Anda di halaman 1dari 16

PAPER

HEALTH BELIEVE MODEL

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ANTROPOLOGI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Safari Hasan, S.IP,MMRS

Disusun Oleh :

1. Cindy Fatika Sari 10820003


2. Fitri Nur Azizah 10820006
3. Fathan Ahmad Zidhane 10820004
4. Kharisma Martha D.P 10820011

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2020/2021
6.1 PENDAHULUAN

Keadaan sehat merupakan keadaan yang dibutuhankan semua manusia.


Kesehatan atau keadaan sehat terdiri dari keadaan sehat secara jiwa maupun
sehat secara raga. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009, sehat adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Keadaan sehat tidak hanya berarti tidak dideritanya suatu penyakit atau
kelemahan tetapi juga merupakan keadaan yang memungkinkan seseorang
untuk hidup dengan sejahtera (WHO, 1948).

Keadaan sehat memungkinkan manusia hidup sejahtera didapat ketika


manusia memiliki keinginan dan upaya untuk tetap berada pada keadaan sehat
tersebut. Di dalam perjalanannya setiap manusia memiliki persepsinya masing-
masing memandang definisi sehat secara menyeluruh meliputi pula persepsi
mengenai ancaman yang dapat mengganggu keadaan sehat tersebut. Beberapa
ahli telah mengemukakan beberapa teori yang mendefinisikan persepsi manusia
mengenai keadaan sehat, bagaimana cara mereka mewujudkannya, dan
bagaimana mereka memandang suatu ancaman yang dapat mengancam
kesehatannya.

Selaras dengan upaya manusia mempertahankan keadaan sehat, rumah


sakit merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran utama membantu
manusia untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut. Rumah sakit diharapkan
dapat memahami persepsi, keinginan, dan kebutuhan masyarakat secara
menyeluruh agar dapat memberikan pelayanan sesuai yang diharapkan oleh
manusia atau masyarakat pada umumnya. Pada makalah akan dipaparkan
salah satu konsep mengenai bagimana persepsi manusia memandang keadaan
sehat dan bagaimana manusia memandang suatu ancaman yang dapat
mengancam kesehatannya, yaitu teori Health Belief Model yang dapat digunakan
rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya.

6.2 PENGERTIAN HEALTH BELIEF MODEL

Health Belief Model atau HBM merupakan sebuah teori psikologi yang
berupaya menjelaskan dan memprediksi perilaku sehat dengan berfokus pada
sikap dan keyakinan individu. Konsep dasar dari teori HBM adalah bahwa
perilaku menjaga kesehatan ditentukan oleh persepsi personal individu untuk
memahami suatu penyakit dan strategi-strategi yang tersedia untuk
menghentikan kemunculan penyakit tersebut. HBM juga merupakan integrasi dari
tiga teori tentang pembentukan perilaku yaitu stimulus-response theory, cognitive
theory, dan value expectation theory (Janz, Champion, & Strecher, 2002 dalam
Purwodiharjo O.M & Suryani A.O, 2020).

Stimulus-response theory melihat bahwa individu akan memunculkan,


mengubah, menghilangkan atau mempertahankan perilakunya berdasarkan
konsekuensi dari aksi atau tindakan yang diambilnya. Perubahan pada perilaku
dikendalikan oleh persepsinya sendiri tentang konsekuensi tersebut, sejauh
mana konsekuensinya itu berperan sebagai reinforcement, punishment, atau
reward baginya. Cognitive theory menekankan teorinya pada peran hipotesis
atau harapan subyektif individu yang berasal dari persepsi, sikap, ataupun
keinginan individu. Di sini dijelaskan bahwa kita lebih baik mempengaruhi
persepsi atau harapan individu saat kita ingin mengubah perilaku seseorang
daripada kita melakukan intervensi secara langsung terhadap perilakunya.
Selanjutnya yaitu value expectation theory yang melihat bahwa perilaku manusia
muncul sebagai hasil perkalian antara nilai dari konsekuensi yang ditimbulkan
dari perilaku tersebut dengan estimasi kemungkinan munculnya konsekuensi
tersebut. Ketiga dasar teori tersebutlah yang kemudian menjadi dasar dari health
belief model..

Dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan, integrasi dari ketiga teori


tersebut hendak menunjukkan bahwa perilaku terkait keadaan sehat dibentuk
oleh keinginan seseorang untuk menghindari penyakit dan juga keyakinannya
mengenai perilaku kesehatan yang dapat membuatnya mencapai situasi bebas
dari penyakit atau berada dalam keadaan sehat (Glanz, Rimer, & Viswanath,
2008). Health Belief Model digunakan untuk menggambarkan kepercayaan
individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan
perilaku sehat yaitu dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan
fasilitas kesehatan. HBM ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku
kesehatan preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan
penyakit akut dan kronis (Purwodiharjo O.M & Suryani A.O, 2020).
Teori perilaku Health Belief Model biasa digunakan untuk menjelaskan
perubahan perilaku kesehatan di masyarakat. Beberapa hal yang dikembangkan
dalam model ini antara lain teori adopsi tindakan (action). Teori ini menekankan
pada sikap dan kepercayaan individu dalam berperilaku khususnya perilaku
kesehatan. Kepercayaan dan persepsi individu terhadap sesuatu menumbuhkan
rencana tindakan dalam diri individu. Teori perilaku ini lebih menekankan pada
aspek keyakinan dan persepsi individu. Adanya persepsi yang baik atau tidak
baik dapat berasal dari pengetahuan, pengalaman, informasi yang diperoleh
individu yang bersangkutan sehingga terjadi tindakan dalam memandang
sesuatu (Susilawaty, Saleh,& Bashar, 2019, dalam Pakpahan M., Siregar D.,
dkk., 2021).

6.3 PERKEMBANGAN HEALTH BELIEF MODEL

Health Belief Model pertama kali dikembangkan pada tahun 1950-an oleh
sekelompok psikolog sosial yaitu Godfrey Hochbaum, Irwin Posensrock, dan
Stephen Kagels yang bekerya pada layanan kesehatan masyarakat US Public
Health Service untuk menjelaskan kegagalan seseorang berpartisipasi dalam
program pencegahan atau pendeteksian penyakit. Kemudian model tersebut
dikembangkan agar dapat diterapkan pada seseorang terhadap gejala dan
perilakunya dalam respons pada diagnosis penyakit, khususnya kepatuhan pada
regimen medis. Meskipun model tersebut lambat laun berkembang dalam
respons terhadap masalah program praktis, diberikan dasar teori psikologi
sebagai bantuan untuk memahami sebab serta kekuatan dan kelemahannya
(Pakpahan M., Siregar D., dkk., 2021).

Teori Health Belief Model telah berhasil diterapkan pada berbagai bidang
kesehatan untuk memprediksi perilaku yang tidak menunjukkan gejala-gejala
sakit, seperti misalnya melakukan vaksinasi, penyakit serius seperti kanker,
maupun penyakit kronis yang bersifat menahun (Janz & Becker, 1984 dalam
Purwodihardjo O. T. & Suryani A.O., 2020). Teori Health Belief Model juga
diterapkan pada lembaga kesehatan seperti rumah sakit untuk membantu rumah
sakit dalam memahami kebutuhan kesehatan masyarakat selaras pula kaitannya
dengan perwujudan kestabilan ekonomi sosial rumah sakit.
6.4 HUBUNGAN HEALTH BELIEF MODEL DENGAN RUMAH SAKIT

Menurut ilmu antropologi, kondisi tiap masyarakat di berbagai daerah


memiliki karakteristik yang berbeda-beda, mulai dari persepsi, kebiasaan, gaya
hidup dan juga tingkat pengetahuan tentang kesehatan. Kondisi tersebut memicu
adanya perbedaan kebutuhan dan prioritas masyarakat mengenai layanan
kesehatan. Selaras dengan hal tersebut, rumah sakit merupakan salah satu
lembaga yang dibangun dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, sehingga rumah sakit tidak semata-mata hanya menyediakan
pelayanan kesehatan, tetapi juga harus dapat mengenali keadaan masyarakat
yang nantinya akan menjadi sasaran jangka panjang pelayanan kesehatan
tersebut.

