Anda di halaman 1dari 24

HEALTH BELIEF MODEL

ANTROPOLOGI RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU : SAFARI HASAN, S.IP., MMRS.

MAYANG HAWWIN APHRODITA

10821013

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


HEALTH BELIEF MODEL
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................................4
1.3 TUJUAN.......................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................5
ISI...........................................................................................................................................5
2.1 KONSEP HEALTH BELIEF MODEL........................................................................5
2.1.1 SEJARAH HEALTH BELIEF MODEL...............................................................5
2.1.2 DEFINISI HEALTH BELIEF MODEL.................................................................6
2.2 KOMPONEN DASAR HEALTH BELIEF MODEL...................................................8
2.3 KEKURANGAN DAN KELEBIHAN HEALTH BELIEF MODEL..........................11
2.4 PENERAPAN HEALTH BELIEF MODEL..............................................................13
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HEALTH BELIEF MODEL.........15
2.6 HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN, FAKTOR, DAN AKSI MENURUT TEORI
HEALTH BELIEF MODEL..............................................................................................18
2.7 CONTOH RANCANGAN INSTRUMEN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL
DI RUMAH SAKIT...........................................................................................................18
BAB III..................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................22
3.2 SARAN.................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keadaan sehat adalah keadaan yang dibutuhkan semua orang. Kesehatan
atau keadaan sehat terdiri dari keadaan pikiran dan tubuh yang sehat.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sejahtera baik fisik, mental, emosional, dan sosial yang memungkinkan
seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Keadaan sehat bukan
hanya keadaan bebas dari penyakit atau kelemahan, tetapi juga keadaan
yang kondusif bagi kemakmuran (WHO, 1948).

Keadaan sehat memberikan kesempatan kepada manusia untuk hidup


sejahtera jika manusia mempunyai keinginan dan usaha untuk tetap sehat.
Seiring berjalannya waktu, setiap orang memahami definisi mereka sendiri
dalam memandang kesehatan secara keseluruhan, termasuk persepsi
ancaman yang dapat mengganggu keadaan sehat tersebut. Beberapa ahli
telah mempresentasikan beberapa teori yang mendefinisikan bagaimana
orang memandang kesehatan, bagaimana manifestasinya, dan bagaimana
mereka memandang ancaman kesehatan.

Sejalan dengan aspirasi masyarakat untuk mempertahankan keadaan


sehat, rumah sakit merupakan salah satu institusi yang berperan penting
dalam membantu masyarakat mencapai keadaan sehat. Rumah Sakit
diharapkan mampu memahami persepsi, keinginan dan kebutuhan seluruh
masyarakat agar mampu memberikan pelayanan yang diharapkan
masyarakat atau masyarakat pada umumnya. Artikel ini memperkenalkan
konsep bagaimana masyarakat memandang kesehatan dan bagaimana
masyarakat memandang ancaman yang dapat mengancam kesehatannya,
yaitu teori Health Belief Model, yang dapat digunakan oleh rumah sakit untuk
meningkatkan pelayanannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana konsep dari Health Belief Model?


2. Sebutkan dan jelaskan komponen Health Belief Model?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan Health Belief Model?
4. Bagaimana contoh penerapan Health Belief Model?

1.3 TUJUAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, anak tujuan dari penulisan masalah
ini adalah:

1. Mengetahui konsep dari Health Belief Model.


2. Mengetahui komponen Health Belief Model.
3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari Health Belief Model.
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Health Belief Model.
5. Mengetahui contoh penerapan Health Belief Model.
6. Mengetahui hubungan antara komponen, faktor, dan aksi menurut teori Health
Belief Model.
7. Mengetahui rancangan instrument komponen Health Belief Model.
BAB II

ISI

2.1 KONSEP HEALTH BELIEF MODEL


2.1.1 SEJARAH HEALTH BELIEF MODEL
The Healthy Belief Model atau Model Keyakinan merupakan salah satu
bentuk pengembangan model psikologi sosial (Notoatmodjo, 2010:115).
Model psikologi sosial ini memiliki 4 variabel yang mengukur sikap dan
keyakinan individu (Notoatmodjo, 2010:113). Variabel psikologis sosial
umumnya diklasifikasikan ke dalam empat kategori: (1) pemahaman tentang
kerentanan terhadap penyakit, (2) pemahaman umum tentang penyakit, (3)
manfaat tindakan dalam mengelola penyakit, dan (4) kemauan untuk
bertindak secara individual, tetapi masalah utama dengan model ini adalah
penyebab langsung dan memengaruhi. Rantai antara sikap dan perilaku
tidak dapat dijelaskan dengan menjadikannya sebagai model kepercayaan
terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010:113). Munculnya model ini
didasarkan pada kenyataan bahwa masalah kesehatan ditandai dengan
ketidakmampuan masyarakat atau masyarakat menerima upaya yang
diselenggarakan oleh seorang caregiver untuk mencegah dan
menyembuhkan penyakit (Notoatmodjo, 2010:115). Kegagalan ini kemudian
memunculkan teori untuk menjelaskan perilaku kesehatan preventif, yang
Becker (1974) pindah dari teori lapangan (Field theory, Lewin, 1954) ke
model kepercayaan berbasis kesehatan (Notoatmodjo, 2010:115).

