Anda di halaman 1dari 31

Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit

PENULIS :

 DIVA AULIA ZAHRA SOEGAMA (10821006)

 MAYANG HAWWIN APHRODITA (10821013)

 SHINTA ANANDISTA PUTRI (10821027)

 ZHALWA ANGGORO QUROTUAINI (10821032)

Jl. Wachid Hasyim No. 65,

Bandar Lor, Kec. Mojoroto,

Kota kediri, Jawa Timur

64114

Telp : (0354) 773299

Website : https://g.page/iikbwkediri?share

E-mail :-
S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Tuhan YME atas rahmatnya yang telah membantu penulis

untuk menyelesaikan Book Chapter ini. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan Book Chapter ini.

Book Chapter berjudul Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit ini membahas mengenai

bagaimana persaingan dan kualitas Rumah Sakit di Indonesia. Selain itu, Book Chapter ini juga

membahas karakteristik jasa layanan Rumah Sakit.

Penulis mengharapkan dengan adanya Book Chapter ini dapat membantu para

mahasiswa yang sedang menjalani profesi ataupun yang masih dalam proses akademik.

Pembahasan mengenai persaingan dan kualitas Rumah Sakit dapat digunakan oleh manajer di

lapangan dalam mengahdapi masalah yang berkaitan dengan manajemen.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan Book Chapter

ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi

perbaikan buku ini dimasa mendatang .

Kediri, 16 Maret 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan

pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien s esuai dengan standar pelayanan rumah

sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien

sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan

dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan

Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009).

Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di

rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas

kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap

keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak

terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan

kela ngsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk

dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada

pasien. Keselamatan pasien merupakan priorit as utama untuk 2 dilaksanakan terkait dengan

isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes, 2006). WHO (World Health Organitation) tahun

2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika,

Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan

rentang 3,2% – 16,6%. Data tersebut menjadi pemicu diberbagai negara untuk melakukan

penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (Depkes, 2006).


1.2 Rumusan Masalah

 Bagaimana persaingan kesehatan di Indonesia ?

 Bagaimana kekuatan tawar konsumen pelayanan kesehatan ?

 Bagaimana hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan ?

 Apa dampak persaingan industri pelayanan kesehatan terhadap konsumen ?

 Bagaimana peningkatan mutu pelayanan rumah sakit ?

 Bagaimana karakteristik pelayanan rumah sakit ?

1.3 . Tujuan Penelitian

A. Tujuan Umum

Menganalisis persaingan kesehatan di Indonesia.

B. Tujuan Khusus

1. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya

membangunan kesehatan di Indonesia.

2. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam membangun

komitmen dan fokus yang jelas tentang pasien safety.

3. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya

membangun sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan identifikasi dan

penilaian terhadap potensial masalah.

4. Mengetahui sistem komunikasi yang melibatkan pasien dalam manajemen keselamatan

pasien di Indonesia.

5. Mengetahui bagaimana strategi mutu pelayanan kesehatan nasional.

6. Mengetahui peningkatan pelayanan mutu rumah sakit.

C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa

pihak antara lain:


1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit di

Indonesia untuk mengetahui hambatan pelayanan mutu kesehatan rumah sakit.

2. Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

keilmuan, kepustakaan tentang pelayanan mutu rumah sakit.

3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan data dasar untuk

melakukan penelitian lanjutan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PERSAINGAN INDUSTRI KESEHATAN DI INDONESIA

Industri pelayanan kesehatan merupakan sektor penting yang sangatberpengaruh pada

kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya pemikiran manajemen, pendekatan pemikiran

bisnis mengarah pada konsep supply chainmanajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh,

melihat semua stakeholderyang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain

dalam industripelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan

yangsangat berpengaruh pada nyawa manusia, tetapi juga menghubungkan banyaksekali

industri pendukung, seperti tenaga medis, farmasi, alat kesehatan,transportasi, dan lain

sebagainya. Supply chain yang terkait dengan produkpelayanan kesehatan sangat penting

dalam memastikan tingginya standarpelayanan, menjaga kepuasan para pengelola dan pada

saat yang bersamaan tetapmenjaga keselamatan pasien.

Untuk mencapai tujuan industri pelayanan kesehatan, kolaborasi antarsektoral sangat

diperlukan. Kolaborasi ini dimedasi oleh sistem informasi yangdigunakan untuk


menghubungkan satu perusahaan dengan partner kerjasamanyaatau sering disebut

Interorganizational system. Penelitian ini ingin melihat peranan karakteristik

Interorganizational System terhadap tercapainya kolaborasi,integrasi dan inovasi pada supply

chain sektor pelayanan kesehatan di Indonesia Model penelitian terdiri dari interorganizational

system dengan limavariabel yaitu, application integration, data

compatibility, analytic ability,evaluation ability, dan alertness, kemudian supply chain

collaboration yangterdiri dari variabel information sharing, decision synchronization,

incentivealignment, integrasi supply chain. Terdapat dua variabel dependen dalampenelitian

ini, yaitu inovasi supply chain dan operation performance. Untukmengakomodasi pertanyaan

penelitian, data disebarkan ke tiga kota, yaituSurabaya, Sidoarjo dan Bandung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sua dari empat hipotesis diterimasedangkan dua

laiinya tidak didukung data empiris. Dua hipotesis yang didukungoleh data empiris adalah

pengaruh positif Supply Chain Collaboration terhadapOperations Performance dan pengaruh

positif Supply Chain Integration terhadapSupply Chain Innovation. Dua hipotesis yang tidak

didukung data empiris adalahpengaruh Karakteristik Interorganizational System baik terhadap

