Anda di halaman 1dari 32

PENGENDALIAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

D
I
S
U
S
U
N

Oleh

ANDI SAHPUTRA (160204054)

DOSEN PEMBIMBING: Ns. ERWIN SILITONGA, M.Kep

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 3
B. Tujuan Penulisan ………………………………………………………... 5
C. Manfaat Penulisan ……………………………..………………………... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dasar dan tujuan pengendalian………………………………….7
B. Indikator mutu asuhan keperawatan……………………………………..17
C. Jenis pengendalian ruang rawat………………………………………….23
D. Proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat………………24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….............. 31
B. Saran ……………………………………………………........................ 31
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan dan arus globalisasi, pasar bebas
dunia, peningkatan pendapatan ekonomi per kapita, perubahan suhu politik dalam maupun
luar negeri, kemajuan informasi dan teknologi, peningkatan akses terhadap media
menyebabkan masyarakat dapat memperluas wawasan dan persepsi mereka tentang
pelayanan kesehatan. Munculnya kebijakan-kebijakan pembiayaan kesehatan membuat
kemampuan masyarakat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat.
Tenaga kesehatan merasakan tuntutan yang semakin besar terhadap profesionalisme
profesinya ketika masyarakat menggunakan dan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan. Masyarakat menghendaki pelayanan yang mereka terima adalah pelayanan
kesehatan yang paripurna.
Menurut Azrul Azwar (1988), dalam upaya mencapai pelayanan yang
paripurna tersebut maka Rumah Sakit perlu melakukan pembenahan secara internal, antara
lain: (1) mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan tuntutan perubahan dan
kebutuhan yang spesifik, (2) menerapkan manajemen strategis secara konkrit, (3)
mendayagunakan dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan tenaganya, termasuk
tenaga keperawatan dan (4) memanfaatkan pendapatan sendiri untuk memperoleh
kemandirian dan kesinambungan (Azwar, 1988).
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pelayanan kesehatan Paripurna
adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan yang paripurna bersifat komprehensif dan holistik. Rumah sakit
merupakan organisasi yang sangat komplek dan merupakan komponen yang sangat penting
dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah satu fungsi rumah sakit
adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan yang merupakan bagian dari
sistem pelayanan kesehatan dengan tujuan memelihara kesehatan masyarakat seoptimal
mungkin.
Masyarakat yang semakin teredukasi dengan baik melalui media berpotensi
memunculkan tuntutan hukum apabila pelayanan kesehatan yang mereka harapkan tidak

3
bisa memberikan kepuasan seperti yang menjadi harapan dan tuntutan publik. Menanggapi
dan mensikapi perubahan wawasan, persepsi dan tuntutan masyarakat ketika memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan maka pelayanan kesehatan harus berbenah untuk
mengantisipasi meningginya tuntutan serta harapan dari masyarakat terkait dengan
pelayanan kesehatan.
Menurut UU No.38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, pelayanan Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat maupun sakit. Menurut Gilles (1994),
keberadaan perawat dalam pelayanan kesehatan merupakan posisi kunci, yang dibuktikan
oleh kenyataan bahwa 40-60 % pelayanan rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan
dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah
sakit maupun tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Menurut Nursalam
(2008), keperawatan sebagai pelayanan yang professional bersifat humanistik, menggunakan
pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada
kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan
etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Keperawatan profesional secara umum
merupakan tanggung jawab seorang perawat yang selalu mengabdi kepada manusia dan
kemanusiaan, sehingga dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan
benar (rasional) dan baik (etikal) (Nursalam, 2008).
Pelayanan keperawatan selalu berusaha menciptakan pelayanan asuhan keperawatan
yang baik serta mampu menghadapi berbagai macam perubahan serta tuntutan masyarakat.
Tuntutan dan harapan masyarakat akan pelayanan yang paripurna memerlukan manajemen
bangsal yang baik dan terencana. Salah satu perencanaan manajemen bangsal adalah dengan
adanya penambahan tenaga keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan. Namun, penambahan jumlah dari tenaga keperawatan akan berbanding lurus
dengan cost yang harus dikeluarkan Rumah Sakit untuk anggaran kesejahteraan dan
operasional pelaksanaan. Keadaan seperti ini dibutuhkan upaya penjaminan mutu berupa
adanya standar pelayanan keperawatan untuk mengatur agar semua pemberian pelayanan
keperawatan tetap sesuai harapan dan tuntutan masyarakat.