HBM awalnya dikembangkan oleh psikolog sosial Amerika pada 1950-


an. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat
tidak berpartisipasi dalam pencegahan dan deteksi penyakit (Hochbaum,
1958; Rosenstock, 1960, 1974). Meskipun model ini berkembang secara
bertahap sebagai tanggapan atas masalah kesehatan masyarakat, di sini
kami meninjau dasar teori dalam psikologi untuk membantu pembaca
memahami mengapa konsep ini muncul dan apa kekuatan dan
kelemahannya.
Pada awal tahun 1950-an, para psikolog sosial akademik
mengembangkan pendekatan untuk memahami perilaku yang berkembang
dari teori belajar yang berasal dari dua sumber utama:

Teori Respon Stimulus (S-R) (Watson, 1925) dan Teori Kognitif (Lewin,
1951; Tolman, 1932). Ahli teori S-R percaya bahwa belajar dari pengalaman
mengurangi dorongan fisiologis untuk mengaktifkan perilaku. Skinner (1938)
merumuskan hipotesis yang diterima secara luas bahwa frekuensi perilaku
ditentukan oleh konsekuensi atau penguatannya. Bagi Skinner, hubungan
temporal antara perilaku dan timbal balik langsungnya dianggap cukup untuk
meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulang. Dari perspektif ini,
konsep seperti penalaran atau penalaran tidak diperlukan untuk menjelaskan
perilaku (Glanz, 2008).

Teori kognitif menekankan peran hipotesis dan harapan subyektif


individu, dan percaya bahwa perilaku bergantung pada nilai dan
kemungkinan hasil subyektif, atau harapan subyektif bahwa tindakan tertentu
akan menghasilkan hasil tersebut. Jenis formulasi ini sering disebut sebagai
teori nilai harapan. Proses mental seperti berpikir, bernalar, berhipotesis,
atau mengantisipasi merupakan komponen penting dari setiap teori kognitif.
Ahli teori kognitif percaya bahwa hasil belajar dari pengalaman memengaruhi
ekspektasi tentang situasi daripada memengaruhi perilaku secara langsung
(Glanzz et al., 2008).

2.1.2 DEFINISI HEALTH BELIEF MODEL


Secara bahasa, Health Belief Model (HBM) memasukkan tiga kata
benda sebagai konsepnya, yaitu kesehatan, kepercayaan dan modal.
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial
secara utuh dan bukan hanya bebas dari penyakit dan cacat (World Health
Organization (WHO), 2017).

Belieft berarti percaya atau percaya dalam bahasa Inggris. Jadi, iman
adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perbuatan atau pola
tingkah laku tertentu, misalnya diyakini bahwa mandi dapat membersihkan
badan dari kotoran (Putri, 2016). Pada saat yang sama, Hayden (2017:67)
mengatakan bahwasannya keyakinan sangat dekat dengan budaya, yaitu
persepsi seseorang tentang sesuatu yang benar, meskipun itu bukan
kebenaran. Jadi, dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belieft adalah kepercayaan terhadap sesuatu, benar atau salah, yang
dipengaruhi budaya sedemikian rupa sehingga mengarah pada tindakan
atau perilaku dari kepercayaan tersebut.

Model adalah representasi dari suatu obyek, objek atau ide dalam
bentuk penyederhanaan dari kondisi atau fenomena alam (Mahmud,
2008:1). Sementara itu, pengertian model terkait dengan model Sancredo
adalah representasi dari suatu gagasan dalam suatu keadaan. Model S
Health Belief sejauh ini merupakan teori yang paling banyak digunakan
dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz & Lewis, 2002;
National Cancer Institute (NCI), 2003).

Model kepercayaan kesehatan ini juga merupakan salah satu teori


perilaku kesehatan (Maulana, 2009:51). Dimana teori kesehatan perilaku
merupakan gabungan dari pengetahuan, pendapat dan tindakan individu
atau kelompok yang berkaitan dengan kesehatannya (Kennedy, 2009).