Selain kaitannya dalam upaya peningkatan derajat kesehatan


masyarakat, rumah sakit tetap merupakan lembaga yang di dalamnya terdapat
sistem ekonomi. Yaitu, selain memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit
juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga agar dirinya tetap berkembang dan
mendapatkan keuntungan. Setiap investasi yang dibangun dan keluarkan
merupakan aset yang nantinya juga akan dipergunakan kembali oleh rumah sakit
untuk mengembangkan pelayanannya kepada masyarakat. Oleh sebab itu,
rumah sakit perlu memahami strategi-strategi yang diperlukan untuk menarik
minat masyarakat agar bersedia mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam
upayanya tersebut, rumah sakit dapat menerapkan teori Health Belief Model
untuk memahami bagaimana persepsi masyarakat mengenai definisi “sehat”,
bagaimana masyarakat memandang seberapa pentingnya pelayanan kesehatan,
dan jenis pelayanan kesehatan seperti apa yang dibiutuhkan oleh masayarakat. .

6.5 KOMPONEN-KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL

a Persepsi Kerentanan
Menurut Rosenstock pada tahun 1980, persepsi kerentanan
merupakan persepsi subjektif individu terhadap resiko tertular penyakit.
Persepsi kerentanan memungkinkan individu melakukan tindakan
pencegahan maupun pengobatan, karena individu tersebut merasa
rentan terhadap suatu penyakit. (Wakhida, 2016). Kepercayaan individu
tentang rentan atau tidaknya mereka tertular suatu penyakit dan persepsi
mereka tentang manfaat dari pencegahan penyakit dapat dipengaruhi
oleh kesiapan mereka untuk bertindak. Rosenstock pada tahun 1982
menyatakan bahwa individu memiliki persepsi kerentanan (perceived
susceptibility) tentang kemungkinan terkena suatu penyakit yang akan
mempengaruhi perilaku mereka khususnya untuk melakukan pencegahan
atau mencari pengobatan, Mereka yang merasa dapat terkena penyakit
akan lebih cepat merasa terancam dan akan bertindak untuk mencegah
penyakit bila dirinya merasa bahwa sangat mungkin terkena penyakit
tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa persepsi kerentanan menunjukkan
sejauh mana individu menganggap bahwa dirinya rentan untuk
mengalami sakit atau terjangkit suatu penyakit. Contoh studi kasusnya
yakni pada saat pandemi Covid-19 pada saat ini, yaitu apakah seseorang
akan berkeinginan melakukan vaksinasi sebagai langkah pencegahan
Covid-19 atau tidak.

b Persepsi Keparahan
Persepsi keparahan menunjukkan persepsi individu mengenai
sejauh mana rasa sakit yang akan dideritanya jika individu tersebut
terjangkit suatu penyakit atau jika ia melakukan tindakan yang
mengancam atau membahayakan kesehatannya. Tingkat keparahan
yang dipersepsikannya mulai dari sejauh mana penyakit yang akan
dialaminya membawa ketidaknyamanan yang dirasakan pada organ
tertentu membuatnya menjadi cacat atau beresiko menyebabkan
kematian begitu pula dengan tindakan eresiko yang mengancam
kesehatan, sejauh mana individu mempersepsi tindakan terkait
kesehatannya itu akan membuatnya menjadi sakit.
Hasil penelitian yang relevan dengan teori Health Belief Model
keparahan atau keseriusan yang dirasakan menentukan ada tidaknya
pencegahan terhadap penyakit. Persepsi keparahan sering didasarkan
pada informasi medis, pengetahuan atau keyakinan seseorang bahwa dia
akan mendapat kesulitan akibat penyakit yag akan mempersuit hidupnya
Hyden (2009). Keparahan yang dirasakan menentukan ada tidaknya
tindakan pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit. Contoh studi
kasusnya yaitu ibu hamil yang memiliki persepsi keparahan tinggi tentang
penyakit HIV AIDS akan meningkatkan keinginan untuk menggunakan
VCT.

