PENULIS :
64114
Website : https://g.page/iikbwkediri?share
E-mail :-
S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
Puji syukur kami panjatkan Tuhan YME atas rahmatnya yang telah membantu penulis
untuk menyelesaikan Book Chapter ini. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan Book Chapter ini.
Book Chapter berjudul Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit ini membahas mengenai
bagaimana persaingan dan kualitas Rumah Sakit di Indonesia. Selain itu, Book Chapter ini juga
Penulis mengharapkan dengan adanya Book Chapter ini dapat membantu para
mahasiswa yang sedang menjalani profesi ataupun yang masih dalam proses akademik.
Pembahasan mengenai persaingan dan kualitas Rumah Sakit dapat digunakan oleh manajer di
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan Book Chapter
ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien s esuai dengan standar pelayanan rumah
sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien
dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di
rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak
terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kela ngsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk
dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
pasien. Keselamatan pasien merupakan priorit as utama untuk 2 dilaksanakan terkait dengan
isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes, 2006). WHO (World Health Organitation) tahun
2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika,
Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan
rentang 3,2% – 16,6%. Data tersebut menjadi pemicu diberbagai negara untuk melakukan
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya
2. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam membangun
3. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya
membangun sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan identifikasi dan
pasien di Indonesia.
C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa
3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan data dasar untuk
BAB II
PEMBAHASAN
bisnis mengarah pada konsep supply chainmanajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh,
melihat semua stakeholderyang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain
dalam industripelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan
industri pendukung, seperti tenaga medis, farmasi, alat kesehatan,transportasi, dan lain
sebagainya. Supply chain yang terkait dengan produkpelayanan kesehatan sangat penting
dalam memastikan tingginya standarpelayanan, menjaga kepuasan para pengelola dan pada
chain sektor pelayanan kesehatan di Indonesia Model penelitian terdiri dari interorganizational
ini, yaitu inovasi supply chain dan operation performance. Untukmengakomodasi pertanyaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sua dari empat hipotesis diterimasedangkan dua
laiinya tidak didukung data empiris. Dua hipotesis yang didukungoleh data empiris adalah
positif Supply Chain Integration terhadapSupply Chain Innovation. Dua hipotesis yang tidak
SCCollaboration maupun Supply Chain Integration. Diskusi dan saran penelitianlebih lanjut
Jumlah pasien yang tergabung dalam asuransi atau perusahaan penjaminan mutu
kesehatan cenderung meningkat dari tahun ketahun, kekuatan asuransi atau perusahaan dalam
industri akan semakin besar. Input sama, tarif berbeda antara pasien asuransi lainnya serta
Ratio nilai pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien asuransi atau perusahaan
yang penjamin lebih besar dibanding pasien umum. Kekuatan asuransi perusahaan dalam
industri besar, memiliki kontrol yang lebih besar terhadap penetapan harga dan pemilihan jenis
pelayanan. Asimetri informasi pasien tidak memahami cara dan jenis pelayanan kesehatan yang
paling efektif dan menguntungkan baginya. Pasien berpotensi harus membayar lebih mahal.
Pasien hampir tidak pernah diberikan informet choice (permenkes no. 585/1989).
Keputusan obat, jenis pelayanan penunjang, tindakan, institusi pelayanan kesehatan diserahkan
sepenuhnya pada dokter. Berpotensi menyuburkan praktek integrasi vertikal serta berpeluang
Terhadap diferensiasi harga untuk kelas perawatan yang berbeda jenis pembayaran
yang berbeda, instalansi yang berbeda. Struktur biaya kesehatan untuk penyakit yang sama
Perbandingan harga obat. Selain untuk obat generik, tidak ada peraturan yang mengatur
harga obat. Ada rumah sakit yang menetapkan harga obat yang sampai hampir 1000% diatas
HET.