Model ini digunakan untuk menjelaskan secara umum bagaimana


keterlibatan masyarakat dalam pencegahan penyakit dan deteksi dini gagal
(Glanzz et al., 1997) dan sering dianggap sebagai kerangka paling penting
untuk perilaku kesehatan manusia (Schmidt et al., 1990). HBM juga dapat
digambarkan sebagai formulasi konseptual untuk menemukan bagaimana
individu memandang apakah mereka menerima kesehatannya atau tidak.
Dengan demikian, untuk mengetahui pemikiran individu dapat dievaluasi
dengan menggunakan variabel yang meliputi keinginan individu untuk
menghindari rasa sakit dan upaya keyakinannya untuk menghindari penyakit
(Putri, 2016).

Health belief model adalah sebuah konsep yang mengungkapkan alasan


mengapa orang terlibat dalam perilaku sehat atau tidak (Becker, 1984).
Health belief model juga dapat diartikan sebagai konstruksi teoritis mengenai
keyakinan individu tentang perilaku sehat (Conner dan Norman, 2005).

HBM merupakan model kognitif untuk memprediksi perilaku yang


mempromosikan kesehatan (Putri, 2016). Menurut teori HBM, kemampuan
seseorang untuk melakukan tindakan preventif secara langsung dipengaruhi
oleh hasil dari tiga keyakinan, atau peringkat kesehatan (beliefs in health), di
antaranya sebagai berikut (Maulana, 2009):53):
1. Perceived Threat of Injury or Illness (Perceived Threat of Injury or
Illness) Ini mengacu pada sejauh mana seseorang percaya bahwa
penyakit atau penyakit benar-benar mengancam mereka. Dengan
demikian, ketika ancaman yang dirasakan meningkat, perilaku
pencegahan juga meningkat (Maulana, 2009:53).
2. Keuntungan dan kerugian (keuntungan dan biaya) Menimbang
keuntungan dan kerugian dari suatu perilaku ketika memutuskan untuk
melakukan tindakan pencegahan atau tidak (Maulana, 2009:53).
3. Isyarat perilaku juga dianggap tepat untuk memulai proses perilaku yang
disebut keyakinan dalam penekanan. Hal ini berupa berbagai informasi
atau nasihat eksternal tentang masalah kesehatan (misalnya media,
kampanye, nasihat dari orang lain, penyakit dari anggota keluarga lain
atau teman) (Maulana, 2009:54).