c Persepsi Ancaman
Menurut Rosenstock (1982), mereka yang merasa dapat terkena
penyakit akan lebih cepat merasa terancam. Pandangan individu tentang
beratnya penyakit tersebut dapat berupa pandangan mengenai resiko
atau kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari suatu penyakit
tersebut. Semakin berat resiko suatu penyakit akan menyebabkan
semakin besar ancaman yang dirasakan. Ancaman ini mendorong
individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan
penyakit. Contoh studi kasusnya yaitu hasil penelitian dari Sutrisni pada
tahun 2016 yang mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara persepsi
ancaman dengan kesediaan tes HIV. Ibu hamil yang memiliki persepsi
bahwa penyakit HIV AIDS sangat berbahaya, akan melakukan tindakan
pencegahan lebih dini.

d Persepsi Manfaat
Menurut teori Healty Belief Model, Rosenstock (1982), individu
yang percayai manfaat dari suatu perilaku bagi dirinya dan lingkungan
akan memicu individu untuk menetapkan melakukan perilaku tersebut
atau tidak.Persepsi manfaat ( perceived benefits) merupakan penilaian
individu mengenai keuntungan yang didapat dengan melakukan perilaku
kesehatan yang disarankan, semakin baik persepsi manfaat seseorang
terhadap perilaku pencegahan penyakit semakin besar kemungkinan dia
kan melakukan kegiatan tersebut.
Dapat disimpulkan persepsi manfaat menunjukkan sejauh mana
individu mempersepsi manfaat dari metode atau cara cara pencegahan
yang disarankan atau direkomendasikan untuk mencegah atau
memperkecil keseriusan dari suatu penyakit yang akan diderita akibat
perilaku yang kurang sehat. Contoh studi kasusnya yaitu pada kasus
seseorang yang menganggap bahwa olah raga pagi secara rutin akan
memberikan efek untuk menjaga kesehatan atau daya tahan tubuh maka
individu tersebut akan mau melakukan tindakan tersebut.

e Persepsi Hambatan
Dalam melakukan tindakan pencegahan suatu penyakit maupun
mencari pengobatan dipengaruhi oleh perceived barier yaitu hmbatan
yang timbul dalam melakukan suatu tindakan. Hambatan umum yang
dialami seseorang dalam menentukan tindakan kesehatan atau
memanfaatkan pelayanan kesehatan didominasi oleh kendala yang
bersifat pribadi. Hambatan yang dirasakan merupakan unsur penentu
terjadinya perubahan perilaku atau tidak.
Persepsi hambatan menunjukkan sejauh mana individu melihat
potensi munculnya dampak negatif dari perilaku kesehatan yang
disarankan atau direkomendasikan sehingga perilaku kesehatan tersebut
cenderung tidak dilaksanakan, beberapa contoh persepsi hambatan yaitu
perilaku yang disarankan berbiaya tinggi, menyita banyak waktu,
prosedurnya rumit dan lain sebagainya. Contoh studi kasusnys ysitu
dalam penelitian Rosi beserta teman (2017) yang mengatakan masih
banyak wanita yang tidak menggunakan vaksin HPV karena terdapat
beberapa hambatan yaitu kurangnya informasi mengenai vaksin HPV,
mahalnya harga vaksin, masih jarang fasilitas kesehatan yang
menyediakan vaksin HPV, ketakutan wanita dalam menguunakan vaksin
HPV,

f Persepsi Isyarat Bertindak ( self-efficacy )


Persepsi insyarat bertindak yaitu sejauh mana individu merasa
yakin bahwa meraka mampu melaksanakan suatu tindakan sehingga
mencapai tujuan yang diharapkan, dalam hal ini individu membuat
perkiraan sejauh mana perilaku kesehatan yang direncanakannya dapat
membawa pada tujuan atau capaian tertentu. Isyarat bertindak berfungsi
efektif pada tahap inisiasi atau untuk mempertahankan perilaku
kesehatan yang kompleks dalam waktu yang panjang. Dalam upaya
mencapai perubahan perilaku yang sukses individu perlu merasa
terancam dengan kondisi pola perilakunya saat ini percaya bahwa
perubahan pada suatu perilaku yang spesifik akan mendatangkan
manfaat, mereka juga perlu merasa mampu untuk menghadapi atau
mengatasi hambatan hambatan yang muncul sehingga dapat
menampilkan suatu tindakan. Contoh studi kasusnya yaitu seseorang
dalam kondisi pandemi seperti saat ini akan menerapkan protokol
kesehatan sebagai berwujudan dari isyarat bertindak untuk menjaga
dirinya dari virus Covid-19.