2.2 KAJIAN TERHADAP KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PADA INDUSTRI PELAYANAN
KESEHATAN
Indikasi :
Pasien tidak mengetahui dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pelayanan
Produk pelayanan kesehatan bersifat pentik dan mendesak. Posisi tawar pasien menjadi
lemah
Produk pelayanan kesehatan relatif terintegrasi antara produk satu dengan yang lainnya.
Diparitas harga relatif besar untuk produk substitusi pelayanan kesehatan terutama
untuk obat. Asimetri informasi, mekanisme pasra tidak ditentukan oleh supplay dan demand
harga obat ditentukan sepenuhnya oleh rumah sakit. Harga tetap tinggi meskipun produk
substitusi yang tersedia di pasar banyak jumlahnya. Hal ini terutama terjadi di rumah sakit,
padahal > 50% nilai perdagangan obat terjadi di Rumah Sakit. Saat ini terdapat 204 perusahaan
perusahaan obat dan asuransi. Kebijakan formularium obat pada Rumah Sakit membatasi
Selain itu, pemilihan PBF yang mempertimbangkan besarnya diskon obat, sponsorship,
pemberian manfaat lain pada dokter atau rumah sakit menimbukan berpotensi mengahalangi
PBF dengan skala usaha lebih kecil untuk masuk ke Rumah Sakit.
Nilai perdagangan terbesar terjadi dirumah sakit. Belanja farmasi 2005-2009 mencapai
Rp. 32.90 Triliun, dimana 51% diantaranya dikontribusikan oleh Rumah Sakit (kompas, 19
Oktober 2009)
asuransi swasta dengan alasan keterbatasan fasilitas. Namun Rumah Sakit Pemerintah
berupaya bermitra dengan perusahaan besar yang jumlah karyawan banyak. PBF diizinkan
Sistem rujukan regionalisasi membatasi pasien asuransi sosial untuk memilih Rumah
Sakit, pelayanan penunjang, dan obat-obatan, pasien hanya dapt diterima di Rumah Sakit yang
dirujuk padahal jarak ke lokasi Rumah Sakit terkadang lebih sulit bagi pasien.
PBF dan perusahaan alkes yang dapat PBF dan perusahaan alkes yang dapat memasuki
rs adalah yang memiliki skala ekonomi besar, antara lain oleh karena besarnya diskon yang
pbf kecil akan semakin sulit bersaing akibat skala ekonomi yang menjadi lebih
lemah.skala ekonomi ini akan membatasi distribusi, utilisasi tenaga penjual, pembiayaan, dsb.
2.5 KEKUATAN TAWAR PENYAJI PELAYANAN KESEHATAN
Terdapat diferensiasi input untuk obat- obatan dan pelayanan penunjang bagi pasien
asuransi dan umum. Meskipun tersedia produk substitusi, namun asimetri informasi
menyebabkan pasien tidak mengetahui keberadaan substitusi tersebut. hal ini berpotensi
Selain itu dokter atau rumah sakit juga jarang menawarkan substitusi, kecuali untuk
pasien umum dengan input pelayanan kesehatan yang sama terdapat perbedaan tarif/harga
untuk kelas perawatan yang berbeda, jenis pembayaran yang berbeda, dan instalasi yang
berbeda
Integrasi vertikal rs dengan perusahaan obat, pelayanan penunjang medik, dan dokter
spesialis. Dokter atau rumah sakit akan memilih pbf yang memberikan diskon besar,
sarana, mampu mengkuti prosedur ketentuan & prosedur rs, memberikan kelonggaran kredit,
dsb. rs cenderung memilih asuransi yang jumlah kepesertaannya besar,rs akan cenderung
kesehatan. hal ini menyebabkan kekuatan tawara penyaji pelayanan kesehatan lebih besar.
menyebabkan besarnya kekuatan tawar asuransi sosial dalam menentukan mutu dan tarif
Produk pelayanan kesehatan bersifat unik dan terdapat asimetri informasi antara
pasien dengan pemasok pelayanan kesehatan. pasien tidak tahu persis jenis dan cara
pelayanan kesehatan yang paling efektif dan menguntungkan baginya. asimetri informasi
pelayanan kesehatan. keadaan ini memperbesar posisi tawar penyaji pelayanan kesehatan
Biaya beralih dan risiko pasien untuk beralih ke penyaji lain relatif besar. hal ini juga
pelayanan kesehatan yang satu tidak bersaing dengan produk pelayanan kesehatan lain.
meskipun tersedia substitusi obat atau pelayanan penunjang medik, namun ketidaktahuan
pasien menyebabkan produk yang bersubstitusi tersebut tidak bersaing satu dengan yang lain.