2.2 KOMPONEN DASAR HEALTH BELIEF MODEL


1. Persepsi Kerentanan
Menurut Rosenstock pada tahun 1980, persepsi kerentanan adalah
persepsi subyektif terhadap risiko tertular suatu penyakit. Mengenali kerentanan
memungkinkan individu untuk mengambil tindakan preventif dan kuratif karena
individu tersebut merasa rentan terhadap penyakit. (Wakhida, 2016). Keyakinan
individu tentang apakah mereka rentan terhadap penyakit dan persepsi mereka
tentang manfaat pencegahan penyakit dapat dipengaruhi oleh kemauan mereka
untuk bertindak. Rosenstock mencatat pada tahun 1982 bahwa individu memiliki
persepsi kerentanan (susceptibility) terhadap kemungkinan tertular suatu penyakit
yang mempengaruhi perilakunya, terutama pencegahan atau pencarian
pengobatan. Dia pikir sangat mungkin terkena penyakit itu.
Menurut Rosenstock pada tahun 1980, persepsi kerentanan Dapat disimpulkan
bahwa persepsi kerentanan menunjukkan sejauh mana individu menganggap
dirinya rentan terhadap penyakit atau penyakit. Contoh studi kasus adalah selama
pandemi Covid-19 saat ini, yaitu. apakah seseorang ingin divaksinasi Covid-19
sebagai tindakan pencegahan.Persepsi Keparahan
Keparahan yang dirasakan mencerminkan persepsi seseorang tentang tingkat
rasa sakit yang akan mereka alami jika mereka terinfeksi atau melakukan tindakan
yang mengancam atau membahayakan kesehatan mereka. Tingkat keparahan
yang ia rasakan dimulai dari sejauh mana penyakit yang dialaminya berujung pada
penyakit pada organ tertentu yang membuatnya cacat atau terancam kematian,
dan dari tindakan berisiko yang mengancam kesehatan hingga sejauh mana
individu mempersepsikan tindakan terkait kesehatan mereka, yang membuat
mereka sakit.
2. Penelitian yang relevan dengan teori model kepercayaan kesehatan terkait
persepsi kepentingan atau pentingnya menentukan apakah penyakit dapat
dicegah. Persepsi tentang keparahan seringkali didasarkan pada pengetahuan
medis, pengetahuan atau keyakinan seseorang bahwa dirinya dalam masalah
karena penyakit yang mempersulit hidupnya. Hyde (2009). Keparahan yang
dirasakan menentukan apakah tindakan pencegahan diambil terhadap penyakit
ini. Contoh studi kasus adalah ibu hamil yang memiliki pemahaman yang baik
tentang pentingnya HIV AIDS meningkatkan kemauan untuk menggunakan VCT.
3. Persepsi Ancaman
Menurut Rosenstock (1982), mereka yang merasa terkena penyakit lebih
cenderung merasa terancam. Pandangan seseorang terhadap keparahan penyakit
dapat berupa pandangan terhadap risiko atau kesulitan yang dialaminya
sehubungan dengan penyakit tersebut. Semakin besar risiko penyakit, semakin
besar ancaman yang dirasakan. Ancaman ini memotivasi orang untuk mengambil
tindakan untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit. Contoh studi kasus
adalah penelitian Sutrisni, (2016) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara persepsi ancaman dengan keinginan untuk melakukan tes HIV. Ibu hamil
yang merasa bahwa HIV AIDS sangat berbahaya melakukan tindakan
pencegahan sejak dini.
4. Persepsi Manfaat
Menurut Rosenstock (1982), mereka yang merasa terkena penyakit lebih
cenderung merasa terancam. Pandangan seseorang terhadap keparahan penyakit
dapat berupa pandangan terhadap risiko atau kesulitan yang dialaminya
sehubungan dengan penyakit tersebut. Semakin besar risiko penyakit, semakin
besar ancaman yang dirasakan. Ancaman ini memotivasi orang untuk mengambil
tindakan untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit. Contoh studi kasus
adalah penelitian Sutrisni, (2016) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara persepsi ancaman dengan keinginan untuk melakukan tes HIV. Ibu hamil
yang merasa bahwa HIV AIDS sangat berbahaya melakukan tindakan
pencegahan sejak dini.
5. Persepsi Hambatan
Dalam mencegah penyakit atau mencari pengobatan dipengaruhi oleh
hambatan yang dirasakan yaitu hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
prosedur. Keterbatasan pribadi mendominasi hambatan umum yang dihadapi
seseorang ketika membuat keputusan tentang intervensi kesehatan atau
penggunaan layanan kesehatan. Hambatan yang dirasakan merupakan faktor
penentu dalam perubahan perilaku atau tidak. Hambatan yang dirasakan
menunjukkan sejauh mana individu merasakan efek negatif dari perilaku
kesehatan yang diusulkan atau direkomendasikan, sehingga perilaku kesehatan
ini biasanya tidak diterapkan. Beberapa hambatan yang dirasakan adalah perilaku
yang diusulkan yang mahal, memakan waktu, dan rumit. prosedur dan
sebagainya. Contoh studi kasus adalah studi oleh (2017) yang menemukan bahwa
banyak wanita menolak vaksinasi HPV karena beberapa kendala, seperti B.
kurangnya pengetahuan tentang vaksinasi HPV, biaya tinggi, tidak mengambil.
Vaksin, fasilitas kesehatan yang jarang menyediakan vaksin HPV, membuat
wanita takut menggunakan vaksin HPV.
6. Persepsi Isyarat Bertindak (selft-efficacy)
Persepsi insyarat bertindak yaitu sejauh mana individu merasa yakin bahwa
meraka mampu melaksanakan suatu tindakan sehingga mencapai tujuan yang
diharapkan, dalam hal ini individu membuat perkiraan sejauh mana perilaku
kesehatan yang direncanakannya dapat membawa pada tujuan atau capaian
tertentu. Isyarat bertindak berfungsi efektif pada tahap inisiasi atau untuk
mempertahankan perilaku kesehatan yang kompleks dalam waktu yang panjang.
Dalam upaya mencapai perubahan perilaku yang sukses individu perlu merasa
terancam dengan kondisi pola perilakunya saat ini percaya bahwaperubahan pada
suatu perilaku yang spesifik akan mendatangkan manfaat, mereka juga perlu
merasa mampu untuk menghadapi atau mengatasi hambatan hambatan yang
muncul sehingga dapat menampilkan suatu tindakan. Contoh studi kasusnya yaitu
seseorang dalam kondisi pandemi seperti saat ini akan menerapkan protokol
kesehatan sebagai berwujudan dari isyarat bertindak untuk menjaga dirinya dari
virus Covid-19.

Komponen model kepercayaan kesehatan sangat erat kaitannya dengan


layanan kesehatan karena semakin banyak kerentanan, persepsi keparahan,
persepsi ancaman, manfaat yang dirasakan, hambatan yang dirasakan, dan
isyarat untuk bertindak, semakin baik seseorang mempersepsikan perilaku
perawatan diri. tetap sehat Semakin baik komponen health belief model pada
masyarakat maka kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin
meningkat ketika mereka mempunyai pemikiran, mencari perilaku atau tindakan
untuk menjaga kesehatan dan mengunjungi pelayanan kesehatan khususnya
rumah sakit, tidak hanya untuk berobat tetapi juga untuk melakukan pencegahan
tentang penyakit.

