Nama Kelompok :
P a g e 2 | 18
SHINTA ANANDISTA PUTRI (10821027)
KATA PENGANTAR
P a g e 3 | 18
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga
Book Chapter dengan judul Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit . Sebanyak paper hasil penelitian
Terima kasih saya ucapkan kepada bapak …….. yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi.
P a g e 4 | 18
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien s esuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang
tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan
kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah
sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009).
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di rumah
sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan
pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap
pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kela ngsungan
P a g e 5 | 18
hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk dilaksanakan, namun harus diakui
kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan
priorit as utama untuk 2 dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes,
2006). WHO (World Health Organitation) tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah
sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) dengan rentang 3,2% – 16,6%. Data tersebut menjadi pemicu diberbagai
negara untuk melakukan penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (Depkes, 2006).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya membangunan
kesehatan di Indonesia.
b. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam membangun komitmen
P a g e 6 | 18
c. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya membangun
sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan identifikasi dan penilaian terhadap potensial
masalah.
e. Mengetahui sistem komunikasi yang melibatkan pasien dalam manajemen keselamatan pasien
di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak
antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit di Indonesia
2. Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan,
3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan data dasar untuk
P a g e 7 | 18
PERSAINGAN INDUSTRI KESEHATAN DI INDONESIA
Industri pelayanan kesehatan merupakan sektor penting yang sangat berpengaruh pada
mengarah pada konsep supply chain manajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh, melihat
semua stakeholder yang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain dalam industri
pelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan yang sangat berpengaruh
pada nyawa manusia, tetapi juga menghubungkan banyaksekali industri pendukung, seperti tenaga
medis, farmasi, alat kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya. Supply chain yang terkait dengan
produk pelayanan kesehatan sangat penting dalam memastikan tingginya standar pelayanan, menjaga
kepuasan para pengelola dan pada saat yang bersamaan tetap menjaga keselamatan pasien.
P a g e 8 | 18
Untuk mencapai tujuan industri pelayanan kesehatan, kolaborasi antar sektoral sangat
diperlukan. Kolaborasi ini dimedasi oleh sistem informasi yang digunakan untuk menghubungkan
satu perusahaan dengan partner kerjasamanya atau sering disebut Interorganizational system.
Penelitian ini ingin melihat peranan karakteristik Interorganizational System terhadap tercapainya
kolaborasi, integrasi dan inovasi pada supply chain sektor pelayanan kesehatan di Indonesia Model
penelitian terdiri dari interorganizational system dengan lima variabel yaitu, application integration,
data
compatibility, analytic ability, evaluation ability, dan alertness, kemudian supply chain
collaboration yang terdiri dari variabel information sharing, decision synchronization, incentive
alignment, integrasi supply chain. Terdapat dua variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu inovasi
supply chain dan operation performance. Untuk mengakomodasi pertanyaan penelitian, data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sua dari empat hipotesis diterima sedangkan dua laiinya
tidak didukung data empiris. Dua hipotesis yang didukung oleh data empiris adalah pengaruh positif
Supply Chain Collaboration terhadap Operations Performance dan pengaruh positif Supply Chain
Integration terhadap Supply Chain Innovation. Dua hipotesis yang tidak didukung data empiris adalah
Chain Integration. Diskusi dan saran penelitian lebih lanjut tersedia di bagian akhir dokumen ini.
P a g e 9 | 18
KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN
Jumlah pasien yang tergabung dalam asuransi atau perusahaan penjaminan mutu kesehatan
cenderung meningkat dari tahun ketahun, kekuatan asuransi atau perusahaan dalam industri akan
semakin besar. Input sama, tarif berbeda antara pasien asuransi lainnya serta dengan pasien umum
Ratio nilai pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien asuransi atau perusahaan yang
penjamin lebih besar dibanding pasien umum. Kekuatan asuransi perusahaan dalam industri besar,
memiliki kontrol yang lebih besar terhadap penetapan harga dan pemilihan jenis pelayanan. Asimetri
informasi pasien tidak memahami cara dan jenis pelayanan kesehatan yang paling efektif dan
Pasien hampir tidak pernah diberikan informet choice (permenkes no. 585/1989). Keputusan
obat, jenis pelayanan penunjang, tindakan, institusi pelayanan kesehatan diserahkan sepenuhnya pada
dokter. Berpotensi menyuburkan praktek integrasi vertikal serta berpeluang menyebabkan pasien
P a g e 10 | 18
Terhadap diferensiasi harga untuk kelas perawatan yang berbeda jenis pembayaran yang
berbeda, instalansi yang berbeda. Struktur biaya kesehatan untuk penyakit yang sama menjadi
Perbandingan harga obat. Selain untuk obat generik, tidak ada peraturan yang mengatur harga
obat. Ada rumah sakit yang menetapkan harga obat yang sampai hampir 1000% diatas HET.