Penyaji pelayanan kesehatan (rumah sakit & dokter) cenderung melakukan integrasi
vertikal dengan perusahaan obat maupun pelayanan penunjang medik. dampak persaingan
1. Jumlah pasien asuransi sosial semakin meningkat dari tahun ke tahun. pelayanan
kesehatan untuk pasien asuransi sosial sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah.
laboratorium]
perawatan [vip, kls i, ii, iii] dan jenis pembayaran yang berbeda [asuransi dan umum].
kesehatan. plafond berbeda berdasarkan tipe rumah sakit, serta antara daerah.
3. ada kesepakatan beberapa rumah sakit pemerintah dalam penentuan tarif, yang mungkin
saja menggunakan input yang berbeda. kesepakatan ini dikuatkan melalui perda.
5. beberapa rumah sakit menggunakan strategi multipricing, yaitu penerapan tarif yang
6. pada jenis pembayaran yang berbeda, harga yang diterapkan berbeda untuk merk obat
yang sama.
7. harga obat ditentukan oleh direksi rumah sakit, namum terdapat beberapa obat yang
8. tidak lengkapnya disclosure information untuk rencana tindakan medik yang akan
ditempat tertentu.
11. sistem rujukan (regionalisasi ) membatasai pasien dalam memilih rumah sakit.
12. pada rumah sakit pemerintah, pasien paviliun/vip bisa memilih dokter, sedangkan pasien
non paviliun tidak bisa. sedangkan pada rumah sakit swasta, pasien bebas memilih dokter.
13. pada sebagian rs swasta, sistim formularium yang digunakan menggunakan obat branded.
namun, untuk kelas iii formularium menggunakan obat generik. hal ini berpotensi
14. salah satu pertimbangan penting rs dalam merekrut dokter spesialis adalah jumlah pasien
produk mereka. namun, pada sebagian rs, pbf perlu mendekati bagian pengadaan selain
mendekati dokter sehingga fasilitas yang diberikan pbf harus dialokasikan untuk dokter
16. sistim pengadaan obat di rs bervariasi. sebagian rs swasta tidak memiliki formularium.
dokter bebas meminta apotik untuk menyediakan merek obat tertentu. namun, ada
keharusan dari rs terhadap dokter ybs untuk menghabiskan sejumlah obat tertentu yg
dipesan dalam kurun waktu tertentu à berpotensi merugikan pasien sebab keharusan
tsb berpeluang menyebabkan dokter meresepkan obat yang kurang sesuai dengan
kebutuhan pasien.
cara dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggotanya. besarnya rasio
pasien
18. pada sebagian rs, apoteker dapat langsung mensubstitusi obat yang diresepkan dokter
tanpa konfirmasi ke dokter. namun, untuk pasien umum, obat yang akan disubstitusi
Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya dan kegiatan
yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara
objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai rnutu dan kewajaran pelayanan
Pada umumnya semua organisasi menghendaki SDM bermutu yaitu yang mampu
mengkreasi usaha organisasi yang tidak ada menjadi ada, atau dari kehidupan organisasi biasa
menjadi organisasi yang mampu melakukan sesuatu yang lebih tinggi bagi kemajuan organisasi.
SDM yang bermutu pada prinsipnya mempunyai kemampuan profesional dan teknikal tertentu
yang kehadirannya pada semua lini pekerjaan akan melahirkan banyak keuntungan.