SCCollaboration maupun Supply Chain Integration. Diskusi dan saran penelitianlebih lanjut

tersedia di bagian akhir dokumen ini.


2.2 KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN

Jumlah pasien yang tergabung dalam asuransi atau perusahaan penjaminan mutu

kesehatan cenderung meningkat dari tahun ketahun, kekuatan asuransi atau perusahaan dalam

industri akan semakin besar. Input sama, tarif berbeda antara pasien asuransi lainnya serta

dengan pasien umum

Ratio nilai pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien asuransi atau perusahaan

yang penjamin lebih besar dibanding pasien umum. Kekuatan asuransi perusahaan dalam

industri besar, memiliki kontrol yang lebih besar terhadap penetapan harga dan pemilihan jenis

pelayanan. Asimetri informasi pasien tidak memahami cara dan jenis pelayanan kesehatan yang

paling efektif dan menguntungkan baginya. Pasien berpotensi harus membayar lebih mahal.

Pasien hampir tidak pernah diberikan informet choice (permenkes no. 585/1989).

Keputusan obat, jenis pelayanan penunjang, tindakan, institusi pelayanan kesehatan diserahkan

sepenuhnya pada dokter. Berpotensi menyuburkan praktek integrasi vertikal serta berpeluang

menyebabkan pasien harus membayar mahal.

Terhadap diferensiasi harga untuk kelas perawatan yang berbeda jenis pembayaran

yang berbeda, instalansi yang berbeda. Struktur biaya kesehatan untuk penyakit yang sama

menjadi berbeda, berpotensi menyebabkan terjadinya diferensiasi pelayanan.

Perbandingan harga obat. Selain untuk obat generik, tidak ada peraturan yang mengatur

harga obat. Ada rumah sakit yang menetapkan harga obat yang sampai hampir 1000% diatas

HET.
2.2 KAJIAN TERHADAP KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PADA INDUSTRI PELAYANAN

KESEHATAN

Indikasi :

 Besarnya ratio konsentrasi konsumen asuransi sosial, ketergantungan pasien terhadap

asuransi sosial relatif besar

 Pasien tidak mengetahui dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pelayanan

kesehatan yang paling tepat dan menguntungkan baginya

 Produk pelayanan kesehatan bersifat pentik dan mendesak. Posisi tawar pasien menjadi

lemah

 Produk pelayanan kesehatan relatif terintegrasi antara produk satu dengan yang lainnya.

Mengurangi fleksibilitas pasien untuk memilih pelayanan yang lebih menguntungkan

secara terpisah satu dengan yang lain.

2.3 KETERSDIAN SUBTITUSI

Diparitas harga relatif besar untuk produk substitusi pelayanan kesehatan terutama

untuk obat. Asimetri informasi, mekanisme pasra tidak ditentukan oleh supplay dan demand

harga obat ditentukan sepenuhnya oleh rumah sakit. Harga tetap tinggi meskipun produk

substitusi yang tersedia di pasar banyak jumlahnya. Hal ini terutama terjadi di rumah sakit,

padahal > 50% nilai perdagangan obat terjadi di Rumah Sakit. Saat ini terdapat 204 perusahaan

farmasi namun struktur pasar yang terjadi bukan persaingan sempurna


2.4 HAMBATAN MEMASUKI INDUSTRI PELAYANAN KESEHATAN

Hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan berpotensi terjadi baik pada

perusahaan obat dan asuransi. Kebijakan formularium obat pada Rumah Sakit membatasi

masuknya PBF lain yang tidak termasuk dalam pendaftaran formularium.

Selain itu, pemilihan PBF yang mempertimbangkan besarnya diskon obat, sponsorship,

pemberian manfaat lain pada dokter atau rumah sakit menimbukan berpotensi mengahalangi

PBF dengan skala usaha lebih kecil untuk masuk ke Rumah Sakit.

Nilai perdagangan terbesar terjadi dirumah sakit. Belanja farmasi 2005-2009 mencapai

Rp. 32.90 Triliun, dimana 51% diantaranya dikontribusikan oleh Rumah Sakit (kompas, 19

Oktober 2009)

Rumah SakitPemerintah cenderung menolak untuk beraliansi dengan perusahaan

asuransi swasta dengan alasan keterbatasan fasilitas. Namun Rumah Sakit Pemerintah

berupaya bermitra dengan perusahaan besar yang jumlah karyawan banyak. PBF diizinkan

promosi produk ke Rumah Sakit, akses besar bagi PBF.

