Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN

THEORY HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DAN MODEL


ANTECEDENT BEHAVIOUR DAN CONSEQUENCES (ABC)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4

ROSMILA J1A121068

SETIAWAN MARLINO J1A121072


ADINDA SALZABILA PUTRI J1A121100
AISYA RISANG AYU J1A121103
WA RISKA LA POLEKO J1A121093
WA ODE NUR AISYAH J1A121089
SYAFFIKKA J1A121085

SRI RAHAYU JULIASTUTI J1A121083


ULFA HARDIANTY J1A121086
A’QILA NUR RAMADHANI J1A121098

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul "Theory Health Belief Model (HBM), dan Model Antecedent
Behaviour dan Consequences (ABC)" tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini, untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dosen Dr. Fikki Prasetya, S.KM., M.Kes dalam mata kuliah PROMOSI
KESEHATAN. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan bagi penulis.
Penulis mngucapkan terima kasih seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Kendari, 12 November 2022


Penulis,

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan Pembahasan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 4
2.1 Health Belief Model Theory (HBM) ..................................................... 4
2.2 Dimensi menggambarkan Health Belief Model .................................... 5
2.3 Antecendent Behaviour dan consequences (ABC) ................................ 10
2.4 Contoh kasus Model Antecedents Behaviour dan Consequences
(ABC) .................................................................................................... 14
2.5 Contoh kasus Health Belief Model (HBM) .......................................... 16
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 18
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 18
3.2 Saran ...................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perilaku merupakan hasil kombinasi dari berbagai faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik
bawaan yang dimiliki oleh seseorang, seperti kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal
merupakan lingkungan sekeliling yang dapat berupa lingkungan fisik, sosial,
budaya, pendidikan, politik atau ekonomi.
Health Belief Model pertama dikembangkan pada tahun 1950-an oleh
sekelompok psikolog sosial pada US Public Health Service untuk menjelaskan
kegagalan orang berpartisipasi dalam program pencegahan atau pendeteksian
penyakit. Kemudian model tersebut diperluas agar dapat diterapkan pada
respons orang terhadap gejala dan perilakunya dalam respons pada diagnosis
penyakit, khususnya kepatuhan pada regimen medis. Meskipun model tersebut
lambat laun berkembang dalam respons terhadap masalah program praktis,
diberikan dasar teori psikologi sebagai bantuan untuk memahami sebab serta
kekuatan dan kelemahannya.
Health Belief Model menekankan pada persepsi yang kuat dan dugaan
yang kuat dari adanya dampak penyakit terhadap pengobatan. Hampir serupa
dengan persepsi manfaat dan persepsi kerugian dari perilaku kesehatan yang
efektif. Health Belief Model merupakan teori nilai harapan, konsep nilai
harapan dalam konteks perilaku terkait kesehatan, maka konsep tersebut
berubah menjadi (1) keinginan untuk menghindarkan penyakit atau menjadi
sehat (nilai) dan (2) keyakinan bahwa tindakan sehat tertentu yang bisa
dilakukan akan mencegah atau mengurangi sakit.
Lingkup dan aplikasi Health Belief Model pada perilaku kesehatan, antara
lain digunakan perilaku dalam upaya pencegahan untuk tidak sakit, perilaku
yang berkaitan dengan diagnosis sakit dan yang dapat berpengaruh terhadap
keparahan sakit.

1
Teori dalam model perilaku ABC ini sesuai dengan The lawfullness of
behavior dalam ilmu perilaku yang disampaikan oleh As’ad (1998). As’ad
(1998) mengemukakan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya
stimulus, tidak ada tingkah laku manusia yang terjadi tanpa adanya stimulus,
stimulus merupakan sebab terjadinya perilaku, dan semakin besar stimulus
yang ada maka semakin besar kemampuannya untuk menggerakkan tingkah
laku. Penggunaan model perilaku ABC merupakan cara yang efektif untuk
memahami mengapa perilaku bisa terjadi dan merupakan cara yang efektif
untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan karena dalam model perilaku
ini terdapat konsekuensi yang digunakan untuk memotivasi agar frekuensi
perilaku yang diharapkan dapat meningkat sertamodel perilaku ABC ini
berguna untuk mendisain intervensi yang dapat meningkatkan perilaku,
individu, kelompok, dan organisasi. Dalam hal ini perilaku yang diharapkan
frekuensinya meningkat ialah perilaku aman.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diperoleh beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana konsep teori Antecendent Behaviour dan consequences
(ABC)?
2. Bagaimana konsep teori Health Belief Model (HBM)?
3. Bagaimana contoh studi kasus ABC dan HBM?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengatahui teori Antecedents Behaviour dan consequences(ABC)
2. Untuk mengetahui teori Health Belief Model (HBM)
3. Untuk megrtahui contoh studi kasus ABC dan HBM