2.3 KEKURANGAN DAN KELEBIHAN HEALTH BELIEF MODEL


Gootwald & Brown (2012) memaparkan beberapa kekurangan dan
kelebihan dari Health Belief Model yang akan dipaparkan dalam bentuk table
dibawah ini

Kekurangan Kelebihan
HBM memprediksi seseorang HBM memprediksi seseorang apakah
apakah mungkin melakukan tidakan mungkin melakukan tidakan pencegahan
pencegahan
HBM membantu memprediksi Diperlukan pandangan biomedis tentang
apakah seseorang dapat kesehatan
mengubah perilakunya
HBM menggambarkan pentingnya bukti bahwa model ini efektif dalam
kepercayaan individu dan kaitannya dengan perilaku Kesehatan
memeriksa bagaimana perubahan seperti penyalah guanaan alcohol atau
dalam kepercayaan dapat merokok yang terbatas.
menyebabkan perubahan perilaku
HBM membantu memeriksa biaya HBM tidak mengenal peran keluarga dan
dan manfaat dari setiap aktivitas. kehidupan sosial.
HBM tidak mengidentifikasi faktor HBM tidak mengenal peran keluarga dan
penentu kesehatan yang lebih luas. kehidupan sosial.
Hambatan yang dirasakan diikuti HBM tidak memahami bahwa tidak
oleh kerentanan yaitu dua dimensi semua tips untuk bertindak memiliki
terpenting dalam memprediksi bobot yang sama, misalnya poster tidak
perubahan. memiliki efek yang sama dengan
keluarga yang sakit.
Sumber: green & tones (2010); Naidoo & Wills (2009); pender et al. (2010) dalam
Gottwald & Brown (2012)

Sedangkan secara teoritis, menurut Maulana (2009:58) terdapat empat


kelemahan HBM diantaranya:

1. HBM lebih didasarkan penelitian terapan dan permasalahan Pendidikan


Kesehatan daripada penelitian akademis (Maulana, 2009: 58)
2. HBM didasarkan pada beberapa asumsi yang dapat dipertanyakan, seperti B.
gagasan bahwa setiap keputusan perilaku selalu didasarkan pada
pertimbangan rasional. HBM tidak hanya meragukan rasionalitasnya, tetapi
juga tidak memberikan definisi yang tepat tentang kondisi di mana individu
melakukan aspek tertentu (Mulana, 2009:58).
3. HBM hanya berlaku untuk kepercayaan yang berhubungan dengan
kesehatan. Kenyataannya adalah orang dapat membuat banyak penilaian
tentang perilaku yang tidak ada hubungannya dengan kesehatan, tetapi tetap
mempengaruhi kesehatan. Misalnya, seseorang dapat bergabung dengan
grup olahraga karena kontak sosial atau minat anggota grup. Pilihan yang
Anda buat tidak ada hubungannya dengan kesehatan, tetapi mempengaruhi
kesehatan Anda (Mulana, 2009:58).
4. Mengenai ukuran komponen HBM, banyak penelitian menggunakan konsep
operasional dan identifikasi yang berbeda sehingga membuat perbandingan
menjadi sulit. Ini menunjukkan hasil yang bertentangan dan prediksi yang
bertentangan. Analisis model ini menunjukkan bahwa berbagai prediktor dapat
berubah sewaktu-waktu (Mulana, 2009:58).

2.4 PENERAPAN HEALTH BELIEF MODEL


Tarkang & Zotor (2015), memaparkan enam kunci komponen HBM, yang
disertai dengan aplikasi dan penerapannya di permasalahan saat ini.

Konsep Aplikasi Penerapan


Perceived susceptibility Menentukan populasi Kemungkinan seseorang
beresiko dan tingkat merasa terinfeksi
resikonya. Mengukur HIV/AIDS.
resiko berdasarkan sifat
atau perilaku seseorang,
ketinggiannya dirasakan
rentan jika rendah.
Perceived seriousness/ Menentukan dan Persepsi tingkat
severity menjelaskan kosekuensi keparahan infeksi
dari risiko dan HIV/AIDS.
kondisinya.
Perceived benefits Tetap menetapkan efek Manfaat yang dirasakan
positif yang diharapkan dari penggunaan
dan jelaskan bukti kondom.
efektivitasnya
Perceived barriers Identifikasi dan Hambatan yang
mengurangi hambatan dirasakan untuk
penggunaan kondom.
cues to action Masukkan informasi Peristiwa pribadi dan
bagaimana caranya? lingkungan yang
Dengan meningkatkan memotivasi seseorang
kesadaran untuk menggunakan
kondom.
Self efficacy Memberikan pelatihan, Keyakinan akan
bimbingan dan kemampuan seseorang
penguatan positif untuk berhasil
menggunakan kondom.