Komponen Health Belief Model dengan pelayanan kesehatan sangat erat


kaitannya karena dengan munculnya persepsi kerentanan,persepsi keparahan,
persepsi ancaman, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat tindakan
maka akan semakin baik persepsi manusia terhadap perilaku menjaga diri agar
tetap sehat. Semakin baik komponen healty belief model pada manusia, maka
akan semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan pelayanan kesehatan
dikarenakan mereka memiliki pemikiran untuk mengupayakan perilaku atau
tindakan menjaga kesehatan dan diimplementasikan dengan mendatangi
pelayanan kesehatan terutama rumah sakit bukan hanya untuk berobat tetapi
juga untuk konsultasi sebagai pencegahan terhadap suatu penyakit.

6.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HEALTH BELIEF MODEL

a Faktor demografis
Faktor demografis merupakan faktor menyangkut populasi
penduduk berdasarkan berbagai klasifikasi seperti usia, gender, dan
pendidikan.
Faktor –faktor demografis meliputi beberapa hal seperti berikut :
 Usia
Usia merupakan salah satu penentu kedewasaan berpikir
dari seseorang. Semakin banyak umur seseorang maka
seseorang tersebut berkemungkinan memiliki pemikiran yang
lebih kritis dan juga rasional terhadap sesuatu, khususnya
terhadap pelayanan kesehatan yang ia butuhkan. Pada usia
anak-anak, umumnya mereka belum memikirkan bagaimana ai
menejaga kesehatannya. Berbeda dengan mereka yang sudah
berusia dewasa, yang pastinya ia akan lebih memahami keadan
kesehatannya dan juga kebutuhannya akan pelayanan
kesehatan.
 Gender
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan antara perempuan
dan laki-laki cukup berbeda. Menurut survei di Amerika Serikat,
perempuan memiliki kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita
suatu penyakit dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga,
perempuan memiliki kebutuhan pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi pula dari pada laki-laki.
 Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya memicu masyarakat memiliki
pandangan yang berbeda-beda akan kebutuhan pelayanan
kesehatan. Masyarakat yang hidup di lingkungan yang masih
mempercayai kebudayaan mistis akan memungkinkan
masyarakat tersebut memiliki kebutuhan yang rendah akan
pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan karena lebih
memilih untuk datang ke dukun atau paranolmal ketika
mengalami gangguan kesehatan.