Dalam organisasi rumah sakit upaya untuk menciptakan rumah sakit yang mempunyai
citra baik (berkualitas) di mata pelanggannya sangat ditentukan oleh kualitas SDM
terstandarisasi yang dimilikinya. SDM terstandarisasi berarti tenaga yang dimiliki oleh
organisasi telah mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan bidang tugas
yang dikerjakan baik dilihat dari tingkat pendidikan maupun pengalaman yang dimiliki SDM
yang bersangkutan. SDM rumah sakit pada dasarnya telah terspesialisasi secara jelas, karena
semua tenaga medis seperti perawat, bidan, dokter, dokter spesialis, farmasi dan lain-lain
secara khusus telah mempunyai latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas yang
mereka kerjakan. Dengan latar belakang pendidikan itulah SDM di organisasi rumah sakit
diharapkan mampu menunjang pelayanan rumah sakit yang berkualitas. Meskipun demikian,
karena masalah kesehatan dan teknologi yang digunakan selalu berubah maka upaya
peningkatan mutu SDM akan selalu diperbaiki dengan berbagai cara dan strategi baik melalui
pre-service education dan in-service education. Apalagi di era saat ini yang menuntut
keunggulan mutu SDM yang ditandai dengan sinergi antara keleluasaan pengusaan ilmu
Seorang dokter dan perawat bukan hanya dituntut mampu memberikan pelayanan
medis dan perawatan, tetapi harus mampu menggunakan komputer dan menguasai
keterampilan berkomunikasi secara baik kepada pasien agar hubungan pasien dengan pelayan
kesehatan dapat berjalan dengan baik. Tentunya dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jika
hubungan komunikasi pasien dan pelayan kesehatan terjadi distorsi. Kualitas SDM seperti
itulah yang membedakan SDM rumah sakit dengan SDM rumah sakit lainnya, karena latar
belakang pendidikan mungkin sama akan tetapi pengusaan teknologi informasi dan komunikasi
yang dimiliki dapat berbeda. Keadaan itu akan menjadi pendorong organisasi rumah sakit
untuk dapat meraih keunggulan kompetitif (competitive adventages) yaitu dapat memenangkan
persaingan dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien dibandingkan rumah
sakit lainnya.
merupakan unsur penting dalam faktor proses produksi yakni penyampaian jasa pelayanan
kepada pasien dan menciptakan keunggulan kompetitif. Untuk menciptakan SDM yang
berkualitas tentu saja terkait dengan kompetensi. Kompetensi selain menentukan perilaku dan
kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaan dengan baik
berdasarkan standar kriteria yang ditentukan. Menurut The National Park Service kompetensi
merupakan kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan di bidang karier tertentu yang
dimiliki sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan tugas atau fungsinya pada keahlian
SDM rumah sakit terdiri atas petugas medis dan nonmedis. Tenaga medis secara khusus
telah diposisikan sesuai tugas dan fungsi dengan mempertimbangkan disiplin ilmu atau latar
belakang pendidikan mereka, namun dapat saja tugas dan fungsi administrasi tidak dijabat oleh
orang yang tepat sesuai kriteria yang ditentukan. Meskipun inti jasa pelayanan di rumah sakit
adalah jasa kesehatan, pengguna jasa pelayanan kesehatan tersebut tentunya harus melalui
tahap demi tahap proses kegiatan dan akan bertemu dengan bagian-bagian pelayanan tidak
langsung (seperti bagian informasi, administrasi, dll). Bagian pelayanan tidak langsung di
rumah sakit dapat saja mengakibatkan pasien merasa tidak puas dan tidak nyaman. Kondisi itu
