Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MID

MANAJEMEN BENCANA
“REVIEW TUGAS MAKALAH”

DISUSUN OLEH :
RINI TRI HAPSARI
J1A1 21 065
PROMKES

DOSEN PENGAMPU :
INDAH ADE PRIANTI, S.KM., M.PH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 1

Judul Makalah : Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana


Jumlah Halaman : 25
Tahun : 2023
Penulis :
1. Andi Wulandari Zulfitri Rasyid
2. La Ode Muhammad Nur Abdul Rahman Syah
3. Rosmila
4. Sitti Fatimah Milu
5. Sitty Qaryani Taros Bikutob
6. Sri Wahyuni
7. Wd. Rasya Auliasari Safiu
8. Agnes Tasya Gemilang
9. Andi Saqia Ananda Firdang

Pembahasan :
1. Definisi Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Pengertian pertolongan pertama adalah upaya pertolongan dan perawatan
sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan yang
lebih sempurna dari dokter (Abu Al Fatih, 2014). Ini berarti pertolongan
tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang sempurna, tetapi
hanyalah pertolongan sementara yang di lakukan petugas. Pemberian
pertolongan pertama harus secara cepat dan tepat menggunkan sarana dan
pasarana yang ada di tempat kejadian bila tindakan pertolongan pertama ini di
lakukan dengan benar dan baik akan mengurangin cacat atau penderitaan bagi
korban dan bahkan dapat menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila
tindakan pertolongan pertama ini tidak berjalan baik makan kemungkinan
besar memperburuk keadaan dan bahkan dapat mengakibatkan cacat dan
kematian.
2. Prinsip Dasar Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Seluruh prosedur penanggulangan bencana sebagaimana dijelaskan di
atas pada dasarnya merujuk dan harus mengarah pada prinsip-prinsip
penanggulangan untuk bencana yang telah dirumuskan oleh para ahli, adapun
prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Cepat dan tepat
2. Prioritas
3. Koordinasi
4. Berdaya guna
5. Transparansi
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Non diskriminatif
9. Non proletisi
10. Ketepaduan
11. Berhasil Guna
12. Akuntabilitas
3. Jenis dan Langkah Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Tindakan penyelamatan yang harus diambil jika bencana alam sudah
terjadi, langkah pertama yang harus diambil adalah penyelamatan diri . Beberapa
langkah penyelamatan pada saat bencana , antara lain sebagai berikut:
a. Penyelamatan saat terjad gempa bumi
b. Cara menghadapi tsunami
c. Saat terjadi banjir
d. Penanggulangan Akibat Kebakaran Hutan
e. Evakuasi Korban Luka – Luka ke Rumah Sakit
f. Pemberian Bantuan yang Dibutuhkan Korban
g. Pemberian Bantuan Pemulihan Kondisi Pascabencana
4. Evakuasi dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Evakuasi Korban Bencana adalah serangkaian kegiatan untuk
memindahkan korban bencana dari lokasi korban bencana ditemukan menuju
lokasi aman yang telah ditentukan. Dapat ditempuh dengan melalui berbagai
cara sesuai dengan kondisi korban dan sarana transportasi yang tersedia.
Kondisi korban secara garis besar dapat dikatagorikan sebagai sehat secara
fisik, sakit/cedera ringan, sedang, berat dan meninggal dunia. Evakuasi korban
meninggal dunia akan disusun SOP tersendiri.
Prosedur evakuasi sebagai berikut:
1. Segera tinggalkan gedung sesuai dengan petunjuk team evakuasi
tanggap darurat atau ikuti arah jalur evakuasi/arah tanda keluar, jangan
kembali untuk alasan apapun.
2. Turun atau berlarilah ikuti arah tanda keluar, jangan panik, saling
membantu untuk memastikan evakuasi selamat.
3. Wanita tidak boleh menggunakan sepatu hak tinggi dan stoking pada
saat evakuasi.
4. Beri bantuan terhadap orang yang cacat atau wanita sedang hamil.
5. Berkumpul di daerah aman (muster point) yang telah ditentukan, tetap
berkumpul sambil menunggu instruksi selanjutnya, pengawas team tanggap
darurat dibantu atasan masing-masing mendata jumlah karyawan, termasuk
yang hilang dan terluka lalu melaporkan kepada koordinator.
5. Transportasi dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban Bencana
Meningkatnya kejadian bencana beberapa tahun belakangan akibat
perubahan kondisi alam maupun perbuatan manusia, melahirkan banyak
gagasan dalam upaya penyelamatan jiwa dari dampak yang ditimbulkan oleh
bencana. Proses evakuasi merupakan salah satu kajian strategis dalam
perencanaan transportasi dan pemodelan lalulintas. Beberapa metode telah
dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan dalam
mengoptimalkan evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan,
pemilihan moda serta kesiapan infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan
pada pelaku evakuasi agar dapat selamat sampai ketujuan. Ketika proses
evakuasi bencana berlangsung, perencanaan model transportasi untuk evakuasi
memberikan dampak besar terhadap kesuksesan upaya pengurangan risiko
korban jiwa. Menurut (Saadatseresht, Mansourian and Taleai, 2009), (Mei et
al., 2013) dan (Coutinho-Rodrigues, Tralhão and Alçada-Almeida, 2012),
evakuasi adalah proses di mana penempatan orang dari tempat-tempat
berbahaya ke tempat-tempat yang lebih aman untuk mengurangi gangguan
kesehatan dan kehidupan masyarakat yang rentan terkena dampak. Evakuasi
juga merupakan suatu upaya untuk meniadakan korban sehingga memerlukan
banyak aspek yang saling terkoordinasi dalam penentuan kebijakannya.
Penulusuran konsep mengenai model transportasi untuk evakuasi yang telah
dikembangkan sejauh ini, sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
pergerakan evakuasi pengungsi yang optimal guna memberikan alternatif
pemecahan masalah kebencanaan terutama dalam meminimalkan korban jiwa.
Beberapa konsep yang berkaitan dengan transportasi untuk evakuasi
secara umum dibagi atas dua bagian, bagian pertama fokus pada kinerja
jaringan jalan dan perilaku pengungsi pada saat melakukan perpindahan.
6. Sistem Penanggulangan dalam Prosedur Pertolongan Pertama Korban
Bencana
Adapun sistem penanggulangan korban bencana seperti :
1. Bantuan darurat
2. Inventarisasi kerusakan
3. Evaluasi kerusakan
4. Pemulihan (Recovery)
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
6. Rekonstruksi
7. Melanjutkan pemantauan

