Anda di halaman 1dari 18

P a g e 1 | 18

Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit

Nama Kelompok :

 DIVA AULIA ZAHRA SOEGAMA (10821006)

 MAYANG HAWWIN APHRODITA (10821013)

P a g e 2 | 18
 SHINTA ANANDISTA PUTRI (10821027)

 ZHALWA ANGGORO QUROTUAINI (10821032)

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI MANAJEMEN KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

P a g e 3 | 18
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga

Book Chapter dengan judul Persaingan dan Kualitas Rumah Sakit . Sebanyak paper hasil penelitian

dan kajian pustaka dibukukan dalam book chapter.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak …….. yang telah membantu kami baik secara moral

maupun materi.

P a g e 4 | 18
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien

harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien s esuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang

tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan

kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah

sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 32n UU No.44/2009).

Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting yang terkait di rumah

sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,

keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan

pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap

pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kela ngsungan
P a g e 5 | 18
hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk dilaksanakan, namun harus diakui

kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan

priorit as utama untuk 2 dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes,

2006). WHO (World Health Organitation) tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian rumah

sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia dan ditemukan KTD

(Kejadian Tidak Diharapkan) dengan rentang 3,2% – 16,6%. Data tersebut menjadi pemicu diberbagai

negara untuk melakukan penelitian dan pengembangan sistem keselamatan pasien (Depkes, 2006).

B. Rumusan Masalah

 Bagaimana persaingan kesehatan di Indonesia ?

 Bagaimana kekuatan tawar konsumen pelayanan kesehatan ?

 Bagaimana hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan ?

 Apa dampak persaingan industri pelayanan kesehatan terhadap konsumen ?

 Bagaimana strategi mutu rumah sakit nasional ?

 Bagaimana peningkatan mutu pelayanan rumah sakit ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis persaingan kesehatan di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya membangunan

kesehatan di Indonesia.

b. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam membangun komitmen

dan fokus yang jelas tentang pasien safety.

P a g e 6 | 18
c. Mengetahui usaha yang dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia dalam upaya membangun

sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan identifikasi dan penilaian terhadap potensial

masalah.

e. Mengetahui sistem komunikasi yang melibatkan pasien dalam manajemen keselamatan pasien

di Indonesia.

f. Mengetahui bagaimana strategi mutu pelayanan kesehatan nasional.

g. Mengetahui peningkatan pelayanan mutu rumah sakit.

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak

antara lain:

1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh rumah sakit di Indonesia

untuk mengetahui hambatan pelayanan mutu kesehatan rumah sakit.

2. Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan,

kepustakaan tentang pelayanan mutu rumah sakit.

3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan data dasar untuk

melakukan penelitian lanjutan.

P a g e 7 | 18
PERSAINGAN INDUSTRI KESEHATAN DI INDONESIA

Industri pelayanan kesehatan merupakan sektor penting yang sangat berpengaruh pada

kesejahteraan masyarakat. Seiring berjalannya pemikiran manajemen, pendekatan pemikiran bisnis

mengarah pada konsep supply chain manajemen. Pengelolaan industri harus menyeluruh, melihat

semua stakeholder yang sering terkait dalam rangkaian supply chain. Supply chain dalam industri

pelayanan kesehatan adalah unik, bukan hanya karena nature pelayanan yang sangat berpengaruh

pada nyawa manusia, tetapi juga menghubungkan banyaksekali industri pendukung, seperti tenaga

medis, farmasi, alat kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya. Supply chain yang terkait dengan

produk pelayanan kesehatan sangat penting dalam memastikan tingginya standar pelayanan, menjaga

kepuasan para pengelola dan pada saat yang bersamaan tetap menjaga keselamatan pasien.

P a g e 8 | 18
Untuk mencapai tujuan industri pelayanan kesehatan, kolaborasi antar sektoral sangat

diperlukan. Kolaborasi ini dimedasi oleh sistem informasi yang digunakan untuk menghubungkan

satu perusahaan dengan partner kerjasamanya atau sering disebut Interorganizational system.