terjadi, apabila petugas di bagian pelayanan tidak langsung bersikap tidak ramah, kurang sopan,
Jika SDM rumah sakit memiliki latar belakang pendidikan, pengetahuan, keterampilan
yang sesuai, SDM tersebut belum dapat dikatakan mempunyai kompetensi yang tinggi karena
keterampilan (skill) saja tetapi menyangkut banyak kondisi. Mengutip pernyataan Spencer et al
karakteristik kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar melakukan pekerjaan dengan baik
berda-sarkan kriteria yang telah ditentukan, meliputi motif (motive), sifat/ciri bawaan (traits),
konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Motif
menyangkut daya dorong kemauan orang yakni karyawan rumah sakit untuk melakukan
tindakan baik yang berasal dari dalam diri maupun luar diri. Sifat/ciri bawaaan menyangkut
reaksi ciri bawaan yang bersifat konsisten terhadap situasi misalnya seorang dokter harus
mempunyai pandangan luas dalam mengambil keputusan yang tepat pada saat gawat darurat
maupun masalah kesehatan yang tidak ada kepastian. Inti kedua kompetensi berada pada dasar
personality iceberg sehingga sangat sulit untuk dinilai dan dikembangkan serta memakan biaya
Konsep diri merupakan refleksi dari konsep sikap, nilai atau self image yang diyakini
orang. Konsep diri yang harus diyakini para karyawan adalah bahwa bekerja merupakan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan baik sehingga dalam bekerja harus bersikap
baik (seperti senyum, ramah dan sopan) kepada pelanggan. Karakteristik konsep diri dapat
diubah melalui pelatihan dan psikoterapi atau pengalaman pengambangan yang positif
walaupun memerlukan waktu yang relatif lama. Karakteristik kompetensi pengetahuan dan
keterampilan relatif lebih mudah untuk dikembangkan melalui pelatihan dengan cara yang
keterampilan mempunyai kecenderungan lebih tampak (visible) dan lebih mudah untuk dapat
ditingkatkan dibandingkan karakteristik kompetensi lainnya yang berada lebih dalam dan
kompetensi yang mendasar yang harus dimiliki SDM untuk menuju ke arah kompetensi yang
lebih dalam dan tersembunyi. Artinya para karyawan tidak akan mempunyai konsep diri, motif
dan sifat/ciri bawaan baik untuk menjadi SDM yang berkualitas, jika tidak mempunyai
sakit terutama di kota besar. Rumah sakit tidak cukup bila hanya menawarkan pelayanan
dengan konsep asal “selamat” tetapi perlu menawarkan hasil maksimal berupa pelayanan yang
berdasarkan kepuasan dengan standar profesi yang tinggi. Rumah sakit tidak hanya berfungsi
untuk kegiatan mengobati, tetapi merupakan tempat untuk meningkatkan status kesehatan
individu, sehingga kualitas kesehatan dan hidup manusia Indonesia meningkat pula.
Lebih jauh dikatakan bahwa rumah sakit merupakan salah satu tatanan pemberi jasa
layanan kesehatan yang semakin berkembang dan jika dilihat jumlahnya semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah rumah sakit di
Indonesia telah mencapai 1234 unit, dan lebih dari setengah jumlahnya adalah rumah sakit
milik swasta. Tren kenaikan jumlah rumah sakit yang semakin tahun semakin bertambah
mengindikasikan bahwa rumah sakit harus mampu bersaing dan memenangkan persaingan
tersebut. Apalagi dengan terjadinya globalisasi ekonomi dan datangnya era perubahan menjadi
tantangan yang serius bagi para eksekutif dalam mengelola rumah sakit. Dalam menghadapi era
perubahan tersebut, diperlukan sikap kehatihatian para eksekutif untuk dapat menyesuaikan
bertahan hidup.