Daftar Pustaka :
Anggraini, dkk. 2018. Pendidikan Kesehatan Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan pada Masyarakat di Kelurahan Dandangan. STIKES Surya Mitra
Husada Kediri. Kediri
Allen, Brian; Brymer Melissa J; Steinberg, Alan M; Verbern Eric M; Jacobs Anne;
Spier Anthony H; Spynoos Robert S. (2010, August 04). Perception of
Psychological First Aid Among Providers Responding to Hurricanes Gustav
dan Ike. Jurnal Of Traumatic Stress, vol 23, 509-513.
Ambaranie Nadia Kemala Movanita. (2018). Indonesia " Ramah" Gempa,
Bagaimana menyikapinya? Jakarta: Kompas.com.
Bisson, I Jonatan; Catrin,Lewis. (2014). Systematic Review Of Psychological
First Aid. ResearchGate.
Farchi, Moshe; Gorneman, Miriam Ben H; Levy, Talg B; Whiteson, Adi; Gerson,
Bella Ben; Gidron, Yori. (2018). The SIX Cs model for Immediate Cognitive
Psychological First . International Journal of Emergency Mental Health and
Human Resilience, 1-12.
Kitchener, Betty A; Jorm, Anthony F. (2008). Early Intervention in the Real World:
Mental Health First Aid: An Internasional Programme for early intervention
. Early Intervention in Psychiatry, 55-61. Inter-agency standing committee
(IASC). IASC guidelines on mental health and psychosocial input support in
emergency situations. Geneva: IASC, (2019).
Nasional Child Traumatic Stress Network Nasional Center For PTSD. (2018).
Psychological First Aid: Field Operations Guide 2nd Edition. In N. C. PTSD,
Psychological First Aid: Field Operations Guide 2nd Edition. USA.
Nash WP, Westphal RJ, Watson P, Litz BT. Bureau of Medicine and Surgery,
Department of the Navy, in cooperation with the Combat and Operational
Stress Control, Manpower & Reserve Affairs, Headquarters Marine Corps,
the Navy Operational Stress Control, Chief of Naval Personnel, TotalForce
N1, and the National Center for PTSD, Department of Veterans
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 2