Sistem rujukan regionalisasi membatasi pasien asuransi sosial untuk memilih Rumah

Sakit, pelayanan penunjang, dan obat-obatan, pasien hanya dapt diterima di Rumah Sakit yang

dirujuk padahal jarak ke lokasi Rumah Sakit terkadang lebih sulit bagi pasien.

PBF dan perusahaan alkes yang dapat PBF dan perusahaan alkes yang dapat memasuki

rs adalah yang memiliki skala ekonomi besar, antara lain oleh karena besarnya diskon yang

diberikan, sponsorship, fasilitas mengikuti pengembangan diri bagi dokter, dsb.

pbf kecil akan semakin sulit bersaing akibat skala ekonomi yang menjadi lebih

lemah.skala ekonomi ini akan membatasi distribusi, utilisasi tenaga penjual, pembiayaan, dsb.
2.5 KEKUATAN TAWAR PENYAJI PELAYANAN KESEHATAN

Terdapat diferensiasi input untuk obat- obatan dan pelayanan penunjang bagi pasien

asuransi dan umum. Meskipun tersedia produk substitusi, namun asimetri informasi

menyebabkan pasien tidak mengetahui keberadaan substitusi tersebut. hal ini berpotensi

merugikan konsumen sebab harus membayar lebih mahal.

Selain itu dokter atau rumah sakit juga jarang menawarkan substitusi, kecuali untuk

pasien umum dengan input pelayanan kesehatan yang sama terdapat perbedaan tarif/harga

untuk kelas perawatan yang berbeda, jenis pembayaran yang berbeda, dan instalasi yang

berbeda

Integrasi vertikal rs dengan perusahaan obat, pelayanan penunjang medik, dan dokter

spesialis. Dokter atau rumah sakit akan memilih pbf yang memberikan diskon besar,

sponsorship, memberikan fasilitas pengembangan diri (seminar, liburan, dsb), menyediakan

sarana, mampu mengkuti prosedur ketentuan & prosedur rs, memberikan kelonggaran kredit,

dsb. rs cenderung memilih asuransi yang jumlah kepesertaannya besar,rs akan cenderung

memilih dokter spesialis yang pasiennya banyak.

2.6 KAJIAN TERHADAP KEKUATAN TAWAR PENYAJI PELAYANAN KESEHATAN

Jumlah pelayanan kesehatan yg tersedia lebih kecil dari kebutuhan pelayanan

kesehatan. hal ini menyebabkan kekuatan tawara penyaji pelayanan kesehatan lebih besar.

Ketergantungan masyarakat terhadap asuransi sosial semakin besar. hal ini

menyebabkan besarnya kekuatan tawar asuransi sosial dalam menentukan mutu dan tarif

dalam pelayanan kesehatan.

Produk pelayanan kesehatan bersifat unik dan terdapat asimetri informasi antara

pasien dengan pemasok pelayanan kesehatan. pasien tidak tahu persis jenis dan cara
pelayanan kesehatan yang paling efektif dan menguntungkan baginya. asimetri informasi

menyebabkan pasien menyerahkan sepenuhnya cara pelayanan kesehatannya kepada penyaji

pelayanan kesehatan. keadaan ini memperbesar posisi tawar penyaji pelayanan kesehatan

Biaya beralih dan risiko pasien untuk beralih ke penyaji lain relatif besar. hal ini juga

semakin memperbesar posisi tawar penyaji pelayanan kesehatan.

Ketidaktahuan pasien mengenai persoalan teknismedik menyebabkan produk

pelayanan kesehatan yang satu tidak bersaing dengan produk pelayanan kesehatan lain.

meskipun tersedia substitusi obat atau pelayanan penunjang medik, namun ketidaktahuan

pasien menyebabkan produk yang bersubstitusi tersebut tidak bersaing satu dengan yang lain.

Penyaji pelayanan kesehatan (rumah sakit & dokter) cenderung melakukan integrasi

vertikal dengan perusahaan obat maupun pelayanan penunjang medik. dampak persaingan

industri pelayanan kesehatan terhadap konsumen

1. Jumlah pasien asuransi sosial semakin meningkat dari tahun ke tahun. pelayanan

kesehatan untuk pasien asuransi sosial sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah.

beberapa kebijakan pemerintah yang merugikan konsumen sbb :

a. keterbatasan memilih dokter

b. keterbatasan pemilihan obat-obatan

c. keterbatasan memilih tempat pelayanan penunjang medik [radiologi,

laboratorium]

d. Plafon biaya pelayanan kesehatan

2. Masyarakat terbatas dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan


terdapat perbedaan tarif pelayanan kesehatan untuk jenis input yang sama pada kelas

perawatan [vip, kls i, ii, iii] dan jenis pembayaran yang berbeda [asuransi dan umum].

kesehatan. plafond berbeda berdasarkan tipe rumah sakit, serta antara daerah.