2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagi Penulis
Makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran dalam pembuatan
makalah berikutnya agar lebih baik lagi dari sebelumnya dan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai Teori Health Belief
Model (HBM), dan Model Antecedent Behaviour dan Consequences (ABC)
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Teori Health
Belief Model (HBM), dan Model Antecedent Behaviour dan Consequences
(ABC) sehingga dapat dijadikan bahan acuan untuk pembuatan makalah
dengan judul yang sama.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Health Belief Model Theory (HBM)


Health Belief Model (BHM) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Resenstock pada tahun 1966, yang kemudian disempunakan
oleh Becker, dkk pada tahun 1970 dan 1980. Teori BHM merupakan teori
untuk mengetahui persepsi individu menerima atau tidak kondisi kesehatan
mereka. Menurut Janz dan Becker, 1984 mengungkapkan bahwa Health Belief
Model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu
untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat. Sedangkan menurut
Hochbaum (dalam Hyden, 1958) HBM merupakan perilaku kesehatan yang
dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai kepercayaan mereka terhadap
penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi terjadinya gejala penyait
yang diderita.
Dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan, integrasi dari ketiga teori ini
hendak menunjukkan bahwa perilaku terkait kesehatan dibentuk oleh
keinginan seseorang untuk menghindari penyakit atau menjadi sembuh, dan
juga oleh keyakinannya bahwa perilaku kesehatan ini akan membuatnya
mencapai situasi bebas dari penyakit atau sembuh (Glanz, Rimer, &
Viswanath, 2008). Secara lebih detil, HBM memuat persepsi individu pada 5
area yaitu (1) persepsi tentang tingkat kerentanan seseorang terhadap suatu
penyakit tertentu, (2) tingkat keparahan penyakit tersebut, (3) manfaat dari
mengambil tindakan pencegahan, dan (4) hambatan untuk tindakan
pencegahan tersebut, (5) self-efficacy. Bagaimana seseorang bisa memiliki
persepsi tertentu dipengaruhi oleh faktor demografis dan psikologisnya. Latar
belakang usia, gender, status sosial ekonomi, dll berkontribusi pada bagaimana
seseorang memahami dunia. Begitu pula dengan kepribadian, tekanan dari
orang-orang yang signifikan, kebiasaan, dll juga berperan pada pembentukan
persepsi. Selain mempengaruhi persepsi, faktor-faktor tersebut juga

4
mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan tindakan, sebelum
akhirnya tindakan tersebut benar-benar dilakukan.
Pada bagian akhir, di luar aspek-aspek kunci di atas, terdapat pula yang
disebut “tanda-tanda/sinyal-sinyal untuk melakukan tindakan”.

Gambar 1. Health Belief Model (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008)

2.2. Dimensi menggambarkan Health Belief Model


Health Belief Model terdapat enam dimensi yang dapat menggambarkan
bagaimana keyakinan individu terhadap suatu perilaku sehat (Buglar, White &
Robinson, 2009), dimensi-dimensi tersebut antara lain:
1. Perceived Susceptibility
Perceived susceptibility merupakan keyakinan individu mengenai
kerentanan dirinya terhadap suatu risiko penyakit dalam mendorong
seseorang untuk melakukan perilaku yang lebih sehat. Semakin besar
risiko yang dirasakan maka, semakin besar kemungkinan individu terlibat
dalam perilaku untuk mengurangi risikonya. Pada dasarnya seseorang
akan lebih percaya apabila mereka berada dalam risiko penyakit, mereka
akan lebih cenderung untuk melakukan upaya pencegahan. Namun
sebaliknya apabila seseorang tidak berada dalam suatu keadaan risiko
penyakit mereka akan lebih cenderung untuk tidak melakukan
pencegahan atau memiliki anggapan mengenai perilaku sehat. Persepsi
kerentanan menunjukkan sejauh mana individu mempersepsi bahwa ia