Judul Makalah : Kebijakan Publik Mengenai Manajemen Bencana


Jumlah Halaman : 22
Tahun : 2023
Penulis :
1. La Ode Saktian Atodding
2. Andi Adinda Demar
3. Siska Nova Ardita
4. Sitti Ramadhan
5. Sri Rahayu Juliastuti
6. Wa Riska La Poleko
7. Yuyun Septiani
8. Anawai Maryam Taridala
9. Aisyah Risang Ayu

Pembahasan :
1. Perundang-Undangan Tentang Penanggulangan Bencana
Di Indonesia, perundang-undangan tentang penanggulangan beberapa
undang-undang dan peraturan pemerintah, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Undang-undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip, kebijakan, struktur,
tugas, tanggung jawab, serta mekanisme koordinasi dalam penanggulangan
bencana di Indonesia.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana merupakan salah satu aturan yang penting dalam
pengaturan penanggulangan bencana di Indonesia.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 1 Tahun 2019
tentang Pedoman Umum Penanggulangan Bencana adalah peraturan yang
mengatur pedoman umum dalam pelaksanaan penanggulangan bencana di
Indonesia. Peraturan ini ditetapkan untuk meningkatkan koordinasi dan
efektivitas penanggulangan bencana, serta melindungi masyarakat dari
dampak bencana yang mungkin terjadi.
2. Perencanaan Dalam Penanggulangan Bencana
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) merupakan salah satu rencana
pembangunan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu
daerah. RPB disusun berdasarkan hasil pengkajian risiko bencana daerah.
Selain itu, penyusunan RPB perlu mempertimbangkan perencanaan
pembangunan dari tingkat daerah hingga tingkat pusat untuk menjamin
keselarasan arah pembangunan
a. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut. Pada dasarnya
penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :
1. Pra bencana adalah periode sebelum terjadinya bencana yang digunakan
untuk melakukan persiapan dan mengurangi risiko terjadinya bencana.
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana. Saat
terjadi bencana, upaya tanggap darurat dilakukan untuk memberikan
pertolongan dan mengurangi dampak buruk yang mungkin terjadi.
3. Pascabencana yang dilakukan saat setelah terjadi bencana. Kegiatan ini
bertujuan untuk memulihka keadaan pasca bencana dan membantu
masyarakat kembali bangkit dari keterpurukan akibat bencana yang
terjadi.
b. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap
kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi
seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya
pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single
hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi
(Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana
Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi,
maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang
dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan
pasca bencana
c. Perencanaan Penanggulangan Bencana
Rencana penanggulangan bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
d. Jenis-jenis Perencanaan dalam Penanggulangan Bencana
1. Rencana Penanggulangan Bencana
2. Rencana Kontinjensi
3. Rencana Operasi
4. Rencana Pemulihan
3. Rencana Pelaksanaan Penanggulangan Bencana
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi :
a. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
1. Dalam situasi tidak terjadi bencana
2. Situasi Terdapat Potensi Bencana
b. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana.
3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4. Pemenuhan kebutuhan dasar.
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan.
6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
c. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
1. Rehabilitasi
2. Rekonstruksi.
d. Mekanisme Penanggulangan Bencana
Dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas, dinyatakan bahwa
mekanisme tersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan
pelaksana,
2. Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