Selain penerapan HBM diatas, Subagiyo (2014), juga menjelaskan contoh


penerapan. Dapat dilihat dalam table berikut.

Konsep Penerapan
Perceived susceptibility Wanita memiliki persepsi bahwa
mereka bisa terkena kanker payudara.
Perceived seriousness/severity Wanita percaya bahwa kanker
payudara adalah penyakit yang
berbahaya dan menyakitkan, sehingga
diperlukan tindakan pencegahan.
Perceived benefits Wanita menganggap pemeriksaan
SADARI (pemeriksaan payudara
sendiri) sebagai tindakan pencegahan
yang bermanfaat
Perceived barriers Perempuan harus menghitung masa
subur terlebih dahulu sebelum
melaukan SADARI sehingga muncul
keengganan dalam melakukanya
Cues to action Wanita harus menghitung masa
suburnya sebelum SADARI, sehingga
muncul keengganan dalam melakukan
tindakan nyata SADARI dan membuat
jadwal masa menstruasi sehingga
mengetahui masa subur.
Self efficacy Merasa percaya diri setelah melakukan
SADARI.
Salah satu Contoh penggunaan HBM adalah dalam kegiatan imunisasi untuk
menimbulkan kesan bahwa orang yang mengikuti program imunisasi tertipu untuk
percaya (Maulana, 2009: 54):

1. Probabilitas penyakit yang tinggi (non-imunitas).


2. Jika tercangit, penyakit ini akan berakibat serius.
3. Vaksinasi adalah cara paling efektif untuk mencegah penyakit.
4. Tidak ada kendala serius dalam vaksinasi, namun hasil beberapa penelitian
HBM menunjukkan sebaliknya.

2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HEALTH BELIEF MODEL


1. Faktor demografis
Faktor demografi adalah faktor yang berhubungan dengan populasi
berdasarkan berbagai klasifikasi seperti umur, jenis kelamin dan pendidikan.
Faktor –faktor demografis meliputi beberapa hal seperti berikut :
a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan kematangan
berpikir seseorang. Semakin tua usia seseorang, semakin besar
kemungkinannya untuk berpikir lebih kritis dan rasional terhadap sesuatu,
terutama pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Ketika mereka
masih anak-anak, kebanyakan dari mereka tidak memikirkan bagaimana
mereka dapat menjaga kesehatan mereka. Berbeda dengan mereka yang
sudah berusia dewasa, yang pastinya ia akan lebih memahami
keadankesehatannya dan juga kebutuhannya akan pelayanan kesehatan.
b. Gender
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi perempuan dan laki-laki
sangat berbeda. Menurut sebuah penelitian di Amerika, wanita lebih rentan
terhadap penyakit daripada pria. Sehingga, perempuan memiliki kebutuhan
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi pula dari pada laki-laki.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya menyebabkan masyarakat memiliki pandangan
yang berbeda tentang perlunya pelayanan kesehatan. Masyarakat yang
hidup di lingkungan yang masih percaya dengan budaya mistis
memungkinkan hal itu terjadi.
masyarakat tersebut memiliki kebutuhan yang rendah akan pelayanan
kesehatan dari lembaga kesehatan karena lebih memilih untuk datang ke
dukun atau paranolmal ketika mengalami gangguan kesehatan.
2. Faktor Sosiopsikologis
Faktor-faktor Sosiopsikologis meliputi beberapa hal seperti berikut ini:
a. Kepribadian
Kepribadian seseorang dapat mempengaruhi tindakannya dalam
berusaha menjaga kesehatan. Orang dengan kepribadian introvert
cenderung tidak menerima informasi dan layanan kesehatan daripada
mereka yang mampu terbuka dan mau untuk menerima edukasi mengenai
kesehatan.
b. Kelas Sosial
Kelas sosial terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu kelas atas (upper class),
kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Setiap kelas
memiliki kecenderungan tersendiri untuk tetap sehat. Kelas sosial yang
lebih tinggi memungkinkan orang untuk lebih memahami bagaimana tetap
sehat, sebab memiliki cukup uang untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan. Tingkat teratas juga memberi Anda kesempatan
untuk memilih dan mencari tahu layanan kesehatan terbaik untuk diri Anda
sendiri.
Berkat kelas menengah sosial, masyarakat mendapatkan informasi dan
layanan kesehatan yang cukup. Anggota kelas menengah sosial
cenderung memandang kesehatan sebagai hal yang penting, tetapi juga
memilih pelayanan kesehatan umum. Pada saat yang sama, karena kelas
sosial yang lebih rendah, masyarakat cenderung tidak menerima informasi
yang baik tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan. Mereka cenderung
membutuhkan pelayanan kesehatan hanya ketika ancaman yang di derita
sudah dirasa parah dan benar-benar membutuhkan penanganan.
c. Tekanan Sosial
Tekanan sosial pada suatu komunitas dapat menimbulkan persepsi
yang sama dengan tekanan sosial yang ada. Misalnya, seseorang dengan
pemahaman yang baik tentang layanan kesehatan dapat mengubah
kecurigaan.
Pelayanan kesehatan karena menderita tekanan lingkungan yang
meremehkan pelayanan kesehatan.
3. Faktor structural
a. Edukasi
Tingkat edukasi masyarakat dapat menentukan kecenderungan suatu
masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan. Orang dengan
pendidikan rendah kurang memahami pentingnya menjaga diri agar tetap
sehat. Mereka juga tidak biasa menggunakan layanan kesehatan untuk
sembuh dari penyakit, percaya bahwa kesembuhan dapat dicapai melalui
pengobatan alternatif yang tersedia di masyarakat.
b. Pengalaman Tentang Suatu Masalah
Orang yang memiliki pengalaman dalam sesuatu. Mereka mungkin
memiliki pemahaman yang lebih baik daripada mereka yang tidak
berpengalaman. Misalnya, jika seseorang memiliki ayah yang menderita
diabetes dan dia melihat keburukan penyakit yang diderita ayahnya, suatu
saat dia akan merawat dirinya dengan lebih baik agar tidak menderita
penyakit yang sama dengan ayahnya. Dalam usahanya, yang
bersangkutan mungkin akan mencari pelayanan preventif untuk antisipasi
agar terhindar dari penyakit tersebut.
2.6 HUBUNGAN ANTARA KOMPONEN, FAKTOR, DAN AKSI MENURUT TEORI
HEALTH BELIEF MODEL

