
diperbaiki dan dihilangkan (Entjang, 2000).
Hygiene dan sanitasi lingkungan yang baik dapat diwujudkan dari perilaku
hidup bersih. Hidup bersih adalah terciptanya lingkungan yang sehat, diantaranya
dinilai dari persentase keluarga yang memiliki air bersih, memiliki jamban sehat,
keluarga yang mengelola sampah dengan baik, dan mengelola air limbah dengan
aman (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, 2007).
Menurut program kesehatan yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Tenggara (2007), target yang diharapkan dari hygiene dan sanitasi
lingkungan untuk tahun 2010 adalah : a) Keluarga yang memiliki persediaan air
bersih/air minum sehat adalah 90%, b) Keluarga yang memiliki jamban sehat adalah
85%, c) Keluarga yang mengelola sampah dengan baik adalah 80%, d) Keluarga yang
mengelola air limbah dengan aman adalah 86%.



29
2.2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya
untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2006). Rumah tangga sehat adalah rumah
tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS di rumah tangga dan 3 indikator gaya
hidup sehat, yaitu:
Indikator PHBS di rumah tangga :
1) pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2) bayi diberi ASI saja sejak lahir sampai berusia 6 bulan
3) mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan
4) ketersediaan air bersih
5) ketersediaan jamban
6) kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni
7) lantai rumah bukan dari tanah
Indikator gaya hidup sehat :
1) makan buah dan sayur setiap hari
2) melakukan aktivitas fisik setiap hari
3) tidak merokok di dalam rumah
Melihat dari indikator perilaku hidup bersih, yang termasuk ke dalam
lingkungan yaitu ketersediaan air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air
limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian luas lantai dengan penghuni dan lantai

30
rumah. Lingkungan yang menjadi indikator perilaku hidup bersih disini hanya
sebagian daripada yang termasuk ke dalam hygiene dan sanitasi Lingkungan.
Menurut (Entjang, 2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan
lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan
manusia, yaitu dengan meningkatkan lingkungan yang berguna. Di dalam penelitian
ini akan dibahas perilaku hidup bersih yang mencakup hygiene dan sanitasi saja,
dimana syarat untuk hygiene dan sanitasi lingkungan yang bersih yaitu:

2.2.2.1. Persediaan Air Bersih
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Diantara kegunaan air tersebut, yang sangat
penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu untuk keperluan air minum
air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan
penyakit bagi manusia.
Syarat air minum yang sehat harus memenuhi (Notoatmodjo, 2003) :
a. Syarat Fisik: tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
b. Syarat Bakteriologis: harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen
c. Syarat Kimia: harus mengandung zat-zat tertentu di dalam kadar yang dibenarkan
untuk Fluor 1-1,5 mg/l, Chlor 250 mg/l, Arsen 0,05 mg/l, Tembaga 1,0 mg/l, Besi
0,3 mg/l.
Pada prinsipnya semua air dapat diproses menjadi air minum. Sumber-sumber
air minum adalah :

31
a. Air hujan: perlu penambahan kalsium karena tidak mengandung kalsium.
b. Air sungai dan danau: air permukaan yang jika sudah tercemar dari berbagai
macam kotoran, maka bila untuk air minum harus diolah terlebih dahulu.
c. Mata air: berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah dan belum tercemar.
d. Air sumur dangkal: belum begitu sehat, pemakaian untuk minum harus direbus
dahulu, biasanya antara 5-15 meter dari permukaan tanah.
e. Air sumur dalam: biasanya dalam dari permukaan tanah lebih 15 meter.
Syarat sumur agar tidak tercemar adalah :
a. Harus ada bibir sumur, agar bila musim hujan tiba, air tanah tidak masuk ke
dalamnya.
b. Pada bagian atas kurang lebih 3 m dari permukaan tanah harus di tembok.
c. Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi
kekeruhan.

2.2.2.2. Jamban Tempat Pengelolaan Kotoran
Jamban merupakan teknologi pembuangan tinja. Dalam buku Notoatmodjo
(2003), untuk mencegah/mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan tinja harus dikelola dengan baik. Syarat jamban yang sehat adalah :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
b. Tidak mengotori air permukaan dan air tanah sekitarnya.
c. Tidak dapat terjangkau dari serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang-
binatang lainnya.

32
d. Tidak menimbulkan bau dan mudah digunakan serta dipelihara.
e. Sederhana desainnya dan murah serta dapat diterima oleh pemakainya.
Untuk memenuhi syarat jamban yang sehat maka perlu diperhatikan hal
berikut :
a. Sebaiknya jamban tertutup
b. Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat.
c. Bangunan jamban ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan,
tidak menimbulkan bau dan sebagainya.
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih serta
sabun.
Tipe-tipe jamban adalah (Entjang, 2000) :
1. Pit-privy (cubluk)
Jamban ini dibuat dengan membuat lubang ke dalam tanah 2,5-8 m dan
berdiameter 80-120 cm. Dindingnya diperkuat dengan batu/bata, dapat di tembok
atau tidak. Lama pemakaian antara 5-15 tahun. Tipe jamban ini hanya baik dibuat
di tempat-tempat di mana air tanah letaknya dalam. Pada jamban ini harus
diperhatikan :
1) Jangan diberi desinfektan karena mengganggu proses pembusukan sehingga
cubluk cepat penuh
2) Untuk mencegah bertelur nyamuk tiap minggu diberi minyak tanah
3) Agar tidak berbau diberi kapur barus.

33
2. Aqua-privy (cubluk berair)
Terdiri atas bak yang kedap air di dalam tanah sebagai tempat pembuangan
excreta. Proses pembusukannya sama dengan halnya pembusukan tinja dalam air
kali. Untuk jamban ini agar berfungsi dengan baik, perlu pemasukan air setiap
hari, baik sedang dipergunakan atau tidak. Jamban ini dibuat di tempat yang
banyak air. Bila airnya penuh, kelebihannya dapat dialirkan ke sistem lain
misalnya sistem riol atau sumur resapan.
3. Watersealed latrine (Angsa-trine)
Jamban ini klosetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi
air sebagai sumbat sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan
rumah jamban.
Keuntungan jamban ini adalah :
1) Baik untuk masyarakat kota karena memenuhi syarat keindahan.
2) Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya
lebih praktis.
3) Aman untuk anak-anak.
4. Bored hole latrine
Sama halnya dengan cubluk hanya ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian
yang tidak lama, misal untuk perkampungan sementara. Kerugiannya, bila air
permukaan banyak maka akan mudah meluap.



34
5. Bucket latrine (pail closet)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain kemudian dibuang di tempat lain,
misal untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat tidur.
6. Trench latrine
Lubang dalam tanah dibuat sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie. Tanah
galiannya dipakai untuk menimbuninya.
7. Overhung latrine
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa
dan sebagainya. Kerugiannya tinja mengotori air permukaan sehingga bibit
penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air yang
dapat menimbulkan wabah.
8. Chemical toilet
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan
umum misalnya pesawat udara atau dalam kereta api. Dapat pula dipergunakan
dalam rumah. Sebagai pembersih tidak dipergunakan air tetapi dengan kertas
(toilet paper).

2.2.2.3. Sampah dan Pengolahannya
Sampah adalah suatu bahan / benda yang tidak dipakai lagi atau tidak
disenangi dan dibuang dengan caracara saniter, kecuali buangan yang berasal dari
tubuh manusia.

35
Cara pengolahan sampah yang baik yaitu :
a. Ditimbun.
Sampah yang diolah dengan cara ini adalah sampah yang hancur dalam tanah
seperti : sampah sayur sayuran, daun daunan, kertas yang mana pembuangan
sampah inti 10 m dari sumber air.
b. Dibakar
Jenis sampah yang dapat dibakar hanya sampah yang tidak dapat hancur di tanah
secara langsung seperti : plastik dan karet.
Teknik dan cara pembakaran
1) Sebaiknya wadah dapat berupa tong, ember bekas dan lobang yang berukuran
1x1 meter.
2) Waktu pembakaran maksimal 1x2 hari atau apabila tong dan ember sudah
penuh.
3) Jarak pembakaran dengan sumber air minum 1 meter dan diusahakan tempat
pembakaran di belakang rumah.
Cara pembuangan sampah yaitu memakai tong sampah dan bak sampah
di depan rumah dan di pinggir jalan raya yang aman diangkut oleh dinas
kebersihan. Akibat pembuangan sampah yang tidak sesuai dengan syarat
kesehatan yaitu :
1. Mengotori tanah.
2. Merusak pandangan mata.

36
3. Menimbulkan bau yang tidak enak.
4. Sebagai sumber atau tempat berkembang biaknya vektor penyakit.
Syaratsyarat tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan
adalah sebagai berikut :
1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah berseraknya
sampah.
2. Tempat sampah mempunyai tutup dan dibuat sedemikian rupa sehingga mudah
diangkut oleh satu orang.

2.2.2.4. Air Limbah dan Pengelolaannya
Air limbah adalah ekskreta manusia, air kotor dari dapur, kamar mandi dan
sebagainya (Entjang, 2000). Batasan lain menurut Kusnoputranto (1985), air limbah
adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,
perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air
permukaan dan air hujan yang mungkin ada.
Air buangan yang berasal dari rumah tangga (domestic wastes water) yaitu
air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini
terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi dan
umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.
Cara sederhana pengolahan air limbah secara sederhana, antara lain sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2003) :


37
1) Pengenceran
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Cara ini menimbulkan kerugian,
diantaranya bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih ada,
pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan
air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnya dapat
menimbulkan banjir.
2) Kolam Oksidasi
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,
ganggang, bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah
dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk segi empat dengan kedalaman 1-2
meter. Lokasi kola jauh dari pemukiman dan di daerah terbuka sehingga
memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
3) Irigasi
Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali, dan air akan
merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut.
Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang
pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi sebagai pemupukan. Hal ini
terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu
sapi, rumah potong hewan dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup
tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.


38
2.2.2.5. Rumah Sehat (Ventilasi, Lantai, Luas Rumah)
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan
hygiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan WHO, bahwa perumahan
yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit
dalam masyarakat (Entjang, 2000).
Syarat-syarat rumah yang sehat adalah (Notoatmodjo, 1997) :
1) Bahan bangunan, diantaranya; lantai ubin atau semen, dinding tembok, atap
genteng adalah bahan yang baik untuk bangunan rumah.
2) Ventilasi yang mempunyai fungsi untuk menjaga agar aliran udara dalam rumah
tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri.
3) Cahaya, sumber dari cahaya alamiah yaitu matahari dan cahaya buatan seperti
lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
4) Luas bangunan rumah, yang optimum dapat menyediakan 2,5 3 m untuk tiap
anggota keluarga.
5) Lantai harus dalam keadaan bersih, disapu minimal 2 kali sehari.
6) Fasilitas dalam rumah sehat, dapat tersedia seperti penyediaan air bersih yang
cukup, pembuangan tinja, pembuangan air limbah rumah tangga, pembuangan
sampah, fasilitas dapur, dan tempat ruang berkumpul keluarga.
Rumah sehat yang diajukan oleh Winslow (Entjang, 2000) :
1) Harus memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti :
a) Suhu ruangan, sebaiknya tetap berkisar 18-20C
b) Penerangan rumah, harus cukup baik siang maupun malam hari, yang ideal
adalah penerangan listrik.

39
c) Ventilasi, baik dan cukup, untuk pertukaran udara dalam rumah atau cukup
mengandung oksigen. Luas jendela keseluruhan 15 % dari luas lantai.
d) Dinding ruangan harus kedap suara, baik yang berasal dari luar maupun dalam
rumah.
2) Harus memenuhi kebutuhan psikologis, seperti :
a) Rumah menjadi pusat kesenangan tangga yang sehat, cara pengaturan
memenuhi rasa keindahan
b) Ada jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga
c) Tiap anggota keluarga terutama yang mendekati dewasa harus mempunyai
ruangan sendiri-sendiri.
d) Mempunyai ruangan untuk menjalankan kehidupan keluarga
e) Mempunyai ruangan untuk hidup bermasyarakat, ada ruang tamu.
3) Harus dapat menghindari terjadi kecelakaan
a) Konstruksi rumah harus kuat
b) Sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat
lain, terutama untuk anak-anak.
c) Diusahakan agar bahan-bahan rumah tidak mudah terbakar.
d) Adanya sarana pencegahan kecelakaan bagi orang tua lanjut usia.
e) Adanya alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas.
4) Harus dapat menghindarkan terjadinya penyakit
a) Adanya sumber air yang sehat
b) Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik

40
c) Harus dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat,
nyamuk, tikus, dan sebagainya.
d) Harus cukup luas, luas kamar tidur 5 m per kapita per luas lantai.

2.2.3. Kader Hygiene dan Sanitasi
2.2.3.1. Pengertian Kader
Kader adalah warga masyarakat setempat yang terpilih atau ditunjuk oleh
masyarakat dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat,
yang membantu masyarakat dalam masalah kesehatan agar diperoleh kesesuaian
antara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Kader
sebagai pembaharu diharapkan mampu membawa nilai baru yang sesuai dengan nilai
yang ada di daerahnya, dengan menggali segi-segi positifnya. Untuk dapat berperan
sebagaimana yang diharapkan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
maka dibutuhkan para kader yang dipercayai oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).
Batasan tentang kader kesehatan menurut Gunawan (2007), Kader kesehatan
dinamakan juga promotor kesehatan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang
dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat
Bina Peran Serta Masyarakat Depkes RI (1999) memberikan batasan kader: Kader
adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan
dapat bekerja secara sukarela.
Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat kesehatan yang

41
optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan
dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di Posyandu (Depkes, 1999).
Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya maka pengertian kader secara
lebih luas adalah tenaga sukarela yang berasal dari masyarakat dan mendapat
kepercayaan dari masyarakat setempat. Setelah mendapat latihan mereka terpanggil
untuk memelihara dan mengembangkan kegiatan yang ada dan mengatasi masalah
yang timbul di masyarakat (Depkes RI, 2006).