4
Dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, intervensi yang diberikan mungkin akan
mempunyai perbedaan dalam pelaksanaan. Namun, sisi profesionalisme pelayanan
keperawatan harus tetap dijaga dalam setiap pemberian pelayanan, tidak tergantung kelas
pelayanan untuk itulah diperlukan adanya suatu standar yang menjamin perlakuan tindakan
keperawatan tetap terjaga mutunya walaupun berbeda kelas pelayanan. Hal ini diperparah
oleh kenyataan bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam disiplin keperawatan kurang
diterapkan dalam praktik keperawatan untuk menjamin mutu. Padahal semua menyadari
bahwa hasil-hasil penelitian yang ada dapat dijadikan sebagai suatu rujukan standar mutu
sehingga dapat menjamin kualitas pelayanan.
Dari fakta dan fenomena di atas kelompok tertarik untuk menyusun sebuah makalah
dengan judul “Standar Mutu Pelayanan Keperawatan”. Makalah ini diharapkan dapat
memberikan gambaran kepada pembaca khususnya disiplin ilmu keperawatan untuk
memahami mengenai konsep Standar Mutu Pelayanan Keperawatan untuk perubahan
pelayanan keperawatan yang lebih baik ke depannya.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa Magister Keperawatan
konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan memahami konsep Standar
Mutu Pelayanan Keperawatan dalam Pelayanan Kesehatan.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a) Mahasiswa Magister Keperawatan konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan memahami tentang Standar
b) Mahasiswa Magister Keperawatan konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan memahami tentang Mutu
c) Mahasiswa Magister Keperawatan konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan memahami tentang Pelayanan Keperawatan
d) Mahasiswa Magister Keperawatan konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan memahami tentang Standar Mutu Pelayanan Keperawatan

5
C. Manfaat Penulisan
Makalah yang disusun diharapkan mempunyai manfaat bagi:
1. Mahasiswa
Penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada mahasiswa
Magister Keperawatan konsentrasi Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan berupa
usaha menerapkan manajemen Standar Mutu Pelayanan Keperawatan di kehidupan
sehari-hari.
2. Institusi Pendidikan
Penulisan makalah ini diharapkan memberikan tambahan referensi dan rujukan
terkait manajemen mengenai Standar Mutu Pelayanan Keperawatan.
3. Institusi Pelayanan Kesehatan
Penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada praktisi berupa
usaha menerapkan manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang
profesional.