5
rentan untuk mengalami sakit atau terjangkit suatu penyakit, apakah ia
berisiko untuk menjadi sakit atau mudah tertular dari orang lain, dsb.
2. Perceived Severity
Perceived severity merupakan suatu keyakinan individu terhadap
keparahan penyakit. Sedangkan persepsi keparahan terhadap penyakit
sering didasarkan pada informasi atau pengetahuan pengobatan,mungkin
juga berasal dari kepercayaan terhadap orang yang memiliki kesulitan
tentang penyakit yang diderita atau dampak dari penyakit terhadap
kehidupannya (McCormick- Brown, 1999). Sebagai contoh, kebanyakan
dari kita memandang flu sebagai penyakit yang ringan. Kebanyakan dari
masyarakat beranggapan bahwa hanya dengan tinggal di rumah beberapa
hari dapat membuat tubuh menjadi lebih baik. Namun, apabila seseorang
tersebut menderita penyakit asma, kemudian juga menderita penyakit flu
maka orang tersebut akan beranggapan bahwa flu menjadi penyakit yang
serius.
Persepsi tingkat keparahan menunjukkan persepsi individu sejauh
mana rasa sakit yang akan dideritanya jika ia terjangkit suatu
penyakit atau jika ia melakukan tindakan yang
mengancam/membahayakan kesehatannya. Tingkat keparahan yang
dipersepsikannya mulai dari sejauh mana penyakit yang akan dialaminya
itu akan membawanya pada ketidaknyamanan yang dirasakan pada organ
tertentu, membuatnya menjadi cacat, atau mengantarnya pada kematian.
Begitu pula dengan tindakan berisiko yang mengancam kesehatannya,
sejauh mana ia mempersepsi tindakan terkait kesehatannya itu akan
membuatnya menjadi sakit.
3. Perceived barriers
Perceived barriers merupakan aspek negatif pada individu yang
menghalangi individu tersebut untuk berperilaku sehat, karena untuk
melakukan perubahan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Konstruk dari
HBM menangani masalah tersebut adalah hambatan yang dirasakan
untuk melakukan berubahan. Hal tersebut dimiliki individu sendiri

6
mengevaluasi hambatan dalam cara individu untuk melakukan sebuah
perilaku baru dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah hal
yang paling signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz&
Becker, 1984).
Perilaku baru dilakukan, seseorang membutuhkan kepercayaan akan
manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada melanjutkan perilaku
lama (Centers for Disease Kontrol dan Pencegahan, 2004). Hal ini
memungkinkan adanya penghalang untuk mengatasi hambatan dalam
menentukan perilaku baru yang harus dilakukan.
Persepsi hambatan menunjukkan sejauh mana individu melihat
potensi munculnya dampak negatif dari perilaku kesehatan yang
disarankan/ direkomendasikan sehingga perilaku kesehatan tersebut
cenderung tidak dilaksanakan. Beberapa contoh diantaranya adalah
persepsi bahwa perilaku ksehatan yang disarankan ini berbiaya tinggi,
menyita banyak waktu, prosedurnya rumit, dsb.
4. Perceived Benefits
Perceived benefits merupakan keyakinan akan manfaat yang
dirasakan pada diri individu apabila melakukan perilaku sehat (Janz&
Becker, 1984). Konstruksi dari manfaat yang dirasakan adalah pendapat
seseorang tentang kegunaan suatu perilaku baru dalam menurunkan risiko
terkena penyakit. Individu cenderung lebih sehat saat mereka percaya
perilaku baru akan menurun kemungkinan mereka terserang penyakit.
Manfaat yang dirasakan memainkan peran penting dalam menentukan
perilaku pencegahan sekunder. Persepsi manfaat menunjukkan sejauh
mana individu mempersepsi manfaat dari metode atau cara-cara
pencegahan yang disarankan/direkomendasikan untuk mereduksi risiko
atau keseriusan penyakit yang akan diderita akibat perilaku kesehatan yang
kurang baik.
5. Self-efficacy
Self-efficacy merupakan kepercayaan pada diri sendiri terhadap
kemampuan untuk melakukan sesuatu (Bandura, 1977). Pada umumnya