KESEHATAN
Indikasi :
Pasien tidak mengetahui dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pelayanan
Produk pelayanan kesehatan bersifat pentik dan mendesak. Posisi tawar pasien
menjadi lemah
Produk pelayanan kesehatan relatif terintegrasi antara produk satu dengan yang
KETERSDIAN SUBTITUSI
Diparitas harga relatif besar untuk produk substitusi pelayanan kesehatan terutama untuk
obat. Asimetri informasi, mekanisme pasra tidak ditentukan oleh supplay dan demand harga obat
ditentukan sepenuhnya oleh rumah sakit. Harga tetap tinggi meskipun produk substitusi yang tersedia
di pasar banyak jumlahnya. Hal ini terutama terjadi di rumah sakit, padahal > 50% nilai perdagangan
obat terjadi di Rumah Sakit. Saat ini terdapat 204 perusahaan farmasi namun struktur pasar yang
P a g e 11 | 18
HAMBATAN MEMASUKI INDUSTRI
Hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan berpotensi terjadi baik pada perusahaan
obat dan asuransi. Kebijakan formularium obat pada Rumah Sakit membatasi masuknya PBF lain
Selain itu, pemilihan PBF yang mempertimbangkan besarnya diskon obat, sponsorship,
pemberian manfaat lain pada dokter atau rumah sakit menimbukan berpotensi mengahalangi PBF
Nilai perdagangan terbesar terjadi dirumah sakit. Belanja farmasi 2005-2009 mencapai Rp.
32.90 Triliun, dimana 51% diantaranya dikontribusikan oleh Rumah Sakit (kompas, 19 Oktober 2009)
swasta dengan alasan keterbatasan fasilitas. Namun Rumah Sakit Pemerintah berupaya bermitra
dengan perusahaan besar yang jumlah karyawan banyak. PBF diizinkan promosi produk ke Rumah
Sistem rujukan regionalisasi membatasi pasien asuransi sosial untuk memilih Rumah Sakit,
pelayanan penunjang, dan obat-obatan, pasien hanya dapt diterima di Rumah Sakit yang dirujuk
padahal jarak ke lokasi Rumah Sakit terkadang lebih sulit bagi pasien.
P a g e 12 | 18
PBF dan perusahaan alkes yang dapat PBF dan perusahaan alkes yang dapat memasuki rs
adalah yang memiliki skala ekonomi besar, antara lain oleh karena besarnya diskon yang diberikan,
pbf kecil akan semakin sulit bersaing akibat skala ekonomi yang menjadi lebih lemah.skala
ekonomi ini akan membatasi distribusi, utilisasi tenaga penjual, pembiayaan, dsb.
P a g e 13 | 18
Terdapat diferensiasi input untuk obat- obatan dan pelayanan penunjang bagi pasien asuransi
dan umum. Meskipun tersedia produk substitusi, namun asimetri informasi menyebabkan pasien
tidak mengetahui keberadaan substitusi tersebut. hal ini berpotensi merugikan konsumen sebab
Selain itu dokter atau rumah sakit juga jarang menawarkan substitusi, kecuali untuk pasien
umum dengan input pelayanan kesehatan yang sama terdapat perbedaan tarif/harga untuk kelas
perawatan yang berbeda, jenis pembayaran yang berbeda, dan instalasi yang berbeda
Integrasi vertikal rs dengan perusahaan obat, pelayanan penunjang medik, dan dokter
spesialis. Dokter atau rumah sakit akan memilih pbf yang memberikan diskon besar, sponsorship,
memberikan fasilitas pengembangan diri (seminar, liburan, dsb), menyediakan sarana, mampu
mengkuti prosedur ketentuan & prosedur rs, memberikan kelonggaran kredit, dsb. rs cenderung
jumlah pelayanan kesehatan yg tersedia lebih kecil dari kebutuhan pelayanan kesehatan. hal
ketergantungan masyarakat terhadap asuransi sosial semakin besar. hal ini menyebabkan
besarnya kekuatan tawar asuransi sosial dalam menentukan mutu dan tarif dalam pelayanan
kesehatan.