2.2.3.2. Tujuan pembentukan kader
Pembangunan nasional khusus di bidang kesehatan, bentuk pelayanan
kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat, bukanlah sebagai objek akan
tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab dalam
meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya daya dan adanya
dalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat akan memanfaatkan sumber daya
yang ada di masyarakat seoptimal mungkin meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk membantu individu dalam bidang kesehatan (Depkes RI, 1999).
Perilaku kesehatan tidak terlepas dari pada kebudayaan masyarakat. Dalam
upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat harus pula diperhatikan keadaan
sosial budaya masyarakat. Sehingga untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya
pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, tidak akan membawa hasil yang
baik bila prosesnya melalui pendekatan dengan edukatif yaitu, berusaha

42
menimbulkan kesadaran untuk dapat memecahkan permasalahan dengan
memperhitungkan sosial budaya setempat (Notoatmodjo, 2006).

2.2.3.3. Tugas kegiatan kader
Tugas kegiatan kader pada umumnya kader bukanlah tenaga profesional
melainkan hanya membantu dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini perlu adanya
pembatasan tugas yang diemban, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.
Adapun kegiatan pokok yang menyangkut di dalam maupun di luar Posyandu antara
lain: Kegiatan yang menunjang upaya kesehatan lainnya yang sesuai dengan
permasalahan yang ada:
a. Penyehatan air bersih.
b. Penyehatan pembuangan kotoran
c. Penyehatan lingkungan perumahan.
d. Penyehatan pembuangan air buangan/ limbah
e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum
f. Menyediakan makanan dan minuman
g. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan
2.2.3.4. Persyaratan menjadi kader
Kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari
kepala desa setempat harus memiliki persyaratan tertentu. Proses pemilihan kader
melalui musyawarah dengan masyarakat didukung oleh para pamong desa. Di bawah
ini salah satu persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon
kader.

43
a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia
b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang bersangkutan.
d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon kader
lainnya dan berwibawa
f. Sanggup membina paling sedikit 10 KK untuk meningkatkan keadaan kesehatan
lingkungan
g. Diutamakan telah mengikuti KPD atau mempunyai keterampilan
Bagus (2003), mempunyai pendapat lain mengenai persyaratan bagi seorang
kader antara lain:
a. Berasal dari masyarakat setempat.
b. Tinggal di desa tersebut.
c. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
d. Diterima oleh masyarakat setempat.
e. Masih cukup waktu bekerja untuk masyarakat disamping mencari nafkah lain.
f. Sebaiknya yang bisa baca tulis.
Persyaratan-persyaratan utama oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa
kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain, mampu bekerja secara sukarela,
mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kader kesehatan mempunyai peran yang
besar dalam upaya meningkatkan, kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina

44
masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan baik di
Posyandu. Menghadapi kehidupan di masa yang akan datang (Depkes, 1999).

2.3. Landasan Teori
Promosi kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.
Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan
determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Hubungan promosi
kesehatan dengan determinan perilaku dapat digambarkan sebagai berikut :







Predisposing
Factors
Enabling
Factors
Reinforcing
Factors
Health
Behavior
Health
Promotion
Sumber: Notoatmodjo (2005).
Gambar 2. Hubungan Promosi Kesehatan dengan Determinan Perilaku

Kegiatan yang dilakukan dalam promosi kesehatan hygiene dan sanitasi
lingkungan untuk meningkatkan perilaku masyarakat dalam hidup bersih, antaranya
masyarakat dapat mengerti, memahami, sampai mempraktikkan hidup bersih.
Perubahan perilaku terjadi melalui serangkaian proses yang termasuk pemberdayaan

45
masyarakat. Menurut Freira dalam Notoatmodjo (2005), pemberdayaan masyarakat
adalah suatu proses dinamis yang dimulai dimana masyarakat belajar langsung dari
tindakan. Pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan dengan pendekatan
pengembangan masyarakat. Maka melalui promosi kesehatan masyarakat dapat
mengerti masalah-masalah kesehatan yang dihadapi dan dapat mengembangkan
kemampuannya dalam mengatasi masalah tersebut.
Masalah kesehatan masyarakat antara lain mencakup, kesehatan dan sanitasi
lingkungan, kesehatan kerja, perilaku kesehatan, kesehatan ibu dan anak, masalah
gizi, masalah penyakit menular dan tidak menular, dan sebagainya. Sedangkan untuk
memecahkan masalah-masalah kesehatan masyarakat tersebut perlu manajemen atau
administrasi kesehatan masyarakat dan pendidikan atau promosi kesehatan. Oleh
sebab itu, hubungan antara berbagai komponen kesehatan masyarakat tersebut dapat
digambarkan seperti berikut :
Pendekatan Pemecahan
Masalah Kesehatan
a. Administrasi,
manajemen kesehatan
b. Pendidikan/promosi
kesehatan
Metode/Pendekatan
Analisis Masalah
Kesehatan
a. Epidemiologi
b. Biostatistik





Masalah-masalah
Kesehatan Masyarakat:
a. Kesehatan lingkungan
b. Penyakit menular dan
tak menular
c. Gizi masyarakat
d. KIA/KB
e. Kesehatan kerja
f. Kesehatan reproduksi
g. dan sebagainya

Gambar 3. Hubungan antara Sub Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sumber : Notoatmodjo (2005).

46
Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa pendidikan atau promosi
kesehatan merupakan pendekatan pemecahan masalah-masalah kesehatan
masyarakat, khususnya lagi yang berkaitan dengan masalah perilaku kesehatan.
Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat
kesehatan masyarakat. Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2005) ada 4 faktor yang
mempengaruhi kesehatan yaitu, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan. Ke-empat faktor tersebut saling mempengaruhi. Faktor lingkungan selain
langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku juga
mempengaruhi pelayanan kesehatan. Untuk memelihara/meningkatkan kesehatan
harus dilakukan intervensi terhadap ke-empat faktor tersebut. Misal, intervensi
terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan,
sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik dan ekonomi dalam
bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi
masyarakat, penstabilan politik dan keamanan.
Menurut Azwar (1996) bahwa hasil kerja pada suatu program pada dasarnya
dipengaruhi oleh masukan, proses dan lingkungan. Masukan program puskesmas baik
kesehatan makanan dan minuman, hygiene sanitasi lingkungan, dana dan alat-alat
yang tersedia baik secara medis maupun non medis serta buku-buku pedoman.
Kader sanitasi bertugas di puskesmas menurut Depkes RI (1999) untuk
meningkatkan program penyehatan tingkat puskesmas. Penilaian kinerja didasarkan
pada pemahaman, pengetahuan, keterampilan, kepegawaian dan perilaku yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas. Dalam pedoman kerja puskesmas petugas
kesehatan untuk sanitasi bekerja sebagai :

47
a. Pendataan yang berhubungan dengan tugas pokok kader sanitasi untuk
lingkungan masyarakat
b. Penyuluhan untuk masyarakat di lingkungan penyehatan air bersih, penyehatan
pembuangan kotoran, penyehatan lingkungan perumahan, penyehatan air buangan
limbah, dan pengawasan sanitasi tempat- tempat umum
c. Pengamatan dan penanggulangan penyakit yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi, cara penyebaran, untuk penanggulangan penyebaran secara cepat dan
tepat sebagai dasar penentuan langkah pengendalian.
d. Pengawasan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku
masyarakat terhadap lingkungan yang berhubungan dengan hygiene dan sanitasi.

2.4. Kerangka Konsep
Hygiene dan sanitasi merupakan bagian kesehatan lingkungan. Kesehatan
lingkungan di Kabupaten Aceh Tenggara masih rendah, ini terlihat dari data yang
dilaporkan Dinas Kesehatan setempat. Upaya meningkatkan kesehatan lingkungan
salah satunya melalui promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan pendidikan
kesehatan yang disebarluaskan pada masyarakat, agar berperilaku hidup bersih.
Promosi kesehatan yang dilihat dari aspek pelayanan kesehatan adalah
pelayanan promotif dan preventif, yaitu pelayanan bagi kelompok masyarakat yang
sehat agar dapat meningkatkan kesehatannya, dan dilaksanakan oleh kelompok
profesi kesehatan masyarakat.

48
Promosi kesehatan mendukung determinan yang berkaitan dengan perilaku
hidup bersih masyarakat. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan promosi kesehatan
akan mendorong determinan perilaku hidup bersih seperti faktor predisposisi,
enabling dan reinforcing. Faktor predisposisi yang diteliti meliputi pengetahuan dan
sikap masyarakat. Faktor enabling meliputi fasilitas, sarana dan prasarana, seperti
ketersediaan untuk hygiene dan sanitasi (air bersih, jamban, sampah, pengelolaan air
limbah). Faktor reinforcing yang diteliti meliputi informasi atau pelatihan-pelatihan
kesehatan yang diikuti anggota masyarakat. Adapun kerangka konsep penelitian
dapat digambarkan sebagai berikut :



49
Variabel Independen Variabel Dependen
















Faktor Enabling :
Ketersediaan sarana
hygiene dan sanitasi
- air bersih
- jamban
- tempat sampah
- air limbah
- lantai rumah
- ventilasi
- kesesuaian lantai
rumah dengan
penghuni
Faktor Reinforcing :
- Masyarakat mendapat
Informasi/Pelatihan
Kesehatan hygiene dan
sanitasi
Faktor Predisposisi :
Pengetahuan, dan
Sikap masyarakat
terhadap :
- air bersih
- jamban
- tempat sampah
- air limbah
- lantai rumah
- ventilasi
- kesesuaian lantai
rumah dengan
penghuni
Promosi Hygiene
dan sanitasi
- Metode
- Materi
- Sasaran
Perilaku Hidup
Bersih
Keterangan :
= Tidak diuji secara statistik.

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan rancangan penelitian
cross sectional, yang pengumpulan datanya dilakukan sekaligus pada suatu saat
(point time approach), tidak diikuti secara terus menerus dan tidak ada follow-up,
sehingga penelitian ini hanya mengkaji masalah keadaan objek pada waktu penelitian
berlangsung (Sudjana, 2003).

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh
Tenggara dengan melihat promosi kesehatan hygiene dan sanitasi terhadap perilaku
masyarakat dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Babussalam memiliki persentase
kepemilikan sarana kesehatan lingkungan yang masih belum memadai dan juga
perilaku hidup bersih yang masih rendah. Penelitian dilakukan 23 September 22
Oktober 2008.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh keluarga yang ada di Kecamatan Babussalam
Kabupaten Aceh Tenggara, yang mempunyai satu atau lebih fasilitas sarana hygiene
dan sanitasi, seperti memiliki jamban, atau ketersediaan air bersih, limbah, tempat
sampah sebanyak 3283 keluarga.
50
51
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah yang sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu
keluarga yang memiliki sarana hygiene dan sanitasi, suami atau istri yang berusia di
atas 17 tahun dan bersedia untuk mengisi kuesioner.
Untuk menentukan besar sampel (sample size) dengan menggunakan rumus
uji proporsi satu sample dengan pengujian satu sisi (one tail) (Lameshow, et.al.,
1997):
{ Z 1-/2 Po(1-Po) + Z

1- Pa(1-Pa)}
n
=
(Pa Po)
2

{ 1,960 (0,45)(0,55) + 0,842 (0,60)(0,40) }
n =
(0,60 0,45)
2

86 orang
n =

Keterangan:
N = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z /2 = Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang diinginkan 95% yaitu: 1,960
Z = Kekuatan Uji (power of the test) 80% yaitu 0,842
Po = Proporsi adalah 70% sehingga Po = 0,70
Pa =
Proporsi yang tidak diharapkan yaitu lebih besar atau lebih kecil dari 6%
sehingga [Pa-Po] = 0,06.

Menurut Riduwan (2006) sampling kuota merupakan teknik penentuan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang
dikehendaki tercapai atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan tertentu dari peneliti.

52
Jumlah sampel minimal dari hasil perhitungan rumus adalah 86 keluarga.
Cara penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random
sampling), untuk memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi
dapat diambil menjadi sampel.
Jumlah sampel terpilih diambil dari 3 kemukiman dan setiap kemukiman
diambil 3 desa lagi dimana desa yang terpilih adalah dengan penduduk yang
terbanyak dibandingkan desa lainnya di kemukiman tersebut. Perhitungan jumlah
sampel untuk setiap desa adalah secara proporsional yaitu jumlah populasi dari setiap
desa dibagi dengan jumlah populasi secara keseluruhan dari 9 desa terpilih kemudian
dikalikan dengan jumlah sampel yang ditentukan dengan rumus perhitungan sampel.
Distribusi sampel per desa dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Distribusi Sampel yang Terpilih menurut Desa di Kecamatan
Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara

No Nama Kemukiman Nama Desa
Jumlah
Populasi
Jumlah sampel
1



2



3
Jaya Sakti



Selian



Dese

Perapat Hilir
Perapat Hulu
Kelurahan Kota

Batumbulan Asli
Terutung Pedi
Pulo Peding

Pulonas
Muara Lawe Bulan
Mbarung

650
334
1029

196
155
165

438
170
146

650/3283 x 86 = 17
334/3283 x 86 = 9
1029/3283 x 86 = 27
196/3283 x 86 = 5
155/3283 x 86 = 4
165/3283 x 86 = 4
438/3283 x 86 = 12
170/3283 x 86 = 4
146/3283 x 86 = 4
Jumlah 3283 86



53
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden
dengan menggunakan pedoman kuesioner yang mengacu pada variabel penelitian
yaitu faktor predisposition, enabling, reinforcing, dan perilaku hidup bersih
masyarakat. Data primer meliputi semua data yang termasuk dalam variabel
penelitian meliputi upaya promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan
oleh kader/petugas kesehatan menurut masyarakat, dan perilaku (tindakan)
masyarakat hidup bersih. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan kunjungan
ke rumah responden.