Daftar Pustaka :
Gerungan, : Wulan Mahardhika. (2020). Penanggulangan Bencana Pada Tahap
Pascabencana Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. Lex Et Societatis, 7(9), 79–87.
Maarif, S. (2015). Petunjuk Teknis Penyususnan Rencana Penanggulangan
Bencana Daerah Tingkat Kabupaten/Kota. 5–100.
Nasional, B., & Bencana, P. (2008). Pedoman penyusunan rencana
penanggulangan bencana.
Pemerintah, P., Indonesia, R., Daerah, P. K., Rahmat, D., Yang, T., Esa, M., &
Indonesia, P. R. (2019). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun
2019 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 42, 1–24.
Peraturan Bupati. (2020). Lampiran Peraturan Bupati Sleman Nomor 7.2 Tahun
2020 Tentang Rencana Penanggulangan Bencana Kabupaten Sleman Tahun
2018 -
2022. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Whitney G.G., F. D. R., Yüksel Bozkurt, A. E., & Whitney G.G., F. D. R. (2008).
PP 21-2008. 76(3), 61–64.
https://bpbd.grobogan.go.id/Sistem-Penanggulangan-Bencana/
https://www.handalselaras.com/penyelenggaraan-penanggulangan-bencana-tahap-
pascabencana/
https://bpbd.ntbprov.go.id/pages/penanganan-bencana
https://bpbd.bogorkab.go.id/bencana-dan-manajemen-bencana/
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 3

Judul Makalah : Penerapan Metode Epidemiologi Bencana


Jumlah Halaman : 25
Tahun : 2023
Penulis :
1. Rian Sair
2. Rahmatia
3. Riha Amaliyah Jamri
4. Sri Nova Alfani
5. Wa Ode Salsabillah A.P
6. Wa Ode Elistianty Pertiwi
7. Adel Fitriani
8. Agis Indri Lestary
9. Anggun Saputri Gane