3. ada kesepakatan beberapa rumah sakit pemerintah dalam penentuan tarif, yang mungkin

saja menggunakan input yang berbeda. kesepakatan ini dikuatkan melalui perda.

4. formularium di rs bisa saja berbeda dengan formularium perusahaan asuransi.

5. beberapa rumah sakit menggunakan strategi multipricing, yaitu penerapan tarif yang

berbeda untuk jenis pembayaran yang berbeda-beda

6. pada jenis pembayaran yang berbeda, harga yang diterapkan berbeda untuk merk obat

yang sama.

7. harga obat ditentukan oleh direksi rumah sakit, namum terdapat beberapa obat yang

memiliki harga jauh melampaui het [harga eceran tertinggi].

8. tidak lengkapnya disclosure information untuk rencana tindakan medik yang akan

dilaksanakan. serta cenderung mengarahkan pasien untuk mengikuti.

9. rumah sakit umumnya mengarahkan pasien untuk menggunakan pelayanan penunjang

ditempat tertentu.

10. rumah sakit mengintegrasikan penjualan obat

11. sistem rujukan (regionalisasi ) membatasai pasien dalam memilih rumah sakit.

12. pada rumah sakit pemerintah, pasien paviliun/vip bisa memilih dokter, sedangkan pasien

non paviliun tidak bisa. sedangkan pada rumah sakit swasta, pasien bebas memilih dokter.

13. pada sebagian rs swasta, sistim formularium yang digunakan menggunakan obat branded.

namun, untuk kelas iii formularium menggunakan obat generik. hal ini berpotensi

merugikan konsumen karena harus membayar mahal untuk harga obat.

14. salah satu pertimbangan penting rs dalam merekrut dokter spesialis adalah jumlah pasien

yang dimiliki dokter tersebut


15. sebagian besar pbf langsung mendekati dokter secara pribadi untuk mempromosikan

produk mereka. namun, pada sebagian rs, pbf perlu mendekati bagian pengadaan selain

mendekati dokter sehingga fasilitas yang diberikan pbf harus dialokasikan untuk dokter

maupun bagian pengadaan obat di rs a berpotensi menyebabkan konsumen membayar

obat dengan harga yang mahal.

16. sistim pengadaan obat di rs bervariasi. sebagian rs swasta tidak memiliki formularium.

dokter bebas meminta apotik untuk menyediakan merek obat tertentu. namun, ada

keharusan dari rs terhadap dokter ybs untuk menghabiskan sejumlah obat tertentu yg

dipesan dalam kurun waktu tertentu à berpotensi merugikan pasien sebab keharusan

tsb berpeluang menyebabkan dokter meresepkan obat yang kurang sesuai dengan

kebutuhan pasien.

17. rs berupaya bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar atau asuransi yang

kepesertaannya besar. kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tentang

cara dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggotanya. besarnya rasio

konsentrasi pasar perusahaan/asuransi tertentu membuka peluang bagi

perusahaan/asuransi untuk menekan pelayanan kesehatan yang seharusnya diterima

pasien

18. pada sebagian rs, apoteker dapat langsung mensubstitusi obat yang diresepkan dokter

tanpa konfirmasi ke dokter. namun, untuk pasien umum, obat yang akan disubstitusi

harus dikonformasikan terlebih dahulu kepada dokter.

2.7 PENINGKATAN KUALITAS ATAU MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

A. DEFINISI UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya dan kegiatan

yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara
objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai rnutu dan kewajaran pelayanan

terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan

memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di

rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.

Pada umumnya semua organisasi menghendaki SDM bermutu yaitu yang mampu

mengkreasi usaha organisasi yang tidak ada menjadi ada, atau dari kehidupan organisasi biasa

menjadi organisasi yang mampu melakukan sesuatu yang lebih tinggi bagi kemajuan organisasi.

SDM yang bermutu pada prinsipnya mempunyai kemampuan profesional dan teknikal tertentu

yang kehadirannya pada semua lini pekerjaan akan melahirkan banyak keuntungan.

Dalam organisasi rumah sakit upaya untuk menciptakan rumah sakit yang mempunyai

citra baik (berkualitas) di mata pelanggannya sangat ditentukan oleh kualitas SDM

terstandarisasi yang dimilikinya. SDM terstandarisasi berarti tenaga yang dimiliki oleh

organisasi telah mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan bidang tugas

yang dikerjakan baik dilihat dari tingkat pendidikan maupun pengalaman yang dimiliki SDM

yang bersangkutan. SDM rumah sakit pada dasarnya telah terspesialisasi secara jelas, karena

semua tenaga medis seperti perawat, bidan, dokter, dokter spesialis, farmasi dan lain-lain

secara khusus telah mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas yang

mereka kerjakan. Dengan latar belakang pendidikan itulah SDM di organisasi rumah sakit

diharapkan mampu menunjang pelayanan rumah sakit yang berkualitas. Meskipun demikian,

karena masalah kesehatan dan teknologi yang digunakan selalu berubah maka upaya

peningkatan mutu SDM akan selalu diperbaiki dengan berbagai cara dan strategi baik melalui

pre-service education dan in-service education. Apalagi di era saat ini yang menuntut

keunggulan mutu SDM yang ditandai dengan sinergi antara keleluasaan pengusaan ilmu

pengetahuan danketeramplian memanfaatkan teknologi informasi.