Dalam era keterbukaan batas geografi, hambatan yang dihadapi adalah munculnya
pesaing baru yakni berdirinya rumah sakit yang bukan hanya berasal dari tingkat local maupun
nasional saja, tetapi berasal dari tingkat internasional. Oleh karena itu, diharapkan rumah sakit
yang telah berdiri dan beroperasi di saat ini harus mempersiapkan diri untuk membina
organisasinya terutama sumber daya dan sistem manajerial agar mampu menciptakan jasa
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berkualitas bagi pelanggannya. Fungsi pelayanan
kesehatan di rumah sakit sendiri telah mengalami pergeseran, yang dulunya sebagai organisasi
yang bersifat sosial, kini telah menjadi sebuah organisasi bisnis yang berupaya mencari
keuntungan (profit) dari usaha yang dijalankan.4 Hal itu disebabkan rumah sakit merupakan
organisasi yang kompleks, padat modal dan padat teknologi sehingga memerlukan biaya yang
Sumber daya manusia yang harus dimiliki rumah sakit pada prinsipnya telah diatur
melalui akreditasi rumah sakit yakni dalam penentuan jumlah dan spesifikasi tenaga serta
fasilitas penunjang layanan yang harus dimiliki oleh sebuah rumah sakit. Sumber daya
yang sangat diperlukan untuk menghadapi persaingan dan menciptakan rumah sakit yang
Sementara itu, citra dan profitabilitas rumah sakit yang diperoleh berasal dari
mekanisme kunjungan pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Pasien pengguna jasa pelayanan rumah sakit tentunya akan sangat mengharapkan nilai
kesembuhan atau pemecahan masalah kesehatan yang dialaminya sehingga mereka sehat
kembali. Apabila harapan (expectation) tersebut dapat terpenuhi, berarti masalah kesehatan
yang dialaminya telah terpecahkan yakni dengan memperoleh kesembuhan dan menjadi sehat,
1 . Rumah sakit harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan
rumah sakit sehingga dapat menyusun langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing –
2. Memberi pricritas kepada peningkatan sumber daya manusia di rumah sakit termasuk di
3. Menciptakan budaya mutu di rumah sakit. Termasuk didalamnya menyusun program mutu
rumah sakit, menyusun tema yang akan dipakai sebagai pedoman, memilih pendekatan yang
dipakai dalam penggunaan standar of procedure (SOP). Kem udian juga menetapkan
Fokus jasa pelayanan kesehatan rumah sakit adalah bagaimana menciptakan pasien
(pelanggan) yang mengalami gangguan dapat teratasi melalui pengobatan dan penyembuhan
penyakit. Sebagai imbalan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan, maka pasien harus
membayar tarif/iuran yang ditetapkan rumah sakit. Tarif yang dibayar pasien merupakan
sumber daya finansial agar bisnis rumah sakit dapat berjalan dan menghasilkan keuntungan
(profitabilitas).
Kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien akan
menentukan baik-buruknya citra rumah sakit. Rumah sakit yang mempunyai citra baik adalah
rumah sakit yang dapat menciptakan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga
pasien merasa puas dengan jasa pelayanan yang diterima dan sebaliknya. Dengan demikian
baik-buruknya citra rumah sakit akan sangat ditentukan oleh tingkat kepuasan pasien selaku
pengguna jasa pelayanan. Citra baik rumah sakit akan berimbas pada meningkatnya
profitabilitas rumah sakit, sebaliknya citra buruk akan berimbas pada menurunnya
Oleh sebab itu, keberadaan rumah sakit sebagai salah satu organisasi yang bergerak di
bidang jasa pelayanan kesehatan diharapkan mampu memelihara dan menjaga kualitas produk
jasa layanannya dengan fokus kepada pelanggan (pasien). Jasa pelayanan kesehatan
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk barang (fisik). Menurut Griffin dan
2. Intangibility (tidak berwujud), artinya jasa layanan tidak dapat dilihat, diraba, dirasa,
didengar dan dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting tidak berwujud adalah nilai yang
3. Unstortability (tidak dapat disimpan), artinya jasa tidak mengenal persediaan atau
penyimpanan produk yang dihasilkan. Karakteristik itu disebut juga tidak dapat dipisahkan
(inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang
sama.