Pembahasan :
1. Pengertian Epidemiologi Bencana, dan wabah
Berdasarkan Central of Disease Control and Prevention (CDC),
epidemiologi bencana adalah penggunaan epidemiologi untuk menilai efek
buruk bagi kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang
terhadap suatu bencana dan serta memprediksi akibat dari bencana yang akan
dating (Purnama Tri,2021). Epidemiologi bencana merupakan bagian dari
ilmu epidemiologi yang merupakan pendekatan sistematis yang digunakan
untuk mendiagnosis masalah kesehatan di masyarakat yang mengalami
bencana sehingga masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan segera
(Purnama Tri,2021)
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Penyebab Wabah secara garis besar adalah karena
Toxin ( kimia & biologi) dan karena Infeksi (virus, bacteri, protozoa dan cacing)
(Santoso Hari,2005)
2. Metode Epidemiologi Bencana
Epidemiologi mengenal metode konseptual yaitu yang dirancang untuk
mengidentifikasi kegiatan-kegiatan khusus yang dilakukan sesuai dengan fase
masing masing siklus bencana.
Metode konseptual bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat
terhadap pembuat suatu kebijakan atau keputusan, dalam hal ini ahli
epidemiologi dapat membantu dengan melakukan penilaian untuk
mengkarakterisasi ruang lingkup masalah, mengidentifikasi faktor risiko yang
terkait dengan kematian dan morbiditas, mengembangkan strategi intervensi,
dan mengevaluasi efektivitas intervensi. Adapun kegiatan utama terkait
bencana yang menggunakan metode epidemiologi mencakup penilaian
kebutuhan secara cepat, pengawasan kesehatan, sistem pelacakan, investigasi
(penyelidikan) dan studi epidemiologi, serta pencatatan (Purnama Tri,2021).
a. Penelitian kebutuhan cepat
b. Pengawasan kesehatan
c. Sistem Pelacakan
d. Investigasi dan Studi Epididemiologi
e. Epidemiologi deskriptif
f. Epidemiologi analitik
g. Pencatatan
3. Penyelidikan/Investigasi Wabah
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka ( windiyaningsih,2019).
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Investigasi KLB/wabah yang terjadi baik pada masyarakat atau hewan
dilakukan untuk mengidentifikasi cara penanggulangan penularan suatu
penyakit agar penyakit tersebut tidak meluas dan menimbulkan kematian yang
lebih banyak. Menurut Huang tahun 2004, secara umum terdapat tiga tujuan
utama dalam investigasi KLB/wabah, antara lain:
a. mengidentifikasi agen penyebab terjadinya KLB/wabah,
b. mencari sumber infeksi dan cara penularan berdasarkan deskripsi orang,
tempat, dan waktu.
c. memformulasikan rekomendasi untuk mencegah penyebaran KLB/wabah.
d. menemukan faktor risiko
4. Langkah Investigasi/Penyelidikan Wabah
Langkah-langkah dalam melakukan investigasi wabah adalah dengan
menggunakan pendekatan yang sistemik, antara lain:
1. Persiapan Investigasi di Lapangan
2. Memastikan adanya Wabah
3. Memastikan diagnosis
4. Membuat definisi kasus
5. Menemukan dan menghitung Kasus
5. Penyusunan Laporan Penyelidikan
Tujuan pokok dari laporan penyelidikan adalah untuk meningkatkan
kemungkinan agar pengalaman dan penemuan-penemuan yang diperoleh
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain dan menerapkan teknik-
teknik surveilans yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan. Susunan Laporan hasil penyelidikan adalah sebagai berikut:
1. Judul Laporan
2. Pendahuluan
3. Latar Belakang
4. Tujuan Penyelidikan
5. Metodologi
6. Hasil penelitian
7. Analisis Data dan Kesimpulan
8. Uraian Tentang Tindakan yang Diambil ( Tindakan Penanggulangan )
9. Uraian Tentang Dampak-Dampak Penting Lainnya, seperti :
10. Saran Mengenai Perbaikan Prosedur Surveilans dan Penanggulangan di
Masa Depan.
6. Komponen Penyelidikan Wabah
Tahapan penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi:
a. Konfirmasi awal KLB
b. Pelaporan segera
c. Persiapan penyelidikan
d. Penyelidikan epidemiologi
e. Pengolahan dan analisis data
f. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi

Daftar Pustaka :
anonim. (2019). Laporan Penyelidikan Kejadian Luar biasa. pdf.
Purnama, T. (2021). Bahan Ajar Epidemiologi Bencana. Medan:Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara .
Ritonga, Z. (2020). Modul Cetak Praktikum Epidemiologi. Universitas Imelda
Medan. santoso, h. (2005). Laporan Akhir Tim Analisis Dan Evaluasi
Hukum Tentang Wabah Penyakit Menular .
Veronika, e. (2019). Dasar-Dasar Epidemiologi. Universitas Esa Unggul.
Windiyaningsih. (2019). Modul Investigasi KLB/Wabah bagi mahasiswa
peminatan epidemiologi magister Kesehatan masyarakat. Universitas
Respati Indonesia.
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 4

Judul Makalah : Rapid Needs Assessment Dalam Bencana/KLB


Jumlah Halaman : 16
Tahun : 2023
Penulis :
1. Nurmilasari
2. Rini Tri Hapsari
3. Saffina Putri Anwar
4. Setiawan Marlino
5. Sitti Normalindah
6. Syaffikka
7. Wa Ode Eka Apriana Sari
8. Wa Ode Nur Aisyah
9. Aisyah Sab’ina Al Mu’min
10. Anisa Miftahul Jannah