Seorang dokter dan perawat bukan hanya dituntut mampu memberikan pelayanan

medis dan perawatan, tetapi harus mampu menggunakan komputer dan menguasai
keterampilan berkomunikasi secara baik kepada pasien agar hubungan pasien dengan pelayan

kesehatan dapat berjalan dengan baik. Tentunya dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika

hubungan komunikasi pasien dan pelayan kesehatan terjadi distorsi. Kualitas SDM seperti

itulah yang membedakan SDM rumah sakit dengan SDM rumah sakit lainnya, karena latar

belakang pendidikan mungkin sama akan tetapi pengusaan teknologi informasi dan komunikasi

yang dimiliki dapat berbeda. Keadaan itu akan menjadi pendorong organisasi rumah sakit

untuk dapat meraih keunggulan kompetitif (competitive adventages) yaitu dapat memenangkan

persaingan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien dibandingkan rumah

sakit lainnya.

SDM terstandardisasi yang telah menguasai teknologi informasi dan komunikasi

merupakan unsur penting dalam faktor proses produksi yakni penyampaian jasa pelayanan

kepada pasien dan menciptakan keunggulan kompetitif. Untuk menciptakan SDM yang

berkualitas tentu saja terkait dengan kompetensi. Kompetensi selain menentukan perilaku dan

kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaan dengan baik

berdasarkan standar kriteria yang ditentukan. Menurut The National Park Service kompetensi

merupakan kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan di bidang karier tertentu yang

dimiliki sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan tugas atau fungsinya pada keahlian

tertentu yang secara spesifik telah ditentukan.

SDM rumah sakit terdiri atas petugas medis dan nonmedis. Tenaga medis secara khusus

telah diposisikan sesuai tugas dan fungsi dengan mempertimbangkan disiplin ilmu atau latar

belakang pendidikan mereka, namun dapat saja tugas dan fungsi administrasi tidak dijabat oleh

orang yang tepat sesuai kriteria yang ditentukan. Meskipun inti jasa pelayanan di rumah sakit

adalah jasa kesehatan, pengguna jasa pelayanan kesehatan tersebut tentunya harus melalui

tahap demi tahap proses kegiatan dan akan bertemu dengan bagian-bagian pelayanan tidak

langsung (seperti bagian informasi, administrasi, dll). Bagian pelayanan tidak langsung di

rumah sakit dapat saja mengakibatkan pasien merasa tidak puas dan tidak nyaman. Kondisi itu
terjadi, apabila petugas di bagian pelayanan tidak langsung bersikap tidak ramah, kurang sopan,

judes dan tidak terampil.

Jika SDM rumah sakit memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, keterampilan

yang sesuai, SDM tersebut belum dapat dikatakan mempunyai kompetensi yang tinggi karena

kompetensi yang tinggi bukan hanya menyangkut pengetahuan/pendidikan (knowledge) dan

keterampilan (skill) saja tetapi menyangkut banyak kondisi. Mengutip pernyataan Spencer et al

karakteristik kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar melakukan pekerjaan dengan baik

berda-sarkan kriteria yang telah ditentukan, meliputi motif (motive), sifat/ciri bawaan (traits),

konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Motif

menyangkut daya dorong kemauan orang yakni karyawan rumah sakit untuk melakukan

tindakan baik yang berasal dari dalam diri maupun luar diri. Sifat/ciri bawaaan menyangkut

reaksi ciri bawaan yang bersifat konsisten terhadap situasi misalnya seorang dokter harus

mempunyai pandangan luas dalam mengambil keputusan yang tepat pada saat gawat darurat

maupun masalah kesehatan yang tidak ada kepastian. Inti kedua kompetensi berada pada dasar

personality iceberg sehingga sangat sulit untuk dinilai dan dikembangkan serta memakan biaya

yang cukup besar untuk memilih karakteristik tersebut.

Konsep diri merupakan refleksi dari konsep sikap, nilai atau self image yang diyakini

orang. Konsep diri yang harus diyakini para karyawan adalah bahwa bekerja merupakan

tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik sehingga dalam bekerja harus bersikap

baik (seperti senyum, ramah dan sopan) kepada pelanggan. Karakteristik konsep diri dapat

diubah melalui pelatihan dan psikoterapi atau pengalaman pengambangan yang positif

walaupun memerlukan waktu yang relatif lama. Karakteristik kompetensi pengetahuan dan

keterampilan relatif lebih mudah untuk dikembangkan melalui pelatihan dengan cara yang

paling efektif untuk menjamin kemampuan pegawai. Kompetensi pengetahuan dan

keterampilan mempunyai kecenderungan lebih tampak (visible) dan lebih mudah untuk dapat
ditingkatkan dibandingkan karakteristik kompetensi lainnya yang berada lebih dalam dan

tersembunyi dalam diri seseorang.