Penelitian ini ingin melihat peranan karakteristik Interorganizational System terhadap tercapainya

kolaborasi, integrasi dan inovasi pada supply chain sektor pelayanan kesehatan di Indonesia Model

penelitian terdiri dari interorganizational system dengan lima variabel yaitu, application integration,

data

compatibility, analytic ability, evaluation ability, dan alertness, kemudian supply chain

collaboration yang terdiri dari variabel information sharing, decision synchronization, incentive

alignment, integrasi supply chain. Terdapat dua variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu inovasi

supply chain dan operation performance. Untuk mengakomodasi pertanyaan penelitian, data

disebarkan ke tiga kota, yaitu Surabaya, Sidoarjo dan Bandung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sua dari empat hipotesis diterima sedangkan dua laiinya

tidak didukung data empiris. Dua hipotesis yang didukung oleh data empiris adalah pengaruh positif

Supply Chain Collaboration terhadap Operations Performance dan pengaruh positif Supply Chain

Integration terhadap Supply Chain Innovation. Dua hipotesis yang tidak didukung data empiris adalah

pengaruh Karakteristik Interorganizational System baik terhadap SC Collaboration maupun Supply

Chain Integration. Diskusi dan saran penelitian lebih lanjut tersedia di bagian akhir dokumen ini.

P a g e 9 | 18
KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN

Jumlah pasien yang tergabung dalam asuransi atau perusahaan penjaminan mutu kesehatan

cenderung meningkat dari tahun ketahun, kekuatan asuransi atau perusahaan dalam industri akan

semakin besar. Input sama, tarif berbeda antara pasien asuransi lainnya serta dengan pasien umum

Ratio nilai pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien asuransi atau perusahaan yang

penjamin lebih besar dibanding pasien umum. Kekuatan asuransi perusahaan dalam industri besar,

memiliki kontrol yang lebih besar terhadap penetapan harga dan pemilihan jenis pelayanan. Asimetri

informasi pasien tidak memahami cara dan jenis pelayanan kesehatan yang paling efektif dan

menguntungkan baginya. Pasien berpotensi harus membayar lebih mahal.

Pasien hampir tidak pernah diberikan informet choice (permenkes no. 585/1989). Keputusan

obat, jenis pelayanan penunjang, tindakan, institusi pelayanan kesehatan diserahkan sepenuhnya pada

dokter. Berpotensi menyuburkan praktek integrasi vertikal serta berpeluang menyebabkan pasien

harus membayar mahal.

P a g e 10 | 18
Terhadap diferensiasi harga untuk kelas perawatan yang berbeda jenis pembayaran yang

berbeda, instalansi yang berbeda. Struktur biaya kesehatan untuk penyakit yang sama menjadi

berbeda, berpotensi menyebabkan terjadinya diferensiasi pelayanan.

Perbandingan harga obat. Selain untuk obat generik, tidak ada peraturan yang mengatur harga

obat. Ada rumah sakit yang menetapkan harga obat yang sampai hampir 1000% diatas HET.

KAJIAN TERHADAP KEKUATAN TAWAR KONSUMEN PADA INDUSTRI PELAYANAN

KESEHATAN

Indikasi :

 Besarnya ratio konsentrasi konsumen asuransi sosial, ketergantungan pasien terhadap

asuransi sosial relatif besar

 Pasien tidak mengetahui dan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pelayanan

kesehatan yang paling tepat dan menguntungkan baginya

 Produk pelayanan kesehatan bersifat pentik dan mendesak. Posisi tawar pasien

menjadi lemah

 Produk pelayanan kesehatan relatif terintegrasi antara produk satu dengan yang

lainnya. Mengurangi fleksibilitas pasien untuk memilih pelayanan yang lebih

menguntungkan secara terpisah satu dengan yang lain.

KETERSDIAN SUBTITUSI

Diparitas harga relatif besar untuk produk substitusi pelayanan kesehatan terutama untuk

obat. Asimetri informasi, mekanisme pasra tidak ditentukan oleh supplay dan demand harga obat

ditentukan sepenuhnya oleh rumah sakit. Harga tetap tinggi meskipun produk substitusi yang tersedia

di pasar banyak jumlahnya. Hal ini terutama terjadi di rumah sakit, padahal > 50% nilai perdagangan

obat terjadi di Rumah Sakit. Saat ini terdapat 204 perusahaan farmasi namun struktur pasar yang

terjadi bukan persaingan sempurna

P a g e 11 | 18
HAMBATAN MEMASUKI INDUSTRI

Hambatan memasuki industri pelayanan kesehatan berpotensi terjadi baik pada perusahaan

obat dan asuransi. Kebijakan formularium obat pada Rumah Sakit membatasi masuknya PBF lain

yang tidak termasuk dalam pendaftaran formularium.

Selain itu, pemilihan PBF yang mempertimbangkan besarnya diskon obat, sponsorship,

pemberian manfaat lain pada dokter atau rumah sakit menimbukan berpotensi mengahalangi PBF

dengan skala usaha lebih kecil untuk masuk ke Rumah Sakit.