3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari Data Kantor Kelurahan/Kecamatan, Data
Puskesmas Kabupaten Aceh Tenggara, Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Tenggara.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Pada penelitian ini sebagai alat ukur sebelum kuesioner digunakan terlebih
dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Responden yang diambil untuk uji
coba adalah 15 orang responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan
karakteristik populasi sasaran survei di Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh
Tenggara.

54
Menurut Sutanto (2007) uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sangat
penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya
(akurat) apabila data yang dikumpulkan menggunakan alat pengukur yang
mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi. Pengujian hipotesis penelitian tidak
akan mengenai sasarannya, bilamana data yang dipakai untuk menguji hipotesis
adalah data yang tidak reliabel dan tidak menggambarkan secara tepat konsep yang
diukur (Singarimbun, 2006).
3.4.3.1. Uji Validitas
Uji validitas penelitian ini untuk mengetahui validitas suatu instrumen
(kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing
variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor
variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Dengan kata lain
bila r
hitung
lebih besar dari r
tabel
(r
hitung
> r
tabel
) maka variabel valid sebaliknya bila r

hitung
lebih kecil dari r
tabel
(r
hitung
< r
tabel
) artinya variabel tidak valid (Hastono, 2007).
Uji validitas dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah
itu diuji dengan menggunakan uji t. Rumus uji validitas (Hidayat, 2007)
R
hitung
=
( )( )
( ) { } ( ) { }
2 2 2 2
Y Y N X X N
Y X XY N



Setelah didapatkan nilai Rhitung, selanjutnya digunakan rumus uji t :
t
hitung
=
( )
( )
2
r 1
2 n r


Nilai t
tabel
, pada =0,05, dengan dk=n-5=10, maka t
tabel
= 1,812.

55
Tabel 3.2. Validitas Instrumen Penelitian

VALIDITAS No
Pertanyaan
t
Hitung
t
Tabel
Keputusan
1 2,187 1,812 Valid
2 3,076 1,812 Valid
3 2,187 1,812 Valid
4 4,269 1,812 Valid
5 2,159 1,812 Valid
6 1,829 1,812 Valid
7 2,159 1,812 Valid
8 2,975 1,812 Valid
9 2,182 1,812 Valid
10 4,220 1,812 Valid
11 6,899 1,812 Valid
12 4,461 1,812 Valid
13 1,873 1,812 Valid
14 4,266 1,812 Valid
15 3,887 1,812 Valid
16 2,442 1,812 Valid
17 2,561 1,812 Valid
18 3,670 1,812 Valid
19 3,805 1,812 Valid
20 2,733 1,812 Valid
21 2,883 1,812 Valid
22 2,676 1,812 Valid
23 2,547 1,812 Valid
24 2,184 1,812 Valid
25 2,416 1,812 Valid
26 1,961 1,812 Valid
27 6,086 1,812 Valid
28 2,941 1,812 Valid
29 2,199 1,812 Valid
30 4,435 1,812 Valid
31 2,691 1,812 Valid
32 2,622 1,812 Valid
33 2,147 1,812 Valid
34 7,563 1,812 Valid
35 3,117 1,812 Valid
36 2,234 1,812 Valid
37 7,370 1,812 Valid
38 2,184 1,812 Valid

56
VALIDITAS No
Pertanyaan
t
Hitung
t
Tabel
Keputusan
39 6,102 1,812 Valid
40 4,101 1,812 Valid
41 4,510 1,812 Valid
42 2,967 1,812 Valid
43 3,520 1,812 Valid

3.4.3.2. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu.
Pertanyaan-pertanyaan yang sudah valid secara bersama-sama diukur reliabilitasnya.
Untuk mengetahui reliabilitas caranya dengan membandingkan nilai r hasil dengan
nilai r tabel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hasil adalah nilai Cronbachs
Alpha. Ketentuannya adalah apabila nilai Cronbachs Alpha > r
tabel
(0,60) maka
pertanyaan tersebut reliabel (Hastono, 2007).
Berdasarkan hasil ujicoba kuesioner, dengan menggunakan SPSS Versi 15.00
pada reliability statistic menunjukkan bahwa nilai Cronbachs Alpha yaitu sebesar
0,804 > 0,60, hal ini dapat disimpulkan bahwa konstruk pertanyaan yang digunakan
dalam penelitian adalah reliable.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional
1. Metode adalah cara-cara dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam
setiap pelaksanaan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi, yaitu metode promosi
kesehatan individual, kelompok, maupun massal.

57
2. Materi adalah pesan-pesan kesehatan yang berkaitan dengan hygiene dan sanitasi
meliputi pemakaian air bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai
rumah, ventilasi, dan kesesuaian lantai rumah.
3. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden dengan
mendapatkan informasi dari petugas kesehatan yang mempromosikan kesehatan
hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih yang meliputi ketersediaan air bersih,
jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan kesesuaian
lantai rumah.
4. Sikap adalah sikap responden terhadap petugas kesehatan yang mempromosikan
kesehatan hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih yang meliputi ketersediaan
air bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan
kesesuaian lantai rumah.
3. Ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi adalah ada atau tidak tersedianya
fasilitas kesehatan yang mendukung perilaku hidup bersih, meliputi ketersediaan :
air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air limbah, penerangan, ventilasi,
lantai, dan ruangan rumah.
4. Informasi/pelatihan kesehatan adalah ada tidaknya masyarakat memperoleh atau
menerima informasi kesehatan atau pelatihan-pelatihan dari kader atau petugas
kesehatan tentang lingkungan sehat, praktek penyuluhan petugas kesehatan,
pelatihan pembuatan jamban, pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat
kesehatan, pembuangan air limbah, dan ventilasi rumah sehat.

58
5. Perilaku hidup bersih adalah perilaku masyarakat sehari-hari dalam kesehatan
hygiene dan sanitasi menyangkut perilaku hidup bersih meliputi pemakaian air
bersih, jamban, tempat sampah dan air limbah, lantai rumah, ventilasi, dan
kesesuaian lantai rumah.

3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran dilakukan pada setiap variabel penelitian baik variabel
independen maupun dependen.
3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas
1. Pengetahuan
Pengetahuan diukur dengan menilai jawaban dari setiap pertanyaan, kemudian
jumlah nilai jawaban dari semua pertanyaan yang diajukan dibagi dengan total
nilai jawaban tertinggi kemudian dipersentasekan. Jumlah pertanyaan untuk
pengetahuan ada 10 dan total nilai adalah 10. Menjawab ya nilai 1, menjawab
tidak nilai 0. Pengetahuan diukur dengan skala ordinal, dan dikategorikan
(Hidayat, 2007) :
a. Baik, jika jumlah skor nilai yang didapat bernilai 6-10
b. Kurang Baik, jika jumlah skor nilai yang didapat bernilai 0-5
2. Sikap
Pengukuran sikap dengan menggunakan skala Likert. Pertanyaan terdiri dari 3
kategori hasil ukur yaitu baik, dan kurang baik. Jumlah pertanyaan untuk sikap
ada 5 dan total nilainya 15 dengan pilihan jawaban sangat setuju (nilai 3), setuju

59
(nilai 2), dan tidak setuju (nilai 1). Nilai dari setiap jawaban dalam skala Likert
adalah :
a. Baik, jika nilai mencapai bernilai 11-15
b. Kurang Baik, jika nilai mencapai 5-10.
3. Ketersediaan sarana hygiene dan sanitasi
Mengukur ketersediaan hygiene dan sanitasi adalah dengan menyatakan ada atau
tidaknya fasilitas yang mendukung perilaku hidup bersih, meliputi ketersediaan
air bersih, jamban, tempat sampah, pengelolaan air limbah, penerangan, ventilasi,
lantai, dan ruangan rumah sebanyak 10 pertanyaan dengan pilihan jawaban ada
dan tidak ada. Menjawab Ya nilai 1, tidak nilai 0. Hasil ukur ketersediaan fasilitas
hygiene dan sanitasi adalah sebagai berikut :
a. Baik, jika nilai mencapai bernilai 6-10
b. Kurang baik, jika nilai mencapai 0-5
4. Informasi/pelatihan kesehatan
Informasi dan pelatihan kesehatan yang diperoleh keluarga dari kader / petugas
kesehatan, dengan menggunakan skala Guttman. Pertanyaan terdiri dari 2 kategori
hasil ukur yaitu pernah dan tidak pernah. Jumlah pertanyaan untuk variabel ini
ada 10 dan total nilainya 10. Nilai dari setiap jawaban dalam skala Guttman yaitu
bila responden menjawab pernah diberi skor 1 dan bila responden menjawab
tidak pernah diberi skor 0. Dari keseluruhan skor yang diperoleh responden,
informasi/pelatihan kesehatan yang diperoleh masyarakat dikategorikan :
a. Baik, jika nilai mencapai 6-10
b. Kurang baik, jika nilai mencapai 0-5

60
3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat
1. Perilaku Hidup Bersih
Perilaku hidup bersih meliputi perilaku responden dan keluarga dengan indikator
Perilaku Hidup Bersih. Jumlah pertanyaan untuk variabel ini ada 8 dan total
nilainya adalah 8. Pertanyaan menggunakan skala Guttman dengan pilihan
jawaban Ya dan Tidak. Jika responden menjawab Ya mendapatkan nilai 1, dan
menjawab tidak nilai 0. Kategori perilaku hidup sehat responden dikelompokkan
menjadi :
a. Baik, jika mendapatkan nilai 5-8
b. Kurang baik, jika mendapatkan nilai 0-4
Tabel 3.3. Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Variabel Indi
kator
Kategori Range
Total
Nilai
Alat Ukur
Skala
Ukur
Variabel Antara
Karakteristik
- Umur -Dewasa dini
-Dewasa Madya
-Dewasa lanjut
20-40 tahun
41-60 tahun
> 60 tahun
Wawancara /
Kuesioner
Ordinal
- Jenis Kelamin - Laki-laki
- Perempuan
- Laki-laki
- Perempuan
Wawancara /
Kuesioner
Nominal
- Pendidikan - - Dasar
- Menengah
- Tinggi
SD dan SMP
SMA
Diploma / Sarjana
- Wawancara /
kuesioner
Ordinal
Variabel Independen
Pengetahuan 10 -Baik
-Kurang baik
(6-10)
(0-5)
10 Wawancara/
Kuesioner
Ordinal

Sikap 5 -Baik
-Kurang baik
(11-15 )
(5 10)
15 Wawancara/
Kuesioner
Ordinal
Ketersediaan sarana
hygiene dan sanitasi
10 -Baik
-Kurang baik
(6-10)
(0-5)
10 Wawancara/
Kuesioner
Ordinal
Informasi/pelatihan
kesehatan
10 -Baik
-Kurang baik
(6-10)
(0-5)
10 Wawancara/
Kuesioner
Ordinal
Variabel Dependen
Perilaku Hidup Bersih 10 -Baik
-Kurang baik
(6-10)
(0-5)
10 Wawancara/
Kuesioner
Ordinal




61
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang paling
besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui faktor mana yang
paling dominan mempengaruhi perubahan perilaku bersih. Analisis dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu analisis univariat, bivariat, dan multivariat (Hastono, 2007).
a. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase masing-
masing variabel independen dan variabel dependen, sehingga dapat diketahui
pada kategori kecenderungan jumlah responden.
b. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel
independen dengan variabel dependen menggunakan uji statistik Chi-Square
dengan tingkat kemaknaan 95% (=0,05).
c. Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan Uji Regresi Logistik Ganda
untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang
dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Persamaan
regresi logistik ganda adalah sebagai berikut:
Y = +
1
X
1
+
2
X
2
+
3
X
3
+
4
X
4

Keterangan :
Y = Variabel dependen (perilaku hidup bersih)
= Konstanta regresi logistik

1
..
4
= Koefisien regresi logistik variabel penelitian
X
1
= Pengetahuan
X
2
= Sikap
X
3
= Ketersediaan sarana dan prasarana
X
4
= Informasi / pelatihan kesehatan
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1. Data Demografi Wilayah Penelitian
Kecamatan Babussalam merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh
Tenggara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah 53.948 Km
2

berbatasan dengan :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lawe Bulan
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bambel.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lawe Alas.
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Badar
Daerah Babussalam terdapat banyak perbukitan dan pegunungan, serta
dilintasi sungai-sungai yang merata di seluruh kelurahan, dan beriklim tropis dengan
dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Keadaan ini selain
menguntungkan karena menyebabkan suburnya tanah, juga sering mendatangkan
malapetaka berupa gempa, banjir, dan tanah longsor.
Jumlah desa / kelurahan di Kecamatan Babussalam sebanyak 27 desa/
kelurahan, dengan jumlah penduduk sebanyak 24.875 orang terdiri dari 5.355 kepala
keluarga (KK). Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 12.169 orang sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak
12.724 orang. Mayoritas penduduk beragama Islam dan bekerja sebagai petani /
pedagang.
62
63
4.1.2. Kegiatan Berkaitan Promosi Kesehatan di Kecamatan Babussalam
Usaha penyehatan lingkungan akan berhasil baik bila masyarakat turut
berperan secara aktif mulai dari penemuan masalah, perencanaan pembiayaan,
pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana. Terwujudnya peran serta aktif
masyarakat antara lain dipengaruhi oleh tingkat kemampuan, pengetahuan dan
kemauan masyarakat, dan kesungguhan petugas dalam melakukan pembinaan. Dalam
rangka peningkatan pengetahuan dan kemauan serta kemampuan masyarakat dalam
peningkatan kesehatan lingkungan, perlu dilakukan pelatihan bagi kader desa, agar
pembinaan kepada masyarakat dapat terorganisasi dengan baik. Promosi kesehatan
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, masyarakat mempunyai sikap yang
positif terhadap kesehatan lingkungan, mempunyai sarana hygiene dan sanitasi yang
baik, dengan mendapatkan dukungan informasi / pelatihan kesehatan dengan tujuan
masyarakat dapat berperilaku hidup bersih.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kecamatan Babussalam, kegiatan
yang dilakukan berkaitan dengan promosi kesehatan yaitu memberikan pelatihan dan
penyuluhan kepada kader terpadu tentang pembuatan jamban, penyediaan air bersih,
pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan rumah sehat. Untuk meningkatkan
kemampuan kader, dilakukan pelatihan secara berkala (3 bulan sekali) tetapi
terkadang dilakukan 6 bulan sekali tergantung dari pendanaan baik dari pemerintah
maupun dari donator (LSM).
Supervisor kabupaten, tenaga kesehatan terlatih, petugas kesehatan
lingkungan di dalam kegiatan promosi dan hygiene dan sanitasi telah melakukan
supervisi ke desa-desa pembinaan yang telah ditentukan. Setelah melakukan
supervisi, dilakukan rapat koordinasi antara lintas program, lintas sektoral dan

64
supervisor kabupaten dengan kader-kader yang terlatih dari desa untuk mengevaluasi
hasil pelatihan kader-kader tersebut dan aplikasi kegiatan di desa masing-masing.