7
seseorang tidak mencoba melakukan suatu hal yang baru kecuali mereka
berpikir dapat melakukannya. Apabila seseorang percaya suatu perilaku
baru tersebut bermanfaat (dirasakan manfaatnya), tapi tidak berpikir
bahwa dia mampu melakukannya (Perceived barrier), kemungkinan itu
tidak akan dicoba.
Seiring berkembangnya teori Health Belief Model, Janz& Becker
(1984) menambahkan 2 konstruk yang salah satunya adalah cues to
action. Cues toaction merupakan konstruk yang menjelaskan mengenai
faktor yang merangsang individu untuk mau berperilaku sehat (Janz&
Becker, 1984). Cues to action dilatar belakangi oleh faktor internal
maupun faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seseorang seperti
demografi, psikososial, persepsi individu, media massa, dan promosi
kesehatan (Janz& Becker, 1984).
Self-efficacy yaitu sejauh mana individu merasa yakin bahwa ia mampu
melaksanakan sutau tindakan sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Di sini individu membuat perkiraan, sejauh mana perilaku kesehatan yang
direncanakannya dapat membawanya pada tujuan/capaian tertentu. Self-
efficacy akan berfungsi efektif pada tahap inisasi atau untuk
mempertahankan perilaku kesehatan yang kompleks dalam waktu yang
panjang. Dalam upaya mencapai perubahan perilaku yang sukses, maka
seseorang perlu merasa terancam dengan kondisi pola perilakunya saat ini
dan percaya bahwa perubahan pada suatu perilaku yang spesifik akan
mendatangkan manfaat, mereka juga perlu merasa mampu untuk
menghadapi dan mengatasi hambatan-hambatan yang muncul sehingga
dapat menampilkan tindakan.
6. Cues to Action
Cues to action merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh suatu hal
yang menjadi isyarat bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan
atau perilaku. (Becker dkk, 1997 dalam Conner & Norman, 2003). Isyarat-
isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya
pesan-pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota

8
keluarga lain, aspek sosiodemografis misalnya tingkat pendidikan,
lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan orang tua,
pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan
budaya, self-efficacy yaitu keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai
kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu perilaku tertentu.
Menurut Janz & Becker, 1984 Cues to action dilatarbelakangi oleh faktor
internal atau faktor eksternal yang dapat mempengaruhi seseorang seperti
demografi, psikososial, persepsi individu, media massa, dan promosi
kesehatan.
Tanda-tanda/sinyal-sinyal untuk melakukan tindakan menunjukkan
bahwa dalam sejumlah persitiwa, tindakan kesehatan dilakukan
karena adanya situasi dalam diri ataupun di masyarakat yang
mendorong seseorang menampilkan tindakan tersebut. Situasi-situasi
tersebut bisa saja berupa gejala-gejala tertentu pada tubuh (demam, batuk,
kelelahan yang hebat, dsb), peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masyarakat, publikasi media, dsb.
Menurut (Boskey, 2019) Health belief model adalah alat yang
digunakan ilmuwan untuk memprediksi dan mencoba perilaku kesehatan,
sedangkan menurut (Rural Health Information Hub, 2019) Health belief
model adalah sebuah teori yang dapat digunakan untuk panduan promosi
kesehatan dan program preventif penyakit.
Health belief model juga merupakan salah satu model yang sering
digunakan untuk memahami kebiasaan kesehatan. Menurut Glanz dkk,
(2002) health belief model merupakan model kognitif yang dapat
dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan sekitar. Health belief model
ini bermanfaat untuk menjelaskan dan memprediksi perubahan individu
dalam perilaku kesehatan. Health belief model dapat menjelaskan
kemungkinan individu melakukan tindakan pencegahan tergantung pada
keyakinan yang dimiliki. Menurut Conner dan Norman, 2003 dengan
health belief model yang memiliki sifat mudah dan sederhana dalam
menjelaskan perilaku sehat, health belief model ini memiliki manfaat

9
mampu dalam mengidentifikasi sebab perilaku sehat dan tidak sehat antar
individu, health belief model juga dapat dijadikan dasar menyusun
intervensi perilaku sehat yang berlaku untuk perorangan.
2.3 Model Antecedents Behaviour dan Consequences (ABC)
Model ABC atas perubahan perilaku merupakan gabungan dari 3 (tiga)
elemen, yaitu antecedents, behaviour dan consequences (ABC). Menurut para
pendukung model tersebut, perilaku sebetulnya dapat diubah dengan melalui 2
(dua) cara, yaitu berdasarkan apa yang mempengaruhi perilaku sebelum terjadi
(ex-ante) dan apa yang mempengaruhi perilaku setelah terjadi (ex-post). Ketika
kita mencoba mempengaruhi perilaku sebelum perilaku itu terbentuk berarti
kita telah menggunakan antecedents. Sementara itu, ketika kita berusaha
mempengaruhi perilaku dengan melakukan sesuatu setelah perilaku itu
terbentuk berarti kita menggunakan consequences. Jadi sebuah antecedents
mendorong terbentuknya perilaku yang selanjutnya akan diikuti oleh sebuah
consequences. Pemahaman terhadap ketiga elemen ini berinteraksi sangat
bermanfaat bagi para manajer untuk menganalisis permasalahan kinerja,
menentukan ukuran-ukuran korektif, dan mendesain lingkungan kerja dan
sistem manajemen yang mempunyai kinerja tinggi.
a. Antecedents
Antecedents dapat dideskrisikan sebagai orang, tempat, sesuatu, atau
kejadian yang datang sebelum perilaku terbentuk yang dapat mendorong
kita untuk melakukan sesuatu atau berkelakuan tertentu. Antecedents ini
keberadaanya tidak dapat dikendalikan. Karakteristik utama dari
antecedents adalah sebagai berikut (Isaac, 2000):
 Selalu ada sebelum perilaku terbentuk Menyediakan informasi tertentu.
 Selalu berpasangan dengan consequences
 Consequences yang muncul bisa jadi merupakan antecedents
 Antecedents tanpa diikuti consequences mempunyai dampak jangka
pendek.
Beberapa contoh variabel yang dikategorikan sebagai antecedents
antara lain tujuan, sasaran, insentif, deskripsi jabatan (job description),