Karakteristik kompetensi SDM berupa pengetahuan dan keterampilan merupakan

kompetensi yang mendasar yang harus dimiliki SDM untuk menuju ke arah kompetensi yang

lebih dalam dan tersembunyi. Artinya para karyawan tidak akan mempunyai konsep diri, motif

dan sifat/ciri bawaan baik untuk menjadi SDM yang berkualitas, jika tidak mempunyai

pengetahuan dan keterampilan yang baik.

Tuntutan kualitas menjadi prioritas di Indonesia khususnya dalam pelayanan di rumah

sakit terutama di kota besar. Rumah sakit tidak cukup bila hanya menawarkan pelayanan

dengan konsep asal “selamat” tetapi perlu menawarkan hasil maksimal berupa pelayanan yang

berdasarkan kepuasan dengan standar profesi yang tinggi. Rumah sakit tidak hanya berfungsi

untuk kegiatan mengobati, tetapi merupakan tempat untuk meningkatkan status kesehatan

individu, sehingga kualitas kesehatan dan hidup manusia Indonesia meningkat pula.

Lebih jauh dikatakan bahwa rumah sakit merupakan salah satu tatanan pemberi jasa

layanan kesehatan yang semakin berkembang dan jika dilihat jumlahnya semakin meningkat

dari tahun ke tahun. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah rumah sakit di

Indonesia telah mencapai 1234 unit, dan lebih dari setengah jumlahnya adalah rumah sakit

milik swasta. Tren kenaikan jumlah rumah sakit yang semakin tahun semakin bertambah

mengindikasikan bahwa rumah sakit harus mampu bersaing dan memenangkan persaingan

tersebut. Apalagi dengan terjadinya globalisasi ekonomi dan datangnya era perubahan menjadi

tantangan yang serius bagi para eksekutif dalam mengelola rumah sakit. Dalam menghadapi era

perubahan tersebut, diperlukan sikap kehatihatian para eksekutif untuk dapat menyesuaikan

diri dengan perkembangan sekaligus menjaga kelangsungan organisasinya agar mampu

bertahan hidup.
Dalam era keterbukaan batas geografi, hambatan yang dihadapi adalah munculnya

pesaing baru yakni berdirinya rumah sakit yang bukan hanya berasal dari tingkat local maupun

nasional saja, tetapi berasal dari tingkat internasional. Oleh karena itu, diharapkan rumah sakit

yang telah berdiri dan beroperasi di saat ini harus mempersiapkan diri untuk membina

organisasinya terutama sumber daya dan sistem manajerial agar mampu menciptakan jasa

pelayanan kesehatan rumah sakit yang berkualitas bagi pelanggannya. Fungsi pelayanan

kesehatan di rumah sakit sendiri telah mengalami pergeseran, yang dulunya sebagai organisasi

yang bersifat sosial, kini telah menjadi sebuah organisasi bisnis yang berupaya mencari

keuntungan (profit) dari usaha yang dijalankan.4 Hal itu disebabkan rumah sakit merupakan

organisasi yang kompleks, padat modal dan padat teknologi sehingga memerlukan biaya yang

cukup tinggi untuk keberlangsungan upaya pelayanan kesehatan tersebut.

Sumber daya manusia yang harus dimiliki rumah sakit pada prinsipnya telah diatur

melalui akreditasi rumah sakit yakni dalam penentuan jumlah dan spesifikasi tenaga serta

fasilitas penunjang layanan yang harus dimiliki oleh sebuah rumah sakit. Sumber daya

terstandarisasi seperti SDM, manajemen dan teknologi terstandarisasi merupakan komponen

yang sangat diperlukan untuk menghadapi persaingan dan menciptakan rumah sakit yang

mempunyai jasa pelayanan kesehatan berkualitas yang merupakan indikator untuk

meningkatkan citra rumah sakit dan profitabilitasnya.

Sementara itu, citra dan profitabilitas rumah sakit yang diperoleh berasal dari

mekanisme kunjungan pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pasien pengguna jasa pelayanan rumah sakit tentunya akan sangat mengharapkan nilai

kesembuhan atau pemecahan masalah kesehatan yang dialaminya sehingga mereka sehat

kembali. Apabila harapan (expectation) tersebut dapat terpenuhi, berarti masalah kesehatan

yang dialaminya telah terpecahkan yakni dengan memperoleh kesembuhan dan menjadi sehat,

bahkan bila mungkin menjadi bugar.


B. STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya rumah

sakit maka disusunlah strategi sebagai berikut:

1 . Rumah sakit harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan

rumah sakit sehingga dapat menyusun langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing –

masing rumah sakit.

2. Memberi pricritas kepada peningkatan sumber daya manusia di rumah sakit termasuk di

dalamnya meningkatkan kesejahteraan karyawan, memberikan imbalan yang layak, program

keselamatan dan kesehatan kerja, program diklat, dsb.