4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang ditanyakan dalam penelitian ini meliputi umur,
jenis kelamin, dan pendidikan terakhir. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berumur 41-60 tahun sebanyak 69 orang (80,2%), paling
sedikit berumur >60 tahun sebanyak 3 orang (3,5%). Responden sebagian besar
adalah laki-laki sebanyak 63 orang (73,3%). Pendidikan responden sebagian besar
adalah SMA sebanyak 46 orang (53,5%), paling sedikit berpendidikan diploma/
sarjana sebanyak 3 orang (3,5%).
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Umur, Jenis
Kelamin, dan pendidikan) di Kecamatan Babussalam Kabupaten
Aceh Tenggara Tahun 2008

No Karakteristik Responden Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Umur
20-40 tahun 14 16,3
41-60 tahun 69 80,2
>60 tahun 3 3,5
Total 86 100,0
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 63 73,3
Perempuan 23 26,7
Total 86 100,0
3. Pendidikan
SD-SMP 37 43,0
SMA 46 53,5
Diploma-Sarjana 3 3,5
Total 86 100,0


65
4.2.2. Pengetahuan Tentang Hidup Bersih
Variabel pengetahuan tentang hidup bersih yang ditanyakan dalam penelitian
ini meliputi hal-hal apa saja yang diperoleh responden dari penyuluhan petugas
kesehatan yaitu informasi tentang kesehatan hidup bersih, manfaat air bersih
berhubungan dengan kesehatan diri dan lingkungan, kesehatan sanitasi dan higiene
lingkungan, syarat air rumah tangga yang bersih, syarat jamban yang sehat,
pembuangan air limbah rumah tangga, pengaturan air limbah, pembuangan sampah
yang baik, lantai rumah tangga yang baik, dan kesesuaian luas lantai dengan jumlah
penghuni. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mencerminkan, semakin banyak
responden mempunyai informasi mengindikasikan semakin baik pengetahuan
responden.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 86 responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang kesehatan hidup
bersih sehat dari petugas kesehatan sebanyak 58 orang (67,4%). Informasi tentang
manfaat penggunaan air bersih berhubungan dengan kesehatan diri / lingkungan juga
diperoleh sebagian besar responden sebanyak 51 orang (59,3%). Sebagian bear
responden memperoleh informasi tentang usaha meningkatkan kesehatan sanitasi dan
higiene lingkungan sebanyak 47 orang (54,7%). Informasi tentang syarat air rumah
tangga yang bersih didapat sebagian besar responden sebanyak 53 orang (61,6%).
Demikian juga informasi tentang syarat jamban yang sehat didapat sebagian besar
responden sebanyak 53 orang (61,6%). Informasi tentang pembuangan air limbah
yang baik diperoleh sebagian besar responden sebanyak 52 orang (60,5%). Sebagian
besar responden mendapatkan informasi tentang pengaturan air limbah sebanyak 46

66
orang (53,5%). Sebagian besar informasi tempat pembuangan sampah yang baik
didapat responden sebanyak 47 orang (54,7%). Informasi tentang lantai rumah tangga
yang baik didapat sebagian besar responden dari petugas kesehatan sebanyak 45
orang (52,3%). Informasi tentang luas lantai yang sesuai dengan jumlah penghuni
diperoleh sebagian besar responden sebanyak 60 orang (69,8%).
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan yang
Diperoleh Dari Petugas Kesehatan di Kecamatan Babussalam 2008

Jawaban
Ya Tidak No Indikator
Jlh % Jlh %
1 Mendapatkan informasi tentang kesehatan hidup
bersih dari petugas kesehatan

58

67,4

28

32,6
2 Mendapatkan informasi tentang manfaat dari
penggunaan air bersih berhubungan dengan
kesehatan diri/lingkungan


51


59,3


35


40,7
3 Mendapatkan informasi tentang usaha kesehatan
sanitasi dan higiene lingkungan

47

54,7

39

45,3
4 Mendapatkan informasi tentang syarat untuk air
rumah tangga yang bersih

53

61,6

33

38,4
5 Mendapatkan informasi tentang syarat jamban
yang sehat

53

61,6

33

38,4
6 Mendapatkan informasi tentang pembuangan air
limbah rumah tangga yang baik

52

60,5

34

39,5
7 Mendapatkan informasi tentang pengaturan air
limbah

46

53,5

40

46,5
8 Mendapatkan informasi tentang tempat
pembuangan sampah yang baik

47

54,7

39

45,3
9 Mendapatkan informasi tentang lantai rumah
tangga yang baik

45

52,3

41

47,7
10 Mendapatkan informasi tentang luas lantai yang
sesuai dengan jumlah penghuni

60

69,8

26

30,2
Berdasarkan perhitungan jawaban responden untuk kategori pengetahuan
tentang hidup bersih menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden
dalam kategori kurang baik sebanyak 53 orang (61,6%), dan yang berpengetahuan
baik sebanyak 33 orang (38,4%).

67
Tabel 4.3. Kategori Responden Berdasarkan Pengetahuan yang Diperoleh Dari
Petugas Kesehatan di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Pengetahuan Hidup Bersih Jumlah Persentase
1. Baik 33 38,4
2. Kurang Baik 53 61,6
Jumlah 86 100

4.2.3. Sikap Terhadap Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi

Sikap terhadap promosi kesehatan hygiene dan sanitasi tentang hidup bersih
yang ditanyakan dalam penelitian ini yaitu sikap responden mengenai penyampaian
informasi yang diulang-ulang, petugas kesehatan memberikan dorongan pada
masyarakat, memberikan informasi dengan mendatangi warga, penyampaian
informasi menggunakan media yang canggih, dan memantau lingkungan masyarakat
dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dengan
penyampaian informasi yang berulang-ulang sebanyak 33 orang (38,4%). Sebagian
besar responden setuju bahwa petugas kesehatan harus mendorong masyarakat
menjaga kebersihan lingkungan sebanyak 38 orang (44,2%). Sebagian besar
responden menyatakan tidak setuju jika petugas kesehatan memberikan informasi
hanya mendatangi warga dengan lingkungan yang kurang baik saja sebanyak 34
orang (39,5%). Sebagian besar responden setuju bahwa dalam penyampaian
informasi petugas kesehatan menggunakan media yang canggih sebanyak 50 orang
(58,1%). Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju petugas kesehatan
memberi sanksi pada masyarakat yang tidak menjaga kebersihan lingkungan.

68
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Sikap Terhadap Petugas
Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi di Kecamatan Babussalam
Tahun 2008

Jawaban
Sangat
Setuju
Setuju
Tidak
setuju
No Indikator
Jlh % Jlh % Jlh %
1 Petugas kesehatan memberikan informasi
pada masyarakat tentang kesehatan
lingkungan dilakukan berulang-ulang.


22


25,6


31


36,0


33


38,4
2 Petugas kesehatan memberi dorongan pada
masyarakat untuk selalu menjaga
kebersihan lingkungan


27


31,4


38


44,2


21


24,4
3 Petugas kesehatan memberikan informasi
dengan mendatangi warga dengan
lingkungan yang kurang baik saja.


32


37,2


20


23,3


34


39,5
4 Petugas kesehatan memberikan informasi
menggunakan media yang canggih.

20

23,3

50

58,1

16

18,6
5 Petugas kesehatan memberi sanksi pada
masyarakat yang tidak menjaga kebersihan
lingkungan


25


29,1


28


32,6


33


38,4

Berdasarkan perhitungan sikap responden terhadap promosi kesehatan
hygiene dan sanitasi lingkungan tentang hidup bersih menunjukkan bahwa sebagian
besar sikap responden kurang baik sebanyak 50 orang (58,1%), yang bersikap baik
sebanyak 36 orang (41,9%).

Tabel 4.5. Kategori Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Promosi
Kesehatan Hygiene dan Sanitasi di Kabupaten Babussalam Tahun
2008

No. Sikap Jumlah Persen
1. Baik 36 41,9
2. Kurang Baik 50 58,1
Jumlah 86 100


69
4.2.4. Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana)
Ketersediaan sarana dan prasarana dimaksud adalah ketersediaan fasilitas
yang menunjang kebersihan lingkungan meliputi sumber air bersih, jamban, tong
sampah (pembuangan sampah), pembakaran sampah, penampungan air bersih,
pembuangan air limbah, letak penampungan air bersih, ventilasi, lantai rumah, dan
luas ruangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden
menunjukkan bahwa sebagian besar menggunakan sumber air bersih dari PAM
sebanyak 65 orang (75,6%). Ketersediaan jamban / WC sebagian besar ada di dalam
rumah sebanyak 55 orang (64,0%). Sebagian besar di rumah responden tersedia tong
sampah (tempat pembuangan sampah) sebanyak 48 orang (55,8%). Pembakaran
sampah sebagian besar juga terdapat di rumah / halaman responden sebanyak 52
orang (60,5%). Tempat penampungan air bersih responden sebagian besar tertutup
sebanyak 50 orang (58,1%). Sebagian besar responden menggunakan saluran tertutup
untuk pembuangan air limbah kotor sebanyak 49 orang (57,0%). Tempat
penampungan air bersih responden sebagian besar terdapat di dalam rumah sebanyak
51 orang (59,3%). Sebagian besar rumah responden mempunyai ventilasi udara yang
cukup sebanyak 55 orang (64,0%). Lantai rumah responden sebagian besar terbuat
dari semen/keramik sebanyak 52 orang (60,5%). Ruang kamar tidur di rumah
responden sebagian dihuni paling banyak 2 orang dan sebagian lagi dihuni lebih dari
2 orang masing-masing sebanyak 43 orang (50,0%).

70
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Enabling
(Ketersediaan Sarana dan Prasarana) di Kecamatan Babussalam Tahun
2008

Jawaban
Ya Tidak No Indikator
Jlh % Jlh %
1 Penggunaan sumber air bersih dari air ledeng /
PAM
65 75,6 21 24,4
2 Tersedia jamban / WC di dalam rumah 55 64,0 31 36,0
3 Tersedia tong sampah (tempat pembuangan
sampah)
48 55,8 38 44,2
4 Terdapat tempat pembakaran sampah di sekitar
rumah.
52 60,5 34 39,5
5 Tempat penampungan air bersih menggunakan
tutup
50 58,1 36 41,9
6 Pembuangan air limbah menggunakan saluran
tertutup.
49 57,0 37 43,0
7 Penampungan air bersih di dalam rumah. 51 59,3 35 40,7
8 Memiliki ventilasi / lubang angin yang cukup 55 64,0 31 36,0
9 Lantai rumah terbuat dari semen/tegel/ keramik 52 60,5 34 39,5
10 Ruang kamar tidur dihuni paling banyak oleh 2
orang
43 50,0 43 50,0

Berdasarkan perhitungan ketersediaan sarana dan prasarana responden di
Kabupaten Babussalam menunjukkan bahwa sebagian besar dalam kategori kurang
baik sebanyak 48 orang (55,8%), dan paling sedikit dalam kategori baik sebanyak 38
orang (44,2%).
Tabel 4.7. Kategori Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana dan
Prasarana di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No.
Ketersediaan Sarana dan
Prasarana
Jumlah Persen
1. Baik 38 44,2
2. Kurang Baik 48 55,8
Jumlah 86 100


71
4.2.5. Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan)
Pengukuran reinforcing (informasi / pelatihan kesehatan) dilakukan dengan
menanyakan pada responden mengenai informasi kesehatan yang diperoleh secara
langsung dari kader/petugas kesehatan, penyuluhan tentang lingkungan sehat,
penyuluhan menggunakan pesan bergambar, informasi tentang kesehatan
lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih, pelatihan pembuatan jamban,
pelatihan pembuatan sumur yang memenuhi syarat kesehatan, pelatihan
pembuangan air limbah, pelatihan tentang pentingnya ventilasi, pemberian brosur-
brosur kesehatan, petugas/kader kesehatan menanyakan masalah di tempat tinggal /
rumah warga.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi
kesehatan secara langsung dari kader/ petugas kesehatan sebanyak 76 orang (88,4%).
Sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang lingkungan sehat
dari kader/petugas kesehatan sebanyak 59 orang (68,6%). Menurut sebagian besar
responden, penyuluhan dilakukan dengan menggunakan gambar-gambar sebanyak 44
orang (51,2%). Sebagian besar responden pernah mendapatkan informasi tentang
kesehatan lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih sebanyak 45 orang
(52,3%). Responden sebagian besar pernah mendapatkan pelatihan dari petugas
kesehatan tentang pembuatan jamban sebanyak 58 orang (67,4%). Sebagian besar
responden pernah mendapatkan pelatihan tentang pembuatan sumur gali yang

72
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 56 orang (65,1%). Sebagian besar responden
pernah mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pembuangan air
limbah sebanyak 53 orang (61,6%). Sebagian besar responden tidak pernah
mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pentingnya ventilasi untuk
rumah sehat sebanyak 45 orang (52,3%). Sebagian besar responden menyatakan
pernah mendapatkan brosur-brosur kesehatan mengenai kesehatan lingkungan dari
kader kesehatan sebanyak 50 orang (58,1%). Menurut sebagian besar responden,
kader/petugas kesehatan pernah menanyakan tentang masalah yang ada di rumah
responden sebanyak 50 orang (58,1%).