10
kebijakan, prosedur, standar, kaidah-kaidah formal, regulasi, hasil rapat,
peralatan, bahan mentah, kondisi kerja, pengarahan dan instruksi.
Antecedents ini mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang,
tetapi tidak menjamin bahwa output yang dihasilkan benar-benar bisa
terjadi. Sistem insentif, pelatihan, dan pengembangan kemungkinan
merupakan antecedents yang efektif untuk mengubah perilaku dan
meningkatkan kinerja, namun tidak semuanya bisa menghasilkan output
sebagaimana dikehendaki.
Perilaku seseorang yang “dominan” di organisasi juga merupakan
antecedents. Tindakan seorang pimpinan atau pegawai yang sangat
berprestasi, maka akan mempengaruhi para pegawai yang lain. Jika
seorang pimpinan datang ke kantor lebih awal dan pulang lebih akhir maka
para bawahan dan pegawai lain akan melakukan tindakan yang sama
dengan pimpinannya. Jadi seseorang akan meniru apa yang telah
dilakukan oleh orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh besar di
dalam organisasi.
 Memilih Antecedents yang Benar
Perilaku pegawai pada umumnya akan mengikuti antecedents
khusus. Sebuah antecedents yang spesifik dan berpasangan dengan
consequences kemungkinan merupakan jenis antecedents terbaik yang
mampu meningkatkan kinerja sebagaimana dikehendaki. Jika sebuah
prosedur tidak didukung para pegawai, maka mereka akan menggunakan
prosedur lama. Untuk membantu para manajer memilih antecedents yang
benar sehingga bias memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Tiga
tingkatan antecedents paling kuat adalah:
 Mendeskripsikan target kinerja secara jelas (misalnya tujuan
utama, deskripsi jabatan, akuntabilitas, standar dan prioritas).
 Mempunyai hubungan dengan suatu consequences khusus
(misalnya peringatan, rambu-rambu lalulintas dan sebagainya)
 Perilaku terjadi hanya ada permintaan atau tuntutan sebelumnya
(misalnya ada orang tua di kediamannya yang sedang minta tolong,

11
seorang pengunjung minta pengarahan, seorang pimpinan
memasuki ruang rapat.
b. Behaviour
Behaviour (perilaku) merupakan segala apa yang kita lihat pada saat
kita mengamati seseorang melakukan aktivitas/pekerjaan (Ayers dalam
Issaac, 2000). Suatu pinpointadalah deskripsi khusus dari kinerja yang
mengacu pada tindakan (proses) dari seseorang atau outcome yang
dihasilkan (Daniels dalam Issaac, 2000). Jadi jika sebuah organisasi tidak
merumuskan pinpoint ini dengan jelas maka tidak mungkin bisa
menetapkan ukuran kinerja secara obyektif dan melakukan perubahan
perilaku secara tepat.
Teori motivasi menjelaskan bagaiamana individu-individu dapat
dipengaruhi untuk bisa menyesuaikan diri pada perilaku yang baru.
Sebagian besar strategi organisasi adalah mensyaratkan terjadinya
perubahan perilaku di tempat kerja. Dalam hal ini sebenarnya yang terjadi
adalah proses penyesuaian diri pada perilaku baru yang akan dibentuk
tersebut oleh individu dan organisasi. Dalam hal ini akan terjadi proses
pembelajaran baik bagi individu maupun organisasi tentang perilaku mana
yang sukses dan mana yang gagal. Jadi, model pengukuran kinerja
diharapkan mampu menjadikan entitas menjadi sebuah organisasi
pembelajaran (learning organisation).
c. Consequences
Consequences adalah kejadian-kejadian yang mengikuti perilaku dan
mengubah adanya kemungkinan perilaku akan terjadi kembali di masa
datang. Consequencesmempengaruhi perilaku dengan 2 (dua) cara, yaitu
dengan meningkatkan perilaku dan mengurangi perilaku tertentu. Terdapat
4 (empat) consequences keperilakuan, dua meningkatkan perilaku tertentu
dan dua lainnya menguranginya (Daniels, 1989):
 Consequences yang meningkatkan perilaku tertentu.
 Positive reinforcement (R+), misalnya memperoleh sesuatu yang
kita inginkan.