Nilai perdagangan terbesar terjadi dirumah sakit. Belanja farmasi 2005-2009 mencapai Rp.

32.90 Triliun, dimana 51% diantaranya dikontribusikan oleh Rumah Sakit (kompas, 19 Oktober 2009)

Rumah SakitPemerintah cenderung menolak untuk beraliansi dengan perusahaan asuransi

swasta dengan alasan keterbatasan fasilitas. Namun Rumah Sakit Pemerintah berupaya bermitra

dengan perusahaan besar yang jumlah karyawan banyak. PBF diizinkan promosi produk ke Rumah

Sakit, akses besar bagi PBF.

Sistem rujukan regionalisasi membatasi pasien asuransi sosial untuk memilih Rumah Sakit,

pelayanan penunjang, dan obat-obatan, pasien hanya dapt diterima di Rumah Sakit yang dirujuk

padahal jarak ke lokasi Rumah Sakit terkadang lebih sulit bagi pasien.

P a g e 12 | 18
PBF dan perusahaan alkes yang dapat PBF dan perusahaan alkes yang dapat memasuki rs

adalah yang memiliki skala ekonomi besar, antara lain oleh karena besarnya diskon yang diberikan,

sponsorship, fasilitas mengikuti pengembangan diri bagi dokter, dsb.

pbf kecil akan semakin sulit bersaing akibat skala ekonomi yang menjadi lebih lemah.skala

ekonomi ini akan membatasi distribusi, utilisasi tenaga penjual, pembiayaan, dsb.

KEKUATAN TAWAR PENYAJI PELAYANAN KESEHATAN

P a g e 13 | 18
Terdapat diferensiasi input untuk obat- obatan dan pelayanan penunjang bagi pasien asuransi

dan umum. Meskipun tersedia produk substitusi, namun asimetri informasi menyebabkan pasien

tidak mengetahui keberadaan substitusi tersebut. hal ini berpotensi merugikan konsumen sebab

harus membayar lebih mahal.

Selain itu dokter atau rumah sakit juga jarang menawarkan substitusi, kecuali untuk pasien

umum dengan input pelayanan kesehatan yang sama terdapat perbedaan tarif/harga untuk kelas

perawatan yang berbeda, jenis pembayaran yang berbeda, dan instalasi yang berbeda

Integrasi vertikal rs dengan perusahaan obat, pelayanan penunjang medik, dan dokter

spesialis. Dokter atau rumah sakit akan memilih pbf yang memberikan diskon besar, sponsorship,

memberikan fasilitas pengembangan diri (seminar, liburan, dsb), menyediakan sarana, mampu

mengkuti prosedur ketentuan & prosedur rs, memberikan kelonggaran kredit, dsb. rs cenderung

memilih asuransi yang jumlah kepesertaannya besar.

rs akan cenderung memilih dokter spesialis yang pasiennya banyak.

KAJIAN TERHADAP KEKUATAN TAWAR PENYAJI PELAYANAN KESEHATAN

jumlah pelayanan kesehatan yg tersedia lebih kecil dari kebutuhan pelayanan kesehatan. hal

ini menyebabkan kekuatan tawara penyaji pelayanan kesehatan lebih besar.

ketergantungan masyarakat terhadap asuransi sosial semakin besar. hal ini menyebabkan

besarnya kekuatan tawar asuransi sosial dalam menentukan mutu dan tarif dalam pelayanan

kesehatan.

P a g e 14 | 18
produk pelayanan kesehatan bersifat unik dan terdapat asimetri informasi antara pasien

dengan pemasok pelayanan kesehatan. pasien tidak tahu persis jenis dan cara pelayanan kesehatan

yang paling efektif dan menguntungkan baginya. asimetri informasi menyebabkan pasien

menyerahkan sepenuhnya cara pelayanan kesehatannya kepada penyaji pelayanan kesehatan.

keadaan ini memperbesar posisi tawar penyaji pelayanan kesehatan

biaya beralih dan risiko pasien untuk beralih ke penyaji lain relatif besar. hal ini juga semakin

memperbesar posisi tawar penyaji pelayanan kesehatan.

ketidaktahuan pasien mengenai persoalan teknismedik menyebabkan produk pelayanan

kesehatan yang satu tidak bersaing dengan produk pelayanan kesehatan lain. meskipun tersedia

substitusi obat atau pelayanan penunjang medik, namun ketidaktahuan pasien menyebabkan produk

yang bersubstitusi tersebut tidak bersaing satu dengan yang lain.