73
Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Faktor Reinforcing
(Informasi / Pelatihan Kesehatan) di Kecamatan Babussalam Tahun
2008

Jawaban
Pernah Tidak pernah No Indikator
Jlh % Jlh %
1 Mendapatkan informasi kesehatan secara
langsung dari kader/ petugas kesehatan

76

88,4

10

11,6
2 Mendapatkan informasi tentang lingkungan sehat
dari kader/petugas kesehatan

59

68,6

27

31,4
3 Petugas kesehatan memberikan penyuluhan atau
pesan menggunakan gambar-gambar

44

51,2

42

48,8
4 Mendapatkan informasi tentang kesehatan
lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih

45

52,3

41

47,7
5 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan jamban.

58

67,4

28

32,6
6 Mendapatkan pelatihan tentang pembuatan
sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan.

56

65,1

30

34,9
7 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuangan air limbah.

53

61,6

33

38,4
8 Mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pentingnya ventilasi untuk rumah sehat.

41

47,7

45

52,3
9 Mendapatkan brosur-brosur kesehatan mengenai
kesehatan lingkungan dari kader kesehatan

50

58,1

36

41,9
10 Petugas / kader menanyakan masalah yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan tempat
tinggal Anda


50


58,1


36


41,9

Berdasarkan perhitungan informasi / pelatihan kesehatan di Kabupaten
Babussalam menunjukkan bahwa responden dengan kategori baik dan kurang baik
masing-masing dengan jumlah yang sama yaitu 43 orang (50,0%).
Tabel 4.9. Kategori Responden Berdasarkan Informasi / Pelatihan Kesehatan
di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Informasi/Pelatihan Kesehatan Jumlah Persen
1. Baik 43 50,0
2. Kurang Baik 43 50,0
Jumlah 86 100


74
4.2.6. Perilaku Hidup Bersih
Pengukuran perilaku hidup bersih dengan menanyakan pada responden
mengenai jaminan pemeliharaan kesehatan (seperti Askeskin, JPKM), penggunaan
air bersih, menggunakan jamban/WC, pembuangan sampah rumah tangga,
pembuangan air limbah, kebersihan lantai, ventilasi rumah, dan kesesuaian jumlah
ruang dalam rumah dengan jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 86 responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak membersihkan rumah dan
membakar sampah setiap hari sebanyak 51 orang (59,3%). Responden sebagian
besar menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari sebanyak 66 orang
(76,7%). Sebagian besar menggunakan jamban / WC keluarga sebanyak 55 orang
(64,0%). Responden sebagian besar tidak membuang sampah di tempat tong
sampah tertutup sebanyak 52 orang (60,5%). Sebagian besar membuang limbah
melalui saluran pembuangan air limbah sebanyak 47 orang (54,7%). Sebanyak 46
orang (53,5%) menyatakan menyapu lantai rumah minimal 2 x sehari. Sebanyak
65 orang (75,6%) menyatakan menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar
masuknya udara. Dan sebanyak 53 responden (61,6%) menyatakan bahwa jumlah
ruangan dalam rumah tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga (penghuni
rumah). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

75
Tabel 4.10.Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Perilaku Hidup Bersih di
Kecamatan Babussalam Tahun 2008

Jawaban
Ya Tidak No Indikator
Jlh % Jlh %
1 Anda membersihkan rumah dan membakar
sampah setiap hari.

35

40,7

51

59,3
2 Menggunakan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

66

76,7

20

23,3
3 Menggunakan jamban keluarga 55 64,0 31 36,0
4 Membuang sampah rumah tangga di tempat
tong sampah tertutup.

34

39,5

52

60,5
5 Membuang air limbah melalui saluran
pembuangan air limbah.

47

54,7

39

45,3
6 Menyapu lantai rumah Anda minimal 2 x
sehari.

46

53,5

40

46,5
7 Menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar
masuknya udara.

65

75,6

21

24,4
8 Jumlah ruang dalam rumah sesuai dengan
jumlah anggota keluarga.

33

38,4

53

61,6


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perilaku hidup bersih
responden dalam kategori kurang baik sebanyak 47 orang (54,7%), dan berperilaku
baik sebanyak 39 orang (45,3%).
Tabel 4.11. Kategori Responden Berdasarkan Perilaku Hidup Bersih di
Kabupaten Babussalam Tahun 2008

No. Perilaku Hidup Bersih Jumlah Persen
1 Baik 39 45,3
2 Kurang baik 47 54,7
Jumlah 86 100



76
4.3. Analisa Bivariat
Pada analisa bivariat ini dilakukan untuk menghubungkan masing-masing
variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengolahan data disajikan pada
tabel silang dan disertakan nilai dari uji chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pengetahuan
responden, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada responden yang
berpengetahuan baik sebanyak 28 orang (84,8%), responden yang berpengetahuan
kurang baik, perilakunya juga kurang baik sebanyak 42 orang (79,2%). Hasil uji
statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan responden dengan perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.
Berdasarkan sikap responden terhadap petugas kesehatan hygiene dan sanitasi
lingkungan tentang hidup bersih menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang
baik sebagian besar pada responden yang mempunyai sikap baik sebanyak 33 orang
(91,7%), responden yang bersikap kurang baik, perilakunya juga kurang baik
sebanyak 44 orang (88,0%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara sikap responden dengan perilaku hidup bersih,
nilai probabilitas (p) = 0,000.
Faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) yang dimiliki responden
menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada responden
yang mempunyai sarana dan prasarana baik sebanyak 33 orang (86,8%), responden
dengan sarana dan prasarana yang kurang baik, perilakunya juga kurang baik
sebanyak 42 orang (87,5%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan

77
ada hubungan yang signifikan antara faktor enabling (ketersediaan sarana dan
prasarana) dengan perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.
Faktor reinforcing (informasi dan pelatihan kesehatan) yang didapat
responden menunjukkan bahwa, perilaku hidup bersih yang baik sebagian besar pada
responden yang mendapatkan informasi dan pelatihan kesehatan dengan baik
sebanyak 36 orang (83,7%), responden yang kurang mendapatkan informasi /
pelatihan kesehatan kurang baik, perilakunya juga kurang baik sebanyak 40 orang
(93,0%). Hasil uji statisik dengan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara faktor reinforcing (informasi dan pelatihan kesehatan) dengan
perilaku hidup bersih, nilai probabilitas (p) = 0,000.
Tabel 4.12. Tabulasi Silang Antara Variabel Independen Dengan Variabel
Dependen di Kabupaten Babussalam Tahun 2008

Perilaku Hidup Bersih
Baik Kurang Baik
Jumlah
Variabel
Jlh % Jlh % Jlh %
p
Pengetahuan
Baik
Kurang Baik

28
11

84,4
20,8

5
45

15,2
79.2

33
53

100
100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
0,000
Sikap
Baik
Kurang Baik

33
6

91,7
12,0

3
44

8,3
88,0

36
50

100
100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
0,000
Faktor Enabling
Baik
Kurang Baik

33
6

86,8
12,5

5
42

13,2
87,5

38
48

100
100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
0,000
Faktor Reinforcing
Baik
Kurang Baik

36
3

83,7
7,0

7
40

16,3
93,0

43
43

100
100
Total 39 45,3 47 54,7 86 100
0,000


78
4.4. Analisis Multivariat
Untuk menghubungkan hubungan variabel independen dengan variabel
dependen secara bersamaan dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji
regresi logistik ganda (multiple logistic regression) untuk mencari faktor yang paling
dominan terhadap perilaku hidup bersih, melalui beberapa langkah yaitu :
1. Melakukan analisa pada model deskriptif pada setiap variabel dengan tujuan
untuk mengestimasi peranan variabel masing-masing.
2. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel
yang dipilih atau yang dianggap signifikan yaitu variabel yang mempunyai nilai
p kurang dari 0,05 (p<0,05).
3. Setelah diidentifikasi variabel yang signifikan, selanjutnya dilakukan pengujian
secara bersamaan dengan metode enter untuk mengidentifikasi faktor paling
dominan yang berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih pada nilai p <0,05 dan
dimasukkan dalam metode persamaan regresi logistik berganda.
Dalam penelitian ini terdapat 4 variabel yang diduga berpengaruh terhadap
perilaku hidup bersih yaitu pengetahuan, sikap, faktor enabling (ketersediaan sarana
dan prasarana), dan faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan). Tahap
selanjutnya keempat variabel ini dimasukkan sebagai kandidat model untuk dilakukan
analisis multivariate.
Dalam pemodelan ini seluruh variabel kandidat dimasukkan secara bersama-
sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p-value >0,05 akan dikeluarkan secara
bertahap (backward selection). Dari hasil uji regresi logistik tahap pertama
menunjukkan bahwa variabel yang harus dikeluarkan karena mempunyai nilai
signifikan >0,05 yaitu variabel pengetahuan, seperti terlihat pada Tabel berikut ini.

79
Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Pertama yang Akan
Masuk Dalam Model

Variabel B Sig. Exp()
Pengetahuan
Sikap
Faktor enabling (ketersediaan sarana prasarana)
Faktor reinforcing (informasi /pelatihan kesehatan)
Constant
-0,165
3,395
4,030
3,650
-14,678
0,442*
0,020
0,003
0,006
0,000
0,312
29,722
56,249
38,487
0,000
* = Dikeluarkan secara bertahap

Berdasarkan uji regresi tahap pertama, maka 3 variabel yang mempunyai nilai
signifikan <0,05 yaitu sikap, faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana), dan
faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) dimasukkan sebagai kandidat
model untuk uji regresi logistik tahap kedua. Dari uji logistik tahap kedua terlihat
bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih
dalam masyarakat adalah faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) sebesar
37,318. Nilai Exp() ini bermakna bahwa dengan ketersediaan sarana dan prasarana
yang baik maka masyarakat akan berperilaku hidup bersih menjadi semakin kuat
37 kali dibandingkan jika sarana dan prasarana tidak tersedia.
Tabel 4.14. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Tahap Kedua

Variabel B Sig. Exp()
Sikap
Faktor enabling (ketersediaan sarana prasarana)
Faktor reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan)
Constant
2,637
3,619
3.429
-14,450
0,010
0,002
0,005
0,000
13,972
37,318
30,832
0,000
Overall percentage : 93,0%





80
Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh
pengetahuan, ketersediaan sarana dan prasarana, dan informasi/pelatihan kesehatan
terhadap perilaku hidup bersih sebesar 93,0% (overall percentage 93,0%), sedangkan
7,0% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Dari hasil regresi logistik ganda tahap kedua di atas diperoleh hasil model
persamaan regresi logistik yaitu :
Y = -14,450 + 2,637
(sikap)
+ 3,619
(ketersediaan sarana prasarana
)

+

3,429
(informasi/pelatihan kesehatan)
Ini menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih masyarakat akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya sikap, ketersediaan sarana prasarana, dan
informasi/pelatihan kesehatan dari tenaga kesehatan.


BAB 5
PEMBAHASAN

Promosi kesehatan merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk
mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka
masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan
mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya,
dan sebagainya).
Pada penelitian ini, untuk mengetahui upaya promosi kesehatan hygiene dan
sanitasi oleh kader / petugas kesehatan dalam perubahan perilaku masyarakat di
Kecamatan Babussalam sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka
kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan perilaku tersebut.
Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan
determinan (faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri). Menurut Green, perilaku
ini ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu predisposition factor (pengetahuan
masyarakat, sikap masyarakat), enabling factor (ketersediaan sarana dan prasarana),
dan reinforcing factor (informasi / pelatihan kesehatan yang diperoleh masyarakat
dari kader / petugas kesehatan). Sedangkan hasil dari promosi kesehatan dengan
mengidentifikasi perilaku hidup bersih masyarakat.




81
82
5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Perilaku Hidup Bersih
Pada hakikatnya promosi atau pendidikan kesehatan suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan
harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau
individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik.
Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.
Atau dengan kata lain bahwa dengan adanya promosi kesehatan diharapkan dapat
membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan masyarakat (Notoatmodjo,
2007).
Promosi kesehatan hygiene dan sanitasi yang dilakukan oleh kader / petugas
kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan
informasi tentang hidup bersih, manfaat air bersih, kesehatan sanitasi dan hygiene
lingkungan, syarat air rumah tangga, syarat jamban sehat, pembuangan air limbah,
sampah, dan kondisi rumah (luas lantai, dan ruangan). Promosi kesehatan yang
berkaitan dengan kesehatan lingkungan tersebut merupakan usaha-usaha untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya masalah gangguan kesehatan masyarakat.
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari pengalaman maupun informasi
yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,
media poster, buku petunjuk, dari kerabat dekat, dari petugas kesehatan, dan lain-lain.
Dengan semakin banyaknya informasi yang diterima, maka pengetahuannya juga
akan semakin bertambah sehingga dapat merubah perilaku yang tidak baik menjadi
perilaku yang baik.