3. Menciptakan budaya mutu di rumah sakit. Termasuk didalamnya menyusun program mutu

rumah sakit, menyusun tema yang akan dipakai sebagai pedoman, memilih pendekatan yang

dipakai dalam penggunaan standar of procedure (SOP). Kem udian juga menetapkan

mekanisme monitoring dan evaluasi.

C. KARAKTERISTIK JASA LAYANAN RUMAH SAKIT

Fokus jasa pelayanan kesehatan rumah sakit adalah bagaimana menciptakan pasien

(pelanggan) yang mengalami gangguan dapat teratasi melalui pengobatan dan penyembuhan

penyakit. Sebagai imbalan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan, maka pasien harus

membayar tarif/iuran yang ditetapkan rumah sakit. Tarif yang dibayar pasien merupakan

sumber daya finansial agar bisnis rumah sakit dapat berjalan dan menghasilkan keuntungan

(profitabilitas).

Kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien akan

menentukan baik-buruknya citra rumah sakit. Rumah sakit yang mempunyai citra baik adalah

rumah sakit yang dapat menciptakan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga

pasien merasa puas dengan jasa pelayanan yang diterima dan sebaliknya. Dengan demikian

baik-buruknya citra rumah sakit akan sangat ditentukan oleh tingkat kepuasan pasien selaku
pengguna jasa pelayanan. Citra baik rumah sakit akan berimbas pada meningkatnya

profitabilitas rumah sakit, sebaliknya citra buruk akan berimbas pada menurunnya

profitabilitas rumah sakit.

Oleh sebab itu, keberadaan rumah sakit sebagai salah satu organisasi yang bergerak di

bidang jasa pelayanan kesehatan diharapkan mampu memelihara dan menjaga kualitas produk

jasa layanannya dengan fokus kepada pelanggan (pasien). Jasa pelayanan kesehatan

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk barang (fisik). Menurut Griffin dan

Rolland karakteristik jasa layanan adalah:

2. Intangibility (tidak berwujud), artinya jasa layanan tidak dapat dilihat, diraba, dirasa,

didengar dan dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting tidak berwujud adalah nilai yang

dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman.

3. Unstortability (tidak dapat disimpan), artinya jasa tidak mengenal persediaan atau

penyimpanan produk yang dihasilkan. Karakteristik itu disebut juga tidak dapat dipisahkan

(inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang

sama.

4. Costumization (desain yang khas), artinya jasa didesain khusus untuk kebutuhan

pelanggan sebagaimana jasa pelayanan kesehatan.

Jasa merupakan aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk

fisik atau konstruksi yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang

dihasilkan dan memberikan nilai tambah atau pemecahan yang dihadapi konsumen.9 Untuk

pasien yang berkunjung ke rumah sakit nilai tambahnya adalah diketahuinya diagnosis

penyakit dan kesembuhan penyakit yang diderita secara aman (patient safety) serta merasa

puas terhadap layanan yang diberikan (patient satisfaction). Indikator patient safety dan

patient satisfaction adalah apabila jasa layanan kesehatan yang diberikan mempunyai kualitas

yang diharapkan. Menurut Garvin et al, kualitas jasa merupakan kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan.

Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan

serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof

kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat

keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan keinginan pelanggan. Kualitas total jasa terdiri

atas tiga komponen utama, yaitu technical quality, funcional quality dan corporate image.

Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan

sebagai acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kualitas kerja.

Kedelapan prinsip tersebut adalah:

a. Fokus Pelanggan

Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu

manajemen organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini

yang akan datang bahkan melebihi harapan pelanggan.

b. Kepemimpinan

Pemimpin sangat penting dalam menciptakan kesatuan arah dan tujuan organisasi,

menciptakan dan mempertahankan lingkungan lingkungan internal sehingga personel terlibat

secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Keterlibatan Personel

Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting

sehingga kemampuan personel dapat digunakan untuk kepentingan organisasi.

d. Pendekatan Proses
Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih

efisien dengan mengelola aktivitas dan sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses.

Proses merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin dan

peralatan dalam lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi

pelanggan.

e. Pendekatan Sistem terhadap Manajemen

Identifikasi, pemahaman dan pengelolaan proses yang saling berkaitan sebagai suatu

sistem yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.

f. Peningkatan Berkesinambungan

Peningkatan kesinambungan akan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan

dan harus menjadi komitmen perusahaan. Peningkatan berkesinambungan merupakan proses

berkesinambungan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam memenuhi

kebijakan dalam mencapai tujuan organisasi.

g. Pendekatan Faktual dalam Pengambilan Keputusan

Keputusan yang efektif harus berdasarkan keputusan analisis data dan informasi yang

faktual, sehingga masalah mutu dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang

diambil harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi

sistem manajemen mutu.

h. Hubungan Pemasok yang Saling Menguntungkan

Organisasi dan pemasoknya saling bergantung dan berhubungan saling menguntungkan

akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan.