b Faktor Sosiopsikologis
Faktor –faktor Sosiopsikologis meliputi beberapa hal seperti berikut :
 Kepribadian
Kepribadian seseorang dapat mempengaruhi tindakannya
dalam upaya mempertahankan kesehatan. Orang-orang yang
memiliki kepribadian tertutup akan berkemungkinan lebih rendah
mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan daripada
mereka yang mampu terbuka dan mau untuk menerima edukasi
mengenai kesehatan.
 Kelas Sosial
Kelas sosial pada masyarakat dibagi menjadi tiga, yaitu
upper class (kelas atas), middle class (kelas menengah), dan
lower class (kelas bawah). Setiap kelas memiliki kecenderungan
tersendiri terhadap kebutuhan untuk tetap sehat. Kelas atas sosial
memungkinkan manusianya lebih mengerti bagaimana cara
mereka untuk tetap sehat, sebab memiliki cukup uang untuk
mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan. Kelas atas juga
memungkinkan manusianya untuk memilih dan memilah
pelayanan kesehatan terbaik baginya.
Kelas menengah sosial memungkinkan manusianya untuk
mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan secara cukup.
Mereka yang berada pada kelas menengah sosial biasanya akan
memandang kesehatan sebagai hal yang penting namun
pelayanan yang mereka pilih mencakup pelayanan umum yang
disediakan oleh layanan kesehatan. Sedangkan, kelas bawah
sosial berkemungkinan membuat manusianya tidak mendapatkan
informasi dengan baik mengenai kesehatan dan juga pelayanan
kesehatan. Mereka cenderung membutuhkan pelayanan
kesehatan hanya ketika ancaman yang di derita sudah dirasa
parah dan benar-benar membutuhkan penanganan.
 Tekanan Sosial
Tekanan sosial pada masyarakat dapat memicu
munculnya persepsi yang sama dengan tekanan yang ada pada
sosial tersebut. Misalnya, seseorang yang memiliki persepsi baik
terhadap pelayanan kesehatan dapat berubah tidak mempercayai
pelayanan kesehatan karena mendapatkan pengaruh berupa
tekanan berasal dari lingkungan yang menganggap remeh
pelayanan kesehatan.
c Faktor Srtuktural
 Edukasi
Tingkat edukasi masyarakat dapat menentukan
kecenderungan masyarakat terhadap kebutuhan pelayanan
kesehatan. Masyarakat dengan tingkat edukasi atau pendidikan
yang rendah memiliki lebih sedikit pemahaman mengenai
pentingnya menjaga diri agar tetap sehat. Mereka juga cenderung
tidak menjadikan pelayanan kesehatan sebagai sarana untuk
sembuh dari sakit karena merasa bahwa kesembuhan didapatkan
dari pengobatan-pengobatan alternatif yang ada pada
masyarakat.
 Pengalaman tentang Suatu Masalah
Manusia yang memiliki pengalaman terhadap sesuatu
akan berkemungkinan memiliki pemahaman yang lebih baik
dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki pengalaman.
Misalnya, ketika seseorang memiliki ayah dengan penyakit
diabetes dan menjadi saksi keganasan penyakit tersebut yang
menimpa ayahnya, ia suatu saat akan lebih menjaga dirinya agar
tidak menderita penyakit yang sama dengan ayahnya. Di dalam
upayanya, seseorang tersebut akan berkemungkinan
memanfaatkan jenis-jenis pelayanan pencegahan untuk
mengantisipasi agar terhindar dari penyakit tersebut.

6.7 HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN, FAKTOR, DAN AKSI MENURUT


TEORI HEALTH BELIEF MODEL

Faktor demografi dan psikologi dapat mempengaruhi komponen persepsi


manusia yaitu persepsi kerentanan, keparahan, ancaman, manfaat, hambatan,
dan isyarat bertindak dari seseorang. Manusia yang telah memahami komponen-
komponen persepsi tersebut akan memunculkan suatu tindakan untuk
mempertahankan kesehatannya dan upaya agar terhindar dari suatu penyaki
dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan.
6.7 CONTOH RANCANGAN INSTRUMEN KOMPONEN HEALTH BELIEF
MODEL DI RUMAH SAKIT

Untuk mengetahui keadaan respon sasaran masyarakat dari rumah sakit


terhadap pentingnya konsep sehat, rumah sakit perlu membuat suatu penilaian
yang berdasar pada konsep Health Belief Model berupa instrumen pertanyaan
yang dapat dijawab oleh sasaran. Pertanyaan ini dapat diberikan kepada pasien
yang telah mendapatkan pelayanan kesehatan, keluarga pasien yang
bersangkutan atau juga dapat dillakukan dengan membuat suatu survei di
masyarakat atau lembaga pendidikan. Berikut adalah beberapa contoh instrumen
pertanyaan dengan kasus Covid-19 dan penyakit diare/gatal-gatal :
a. Persepsi Kerentanan (Percieved Suspencibility)
 Karena saya sering melakukan perjalanan dengan tidak
memakai masker, saya merasa dapat terinveksi virus Covid-19
(A) sangat yakin
(B) yakin
(C) tidak yakin
(D) sanbgat tidak yakin
(E) tidak tahu
 Karena saya berada di lingkungan yang kumuh, saya merada
dapat dengan mudah terserang penyakit diare/ gatal gatal
(A) sangat yakin
(B) yakin
(C) tidak yakin
(D) sanbgat tidak yakin
(E) tidak tahu

b. Persepsi Keparahan (Percieved Seriousness)