Faktor demografis dan psikologis dapat mempengaruhi aspek persepsi


masyarakat, yaitu persepsi kerentanan, tingkat keparahan, ancaman, manfaat,
hambatan, dan isyarat yang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat yang memahami
komponen observasi ini menonjolkan kegiatan untuk menjaga kesehatan dan upaya
pencegahan penyakit melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2.7 CONTOH RANCANGAN INSTRUMEN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL DI


RUMAH SAKIT
Untuk mengetahui keadaan masyarakat sasaran bereaksi terhadap pemaknaan
konsep kesehatan pada pihak rumah sakit, maka pihak rumah sakit harus
melakukan penilaian dengan menggunakan konsep model Health Belief berupa
instrumen pertanyaan yang dapat dijawab oleh sasaran. Pertanyaan ini dapat
ditanyakan oleh pasien yang telah mendapatkan pelayanan kesehatan, keluarga
pasien, atau dapat juga ditanyakan melalui survei masyarakat atau pendidikan.
Berikut beberapa contoh alat inquiry kasus Covid-19 dan diare:

1. Persepsi Kerentanan (Percieved Suspencibility)


 karena saya sering melakukan perjalanan dengan tidak memakai masker,
saya merasa dapat terinveksi virus Covid-19
a) sangat yakin
b) yakin
c) tidak yakin
d) sangat tidak yakin
e) tidak tahu
 karena saya berada di lingkungan yang kumuh, saya merada dapat
dengan mudah terserang penyakit diare
a) sangat yakin
b) yakin
c) tidak yakin
d) sangat tidak yakin
e) tidak tahu
2. Persepsi Keparahan (Percieved Seriousness)
 Bagi saya menderita flu
a) Sangat berbahaya
b) Berbahaya
c) Tidak terlalu berbahaya
d) Sangat tidak berbahaya
e) Tidak tahu
 Bagi saya menderita diare
a) Sangat berbahaya
b) Berbahaya
c) Tidak terlalu berbahaya
d) Sangat tidak berbahaya
e) Tidak tahu
3. Presepsi Ancaman dan Manfaat
 Untuk melindungi diri saya dari virus Covid-19, saya meminimalisir
perjalanan, dan apabila ada keperluan mendesak keluar rumah saya
berusaha untuk memakai masker
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Tidak tahu
 Saya akan berkunjung secara rutin ke rumah sakit untuk mendapatkan
tes swab antigen dan atau vaksinasi Covid-19 :
a) Sangat perlu
b) Perlu
c) Kurang perlu
d) Tidak perlu
e) Tidak tahu
 Saya berusaha menciptakan kehidupan sehari-hari yang bersih dengan
mengupayakan beberaoa hal meskipun berada di lingkungan
masyaratkat yang kumuh :
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Tidak tahu
4. Persepsi Hambatan (Perceived Berriers)
 Membatasi perjalanan untuk pergi berbelanja, berkumpul dengan
teman, dan berlibur di tempat wisata:
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Tidak tahu
 Mengupayakan hidup bersih dan membatasi interaksi dengan
lingkungan yang tercemar
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Tidak tahu