12
 Negative reinforcement (R-), misalnya melepaskan diri atau
menghindari segala sesuatu yang tidak kita inginkan.
 Consequences yang menurunkan perilaku tertentu:
 Mendapatkan segala sesuatu yang tidak kita inginkan (P+), misalnya
hukuman.
 Gagal untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan (P-), misalnya
adanya punahnya (extinction) peluang.
R+ secara teknis dapat didefinisikan sebagai berbagai macam
consequences yang kemungkinan dapat meningkatkan perilaku di masa
datang dengan lebih banyak. Sementara R- merupakan consequences
menguatkan sebuah perilaku yang mengurangi atau mengakhiri
consequences itu sendiri. Jadi R- ini adalah sebuah sangsi yang bisa
membuat para pemegang jabatan bekerja lebih keras untuk melepaskan
diri atau menghindari sesuatu yang sebetulnya tidak diinginkan terjadi
pada dirinya.
Sebaliknya, P+ adalah consequences yang mengurangi perilaku
yang mengikutinya. Sebuah hukuman, dengan demikian merupakan
prosedur untuk mengurangi perilaku agar di masa datang perilaku seperti
itu tidak terulang kembali. P-dapat mengurangi perilaku. Suatu
pemunahan (extinction) dapat terjadi secara mendadak dan biasanya justru
sering meningkatkan perilaku individu segera setelah extinction ini terjadi.
Model pengukuran kinerja dapat didesaian dengan mengadopsi teori
analisis system (system analysis theory) agar bisa menghubungkan antara
tujuan primer dan tujuan sekunder organisasi. Analisis sistem adalah
proses yang sistematis dan terorganisasi untuk mengidentifikasi secara
mendetail suatu prosedur untuk mengumpulkan, memanipulasi dan
mengevaluasi data tentang sebuah organisasi yang ditujukan tidak hanya
untuk menentukan apakah harus dikerjakan tetapi juga untuk memastikan
cara terbaik untuk memperbaiki fungsi sistem (Skidmore dalam Issac,
2000).

13
Teori analisis sistem berusaha untuk menyatukan berbagai macam
variabel dalam satu akun (rekening) yang akan mempengaruhi fungsi
entitas setiap hari. Teori ini cocok digunakan untuk organisasi sektor
publik. Jika kita memisahkan sistem ke dalam pemerintah daerah, maka
komite dan departemen akan membentuk sub sistem. Selanjutnya kita
mungkin akan menganalisis antecedents, behaviour dan
consequencesyang dominan dalam konteks input, proses dan output. Agar
model pengukuran kinerja bisa efektif maka sebaiknya antecedents dan
consequences yang bisa mempengaruhi perilaku setiap hari ditentukan
pertama kali. Jadi penting kiranya untuk menentukan tujuan sekunder
secara khusus yang diperlukan untuk mencapai tujuan primer dan
bagaimana pencapaian ini nanti dinilai.

2.4 Contoh kasus Model Antecedents Behaviour dan Consequences (ABC)


Contoh kasus Model Antecedents Behaviour dan Consequences (ABC)
yaitu pengaruh program perilaku ibu hamil (CERDIGI). Adapun variable
independetnya setelah dilakukan pengujian sebagai berikut :
a. Antecedents
Dari hasil penelitian, terungkap bahwa faktor anteseden tidak
memeriksakan ke dokter gigi saat hamil, yaitu 33% karena tidak tahu
manfaat ke dokter gigi, 26% karena takut ke dokter gigi, 19% karena
merasa biaya ke dokter gigi mahal, 11% karena tidak merasa butuh ke
dokter gigi, dan 11% karena takut mengganggu janin. Penelitian dari
Bianca (2009), mendukung hasil penelitian tersebut, bahwa selama
kehamilan sebanyak lebih dari 60% wanita dilaporkan memiliki penyakit
gigi dan mulut, yaitu gingivitis, namun hanya 32% wanita yang pergi ke
dokter gigi selama kehamilan, dan kurang dari setengahnya yang memiliki
akses informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut yang berhubungan
dengan kehamilan.