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Mutu
Mutu atau kualitas adalah  tingkat baik buruknya sesuatu; kadar, derajat atau taraf
(kepandaian, kecakapan). Mutu ini digunakan sebagai pengukur yang membedakan suatu
benda dengan yang lainnya. Beberapa ahli telah mendefinisikan mutu sebagaimana di bawah
ini:
1. Joseph Juran (1989), memiliki pendapat bahwa quality is fitness for use. Secara bebas mutu
di sini diartikan sebagai kesesuaian atau enaknya barang itu digunakan (mutu produk).
Contoh sederhana dari mutu seperti ini adalah ketika kita membeli suatu produk dan
produk itu sesuai dengan yang kita inginkan maka kita menilai produk itu bagus atau baik.
Misalnya baju yang kita beli memiliki mutu jika ketika kita memakai baju tersebut merasa
puas karena terlihat baik dan bagus sesuai keinginan kita meskipun mahal.  Berbeda
dengan sebaliknya, apabila baju yang kita beli tidak cocok maka kita akan menilai baju
atau produk tersebut tidak bermutu.
2. Philip B. Crosby (1990) mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian dengan apa yang
disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement). Secara sederhana sebuah
produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut sesuai dengan standar kualitas yang
telah ditentukan yang meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Dari definisi
ini, mutu itu diartikan sebagai kesesuaian dengan standar yang ada. Sebagai contoh dalam
sebuah organisasi memproduksi sebuah produk atau barang akan dikatakan bermutu jika
barang atau produk tersebut sudah sesuai dengan standar yang ada. Dalam organisasi
nonprofit misalhnya, di dunia pendidikan memiliki beberapa standar. Organisasi
pendidikan itu dikatakan bermutu jika organisasi tersebut telah memenuhi standar-standar
yang ada.
3. Armand V. Fiegenbaum (1991) mendefinisikan mutu sebagai kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk atau jasa dikatakan berkualitas
apabila produk tersebut benar-benar membuat pelanggan puas. Suatu contoh, pedagang
Ayam Bakar Wong Solo, warung ini dikatakan bermutu karena warung ini dapat
memuaskan pelanggan setelah pelanggan mencoba makan di warung tersebut, dengan
berbagai menu yang disajikan terutama menu ayam bakarnya yang khas.

7
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari
produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tercapainya tujuan.
Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk
yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.

2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa
diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006).
Menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau
suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak
berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk.Kotler
(1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik dari pelayanan
dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan-pelayanan sebagai berikut :
a. Pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau
basis orang (people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari segi
penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau professional (Disampaikan
dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan).
b. Beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s precense).
c. Pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhanperorangan (personal need) atau
kebutuhan bisnis (business need).
d. Pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit)
dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public).
Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwapelayanan
merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yangmemberikan pelayanan dan
mempunyai sifat tidak berwujud sehinggapelayanan hanya dapat dirasakan setelah
orang tersebut menerimapelayanan tersebut.

2.3 Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson (1966,
dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu

8
sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat
atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau
membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan,
keinginan, atau pengetahuan.
Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional
kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana
perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun
pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung
dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. Berbagai sudut pandang mengenai definisi
mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu :
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (2001) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien mendefinisikan
mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan perawatan yang
terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan Wijono
(2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti suatu empati, respeck dan tanggap akan
kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara
yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Mutu pelayanan keperawatan didefinisikan
oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati,
penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan perawat
dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga
dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
b. Sudut Pandang Perawat
Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan
memenuhi standar yang baik. Mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien (individu, keluarga,
masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

9
c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta
alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan
manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting
dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan
pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup
pada manajemen keuangan dan logistik.
d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer (2001) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai
kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya
untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan pasien
yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional
institusi.Definisi mutu pelayanan keperawatan dari pandangan intitusi pelayanan yaitu
terlaksananya efektifitas dan efisiensi pelayanan termasuk dalam hal ketenagaan,
peralatan, biaya operasional, dan waktu pelayanan. Efektifitas dan efisiensi pelayanan
tersebut didukung dengan peningkatan mutu stafnya, selain itu rumah sakit pun dituntut
untuk mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan yang menimbulkan
dampak negatif pada pasien.
e. Sudut Pandang Organisasi Profesi
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai
tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi tersebut membuat dan
memfasilitasi kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan
akreditasi. Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa
pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan
pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

10
1) Audit Struktur (Input)
Wijono (2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input) yang
meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan,
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik
tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu
struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan
terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan
untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada
karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa
struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat
melalui :
a) Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan.
b) Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan.
c) Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-
perawat.
d) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan
pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,
diantaranya yaitu :
a) Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman,
serta penataan ruang perawatan yang indah;
b) Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapi dan ditata dengan
baik;
c) Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas;
d) Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik,
baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
2) Proses (Process)

11
Wijono (2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan
yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan
interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana
perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain
penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien dan baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibilitas/efektifitas,
mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan
kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
3) Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun
negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Wijono, 2000).