83
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 61,6% masyarakat
mempunyai pengetahuan yang kurang baik tentang hidup bersih. Hal ini berarti masih
banyak masyarakat yang belum mendapatkan informasi / materi tentang kesehatan
hygiene dan sanitasi dari kader/petugas kesehatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan
belum dapat menjangkau seluruh masyarakat secara merata karena metode yang
dilakukan dalam pemberian informasi pada masyarakat menggunakan metode
promosi kelompok dalam skala kelompok kecil (kurang dari 15 orang), sehingga
pengetahuan masyarakat tentang materi yang disampaikan berbeda-beda tergantung
daya tangkapnya. Pelaksanaan promosi kesehatan dengan skala kecil ini disebabkan
pekerjaan masyarakat yang berbeda-beda sehingga untuk menentukan waktu kegiatan
yang sama sulit dilakukan. Kendala lain yang menyebabkan kurang baiknya
pengetahuan masyarakat yaitu terdapat 43% masyarakat yang berpendidikan dasar
(SD/SMP) sehingga dalam menyerap informasi yang diberikan oleh kader/petugas
kesehatan belum optimal.
Berdasarkan uji regresi logistik menunjukkan bahwa pengetahuan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku hidup bersih dengan nilai p=0,442
namun pada uji bivariat (chi-square) menunjukkan hubungan yang bermakna. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Timisela (2007),
yang melakukan penelitian pada karyawan Dinas Kesehatan Propinsi Papua yang
mendapati bahwa tingkat pengetahuan karyawan tentang PHBS memiliki keterkaitan
dengan perilaku karyawan terhadap PHBS. Demikian juga dengan hasil penelitian

84
yang dilakukan oleh Sunawi (2003), yang meneliti tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat di Desa Pekiringan Ageng Kabupaten Pekalongan mendapatkan hasil bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dengan praktek PHBS (p=0,001).
Promosi kesehatan yang dilaksanakan kader dengan memberikan informasi-
informasi tentang hygiene dan sanitasi, cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan
kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-
pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran masyarakat, dan akhirnya akan
menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu.
Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memang memakan waktu yang lama,
tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran
mereka sendiri (bukan karena paksaan).
Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor predisposisi
(pengetahuan) dilakukan dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan dan
penyuluhan kesehatan. Tujuan kegiatan ini memberikan atau meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, sehingga akan memudahkan terjadinya
perilaku sehat pada masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, pengetahuan yang
diperoleh masyarakat tidak berpengaruh terhadap perilaku hidup bersihnya.

5.2. Pengaruh Sikap Terhadap Perilaku Hidup Bersih
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 58,1% masyarakat
mempunyai sikap yang kurang baik (negatif). Pada Tabel 4.12 terlihat bahwa

85
masyarakat dengan sikap yang baik mempunyai perilaku hidup bersih yang baik,
sedangkan masyarakat dengan sikap yang kurang baik mempunyai perilaku yang
kurang baik pula. Sikap yang baik (positif) merupakan pendapat atau penilaian
seseorang yang baik terhadap promosi kesehatan yang diberikan oleh kader/petugas
kesehatan tentang hygiene dan sanitasi, dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
Sikap masyarakat yang kurang baik (negatif) yaitu banyak masyarakat yang
tidak menginginkan informasi yang diberikan oleh kader / petugas kesehatan
dilakukan berulang-ulang, karena hal tersebut membosankan. Dengan pemberian
informasi yang berulang-ulang masyarakat merasa bahwa itu akan membuang-buang
waktu mereka. Menurut kader/petugas kesehatan, pemberian informasi yang
berulang-ulang tersebut agar masyarakat dapat mengingat dan melakukan tindakan
sesuai perilaku hidup bersih, karena informasi yang diberikan secara berulang dan
terus menerus akan memudahkan masyarakat untuk mengingatnya. Namun, dengan
indikasi bahwa masyarakat tidak menginginkan informasi yang berulang-ulang, maka
petugas berupaya memberikan informasi dengan singkat dan jelas sehingga informasi
yang diberikan mampu mengubah sikap masyarakat menjadi positif terhadap hygiene
dan sanitasi..
Masyarakat juga tidak setuju kalau kader/petugas kesehatan lebih sering
mendatangi masyarakat dengan lingkungan yang kurang baik saja. Mereka
menginginkan bahwa kader/petugas kesehatan memberikan informasi secara
menyeluruh dan sama rata pada warga masyarakat sehingga informasi yang diperoleh

86
tentang hygiene dan sanitasi pada tingkatan yang sama pula. Masyarakat juga
mengharapkan jika ada bantuan dari pemerintah untuk kepentingan kesehatan
diberikan pada seluruh warga masyarakat.
Berdasarkan uji multivariat menggunakan regresi logistik terlihat bahwa sikap
masyarakat berhubungan secara signifikan dengan perilaku hidup bersih (p=0,010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Timisela (2007), yang mendapati bahwa
sikap karyawan Dinas Kesehatan Papua tentang PHBS memiliki keterkaitan dengan
perilaku karyawan tentang PHBS. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan
oleh Mau (2007), yang meneliti promosi kesehatan pada siswa SMU mendapati
bahwa ada pengaruh yang bermakna dalam peningkatan sikap siswa SMU setelah 2
bulan diberikan promosi kesehatan dengan metode peer education.
Sikap masyarakat yang negatif muncul karena dipengaruhi oleh konsep diri
(self concept). Menurut Notoatmodjo (2005) self concept ditentukan oleh tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan terhadap diri sendiri, terutama
bagaimana keinginan memperlihatkan diri kepada orang lain. Apabila orang lain
melihat diri positif dan menerima apa yang dilakukan, maka akan menerima perilaku
tersebut. Tetapi apabila orang lain mempunyai sikap (berpandangan) negatif terhadap
perilaku diri, dalam jangka waktu yang lama, maka akan merasa suatu keharusan
untuk melakukan perubahan perilaku.
Kegiatan promosi kesehatan yang ditujukan kepada faktor predisposisi (sikap)
dalam bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan dan penyuluhan kesehatan

87
dengan mengharapkan sikap warga menjadi positif dan melakukan perubahan
perilaku menjadi lebih baik. Upaya promosi kesehatan dengan sikap yang positif ini
dimaksudkan untuk meluruskan tradisi-tradisi, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai,
dan sebagainya yang tidak kondusif (keliru) dapat berubah menjadi berperilaku
sehat.

5.3. Pengaruh Faktor Enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana) Terhadap
Perilaku Hidup Bersih
Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan dalam
mewujudkan perilaku hidup sehat masyarakat yaitu faktor pendukungnya (enabling
factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan
pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktik tentang
kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. Setelah dilakukan
pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang, ternyata faktor
pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat. Misalnya, meskipun kesadaran dan pengetahuan orang atau masyarakat
tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi apabila tidak didukung oleh fasilitas, yaitu
tersedianya jamban sehat, air bersih, makanan yang bergizi, fasilitas imunisasi,
pelayanan kesehatan dan sebagainya maka mereka sulit untuk mewujudkan perilaku
tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo di atas, dimana
faktor enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor yang dominan
mempengaruhi masyarakat dalam perilaku hidup bersih. Dengan uji regresi logistik,

88
faktor enabling berpengaruh secara signifikan (p=0,002) dan mampu memprediksi
perubahan perilaku masyarakat Kecamatan Babussalam sebesar 37,318. Ini
menunjukkan bahwa jika sarana dan prasarana kesehatan tersedia maka perilaku
hidup bersih akan dilakukan oleh masyarakat, demikian juga sebaliknya, jika sarana
dan prasarana kesehatan tidak tersedia maka perilaku kesehatan masyarakat juga
buruk. Perilaku hidup bersih dapat menjadi suatu kebiasaan yang baik jika
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, misalnya adanya tong sampah di
setiap rumah penduduk, maka masyarakat akan mempunyai kebiasaan membuang
sampah di tong sampah tersebut, dan kebersihan rumah akan terjaga.
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat di Kecamatan
Babussalam sebanyak 55,8% dalam kategori kurang baik. Dari 10 pertanyaan yang
diajukan menunjukkan bahwa sebanyak 50% ruang kamar tidur dihuni paling banyak
oleh 2 orang, dibandingkan dengan 9 indikator lainnya yang mempunyai persentase
lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga masyarakat Kecamatan
Babussalam tergolong banyak.
Pada Tabel 4.12. terlihat bahwa masyarakat dengan ketersediaan sarana dan
prasarana yang baik perilaku hidup bersihnya baik, sedangkan masyarakat dengan
ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang baik, perilakunya juga kurang baik.
Ini mengindikasikan bahwa perilaku yang baik ditunjang oleh ketersediaan sarana
dan prasarana kesehatan, seperti penggunaan sumber air bersih, tersedianya jamban,
tersedia tong sampah, mempunyai tempat pembakaran sampah, menutup tempat
penampungan air bersih, air limbah mempunyai septictank, rumah memiliki

89
ventilasi, lantai terbuat dari semen/tegel/keramik, dan lebar ruangan terhadap jumlah
anggota keluarga seimbang.
Fasilitas, sarana, prasarana yang mendukung ikut berperan serta untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap saja belum
menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk
memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Dari segi kesehatan masyarakat,
agar masyarakat mempunyai perilaku sehat, harus terakses (terjangkau) sarana dan
prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan dalam masyarakat tidak terlepas
dari peran serta kader/petugas kesehatan dalam promosi kesehatan yang
menganjurkan agar masyarakat selalu memperhatikan hygiene dan sanitasi
lingkungan seperti syarat rumah sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian Raule (2004),
yang menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perilaku hidup
bersih tatanan rumah tangga di Kelurahan Sindulang Manado menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara ketersediaan prasarana kesehatan dengan perilaku
hidup bersih masyarakat.
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di masyarakat dapat dilakukan
dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan merupakan upaya
atau proses yang dilakukan oleh kader/petugas kesehatan untuk menumbuhkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi,
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan. Harapan dari ketersediaan
sarana dan prasarana ini yaitu dengan timbulnya kemampuan masyarakat di bidang

90
kesehatan berarti masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, mampu
mewujudkan kemauan atau niat kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan atau
perilaku hidup sehat.
Masyarakat yang sudah bisa mencukupi sarana, prasarana, fasilitas atau dana
untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku kesehatan, berarti telah
mempunyai kemampuan untuk hidup sehat. Masyarakat yang telah mampu
memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan sarana atau prasarana kesehatan adalah
masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan. Dalam upaya penyediaan sarana dan
prasarana ini pemerintah Kecamatan Babussalam memberikan bantuan di beberapa
desa, yaitu penyediaan air bersih, dan tempat pengumpulan / tong sampah yang dapat
digunakan secara bersama-sama.

5.4. Pengaruh Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan) Terhadap
Perilaku Hidup Bersih
Menurut Hassan (2005), untuk meningkatkan kesehatan dan perilaku
masyarakat, faktor reinforcing (informasi / pelatihan) dari petugas kesehatan
merupakan hal penting dilakukan. Pelatihan memiliki tujuan penting untuk
meningkatkan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan program secara
keseluruhan. Upaya pelatihan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang
baik bagi masyarakat. Dengan memberikan pelatihan, dapat meyakinkan masyarakat
bahwa dengan mempelajari sesuatu yang diyakini pasti mengandung manfaat; proses
belajar dapat memberikan keterampilan, dan apabila keterampilan tersebut semakin
sering dipraktikkan, akan semakin tinggi tingkat keterampilannya.

91
Petugas kesehatan sebagai pendorong bagi perubahan perilaku masyarakat di
Kecamatan Babussalam masih dirasakan kurang oleh masyarakat. Terlihat dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang mendapatkan informasi/pelatihan
dari kader/petugas kesehatan dengan baik sama besar dengan yang kurang baik yaitu
50%. Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa masyarakat yang mendapatkan pelatihan dengan
baik maka perilaku hidup bersih juga baik, demikian juga sebaliknya, masyarakat
dengan kategori kurang baik maka perilaku hidup bersih juga kurang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunawi
(2003), mendapati hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pelatihan
(dukungan) tenaga kesehatan dengan praktek PHBS (p=0,000). Demikian juga
penelitian yang dilakukan oleh Raule (2004), menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara dukungan dari tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan dengan
perilaku hidup bersih masyarakat.
Informasi/pelatihan yang merupakan faktor reinforcing bagi perilaku hidup
bersih menjadi hal penting dalam perubahan perilaku masyarakat, untuk itu promosi
kesehatan yang paling tepat yaitu dengan memberikan penyuluhan/pelatihan secara
langsung tentang lingkungan sehat, syarat hidup bersih, rumah sehat, menggunakan
media yang mudah dipahami masyarakat disertai gambar-gambar dalam bentuk
brosur-brosur / leaflet. Tujuan utama dari pelatihan ini yaitu agar sikap dan perilaku
kader/petugas kesehatan dapat menjadi teladan, contoh, atau acuan bagi masyarakat
tentang hidup sehat (berperilaku hidup sehat).

92
Dalam upaya promosi kesehatan hygiene dan sanitasi ini diharapkan peran
serta pemerintah baik pusat maupun daerah mengeluarkan peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan kesehatan hygiene dan sanitasi agar dapat menunjang perilaku
hidup sehat bagi masyarakat, misalnya peraturan tentang pembuatan sumur gali,
Gerakan Jumat Bersih, penghijauan, pemeliharaan ternak, dan lain-lain. Menurut
Notoatmodjo (2007), cara tersebut di atas dalam perubahan perilaku masyarakat
adalah dengan cara dipaksakan kepada masyarakat sehingga mau melakukan
(berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini akan menghasilkan perilaku yang
cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena
perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
Mengubah perilaku kesehatan masyarakat dilakukan petugas kesehatan
dengan usaha promotif dan preventif sesuai dengan paradigma sehat. Usaha promotif
yang dilakukan oleh kader/ petugas kesehatan yaitu dengan memberikan informasi
dengan penyuluhan pada masyarakat tentang kebersihan lingkungan, dan penyakit
yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Sedangkan usaha pencegahan (preventif)
dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang pencegahan demam berdarah,
pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan, pembuatan jamban,
pembuangan air limbah yang baik, dan menanyakan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kesehatan lingkungan masyarakat.
Masyarakat di Kecamatan Babussalam dengan kehidupan yang masih
agamais, peran tenaga kesehatan dalam merubah perilaku masyarakat belum
mendapat perhatian yang besar, dibandingkan dengan kepemimpinan seorang ustad /

93
ulama. Masyarakat masih menjunjung tinggi peran ustad/ulama yang menjadi sosok
panutan, sehingga menurut penulis, ustad/ulama perlu dilibatkan dan mengambil
peran yang lebih besar dalam mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih.
Demikian juga halnya dengan tokoh masyarakat yang disegani oleh warga
masyarakat, dapat ikut berpartisipasi dalam mengubah perilaku masyarakat.