Pembahasan :
1. Pengertian Rapid Needs Assassement
Rapid needs assessments adalah cara penting untuk mengurangi dampak
kesehatan yang merugikan dari bencana di antara populasi. Metode
pengambilan sampel klaster rapid needs assessments, yang awalnya
dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1970-an, pada
awalnya digunakan untuk mendapatkan data tentang cakupan vaksin dan
memastikan ketersediaan vaksin untuk semua anak secara global pada tahun
1990. Pada tahun 1980-an, metode pengambilan sampel klaster rapid needs
assessments digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang menyusui dan
nutrisi anak untuk melengkapi statistik vital dan catatan rumah sakit yang
tersedia (Frerichs, 1988).
2. Tujuan Rapid Needs Assassement
Kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi terkait bencana
alam, merupakan sebuah hal yang sangat dibutuhkan dan perlu mendapatkan
perhatian khusus, agar proses penanggulangan masalah dapat diselesaikan
dengan cepat dan tepat. RNA atau Rapid Need Assessment sebagai sebuah
solusi merupakan kegiatan mengumpulkan, mengolah, serta menganalisis data
yang dilakukan secara langsung di lokasi bencana.
Pada penerapannya, RNA memiliki tujuan yang kompleks yaitu untuk
menilai permasalahan kesehatan, potensi risiko, mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan serta membuat rekomendasi dalam rangka respon cepat
penanggulangan krisis kesehatan. Untuk mendapatkan data secepat dan
seakurat mungkin, RNA dilakukan secara langsung di lokasi bencana, seperti
di Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan, pos kesehatan, lingkungan
tempat tinggal, hingga pada lokasi-lokasi pengungsian.
3. Persiapan Rapid Needs Assassement
Adapun pada proses persiapannya, ada beberapa poin yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :
1. Membentuk Tim dan menentukan Ketua
2. Mempelajari situasi di lokasi bencana, yang terdiri dari potensi masalah
kesehatan, kapasitas kesehatan yang ada, serta akses transportasi dan
komunikasi di lapangan.
3. Pelajari aspek keamanan dan keselamatan tim
4. Mengidentifikasi potensi bahaya atau hazard serta prosedur penyelamatan.
5. Mempelajari profil kesehatan dari wilayah terdampak.
6. Koordinasi di lokasi bencana dengan pihak terkait seperti Rumah sakit,
Dinas Kesehatan, BPBD.dll.
7. Membawa kartu identitas, surat tugas, form penilaian, keperluan
administrasi serta peralatan pribadi seperti makanan dan obat.
Setelah adanya persiapan yang baik dan matang dari seluruh anggota
sebelum berangkat, maka proses pelaksanaan RNA atau Rapid Needs
Assessment dapat dilakukan. Dalam penerapannya, hal pertama yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah dengan mengumpulkan data terkait
lokasi serta situasi dan kondisi lapangan setelah terjadinya bencana alam.
Beberapa teknik pengumpulan data yang baik dan benar selama berada di
lokasi bencana, seperti berikut :
1. Observasi secara langsung dampak kesehatan di lokasi bencana terjadi,
seperti korban, kerusakan fasilitas kesehatan dan pengungsian.
2. Melakukan wawancara dengan informan kunci, seperti tokoh masyarakat,
petugas kesehatan, penyintas bencana, hingga petugas dari institusi lain.
3. Mengumpulkan informasi dari data sekunder yang dapat diambil dari
profil kesehatan serta data-data dari institusi lain.
4. Apabila tidak tersedia data primer dan sekunder, dapat dilakukan survei
cepat dengan data secara acak dari salah satu lokasi.
4. Penyusunan Laporan Rapid Needs Assassement
Pelaporan Penilaian Kebutuhan Cepat kejadian krisis kesehatan agar
tidak terjadi kesalahan, seperti berikut :
1. Data Pra Bencana
Pada data pra bencana, ada beberapa hal yang perlu diisi, seperti
a. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
b. Jumlah populasi kelompok rentan (Balita, Bumil, Buteki, Lansia, dan
Penyandang Disabilitas).
c. Nama dan Jumlah fasilitas kesehatan
d. Data jumlah SDM Kesehatan
e. Jenis Kejadian Krisis Kesehatan
f. Waktu Kejadian Krisis Kesehatan
g. Deskripsi Kejadian Krisis Kesehatan
h. Lokasi Kejadian Krisis Kesehatan
i. Jumlah Korban
j. Fasilitas Kesehatan yang Rusak
k. Fasilitas Umum
l. Kondisi sanitasi dan Kesehatan Lingkungan di Lokasi Penampungan
Pengungsi
m. Ketersediaan sumberdaya seperti obat, sarana pendukung kesehatan,
hinga alat komunikasi
n. Upaya Penanggulangan yang Telah dilakukan o.) Bantuan yang
Diperlukan
o. Rekomendasi.
Untuk dapat membandingkan data RNA dengan data Standar Pelayanan
Minimal Kesehatan, maka perlu diketahui standar apa saja yang digunakan,
seperti :
1. Standar Upaya Manajemen Krisis Kesehatan.
2. Standar Pelayanan Kesehatan, yang meliputi :
3. Standar Pelayanan Medis Dasar dan Rujukan
4. Standar Pencegahan Penyakit menularStandar Kesehatan Lingkungan
5. Standar Kesehatan Reproduksi Darurat
6. Standar Kesehatan Jiwa dan Psikososial
7. Standar Pelayanan Gizi Darurat
8. Standar Penatalaksanaan Korban Meninggal Akibat Bencana
Data RNA yang telah dikumpulkan dan dianalisis, dapat segera disusun
dalam bentuk laporan kegiatan RNA atau infografis yang didalamnya termuat
beberapa poin, seperti :
1. Gambaran singkat kejadian bencana. Termasuk didalamnya yaitu jenis,
waktu, lokasi, jumlah korban dan fasilitas yang rusak hingga perkiraan
luas daerah serta informasi populasi yang terdampak oleh bencana
2. Kapasitas Respon. Termasuk didalamnya dibagi menjadi 3 yaitu, Jenis dan
jumlah SDM Kesehatan, Data Fasilitas pelayanan kesehatan dan logistik
kesehatan.