4. Costumization (desain yang khas), artinya jasa didesain khusus untuk kebutuhan
Jasa merupakan aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk
fisik atau konstruksi yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang
dihasilkan dan memberikan nilai tambah atau pemecahan yang dihadapi konsumen.9 Untuk
pasien yang berkunjung ke rumah sakit nilai tambahnya adalah diketahuinya diagnosis
penyakit dan kesembuhan penyakit yang diderita secara aman (patient safety) serta merasa
puas terhadap layanan yang diberikan (patient satisfaction). Indikator patient safety dan
patient satisfaction adalah apabila jasa layanan kesehatan yang diberikan mempunyai kualitas
yang diharapkan. Menurut Garvin et al, kualitas jasa merupakan kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan
kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan keinginan pelanggan. Kualitas total jasa terdiri
atas tiga komponen utama, yaitu technical quality, funcional quality dan corporate image.
Dalam ISO 9001:2000 terdapat delapan prinsip sistem manajemen mutu yang dijadikan
sebagai acuan kerangka kerja yang membimbing organisasi menuju peningkatan kualitas kerja.
a. Fokus Pelanggan
Pelanggan merupakan bagian yang sangat penting bagi organisasi, oleh sebab itu
manajemen organisasi harus benar-benar memahami, memenuhi kebutuhan pelanggan saat ini
b. Kepemimpinan
Pemimpin sangat penting dalam menciptakan kesatuan arah dan tujuan organisasi,
c. Keterlibatan Personel
Keterlibatan personel secara penuh pada semua tingkatan organisasi sangat penting
d. Pendekatan Proses
Pendekatan proses sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan agar lebih
efisien dengan mengelola aktivitas dan sumber daya yang berkaitan sebagai suatu proses.
Proses merupakan integrasi yang berurutan dari personel, material, metode, mesin dan
peralatan dalam lingkungan untuk menghasilkan keluaran yang memiliki nilai tambah bagi
pelanggan.
Identifikasi, pemahaman dan pengelolaan proses yang saling berkaitan sebagai suatu
sistem yang mendukung efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
f. Peningkatan Berkesinambungan
Keputusan yang efektif harus berdasarkan keputusan analisis data dan informasi yang
faktual, sehingga masalah mutu dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan yang
diambil harus ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektivitas implementasi
akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah bagi pelanggan.
Beberapa pakar yang mendalami pemasaran, mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang
dipercaya. Hal itu berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat
pertama (right the first time). Selain itu juga perusahaan memenuhi janjinya, misalnya
2. Responsiveness, yaitu kemauan dan kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang
dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan
4. Access, yakni kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal itu berarti fasilitas jasa yang
mudah dijangkau waktu menunggu yang tidak begitu lama, saluran komunikasi dan lain-
5. Courtesy, merupakan sikap sopan santun, respek perhatian dan keramahan yang dimiliki
dapat mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan,
pelanggan.
8. Security, yaitu aman dari bahaya risiko atau keraguraguan. Aspek tersebut mencakup
pelanggan.
10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa yang dapat berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan.
Mutu yang baik adalah jika penyedia jasa memberikan pelayanan melebihi harapan
pelanggan dan sebaliknya mutu adalah buruk jika pelanggan memperoleh layanan yang lebih
rendah dari harapannya. Dengan demikian, upaya untuk menciptakan kepuasan pelanggan
memerlukan keseimbangan antara kebutuhan dan keinginan (need and want) pelanggan dan
BAB III
PENUTUP
bisnis mengarah pada konsep supply chainmanajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh,
melihat semua stakeholderyang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain
dalam industripelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan
industri pendukung, seperti tenaga medis, farmasi, alat kesehatan,transportasi, dan lain
sebagainya. Supply chain yang terkait dengan produkpelayanan kesehatan sangat penting
dalam memastikan tingginya standarpelayanan, menjaga kepuasan para pengelola dan pada
Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit adalah keseluruhan upaya dan kegiatan
yang komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara
objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai rnutu dan kewajaran pelayanan
Sekarang bertempat tinggal di JL. Bandar Ngalim GG.01 No. 3D. Lulus
Kdi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri pada Program Studi
Kauman Desa Pgu kec. Pagu Kab. kediri. Lulus SMP Al - Huda, Setelah
RW. 4 desa Purwokerto Kec. Ngadiluih Kab. Kediri. Lulus SMP Negeri