2.4 Program Menjaga Mutu


1. Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang
dipandang cukup penting adalah:
a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis
dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah
yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan
antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu
sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut
(Ruels & Frank, 1988).
c. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara
objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan (Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).

12
Ketiga pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama
namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Program
menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan
melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia,
serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih
meningkatkan mutu pelayanan.

2.5 Tujuan.
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika
disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tujuan antara.
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya
mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini
dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
b. Tujuan akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin
meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga
mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil
diatasi.
Kegiatan Menjaga Mutu
a. Kegiatan persiapan
1) Menumbuhkan & meningkatkan Menumbuhkan & meningkatkan komitmen
pimpinan & penyelenggara komitmen pimpinan & penyelenggara yan. kes u/
program yan. kes u/ program
2) Membentuk tim yg bertanggung jwb Membentuk tim yg bertanggung
3) Mengadakan pelatihan program Mengadakan pelatihan program
4) Mengadakan pelatihan program Mengadakan pelatihan program menjaga mutu
menjaga mutu Menetapkan batas, wewenang, Menetapkan batas, wewenang,
tanggung jwb, mekanisme kerja tim tanggung jwb, mekanisme kerja tim

13
5) Menetapkan jenis & ruang lingkup yan Menetapkan jenis & ruang lingkup yan
yg diprioritaskan yg diprioritaskan
6) Menyosialisasikan standar & indikator yg Menyosialisasikan standar &
indikator yg digunakan digunakan
b. Kegiatan Pelaksanaan(Palmer, 1979, Vouri
1) Menetapkan masalah mutu yan kes
2) Menetapkan penyebab masalah mutu yan. Kes
3) Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu yan kesehatan
4) Melaksanakan cara penyelesaian mslh
5) Menilai hasil yg dicapai
6) Menyusun saran tindak lanjut

2.6 Karakteristik Kegiatan Program Menjaga Mutu Karakteristik Kegiatan


Program Menjaga Mutu
a. Berkesinambungan/continous Quality Improvement program Sistematis Sistematis
b. Terpadu:pelaksanaanya secara terpadu dengan pengelolam pelayanana lain secara
keseluruhan/total Quality Management

2.7 Sasaran progarm menjaga mutu:


Lingkungan:Kebijakan, organisasi, manajemen

2.8 Standar program penjaga mutu


a. Standar persyaratan minimal/minimum requirement standard: keadaan minimal yg
requirement standard: keadaan minimal yg hares dipenuhi u/ntuk
menyelenggarakan yan. hares dipenuhi untuk menyelenggarakan yan. Kes/kep
1) Standar masukan
2) Standar lingkungan
3) Standar proses
b. Standar penampilan minimal
Menunjukan penampilan pelayanan keperawatan yang masih diterima

14
2.9 Bentuk Program Menjaga Mutu
a. Program menjaga mutu prosfektif diselenggarakan sebelum pelayanan:
Standarisasi :menjamin terselenggaranya pelayanan yang bermutu ,ditetapkan
standarisasi pelayanan kesehatan / keperawatan
b. Program menjaga mutu Konkuren ,program dilaksanakan bersamaan dengan
pelayanan kesehatan / keperawatan dan lebih mengutamakan standar proses
c. Program restrospektif , program dilaksanakan setelah selesainyapelayanan .contoh :
review rekam medis

2.10 Pelaksanaan Program Menjaga Mutu


a. Menetapkan masalah mutu
b. Menetapkan penyebab masalah mutu pelayanan keperawatan
c. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu
d. Melaksanakan cara penyelesaian masalah mutu
e. Menilai hasil dan menyusun saran tindak lanjut

2.11 Manfaat.
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan
diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat
diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar.
Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan
pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara
penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar.
Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi
berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

15
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai
pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan,
pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya
gugatan hukum
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik,
tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi
kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap
pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu
peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga
mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan
yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa
pelayanan kesehatan .
2.12 Syarat
Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang
dimaksud dan dipandang penting ialah:
a. Bersifat khas.
Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran,
tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat
pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan
program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga
mutu.
b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap
penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program
menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.
c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.