5.5. Perilaku Hidup Bersih Masyarakat
Perilaku hidup bersih merupakan upaya untuk memberdayakan anggota
masyarakat agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Melalui perilaku hidup
bersih, masyarakat diharapkan dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri,
terutama dalam tatanan masing-masing atau dapat menerapkan cara-cara hidup bersih
dan sehat dengan menjaga dan memelihara kesehatannya.
Menurut Depkes (2006), indikator PHBS di rumah tangga adalah sebagai
berikut : 1)Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan; 2) Bayi diberi ASI saja
sejak lahir sampai berusia 6 bulan; 3) Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan;
4)Ketersediaan air bersih; 5)Ketersediaan jamban; 6)Kesesuaian luas lantai dengan
jumlah penghuni; 7)Lantai rumah bukan dari tanah. Menurut (Entjang, 2000), hygiene
dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan
ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, yaitu dengan meningkatkan
lingkungan yang berguna.



94
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar perilaku hidup bersih responden
dalam kategori kurang baik (54,7%), dan selebihnya dalam kategori berperilaku baik
(45,3%). Hasil ini menggambarkan bahwa promosi yang dilakukan oleh kader / ketua
kesehatan belum mampu mengubah secara signifikan perilaku hidup bersih
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif.
Perilaku yang kurang baik masyarakat berkaitan dengan hygiene dan sanitasi
yaitu kebiasaan masyarakat (baik anak-anak maupun orang tua) buang air besar
(BAB) di sungai sehingga mengotori dan mencemari sumber air. Disamping sebagai
tempat BAB, sungai juga dijadikan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, seperti mandi, mencuci, dan lain-lain. Untuk itu, promosi yang dilakukan
berkaitan dengan perilaku hidup bersih yaitu dengan mengutamakan pemberian
informasi pada keluarga / rumah tangga. Keluarga atau rumah tangga adalah unit
masyarakat terkecil, oleh sebab itu untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat
harus dimulai di masing-masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai terbentuk
perilaku-perilaku masyarakat. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan sasaran utama
dalam promosi kesehatan pada tatanan ini. Karena orang tua, terutama ibu,
merupakan peletak dasar perilaku dan terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak.
Keterbatasan penelitian PHBS dalam penelitian ini hanya indikator perilaku
hidup bersih dan sehat yang berkaitan hygiene dan sanitasi lingkungan. Indikator
perilaku hidup bersih yang termasuk ke dalam lingkungan yaitu ketersediaan air
bersih, jamban keluarga, tempat sampah, pengelolaan air limbah, lantai rumah,
ventilasi, dan kesesuaian luas lantai dengan penghuni dan lantai rumah.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam analisis data dan
pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel sikap, enabling (ketersediaan sarana dan prasarana), dan faktor
reinforcing (informasi/pelatihan kesehatan) berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap perilaku hidup bersih dengan p<0,05.
2. Dari tiga variabel yang berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih, variabel
enabling (ketersediaan sarana dan prasarana) merupakan faktor yang paling
dominan mempengaruhi perilaku hidup bersih sebesar 37,318.
3. Seluruh model yang diteliti dapat menjelaskan sebesar 93,0% terhadap perilaku
hidup bersih masyarakat.

6.2. Saran-Saran
1. Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dan unsur terkait :
a. Menyediakan sarana dan prasarana kesehatan untuk menunjang perilaku
hidup bersih seperti saringan air bersih, jamban sederhana, dan tong
sampah di tempat-tempat umum.
b. Melakukan promosi kesehatan hygiene dan sanitasi di berbagai
kesempatan pertemuan sehingga kesehatan lingkungan dan perilaku hidup
bersih dapat diterima secara sadar oleh setiap individu dalam masyarakat.
95


96
2. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara :
a. Berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dalam
pengadaan sarana dan prasarana yang menunjang perilaku hidup bersih
masyarakat.
b. Melakukan pelatihan berkala kepada petugas higiene dan sanitasi untuk
menciptakan tenaga yang profesional.
c. Memberikan reward atau penghargaan kepada masyarakat yang
melakukan perilaku hidup bersih dengan baik dan dapat dijadikan contoh
atau teladan bagi masyarakat lainnya. Juga memberikan penghargaan dan
insentif kepada kader/petugas kesehatan terbaik agar dapat menjadi
motivasi bagi kader/petugas kesehatan lainnya.
3. Kepada Kader / Petugas Kesehatan
a. Melakukan Gerakan Jumat Bersih, penghijauan, dan melakukan promosi
kesehatan dengan menyesuaikan sosial budaya setempat.
b. Melibatkan tokoh agama dalam upaya promosi kesehatan agar tujuan
dapat lebih mudah dicapai, dengan melakukan kegiatan secara rutin dan
menyesuaikan waktu penyuluhan dengan kegiatan masyarakat sehari-hari.





DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, A, 2002, Psikologi Sosial, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta.
Chandra, B., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, Editor Palupi Widyastuti,
Cetakan I, EGC, Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 1987, Posyandu, Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat.
________, 2000, Modul Pelatihan Peningkatan PSM Pengorganisasi dan
Pengembangan Masyarakat, Seri PSM No. 27, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
_________, 2002, Menggerakkan Kegiatan Masyarakat di Bidang Kesehatan,
Pedoman Kader Pembangunan Kesehatan Masyarakat Perkotaan,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
_________, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1202/MENKES/SK/VIII/2003, Jakarta.

Dinas Kesehatan Aceh Tenggara, 2007, Profil Kesehatan Aceh Tenggara. Pemerintah
Kabupaten Aceh Tenggara, Kutacane.

Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2006, Profil Kesehatan
Naggroe Aceh Darussalam. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Banda Aceh.

Entjang, I., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Kedua, Citra Aditya Bakti,
Bandung
Green, L. W. dan Marshall Kreuter, 2005. Health Program Planning : an Educational
and Ecological Approach, New York: Published by McGraw-Hill, a Business
Unit of The McGraw-Hill Companies Inc., USA.
Gunawan, S., 2007, Peran Kader Kesehatan dalam Program Imunisasi, Direktorat
Epim Depkes RI, Jakarta.
97
98
Hassan, A., 2005, pendekatan Sistem Sosial Suatu Kerangka Analisis Promosi
Kesehatan, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta.
Hasibuan, M., 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketujuh, Bumi
Aksara, Jakarta.
______, 2007, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Edisi
Pertama, Salemba Medika, Jakarta.
Hastono, S.P., 2007, Analisis Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Jakarta.
Karo-Karo, S., 1999, Kader Superstar Baru dalam Dunia Kesehatan, Majalah
Kesehatan No. 72, Jakarta.
Krianto, T, 2005, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Promosi Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta
Mangkunegara, A.A.A.P, 2005, Evaluasi Kinerja SDM, Cetakan Pertama, Refika
Aditama, Jakarta.
Mantra I.B. 1997, Kader Tenaga Harapan Masyarakat, Proyek Pengembangan
Penyuluhan Gizi, Jakarta.
Mau, D.T, 2007, Promosi Kesehatan Dengan Metode Peer Education Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Siswa Dalam Upaya Pencegahan Penularan
HIV/AIDS di Kabupaten Belu-NTT, Abstrak, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
McKenzi, J.F, Robert R.P, Jerome E.K, 2007, Kesehatan Masyarakat : Suatu
Pengantar, Edisi 4, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
______, 2003, Ilmu Kesehatan dan Perilakuu Masyarakat, Edisi I, Cetakan Kedua,
Rineka Cipta, Jakarta.
______, 2005, Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi, Cetakan Kedua, Rineka
Cipta, Jakarta.
______, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Cetakan Pertama, Rineka Cipta,
Jakarta.
Nugroho, B.A. 2005, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS,
Andi, Yogyakarta.



99
Pratomo, H, 2005, Aplikasi Advokasi Dalam Promosi Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta.
Priatna, D.S., 2007, Sudah Mendapat Perhatian, Namun Belum Menjadi Prioritas,
Majalah Percik, Oktober 2007.
Rachmat, H.H., 2004, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,
Kebijakan, Perencanan dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Raule, R., 2004, Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih
Tatanan Rumah Tangga di Kelurahan Sindulang, Manado.
Riduwan, 2005, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Cetakan Kedua,
Bandung, Alfabeta.
Sanjaya, B., Albertus H., 2006, Panduan Penelitian, Cetakan Kedua, Prestasi
Pustakarya, Jakarta.
Singarimbun, M., 2006, Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, Bumi Aksara,
Jakarta.
Sudjana, 2003, Matode Statistika, Cetakan Keenam, Edisi V, Tarsito, Bandung.
Suharjo, B., 2008, Analisis Regresi Terapan Dengan SPSS, Cetakan Kedua, Graha
Ilmu, Jakarta.
Sunawi, T., 2003, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Desa Pekiringan Ageng
Kabupaten Pekalongan, Semarang.
Sutanto, S. 2007, Metodologi Penelitian, Cetakan Ketiga, Alfabeta, Bandung.
Timisela, A., 2007, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada
Karyawan Dinas Kesehatan Propinsi Papua, Asbtrak, Program Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.



Lampiran 1.

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH FAKTOR PREDISPOSITION, ENABLING, DAN REINFORCING
PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH
MASYARAKAT DI KECAMATAN BABUSSALAM KABUPATEN ACEH
TENGGARA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TAHUN 2008


NOMOR RESPONDEN :
A. WILAYAH/DESA : .................................................................
B. PUSKESMAS : .................................................................
C. TANGGAL WAWANCARA : .................................................................
D. WAKTU / PUKUL : .................................................................














PETUNJUK
1. Jawablah pertanyaan yang diajukan pada Saudara dengan sebenar-benarnya,
sesuai dengan apa yang diketahui dan apa yang Saudara lakukan.
2. Apapun jawaban saudara tidak mempengaruhi Saudara akan tetapi jawaban
yang benar sangat diperlukan dalam penelitian ini.
3. Partisipasi Saudara sangat diperlukan untuk mendukung kelancaran penelitian
ini yang ke depannya diharapkan bermanfaat bagi pencapaian program
Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi

I. Identitas Responden

1. Umur :.
2. Jenis kelamin :..
3. Pendidikan Terakhir :.

100
101
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan apa yang Saudara Lakukan, kriteria dengan memberi
jawaban Ya dan Tidak

II. Pengetahuan Yang Didapat dari Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
Skor
1 Apakah ibu/bapak/saudara mendapatkan informasi
tentang kesehatan hidup bersih dan sehat dari petugas
kesehatan

2 Apakah anda mendapatkan informasi tentang manfaat
dari penggunaan air bersih berhubungan dengan
kesehatan diri/ lingkungan dari petugas kesehatan

3 Apakah anda mendapatkan informasi tentang usaha
untuk meningkatkan kesehatan sanitasi dan higiene
lingkungan dari petugas kesehatan

4 Apakah anda mendapatkan informasi tentang Syarat
untuk air rumah tangga yang bersih dari petugas
kesehatan

5 Apakah anda mendapatkan informasi tentang syarat
jamban yang sehat dari petugas kesehatan

6 Apakah anda mendapatkan informasi tentang
pembuangan air limbah rumah tangga yang baik dari
petugas kesehatan

7 Apakah anda mendapatkan informasi tentang
pengaturan air limbah dari petugas kesehatan

8 Apakah anda mendapatkan informasi tentang tempat
pembuangan sampah yang baik dari petugas
kesehatan

9 Apakah anda mendapatkan informasi tentang lantai
rumah tangga yang baik dari petugas kesehatan

10 Apakah anda mendapatkan informasi tentang luas
lantai yang sesuai dengan jumlah penghuni dari
petugas kesehatan


102
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan sikap Saudara, dengan memberi jawaban :
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), dan TS (Tidak Setuju).

III. Sikap Terhadap Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi Tentang Hidup
Bersih

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS
Skor
1 Petugas kesehatan memberikan informasi
pada masyarakat tentang kesehatan
lingkungan dilakukan berulang-ulang.

2 Petugas kesehatan memberi dorongan pada
masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan

3 Petugas kesehatan memberikan informasi
dengan mendatangi warga dengan lingkungan
yang kurang baik saja.

4 Petugas kesehatan memberikan informasi
menggunakan media yang canggih.

5 Petugas kesehatan memberi sanksi pada
masyarakat yang tidak menjaga kebersihan
lingkungan


IV. Faktor enabling (Ketersediaan Sarana dan Prasarana)

Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
Skor
1. Apakah Anda menggunakan sumber air bersih dari air
ledeng / PAM?

2. Apakah di rumah Anda tersedia jamban / WC ?
3. Apakah di rumah Anda tersedia tong sampah (tempat
pembuangan sampah)?

4. Apakah di rumah anda terdapat tempat pembakaran
sampah ?


103
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
Skor
5. Apakah tempat penampungan air bersih anda
menggunakan tutup ?