 Bagi saya menderita Covid-19 :
(A) Sangat berbahaya
(B) Berbahaya
(C) Tidak terlalu berbahaya
(D) Sangat tidak berbahaya
(E) tidak tahu
 Bagi saya menderita diare / gatal-gatal :
(A) Sangat berbahaya
(B) Berbahaya
(C) Tidak terlalu berbahaya
(D) Sangat tidak berbahaya
(E) tidak tahu
c. Persepsi Ancaman dan Manfaat
 Untuk melindungi diri saya dari virus Covid-19, saya
meminimalisir perjalanan, dan apabila ada keperluan mendesak
keluar rumah saya berusaha untuk memakai masker :
(A) sangat setuju
(B) setuju
(C) kurang setuju
(D) tidak setuju
(E) tidak tahu
 Saya akan berkunjung secara rutin ke rumah sakit untuk
mendapatkan tes swab antigen dan atau vaksinasi Covid-19 :
(A) Sangat perlu
(B) Perlu
(C) Kurang perlu
(D) Tidak perlu
(E) Tidak tahu
 Saya berusaha menciptakan kehidupan sehari-hari yang bersih
dengan mengupayakan beberaoa hal meskipun berada di
lingkungan masyaratkat yang kumuh :
(A) sangat setuju
(B) setuju
(C) kurang setuju
(D) tidak setuju
(E) tidak tahu
d. Persepsi Hambatan (Perceived Berriers)
 Membatasi perjalanan untuk pergi berbelanja, berkumpul dengan
teman, dan berlibur di tempat wisata :
(A) sangat setuju
(B) Setuju
(C) kurang setuju
(D) tidak setuju
(E) tidak tahu
 mengupayakan hidup bersih dan membatasi interaksi dengan
lingkungan yang tercemar ;
(A) sangat setuju
(B) Setuju
(C) kurang setuju
(D) tidak setuju
(E) tidak tahu

Setiap pion dari instrumen pertanyaan memiliki skor-skor tersendiri


tergantung pada si pembuat survei. Skor yang dihasilkan akan memberikan arah
kepada rumah sakit untuk menentukan strategi khusus agar dapat menarik
masyarakat untuk pendapatkan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwodihardjo, O. M., & Suryani , A. O. 2020. Jurnal Perkotaan. Aplikasi health belief
model dalam penanganan pandemi covid-19 di provinsi dki jakarta, Vol. 12 No. 1
(21-38). Diakses dari 1262-Article Text-6586-2-10-20210219.pdf

Agustina, S.A. 2019. HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat. Hubungan komponen health
belief model dengan upaya pencegahan infeksi menular seksual pada ibu rumah
tangga melalui penggunaan kondom, Vol. 7 No. 2 (47-88). Diakses dari 2874-
6750-1-SM (1).pdf

BAB II. Diakses dari BAB_2.pdf. Diakses pada 31 Oktober 2021.

Pakpahan, M., Siregar, D., dkk. 2021. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Yayasan Kita Menulis : Februari 2021. Diakses dari http://lib.stikes-mw.id/wp-
content/uploads/2021/03/FullBook-Promosi-Kesehatan-dan-Perilaku-
Kesehatan.pdf

BAB II. Diakses dari


http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/4223/06bab2_arlini_
10050010059_skr_2014.pdf?sequence=6&isAllowed=y#:~:text=Health%20belief%
20model%20dikembangkan%20oleh,akan%20berhubungan%20dengan%20kondis
i%20kesehatannya. Diakses pada 31 Oktober 2021.

BAB II. UIN Surabaya. Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/13200/5/Bab%202.pdf

Purwodihardjo, Otty Mulijaty, dan Suryani Angela Oktavia. 2020. Jurnal Perkotaan.
Aplikasi health belief model dalam penanganan pandemi covid-19 di provinsi dki
jakarta. Vol. 12 No. 1 Hal. 21–38.

Nugrahani,Rosi Rizqy dkk. 2017. Journal of Epidemiology and Public Health. Health Belief
Model on the Factors Associated with the Use of HPV Vaccine for the Prevention of
Cervical Cancer among Women in Kediri, East Java., 2(1): 70-81

Anda mungkin juga menyukai