Setiap bagian dari instrumen pertanyaan memiliki skor sendiri tergantung pada
penanya. Skor yang dihasilkan memberi arah kepada rumah sakit dalam menentukan
strategi khusus untuk menarik masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Health belief model adalah sebuah konsep yang mengungkapkan
alasan mengapa orang terlibat dalam perilaku sehat atau tidak (Becker, 1984).
Health belief model juga dapat diartikan sebagai konstruksi teoritis mengenai
keyakinan individu tentang perilaku sehat (Conner dan Norman, 2005).

Belieft berarti percaya atau percaya dalam bahasa Inggris. Jadi, iman
adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perbuatan atau pola
tingkah laku tertentu, misalnya diyakini bahwa mandi dapat membersihkan
badan dari kotoran (Putri, 2016). Pada saat yang sama, Hayden (2017:67)
mengatakan bahwasannya keyakinan sangat dekat dengan budaya, yaitu
persepsi seseorang tentang sesuatu yang benar, meskipun itu bukan
kebenaran. Jadi, dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belieft adalah kepercayaan terhadap sesuatu, benar atau salah, yang
dipengaruhi budaya sedemikian rupa sehingga mengarah pada tindakan
atau perilaku dari kepercayaan tersebut.

Model adalah representasi dari suatu obyek, objek atau ide dalam
bentuk penyederhanaan dari kondisi atau fenomena alam (Mahmud,
2008:1). Sementara itu, pengertian model terkait dengan model Sancredo
adalah representasi dari suatu gagasan dalam suatu keadaan. Model S
Health Belief sejauh ini merupakan teori yang paling banyak digunakan
dalam pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz & Lewis, 2002;
National Cancer Institute (NCI), 2003).
3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu masyarakat dan
tenaga Kesehatan supaya lebih paham tentang konsep Health Belieft Model sehingga
dapat berguna untuk menyusun Langkah-langkah dalam Tindakan selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Purwodihardjo, O. M., & Suryani , A. O. 2020. Jurnal Perkotaan. Aplikasi health belief
model dalam penanganan pandemi covid-19 di provinsi dki jakarta, Vol. 12 No.
1 (21-38). Diakses dari 1262-Article Text-6586-2-10-20210219.pdf
Agustina, S.A. 2019. HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat. Hubungan komponen
health belief model dengan upaya pencegahan infeksi menular seksual pada
ibu rumah tangga melalui penggunaan kondom, Vol. 7 No. 2 (47-88). Diakses
dari 28746750-1-SM (1).pdf
Agustina, S.A. 2019. HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat. Hubungan komponen
health belief model dengan upaya pencegahan infeksi menular seksual pada
ibu rumah tangga melalui penggunaan kondom, Vol. 7 No. 2 (47-88). Diakses
dari 28746750-1-SM (1).pdf
BAB II. Diakses dari BAB_2.pdf. Diakses pada 31 Oktober 2021.
Pakpahan, M., Siregar, D., dkk. 2021. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Yayasan Kita Menulis : Februari 2021. Diakses dari
http://lib.stikes-mw.id/wpcontent/uploads/2021/03/FullBook-Promosi-
Kesehatan-dan-PerilakuKesehatan.pdf
BAB II. Diakses dari
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/4223/06bab2_arlini_
10050010059_skr_2014.pdf?Sequence=6&isAllowed=y#:~:text=Health
%20belief%20model%20dikembangkan%20oleh,akan%20berhubungan
%20dengan%20kondis i%20kesehatannya. Diakses pada 31 Oktober 2021.
BAB II. UIN Surabaya. Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/13200/5/Bab%202.pdf
Purwodihardjo, Otty Mulijaty, dan Suryani Angela Oktavia. 2020. Jurnal Perkotaan.
Aplikasi health belief model dalam penanganan pandemi covid-19 di provinsi
dki jakarta. Vol. 12 No. 1 Hal. 21–38.
Nugrahani,Rosi Rizqy dkk. 2017. Journal of Epidemiology and Public Health. Health
Belief Model on the Factors Associated with the Use of HPV Vaccine for the
Prevention of Cervical Cancer among Women in Kediri, East Java., 2(1): 70-81
Purwodihardjo, O. M., & Suryani , A. O. 2020. Jurnal Perkotaan. Aplikasi health belief
model dalam penanganan pandemi covid-19 di provinsi dki jakarta, Vol. 12 No.
1 (21-38). Diakses dari 1262-Article Text-6586-2-10-20210219.pdf

Anda mungkin juga menyukai