16
Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada
masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap
setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.
d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan
keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan
sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan
karena itu bukanlah suatu program yang baik.
e. Mudah dilaksanakan.
Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering
dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program
tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
melaksanakan pelayanan kesehatan .
f. Mudah dimengerti.
Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program
menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu
program yang baik.

B. Indikator Mutu Asuhan Keperawatan


a. Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur,
proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga
dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu
pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi,
dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam, 2014).

1. Aspek struktur (input)

Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi 
M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana),
M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika
struktur sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan.

17
Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan
mutu dari masing-masing komponen struktur.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang
mengadakan interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara
lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.

3. Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain
terhadap pasien

b. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:


1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%

c. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1. Biaya per unit untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus

18
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat;
tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%

d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal
pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar
nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu
pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan
kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-
masing SMF dan staff lainnya yang terkait.

e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

19
7. Pemakaian obat

Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ TOI 1-3 hari
Ʃ BTO 5-45 hari
Ʃ NDR < 2,5%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Ʃ NTRR < 10%
Ʃ MDR < 0,25%
Ʃ IDR < 0,2%
T

Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

20
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).

Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit)  × 100%

(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien.Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu
dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai
ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus :

21
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan) 
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu
tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

5. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran
mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :

Jumlah pasien mati >  48 jam     × 100%


(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.

Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya    × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan
di rumah sakit:

22
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial,
angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian
obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

C. Jenis Pengendalian Rawat

a. Pengendalian Pencegahan (Preventive Controls)


Pengendalian pencegahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu
kesalahan. Pengendalian ini dirancang untuk mencegah hasil yang tidak diinginkan
sebelum kejadian itu terjadi. Pengendalian pencegahan berjalan efektif apabila fungsi
atau personel melaksanakan perannya. Contoh pengendalian pencegahan meliputi:
kejujuran, personel yang kompeten, pemisahan fungsi, review pengawas dan
pengendalian ganda.
Pengendalian pencegahan jauh lebih murah biayanya dari pada pengendalian
pendeteksian atau korektif. Ketika dirancang ke dalam sistem, pengendalian pencegahan
memperkirakan kesalahan yang mungkin terjadi sehingga mengurangi biaya
perbaikannya. Namun demikian, pengendalian pencegahan tidak dapat menjamin tidak
terjadinya kesalahan atau kecurangan sehingga masih dibutuhkan pengendalian lain
untuk melengkapinya.
b. Pengendalian Deteksi (Detective Controls)
Sesuai dengan namanya pengendalian deteksi dimaksudkan untuk mendeteksi suatu
kesalahan yang telah terjadi. Pengendalian deteksi biasanya lebih mahal daripada
pengendalian pencegahan, namun tetap dibutuhkan dengan alasan: Pertama,
pengendalian deteksi dapat mengukur efektivitas pengendalian pencegahan. Kedua,
beberapa kesalahan tidak dapat secara efektif dikendalikan melalui sistem pengendalian
pencegahan sehingga harus ditangani dengan pengendalian deteksi ketika kesalahan
tersebut terjadi. Pengendalian deteksi meliputi reviu dan pembandingan.

23
c. Pengendalian Koreksi (Corrective Controls)
Pengendalian koreksi melakukan koreksi masalah-masalah yang teridentifikasi oleh
pengendalian deteksi. Tujuannya adalah agar supaya kesalahan yang telah terjadi tidak
terulang kembali. Masalah atau kesalahan dapat dideteksi oleh manajemen sendiri atau
oleh auditor. Apabila masalah atau kesalahan terdeteksi oleh auditor, maka wujud
pengendalian koreksinya adalah dalam bentuk pelaksanaan tindak lanjut dari
rekomendasi auditor.

d. Pengendalian Pengarahan (Directive Controls)