Beberapa pakar yang mendalami pemasaran, mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang

menentukan kualitas jasa yaitu:


1. Realibility, mencakup dua hal pokok mencakup konsisten kerja dan kemampuan untuk

dipercaya. Hal itu berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat

pertama (right the first time). Selain itu juga perusahaan memenuhi janjinya, misalnya

menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan dan kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang

dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan

pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.

4. Access, yakni kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal itu berarti fasilitas jasa yang

mudah dijangkau waktu menunggu yang tidak begitu lama, saluran komunikasi dan lain-

lain mudah dihubungi.

5. Courtesy, merupakan sikap sopan santun, respek perhatian dan keramahan yang dimiliki

contact personal seperti resepsionis, operator telepon dan lain-lain.

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang

dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan,

reputasi perusahaan, karakteristik pribadi (contact personal) dan interaksi dengan

pelanggan.

8. Security, yaitu aman dari bahaya risiko atau keraguraguan. Aspek tersebut mencakup

finansial dan kerahasiaan.

9. Understanding/knowing the costumer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan

pelanggan.

10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa yang dapat berupa fasilitas fisik, peralatan yang

dipergunakan.

Mutu yang baik adalah jika penyedia jasa memberikan pelayanan melebihi harapan

pelanggan dan sebaliknya mutu adalah buruk jika pelanggan memperoleh layanan yang lebih

rendah dari harapannya. Dengan demikian, upaya untuk menciptakan kepuasan pelanggan
memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and want) pelanggan dan

apa yang diberikan (given) oleh pemberi layanan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN MATERI

Industri pelayanan kesehatan merupakan sektor penting yang sangatberpengaruh pada

kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya pemikiranmanajemen, pendekatan pemikiran

bisnis mengarah pada konsep supply chainmanajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh,

melihat semua stakeholderyang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain

dalam industripelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan

yangsangat berpengaruh pada nyawa manusia, tetapi juga menghubungkan banyaksekali

industri pendukung, seperti tenaga medis, farmasi, alat kesehatan,transportasi, dan lain

sebagainya. Supply chain yang terkait dengan produkpelayanan kesehatan sangat penting

dalam memastikan tingginya standarpelayanan, menjaga kepuasan para pengelola dan pada

saat yang bersamaan tetapmenjaga keselamatan pasien.

Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya dan kegiatan

yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara

objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai rnutu dan kewajaran pelayanan

terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan

memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di

rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.


TUGAS DAN EVALUASI

1. Bagaimana persaingan kesehatan di Indonesia ?

2. Bagaimana kekuatan tawar konsumen pelayanan kesehatan

3. Bagaimana hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan ?

4. Bagaimana persaingan kesehatan di Indonesia ?

5. Apa dampak persaingan industri pelayanan kesehatan terhadap konsumen ?

6. Bagaimana peningkatan mutu pelayanan rumah sakit ?

7. Bagaimana karakteristik pelayanan rumah sakit ?


PROFIL PENULIS

Diva Aulia Zahra Soegama, dilahirkan di Jakarta, 25 Desember

2002. Sekarang bertempat tinggal di JL. Anggraini GG. Bima 2 No. 5

Kota Kediri. Lulus SMP Negeri 8 Kota Kediri, Setelah lulus

melanjutkan di SMA Negeri 5 Taruna Brawijaya Jawa Timur,

Kemudian pada tahun 2021 melanjutkan pendididkan di Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri pada Program Studi S1

Administrasi Rumah Sakit.

Mayang Hawwin Aphrodita, dilahirkan di Kota Kediri 26 Juni 2003.

Sekarang bertempat tinggal di JL. Bandar Ngalim GG.01 No. 3D. Lulus

SMP Negeri 1 Semen, Setelah lulus melanjutkan di SMA Negeri 3 Kota

Kdi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri pada Program Studi

S1 Administrasi Rumah Sakit.

Shinta Anandista Putri, dilahirkan di Kota Kediri 14 April 2003.

Sekarang bertempat tinggal di JL Kyai No. 1 RT. 2 RW. 2 Dusun

Kauman Desa Pgu kec. Pagu Kab. kediri. Lulus SMP Al - Huda, Setelah

lulus melanjutkan di MA Al - Huda Kota Kediri, Kemudian pada tahun


2021 melanjutkan pendididkan di Institut Ilmu Kesehatan Bhakti

Wiyata Kediri pada Program Studi S1 Administrasi Rumah Sakit.

Zhalwa Anggoro Qurotuaini, dilahirkan di Kota Kediri 10

Desember 2002. Sekarang bertempat tinggal di JL Purworini RT. 5

RW. 4 desa Purwokerto Kec. Ngadiluih Kab. Kediri. Lulus SMP Negeri

1 Ngadiluwih, Setelah lulus melanjutkan di SMA Negeri 4 Kota Kediri,

Kemudian pada tahun 2021 melanjutkan pendididkan di Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri pada Program Studi S1

Administrasi Rumah Sakit.

Anda mungkin juga menyukai