Daftar Pustaka :
Asari Y., Koido Y., Nakamura K., Yamamoto Y., O. M. (2000). Analysis of
medical needs on day 7 after the tsunami disaster in Papua New Guinea.
Prehospital and Disaster Medicine, 15(2), 9–13.
Centers for Disease Control (CDC). (2000). Rapid health needs assessment
following hurricane Andrew–Florida and Louisiana. Morbidity and Mortality
Weekly Report, 41(37), 685.
Daley W.R., Karpati A., S. M. (2001). Needs assessment of the displaced
population following the August 1999 earthquake in Turkey. Disasters,
25(1), 67–75.
Lillibridge S.R., Noji E.K., B. F. . (1993). Disaster assessment: The emergency
health evaluation of a population affected by a disaster. Annals of Emergency
Medicine, 22(11), 1715–1720.
Malilay, J., Heumann, M., Perrotta, D., Wolkin, A. F., Schnall, A. H., Podgornik,
M. N., … Simms, E. F. (2014). The Role of Applied Epidemiology Methods
in the Disaster Management Cycle. American Journal of Public Health,
104(11), 2092–2102. https://doi.org/10.2105/AJPH.2014.302010
Waring S.C., Reynolds K.M., D’Souza G., A. R. . (2002). Rapid assessment of
household needs in the Houston area after tropical storm Allison. Disasater
Manag Response, 3–9. https://pusatkrisis.kemkes.go.id
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 5