6. Apakah di tempat tinggal Anda pembuangan air
limbah menggunakan septictank ?

7. Apakah penampungan air bersih di dalam rumah?
8. Apakah rumah anda memiliki ventilasi / lubang angin
yang cukup?

9. Apakah lantai rumah anda terbuat dari semen/tegel/
keramik ?

10. Apakah ruang kamar tidur di rumah anda dihuni
paling banyak oleh 2 orang?


V. Faktor Reinforcing
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan keadaan Saudara, kriteria dengan memberi jawaban P
(Pernah) dan TP (Tidak Pernah)
Jawaban
No Pernyataan
P TP
Skor
1. Anda atau anggota keluarga di rumah mendapatkan
informasi kesehatan secara langsung dari kader/
petugas kesehatan ?

2. Anda mendapatkan informasi tentang lingkungan
sehat dari kader/petugas kesehatan ?

3. Petugas kesehatan memberikan penyuluhan atau
pesan menggunakan gambar-gambar pada Anda?

4. Anda pernah mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan tentang kesehatan lingkungan yang
memenuhi syarat hidup bersih

5. Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan jamban.

6. Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuatan sumur gali yang memenuhi syarat
kesehatan.


104
Jawaban
No Pernyataan
P TP
Skor
7 Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pembuangan air limbah.

8 Anda mendapatkan pelatihan dari petugas kesehatan
tentang pentingnya ventilasi untuk rumah sehat.

9 Anda mendapatkan brosur-brosur kesehatan
mengenai kesehatan lingkungan dari kader kesehatan

10 Petugas / kader menanyakan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan lingkungan tempat tinggal Anda ?



VI. Perilaku Hidup Bersih
Berilah tanda checklist () pada kolom pilihan jawaban yang tersedia di sebelah
pertanyaan sesuai dengan keadaan saudara, kriteria dengan memberi jawaban Ya dan
Tidak
Jawaban
No Pernyataan
Ya Tidak
Skor
1. Anda membersihkan rumah dan membakar sampah
setiap hari.

2. Anda menggunakan air bersih untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.

3. Anda dan keluarga menggunakan jamban keluarga
4. Anda membuang sampah rumah tangga di tempat
tong sampah tertutup.

5. Anda membuang air limbah melalui saluran
pembuangan air limbah.

6. Anda menyapu lantai rumah Anda minimal 2 x
sehari.

7. Anda menggunakan ventilasi rumah sebagai keluar
masuknya udara yang paling utama.

8. Jumlah ruang dalam rumah sesuai dengan jumlah
anggota keluarga.



105
KUESIONER PENELITIAN UNTUK KADER


Faktor Reinforcing (Informasi / Pelatihan Kesehatan)

a. Apakah Anda memberikan informasi hygiene dan sanitasi pada masyarakat?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Anda memberikan penyuluhan tentang lingkungan sehat kepada
keluarga?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah Anda memberikan penyuluhan menggunakan pesan-pesan bergambar?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah Anda memberikan informasi kepada masyarakat tentang kesehatan
lingkungan yang memenuhi syarat hidup bersih
a. Ya b. Tidak
5. Apakah memberikan pelatihan dari petugas kesehatan tentang pembuatan
jamban?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Anda memberikan pelatihan tentang pembuatan sumur gali yang
memenuhi syarat kesehatan kepada masyarakat ?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda memberikan pelatihan tentang pembuangan air limbah pada
masyarakat ?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda memberikan pelatihan tentang pentingnya ventilasi untuk rumah
sehat pada masyarakat ?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah anda membagikan brosur-brosur kesehatan mengenai kesehatan
lingkungan kepada warga masyarakat.
a. Ya b. Tidak
10. Apakah dalam selalu menanyakan masalah yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan tempat tinggal warga ?
a. Ya b. Tidak


106

Tabel Frekuensi

umur
14 16.3 16.3 16.3
69 80.2 80.2 96.5
3 3.5 3.5 100.0
86 100.0 100.0
20-40 tahun
41-60 tahun
>60 tahun
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


jenis kelamin
23 26.7 26.7 26.7
63 73.3 73.3 100.0
86 100.0 100.0
perempuan
laki-laki
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


pendidikan
37 43.0 43.0 43.0
46 53.5 53.5 96.5
3 3.5 3.5 100.0
86 100.0 100.0
SD-SMP
SMA
Dipl-Sarjana
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-1
28 32.6 32.6 32.6
58 67.4 67.4 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



107
Pengetahuan-2
35 40.7 40.7 40.7
51 59.3 59.3 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-3
39 45.3 45.3 45.3
47 54.7 54.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-4
33 38.4 38.4 38.4
53 61.6 61.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-5
33 38.4 38.4 38.4
53 61.6 61.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-6
34 39.5 39.5 39.5
52 60.5 60.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



108
Pengetahuan-7
40 46.5 46.5 46.5
46 53.5 53.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-8
39 45.3 45.3 45.3
47 54.7 54.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-9
41 47.7 47.7 47.7
45 52.3 52.3 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


Pengetahuan-10
26 30.2 30.2 30.2
60 69.8 69.8 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


pengetahuan
33 38.4 38.4 38.4
53 61.6 61.6 100.0
86 100.0 100.0
Baik
Kurang Baik
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



109
sikap-1
33 38.4 38.4 38.4
31 36.0 36.0 74.4
22 25.6 25.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak setuju
setuju
sangat setuju
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


sikap-2
21 24.4 24.4 24.4
38 44.2 44.2 68.6
27 31.4 31.4 100.0
86 100.0 100.0
Tidak setuju
setuju
sangat setuju
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


sikap-3
34 39.5 39.5 39.5
20 23.3 23.3 62.8
32 37.2 37.2 100.0
86 100.0 100.0
Tidak setuju
setuju
sangat setuju
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


sikap-4
16 18.6 18.6 18.6
50 58.1 58.1 76.7
20 23.3 23.3 100.0
86 100.0 100.0
Tidak setuju
setuju
sangat setuju
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



110
sikap-5
33 38.4 38.4 38.4
28 32.6 32.6 70.9
25 29.1 29.1 100.0
86 100.0 100.0
Tidak setuju
setuju
sangat setuju
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


sikap
36 41.9 41.9 41.9
50 58.1 58.1 100.0
86 100.0 100.0
Baik
Kurang Baik
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-1
21 24.4 24.4 24.4
65 75.6 75.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-2
31 36.0 36.0 36.0
55 64.0 64.0 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-3
38 44.2 44.2 44.2
48 55.8 55.8 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



111
enabling-4
34 39.5 39.5 39.5
52 60.5 60.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-5
36 41.9 41.9 41.9
50 58.1 58.1 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-6
37 43.0 43.0 43.0
49 57.0 57.0 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-7
35 40.7 40.7 40.7
51 59.3 59.3 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-8
31 36.0 36.0 36.0
55 64.0 64.0 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



112
enabling-9
34 39.5 39.5 39.5
52 60.5 60.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling-10
43 50.0 50.0 50.0
43 50.0 50.0 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


enabling
38 44.2 44.2 44.2
48 55.8 55.8 100.0
86 100.0 100.0
Baik
Kurang Baik
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-1
10 11.6 11.6 11.6
76 88.4 88.4 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-2
27 31.4 31.4 31.4
59 68.6 68.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



113
reinforcing-3
42 48.8 48.8 48.8
44 51.2 51.2 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-4
41 47.7 47.7 47.7
45 52.3 52.3 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-5
28 32.6 32.6 32.6
58 67.4 67.4 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-6
30 34.9 34.9 34.9
56 65.1 65.1 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-7
33 38.4 38.4 38.4
53 61.6 61.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



114
reinforcing-8
45 52.3 52.3 52.3
41 47.7 47.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-9
36 41.9 41.9 41.9
50 58.1 58.1 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing-10
36 41.9 41.9 41.9
50 58.1 58.1 100.0
86 100.0 100.0
Tidak pernah
Pernah
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


reinforcing
43 50.0 50.0 50.0
43 50.0 50.0 100.0
86 100.0 100.0
Baik
Kurang Baik
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-1
51 59.3 59.3 59.3
35 40.7 40.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



115
PHBS-2
20 23.3 23.3 23.3
66 76.7 76.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-3
31 36.0 36.0 36.0
55 64.0 64.0 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-4
52 60.5 60.5 60.5
34 39.5 39.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-5
39 45.3 45.3 45.3
47 54.7 54.7 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-6
40 46.5 46.5 46.5
46 53.5 53.5 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent



116
PHBS-7
21 24.4 24.4 24.4
65 75.6 75.6 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS-8
53 61.6 61.6 61.6
33 38.4 38.4 100.0
86 100.0 100.0
Tidak
Ya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent


PHBS
39 45.3 45.3 45.3
47 54.7 54.7 100.0
86 100.0 100.0
Baik
Kurang Baik
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent








117
Tabel Silang

pengetahuan * PHBS Crosstabulation
28 5 33
84.8% 15.2% 100.0%
32.6% 5.8% 38.4%
11 42 53
20.8% 79.2% 100.0%
12.8% 48.8% 61.6%
39 47 86
45.3% 54.7% 100.0%
45.3% 54.7% 100.0%
Count
% within pengetahuan
% of Total
Count
% within pengetahuan
% of Total
Count
% within pengetahuan
% of Total
Baik
Kurang Baik
pengetahuan
Total
Baik Kurang Baik
PHBS
Total


Chi-Square Tests
33.710
b
1 .000
31.173 1 .000
36.271 1 .000
.000 .000
33.318 1 .000
86
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 table
a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.
97.
b.



118
sikap * PHBS Crosstabulation
33 3 36
91.7% 8.3% 100.0%
38.4% 3.5% 41.9%
6 44 50
12.0% 88.0% 100.0%
7.0% 51.2% 58.1%
39 47 86
45.3% 54.7% 100.0%
45.3% 54.7% 100.0%
Count
% within sikap
% of Total
Count
% within sikap
% of Total
Count
% within sikap
% of Total
Baik
Kurang Baik
sikap
Total
Baik Kurang Baik
PHBS
Total


Chi-Square Tests
53.600
b
1 .000
50.433 1 .000
61.131 1 .000
.000 .000
52.976 1 .000
86
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 table
a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.
33.
b.


enabling * PHBS Crosstabulation
33 5 38
86.8% 13.2% 100.0%
38.4% 5.8% 44.2%
6 42 48
12.5% 87.5% 100.0%
7.0% 48.8% 55.8%
39 47 86
45.3% 54.7% 100.0%
45.3% 54.7% 100.0%
Count
% within enabling
% of Total
Count
% within enabling
% of Total
Count
% within enabling
% of Total
Baik
Kurang Baik
enabling
Total
Baik Kurang Baik
PHBS
Total


119

Chi-Square Tests
47.297
b
1 .000
44.345 1 .000
52.713 1 .000
.000 .000
46.747 1 .000
86
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 table
a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.
23.
b.


reinforcing * PHBS Crosstabulation
36 7 43
83.7% 16.3% 100.0%
41.9% 8.1% 50.0%
3 40 43
7.0% 93.0% 100.0%
3.5% 46.5% 50.0%
39 47 86
45.3% 54.7% 100.0%
45.3% 54.7% 100.0%
Count
% within reinforcing
% of Total
Count
% within reinforcing
% of Total
Count
% within reinforcing
% of Total
Baik
Kurang Baik
reinforcing
Total
Baik Kurang Baik
PHBS
Total



120
Chi-Square Tests
51.093
b
1 .000
48.044 1 .000
58.508 1 .000
.000 .000
50.499 1 .000
86
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
a
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 table
a.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.
50.
b.



121
Regresi Logistik Tahap I

Case Processing Summary
86 100.0
0 .0
86 100.0
0 .0
86 100.0
Unweighted Cases
a
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Selected Cases
Unselected Cases
Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.
a.


Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
Baik
Kurang Baik
Internal Value


Block 0: Beginning Block

Classification Table
a,b
0 39 .0
0 47 100.0
54.7
Observed
Baik
Kurang Baik
PHBS
Overall Percentage
Step 0
Baik Kurang Baik
PHBS
Percentage
Correct
Predicted
Constant is included in the model.
a.
The cut value is .500
b.


Variables in the Equation
.187 .217 .742 1 .389 1.205 Constant Step 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)



122
Variables not in the Equation
33.710 1 .000
53.600 1 .000
47.297 1 .000
51.093 1 .000
67.233 4 .000
pengetahuan
sikap
enabling
reinforcing
Variables
Overall Statistics
Step
0
Score df Sig.


Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients
90.552 4 .000
90.552 4 .000
90.552 4 .000
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square df Sig.


Model Summary
27.924
a
.651 .871
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
a.


Classification Table
a
36 3 92.3
3 44 93.6
93.0
Observed
Baik
Kurang Baik
PHBS
Overall Percentage
Step 1
Baik Kurang Baik
PHBS
Percentage
Correct
Predicted
The cut value is .500
a.



123
Variables in the Equation
-1.165 1.514 .592 1 .442 .312
3.392 1.463 5.378 1 .020 29.722
4.030 1.359 8.794 1 .003 56.249
3.650 1.318 7.665 1 .006 38.487
-14.678 3.669 16.001 1 .000 .000
pengetahuan
sikap
enabling
reinforcing
Constant
Step
1
a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: pengetahuan, sikap, enabling, reinforcing.
a.





124
Regresi Logistik Tahap 2

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients
89.918 3 .000
89.918 3 .000
89.918 3 .000
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square df Sig.


Model Summary
28.558
a
.649 .867
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
a.


Classification Table
a
36 3 92.3
3 44 93.6
93.0
Observed
Baik
Kurang Baik
PHBS
Overall Percentage
Step 1
Baik Kurang Baik
PHBS
Percentage
Correct
Predicted
The cut value is .500
a.


Variables in the Equation
2.637 1.030 6.561 1 .010 13.972
3.619 1.178 9.439 1 .002 37.318
3.429 1.220 7.892 1 .005 30.832
-14.450 3.452 17.519 1 .000 .000
sikap
enabling
reinforcing
Constant
Step
1
a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: sikap, enabling, reinforcing.
a.

Anda mungkin juga menyukai