14
b. Behaviour
Konsekuens yang mengikuti perilaku adalah lebih bersifat
melemahkan perilaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Graeff dkk, yang
mengungkapkan bahwa secara umum, seseorang akan cenderung
mengulangi perilaku-perilaku yang membawa hasil positif dan akan
cenderung menghindari perilaku yang memberikan hasil negatif.7
Pernyataan Graeff dkk ini berkesesuaian dengan hasil penelitian dari hasil
identifikasi faktor konsekuensnya, yaitu alasan belum mereka
memeriksakan ke dokter gigi disebabkan oleh faktor waktu sebesar 52%,
faktor tidak ada yang mengantar sebesar 12%, faktor malas sebesar 12%,
faktor masih takut ke dokter gigi sebesar 12%, dan faktor belum ada dana
sebesar 12%.
c. Consequences
Hasil ini memperlihatkan bahwa diperlukan usaha besar yang harus
mereka lakukan untuk membentuk perilaku memeriksakan kesehatan gigi
dan mulut mereka ke dokter gigi, misalnya meluangkan waktu,
mengeluarkan sejumlah dana, mengalahkan rasa takut dan rasa malas, dan
mengikutsertakan orang lain untuk mengantarkan mereka ke dokter gigi
untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulut mereka. Diharapkan upaya
peningkatan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil lebih terarah dan tepat
sasaran karena dapat sesuai dengan masing-masing antesenden/faktor
pemicu sebuah perilaku dan dapat memperkuat konsekuens secara positif
dari perilaku tersebut. Sesuai dengan pernyataan Roughton, bahwa sebuah
konsekuens perilaku yang merupakan penguatan positif dapat berupa hal
yang diinginkan, seperti penghargaan, kenyamanan, penghematan waktu.

2.5 Contoh kasus Health Belief Model (HBM)


 Judul : Efektivitas Edukasi Health Belief Models dalam Perubahan Perilaku
Pasien Hipertensi ; Literatur Review.
 Tujuan : Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah meningkat secara
kronis karena jatung memompa darah lebih kuat untuk memenuhi

15
kebutuhan tubuh. Health Belief Model (HBM) merupakan salah satu
pendekatan promosi kesehatan yang digunakan dalam perubahan perilaku
yang berorientasi terhadap persepsi pasien. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui efektifitas edukasi health belief models dalam perubahan
perilaku pasien hipertensi.
 Metode : Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian sekunder
dengan literature reviews yang merupakan sebuah sintesis dari studi
penelitian primer yang menyajikan suatu topik tertentu dengan formulasi
pertanyaan klinis yang spesifik dan jelas, metode pencarian yang eksplisit
melalui proses telaah kritis dalam pemilihan studi, serta
mengkomunikasikan hasil dan implikasi. Populasi sebanyak 168 artikel
jurnal dengan sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 artikel
jurnal dan prosiding nasional dan internasional dengan search engine
proquest dan Google Schoolar.
 Variabel : Variabel dalam penelitian terdiri dari variable independen
(variable bebas) yaitu edukasi Health Belief Models dan variable dependen
(variable terikat) yaitu perubahan perilaku pasien hipertensi.
 Hasil : Hasil Penelitian menunjukkan bahwa edukasi Health belief Model
dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan atau persepsi terhadap
hipertensi yang meliputi perceived susceptibility, perceived severity,
perceived barrier, cues to action, self efficacy, perilaku pencegahan dan
pengendalian hipertensi, dapat meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan
dan pola hidup pada pasien hipertensi, mereka yang tidak patuh sebagian
besar memiliki HBM yang negative. Selain dari itu edukasi HBM dapat
mengontrol tekanan darah, sehingga ketika dilakukan pemeriksaan diakhir
penelitian terjadi penurunan tekanan darah lebih spesifik lagi bahwa edukasi
HBM dapat meningkatkan kebiasaan latihan fisik, dan perubahan pola diet
yang lebih baik.
 Kesimpulan : Edukasi Health Belief Models efektif dalam perubahan
perilaku, baik pengetahuan, sikap, tindakan, seperti kepatuhan,
pengendalian tekanan darah, peningkatan aktifitas fisik, pola diet, perceived