penyaji pelayanan kesehatan (rumah sakit & dokter) cenderung melakukan integrasi vertikal

dengan perusahaan obat maupun pelayanan penunjang medik.

dampak persaingan industri pelayanan kesehatan terhadap konsumen

1. jumlah pasien asuransi sosial semakin meningkat dari tahun ke tahun. pelayanan kesehatan

untuk pasien asuransi sosial sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. beberapa kebijakan

pemerintah yang merugikan konsumen sbb :

a. keterbatasan memilih dokter

b. keterbatasan pemilihan obat-obatan

c. keterbatasan memilih tempat pelayanan penunjang medik [radiologi, laboratorium]


P a g e 15 | 18
d. plafond biaya pelayanan kesehatan

2. masyarakat terbatas dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan

terdapat perbedaan tarif pelayanan kesehatan untuk jenis input yang sama pada kelas perawatan [vip,

kls i, ii, iii] dan jenis pembayaran yang berbeda [asuransi dan umum]. kesehatan. plafond berbeda

berdasarkan tipe rumah sakit, serta antara daerah.

3. ada kesepakatan beberapa rumah sakit pemerintah dalam penentuan tarif, yang mungkin saja

menggunakan input yang berbeda. kesepakatan ini dikuatkan melalui perda.

4. formularium di rs bisa saja berbeda dengan formularium perusahaan asuransi.

5. beberapa rumah sakit menggunakan strategi multipricing, yaitu penerapan tarif yang berbeda

untuk jenis pembayaran yang berbeda-beda

6. pada jenis pembayaran yang berbeda, harga yang diterapkan berbeda untuk merk obat yang

sama.

7. harga obat ditentukan oleh direksi rumah sakit, namum terdapat beberapa obat yang memiliki

harga jauh melampaui het [harga eceran tertinggi].

8. tidak lengkapnya disclosure information untuk rencana tindakan medik yang akan

dilaksanakan. serta cenderung mengarahkan pasien untuk mengikuti.

9. rumah sakit umumnya mengarahkan pasien untuk menggunakan pelayanan penunjang

ditempat tertentu.

10. rumah sakit mengintegrasikan penjualan obat

11. sistem rujukan (regionalisasi ) membatasai pasien dalam memilih rumah sakit.

12. pada rumah sakit pemerintah, pasien paviliun/vip bisa memilih dokter, sedangkan pasien non

paviliun tidak bisa. sedangkan pada rumah sakit swasta, pasien bebas memilih dokter.

13. pada sebagian rs swasta, sistim formularium yang digunakan menggunakan obat branded.

namun, untuk kelas iii formularium menggunakan obat generik. hal ini berpotensi merugikan

konsumen karena harus membayar mahal untuk harga obat.

14. salah satu pertimbangan penting rs dalam merekrut dokter spesialis adalah jumlah pasien

yang dimiliki dokter tersebut


P a g e 16 | 18
15. sebagian besar pbf langsung mendekati dokter secara pribadi untuk mempromosikan produk

mereka. namun, pada sebagian rs, pbf perlu mendekati bagian pengadaan selain mendekati

dokter sehingga fasilitas yang diberikan pbf harus dialokasikan untuk dokter maupun bagian

pengadaan obat di rs à berpotensi menyebabkan konsumen membayar obat dengan harga

yang mahal.

16. sistim pengadaan obat di rs bervariasi. sebagian rs swasta tidak memiliki formularium. dokter

bebas meminta apotik untuk menyediakan merek obat tertentu. namun, ada keharusan dari rs

terhadap dokter ybs untuk menghabiskan sejumlah obat tertentu yg dipesan dalam kurun

waktu tertentu à berpotensi merugikan pasien sebab keharusan tsb berpeluang

menyebabkan dokter meresepkan obat yang kurang sesuai dengan kebutuhan pasien.

17. rs berupaya bermitra dengan perusahaan-perusahaan besar atau asuransi yang kepesertaannya

besar. kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan tentang cara dan jenis

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggotanya. besarnya rasio konsentrasi pasar

perusahaan/asuransi tertentu membuka peluang bagi perusahaan/asuransi untuk menekan

pelayanan kesehatan yang seharusnya diterima pasien

18. pada sebagian rs, apoteker dapat langsung mensubstitusi obat yang diresepkan dokter tanpa

konfirmasi ke dokter. namun, untuk pasien umum, obat yang akan disubstitusi harus

dikonformasikan terlebih dahulu kepada dokter.

P a g e 17 | 18
P a g e 18 | 18

Anda mungkin juga menyukai