Pengendalian pengarahan adalah pengendalian yang dilakukan pada saat kegiatan
sedang berlangsung dengan tujuan agar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan
atau ketentuan yang berlaku. Contoh atas pengendalian ini adalah kegiatan supervisi
yang dilakukan langsung oleh atasan kepada bawahan atau pengawasan oleh mandor
terhadap aktivitas pekerja.
e. Pengendalian Kompensatif (Compensating Controls)
Pengendalian kompensatif dimaksudkan untuk memperkuat pengendalian karena
terabaikannya suatu aktivitas pengendalian. Pengawasan langsung pemilik usaha
terhadap kegiatan pegawainya pada usaha kecil karena ketidak-adanya pemisahan
fungsi merupakan contoh pengendalian kompensatif.

D. Proses menjaga mutu asuhan keperawatan di ruang rawat

a. Program mutu pelayanan di Rawat inap


Menurut Crosby ,1997 (dalam Nasution ,2005 ) rawa inap adalah kegiatan penderita yang
berkelanjutan ke Rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung lebih
ddari 24 jam .secara khusus pelayanan rawat inap ditunjukan untuk penederita atau pasien
yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus (Continous Nursing Care )
hingga terjadi penyeembuhan .Khusus pelayanan rawat ini adalah adanya tempat tidur
.Tempat tidur ini dikelompokan menjadi ruang perawatan yang merupakan inti dari sebuah
rumah sakit .Pengelolaan ruang perawatan ini secara umum diserahkan kepada seorang
perawat yang juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pelayanan medic, serta instruksi

24
dari dokter yang ditunjukan pada penderita misalnya penggunaan alat bantu pernafasan , alat
pacu jantung.
Dengan kualitas pelayanan rawat inap yang memuaskan ,akan mendorong pasien
untuktetap memilih rumah sakit tersebut apabila membutuhkan lagi fasilitas pelayanan
kesehatan .Pelayanan rawat inap merupakan pusat kegiatan yang paling banyak terjadi
interaksi antar perawat dengan pasien ,karena ini paling banyak memberikan pelayanan
dibandingkan dengan yang lainnya .

b. Dimensi Mutu Asuhan Keperawatan


Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan terbagi
kedalam 5 macam, diantaranya:
1. Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang meliputi
‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan’. Sehingga dalam pelayanan
keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan
kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian serta kebersihan
penampilan perawat.
2. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan
‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’
dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang ‘konsisten’. Oleh karena
itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan
pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal
pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat,
istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.
3. Responsiveness (ketanggapan) :
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan ’pelayanan yang cepat/tanggap’.Oleh karena itu, ketanggapan dalam
pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi
yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu pasien dalam

25
hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien;
dan tindakan perawat cepat pada saat pasien membutuhkan.
4. Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin
akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian dalam
pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan;
‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat;
dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak
menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan
kepada pasien aman.
5. Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara
individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan
melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian
terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien
tanpa memandang status sosial dan lain-lain.
c. Ciri Mutu Asuhan Keperawatan
Ciri-ciri mutu asuhan keperawatan yang baik adalah
1. memenuhi standar profesi yang ditetapkan
2. sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar, efisien dan
efektif
3. aman bagi pasien dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa pelayanan
4. memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5. aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan
dihormati (Standar Asuhan Keperawatan, 1998).

Menurut Muninjaya (2011), sebagai bagian dari sistem pelayanan publik, pelayanan
kesehatan disuatu wilayah harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

26
1. Availability. Pelayanan kesehatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat
disuatu wilayah dan dilaksanakan secara komprehensif mulai dari upaya pelayanan yang
bersifat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
2. Appropriateness. Pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat di suatu
wilayah. Kebutuhan masyarakat diukur dari pola penyakit yang berkembang di wilayah
tersebut.
3. Continuity-sustainability. Pelayanan kesehatan di suatu daerah harus berlangsung untuk
jangka lama dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
4. Acceptability. Pelayanan kesehatan harus diterima oleh masyarakat dan memperhatikan
aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
5. Affordable. Biaya atau tarif pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat umum.
6. Efficient. Pelayanan kesehatan harus dikelola (manajemen) secara efisien.
7. Quality. Pelayanan kesehatan yang diakses masyarakat harus terjaga mutunya.

d. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan


1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Menurut Wijono (2000), Quality Assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan
menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating
procedure (SOP).
b. Evaluasi proses.
c. Mengelola mutu.
d. Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga
mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses
pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Menurut Wijono (2000) Continuous Quality Improvement dalam keperawatan adalah
upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang
memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh

27
karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi
mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
3. Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses,
dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber
daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan
mutu menyeluruh.
e. Standar Mutu Pelayanan Keperawatan
Standar Mutu Pelayanan Keperawatan ,secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni:
1. Standar Pelayanan Minimal
Standar persyaratan minimal adalah keadaan minimal yang harus dipenuhi untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu. Standar persyaratan
minimal terdiri dari :
a. Standar Masukan (stuktur)
Dalam standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu terdiri
dari :
1) Jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
2) Jenis, jumlah dan spesifikasi sarana;
3) Jumlah dana (modal);
Jika standar masukan merujuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama standar
ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan merujuk pada
sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of facilities). Untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, standar masukan
tersebut haruslah dapat ditetapkan.
b. Standar Lingkungan
Dalam standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang
diperlukan untuk dapat meyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri
dari :
1) Garis-garis besar kebijakan (policy);

28
2) Pola organisasi (organization);
3) Sistem manajemen (management) yang harus dipatuhi oleh setiap pelaksana
pelayanan kesehatan;
Standar lingkungan ini populer dengan sebutan standar organisasi dan manajemen
(standard organization and management). Sama halnya dengan masukan, untuk dapat
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka standar
lingkungan harus ditetapkan.
c. Standar Proses
Dalam standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus
dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terdiri
dari :
1) Tindakan medis;
2) Tindakannon medis;
Standar proses dikenal dengan nama standar tindakan (standar of conduct). Pada
dasarnya baik tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian
tindakan dengan standar proses, maka haruslah dapat diupayakan tersusunnya standar
proses.
f. Standar Penampilan Minimal
Standar penampilan minimal merujuk pada penampilan layanan kesehatan yang masih
dapat diterima. Standar ini, karena merujuk pada unsur keluaran, disebut  dengan
nama standar keluaran, atau populer dengan sebutan standar penampilan (standar of
performance). Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasi atau gagal.
Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari layanan
kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut akan diukur.
Standar keluaran berupa penampilan aspek medis dan  penampilan aspek non medis.
Pemantauan dan penilaian standar ini diukur dari indikator yang sesuai, yang secara
umum dapat dibedakan pula atas empat macam yaitu indikator masukan, proses,
lingkungan serta keluaran. Dalam praktik sehari-hari, sekalipun indikator mutu pelayanan
kesehatan sebenarnya hanya merujuk pada indikator keluaran, namun karena pelayanan
kesehatan pada dasarnya merupakan hasil interaksi dari unsur masukan dengan unsur