P a g e 14 | 18
produk pelayanan kesehatan bersifat unik dan terdapat asimetri informasi antara pasien
dengan pemasok pelayanan kesehatan. pasien tidak tahu persis jenis dan cara pelayanan kesehatan
yang paling efektif dan menguntungkan baginya. asimetri informasi menyebabkan pasien
biaya beralih dan risiko pasien untuk beralih ke penyaji lain relatif besar. hal ini juga semakin
kesehatan yang satu tidak bersaing dengan produk pelayanan kesehatan lain. meskipun tersedia
substitusi obat atau pelayanan penunjang medik, namun ketidaktahuan pasien menyebabkan produk
penyaji pelayanan kesehatan (rumah sakit & dokter) cenderung melakukan integrasi vertikal
1. jumlah pasien asuransi sosial semakin meningkat dari tahun ke tahun. pelayanan kesehatan
untuk pasien asuransi sosial sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. beberapa kebijakan
terdapat perbedaan tarif pelayanan kesehatan untuk jenis input yang sama pada kelas perawatan [vip,
kls i, ii, iii] dan jenis pembayaran yang berbeda [asuransi dan umum]. kesehatan. plafond berbeda
3. ada kesepakatan beberapa rumah sakit pemerintah dalam penentuan tarif, yang mungkin saja
5. beberapa rumah sakit menggunakan strategi multipricing, yaitu penerapan tarif yang berbeda
6. pada jenis pembayaran yang berbeda, harga yang diterapkan berbeda untuk merk obat yang
sama.
7. harga obat ditentukan oleh direksi rumah sakit, namum terdapat beberapa obat yang memiliki
8. tidak lengkapnya disclosure information untuk rencana tindakan medik yang akan
ditempat tertentu.
11. sistem rujukan (regionalisasi ) membatasai pasien dalam memilih rumah sakit.
12. pada rumah sakit pemerintah, pasien paviliun/vip bisa memilih dokter, sedangkan pasien non
paviliun tidak bisa. sedangkan pada rumah sakit swasta, pasien bebas memilih dokter.
13. pada sebagian rs swasta, sistim formularium yang digunakan menggunakan obat branded.
namun, untuk kelas iii formularium menggunakan obat generik. hal ini berpotensi merugikan
14. salah satu pertimbangan penting rs dalam merekrut dokter spesialis adalah jumlah pasien
mereka. namun, pada sebagian rs, pbf perlu mendekati bagian pengadaan selain mendekati
dokter sehingga fasilitas yang diberikan pbf harus dialokasikan untuk dokter maupun bagian
yang mahal.
16. sistim pengadaan obat di rs bervariasi. sebagian rs swasta tidak memiliki formularium. dokter
bebas meminta apotik untuk menyediakan merek obat tertentu. namun, ada keharusan dari rs
terhadap dokter ybs untuk menghabiskan sejumlah obat tertentu yg dipesan dalam kurun
menyebabkan dokter meresepkan obat yang kurang sesuai dengan kebutuhan pasien.
17. rs berupaya bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar atau asuransi yang kepesertaannya
besar. kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tentang cara dan jenis
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggotanya. besarnya rasio konsentrasi pasar
18. pada sebagian rs, apoteker dapat langsung mensubstitusi obat yang diresepkan dokter tanpa
konfirmasi ke dokter. namun, untuk pasien umum, obat yang akan disubstitusi harus
P a g e 17 | 18
P a g e 18 | 18