16
susceptibility, perceived severity, perceived barrier, perceived benefit, cues
to action dan self efficacy, bahkan secara tidak langsung dapat menurunkan
tekanan darah.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan penulis menarik beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut.
1. Health Belief Model (BHM) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Resenstock pada tahun 1966, yang kemudian
disempunakan oleh Becker, dkk pada tahun 1970 dan 1980. Teori BHM
merupakan teori untuk mengetahui persepsi individu menerima atau tidak
kondisi kesehatan mereka.
2. Model ABC atas perubahan perilaku merupakan gabungan dari 3 (tiga)
elemen, yaitu antecedents, behaviour dan consequences (ABC). Menurut
para pendukung model tersebut, perilaku sebetulnya dapat diubah dengan
melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan apa yang mempengaruhi perilaku
sebelum terjadi (ex-ante) dan apa yang mempengaruhi perilaku setelah
terjadi (ex-post).
3. Contoh kasus Model Antecedents Behaviour dan Consequences (ABC)
yaitu pengaruh program perilaku ibu hamil (CERDIGI). Sedangkan,
Contoh kasus Health Belief Model (HBM) yaitu Efektivitas Edukasi Health
Belief Models dalam Perubahan Perilaku Pasien Hipertensi Literatur
Review.

3.2 Saran
Mengingat besarnya manfaat dari teori Health Belief Model ini, maka
seharusnya teori Health Belief Model ini tidak hanya terbatas ilmu yang
dipelajari kemudian dilupakan begitu saja. Tetapi seharusnya, bagi seorang
yang mengabdi di bidang kesehatan khususnya Kesehatan masyarakat mampu
menerapkan konsep Health Belief Model dalam kehidupan nyata.
Sebagai mahasiswa Kesehatan Masyarakat dengan profesi penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat sangat penting dalam memahami Teori ABC

18
pada Ilmu Perilaku dalam konteks kesehatan agar ketika menjalani profesinya
dapat menggunakan menggunakan Teori ABC dengan baik semaksimal
mungkin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adventus, dkk. 2019. Buku Ajar Promosi Kesehatan. Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
______. 2019. Konsep Perubahan Di Kutip dari Buku Ajar Promosi Kesehatan.
Universitas Kristen Indonesia Jakarta
Ajzen, I. (1991),The Theory of Planned Behavior, Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50, 179-211.
Ajzen, I., and Fishbein, M.(1975), Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory and Research, 129-385, Addison-Wesley,
Reading,MA.
Aradista, Dkk.2020. Hubungan Antara Health Belief Model dengan Perilaku
Kepatuhan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Selama
Pandemi COVID-19 pada Emerging Adult. Sukma : Jurnal Penelitian
Psikologi Juni 2020, Vol. 1, No. 02, hal 117-130
Attamimy, H. B., & Qomaruddin, M. B. (2017). Aplikasi health belief model pada
perilaku pencegahan demam berdarah dengue. Jurnal Promkes: The
Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 5(2), 245-
255.
Depkes RI. (2007). Promosi Kesehatan. Jakarta : Depkes RI.
Handayani, Putri. 2016. Human Error Theory – Health Belief Model. Prodi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Esa
Unggul
Irwan. 2017. Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : CV. ABSOLUTE
MEDIA.
Janz, N. K., & Becker, M. H. (1984). The Health Belief Model: A Decade Later.
Health Education Quarterly, 11(1), 1–47.
Maulana H., 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC dalam Sholihah M., 2014.
Gambaran Peluang Perubahan Perilaku Perokok dengan Health Belief Model
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

20
Pakpahan Martina dkk. 2021. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Yayasan
Kita Menulis.
Rachman Rizky Aulia, Noviati Elis, Kurniawan Rudi. 2021. Efektivitas Edukasi
Health Belief Models dalam Perubahan Perilaku Pasien Hipertensi ; Literatur
Review dalam Healthcare Nursing Journal. STIKES Muhammadiyah Ciamis.
Rachmawati, C Windi. 2019. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Malang:
Penerbit Wineka Media
Septalitta, A dan Andreas. 2015. Pengaruh Program Perubahan Perilaku Ibu Hamil
(Cerdigi) Berdasarkan Teori ABC (Studi Pendahuluan di Kelurahan Serpong,
Tangerang Selatan). Maj Ked Gi Ind. 1(2): 201 – 207
Widyati.2020. Buku Ajar Pendidikan Dan Promosi Kesehatan. Medan: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Binalita Sudama Medan
https://shikataedukasi.blogspot.com/2020/02/theory-transtheoretical-model-
ttm.html?m=1

https://surabaya.proxsisgroup.com/model-antecedents-behavior-dan- consequences-
abc-untuk-perubahan-perilaku/
https://www.academia.edu/34711807/teori_health_belief_model
https://www.slideshare.net/DeviRisdianti/health-belief-model 59474457
https://www.studocu.com/id/document/universitas-airlangga/perilaku-sehat/the-
health-belief-model/18307401

21

Anda mungkin juga menyukai