29
lingkungan dan proses, menyebabkan ukuran pelayanan kesehaatan bermutu sering
dikaitkan pula dengan ketiga indikator tersebut. Dengan perkataan lain, indikator masukan,
proses, serta lingkungan yng sebenarnya lebih merujuk pada faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, turut diperhitungkan pada waktu membicarakan
mutu pelayanan kesehatan.
Program pengendalian mutu yang menunjang tercapainya pelayanan keperawatan
yang efisien dan efektif di sarana kesehatan . Sehingga diperlukan standar mutu dalam
pelayanan keperawatan yang terdiri dari :
a. Struktur
1) Adanya kebijakan program pengendalian mutu pelayanan keperawatan di sarana
kesehatan.
2) Adanya program pengendalian mutu pelayanan keperawatan.
3) Adanya standar pelayanan keperawatan.
4) Adanya mekanisme pelaksanaan program pengendalian mutu.
5) Adanya tim pengendalian mutu dalam Organisasi Pelayanan Kesehatan.
6) Adanya sumber daya yang menandai dalam jumlah dan kualitas.
b. Proses
1) Menyusun alat pengendalian mutu sesuai dengan metoda yang dipilih.
2) Melaksanakan upaya pengendalian mutu antara lain : audit keperawatan/ supervise
keperawatan, Gugus Kendali Mutu, survey kepuasan pasien, keluarga/petugas,
presentasi kasusdan ronde keperawatan.
3) Menganalisa dan menginterpretasikan data hasil evaluasi pengendalian mutu.
4) Menyusun upaya tindak lanjut.
c. Hasil
1) Adanya dokumen hasil pengendalian mutu.
2) Adanya dokumen umpan balik dan upaya tindak lanjut.
3) Adanya dokumen hasil survey kepuasan pasien, keluarga dan petugas.
4) Adanya penampilan klinik tenaga keperawatan sesuai dengan standar pelayanan
keperawatan.

30
5) Menurunya angka kejadian komplikasi sebagai akibat pmberian asuhan
keperawatan antara lain : dekubitus, jatuh, pneumia, pneumia orthostatic, infeksi
nasokomial, drop foot.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mutu atau kualitas adalah  tingkat baik buruknya sesuatu; kadar, derajat atau taraf
(kepandaian, kecakapan). Mutu ini digunakan sebagai pengukur yang membedakan suatu
benda dengan yang lainnya.Mutu pelayanan keperawatan dari pandangan intitusi pelayanan
yaitu terlaksananya efektifitas dan efisiensi pelayanan termasuk dalam hal ketenagaan,
peralatan, biaya operasional, dan waktu pelayanan. Efektifitas dan efisiensi pelayanan tersebut
didukung dengan peningkatan mutu stafnya, selain itu rumah sakit pun dituntut untuk
mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan yang menimbulkan dampak
negatif pada pasien.Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan,
sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang
ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).Tujaun Program ada
2 yaitu Tujuan antara dan Tujuan akhir .Manfaat dari Program yaitu : Dapat lebih
meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan , Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan
kesehatan , Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan,
Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan

31
hokum .Syaratprogram menjaga mutu banyak macamnya : bersifat khas , Mampu melaporkan
setiap penyimpangan , Fleksibel dan berorientasi pada masa depan, Mencerminkan dan sesuai
dengan keadaan organisasi , Mudah dilaksanakan , Mudah dimengerti.

3.2 Saran
Diharapkan memberikan manfaat bagi pembaca, namun tidak hanya berpatokan pada makalah
ini, yakni dapat termotivasi untuk mencari materi ini dari berbagai sumber. Dan diharapkan
juga sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan penulis tentang manajemen mutu
pelayanan kesehatan sehingga dapat digunakan manfaatnya di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/367433307/mutu-pelayanan-keperawatan, di unggah oleh oman


ulastri, pada 18 april 2019 pukul 09.00
Azrul Azwar. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi kedua, PPT Bina Rupa Aksara.

Craven & Hirnle, 2000 Fundamentals Of Nursing. Philadelphia. Lippincott

Gillies, Dee Ann. 1994. Nursing Management A System Approach, 3rd Edittion. USA: Saunders

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik Keperawatan Profesional


Edisi 2. Jakarta: Salemba  Medika.

Nursalam, 2014. Manajeman Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi Ke 4 Penerbit : Salemba Medika. Jakarta
https://www.academia.edu/36072805/konsep_dasar_sistem_pengendalian_manajemen Diakses Pada
Tanggal 16 April 2019 Pukul 08.43 WIB

https://saidnazulfikar.files.wordpress.com/2011/10/system-pengendalian-manajemen-
bpkp_spm_.pdfDiakses Pada Tanggal 16 April 2019 Pukul 09.00 WIB

32

Anda mungkin juga menyukai