Judul Makalah : Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana


Jumlah Halaman : 17
Tahun : 2023
Penulis :
1. Muh. Ainun Jannah
2. Riska Mulyani
3. Rizka Nur Rahmadani
4. Salfina
5. Sarmila
6. Shira Nopales
7. Ulfa Hardianti
8. Vina Auraningtyas
9. Wa Ode Sitti Aminah

Pembahasan :
1. Definisi Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Surveilens bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada situasi
bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit,
jenis luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah
korban anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat penting untuk monitoring
dan evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun
kebijakan dan rencana program (Purnama 2016).
2. Peran Dalam Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Jejaring kerja Surveilans Kesehatan diselenggarakan oleh seluruh unit
penyelenggara Surveilans Kesehatan baik di pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota berupa pertukaran data dan informasi epidemiologi, serta
peningkatan kemampuan Surveilans Kesehatan yang terdiri dari :
1. Jaringan kerjasama antara unit-unit surveilans dengan penyelenggara
pelayanan kesehatan, laboratorium dan unit penunjang lainnya.
2. Jaringan kerjasama antara unit-unit Surveilans Kesehatan dengan pusat-
pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan unit-unit
surveilans lainnya.
3. Jaringan kerjasama unit-unit Surveilans Kesehatan antara kabupaten/kota,
provinsi dan nasional.
4. Jaringan kerjasama unit surveilans dengan berbagai sektor terkait nasional,
bilateral negara, regional, dan internasional.
3. Masalah Epidemiologi Dalam Surveilans Bencana
Hasil dari metode ini nantinya akan digunakan untuk membantu dan
memberi pelajaran kedepannya jika terjadi bencana yang sama kemungkinan
apa yang akan terjadi, diupayakan memakan korban yang lebih sedikit dan lebih
cepat dalam penangan serta lebih mempersiapkan sebaik mungkin mitigasi,
kesiapsiagaan dan perencanaanya.
1. Pertolongan pada pasien / korban bencana terhadap kelaparan
2. Melakukan pengontrolan epidemik dan layanan pengaduan
3. Surveilans Pencegahan Kematian, sakit dan cedera
4. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan
5. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu
6. Analisis Epidemiologi dan Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada
Bencana yang akan datang.
7. Analisis peringatan dari usaha pertolongan.
4. Sistem Pelaporan Surveilans Kegawatdaruratan Atau Bencana
Berikut ketentuan sistem pelaporan Surveilans dalam kondisi bencana:
1. Menggunakan form khusus laporan Surveilans bencana, seperti form
penyakit diare, ISPA, pneumonia, DBD, malaria, campak dan lokal spesifik
(Lepto Spirosis) yang bisa dalam bentuk laporan harian atau mingguan.
2. Menggunakan form W.1 bila ada kejadian luar biasa (KLB) terutama terkait
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
3. Menggunakan form khusus untuk menggambarkan kondisi lingkungan dan
keadaan gizi masyarakat dilokasi bencana.
4. Contoh Form khusus laporan Surveilans bencana:
5. Cara Analisis Surveilans Bencana
Dalam melakukan analisis Surveilans bencana data yang kita butuhkan
adalah data Surveilans penyakit, data kondisi air dan sanitasi serta data
Gizi pengungsi, kemudian data tersebut dihubungkan dengan data penduduk,
data pengungsi dan data program di wilayah bencana, setelah kita mendapatkan
semua data tersebut dalam menganalisis kita perlu berkoordinasi dengan
jaringan Surveilans yang ada, kemudian mencari dan mempelajari beberapa
referensi tentang kondisi bencana yang terjadi serta melakukan konsultasi
dengan beberapa ahli epidemiologi.
Alur kegiatan yang dilakukan dalam rangka analisis Surveilans bencana
yaitu:
1. Melakukan kegiatan analisis tim (Tim gerak cepat dll)
2. Melakukan pertemuan berkala tingkat kabupaten/kota
3. Menghasilkan suatu rekomendasi Surveilans dalam bentuk penelitian dan
intervensi.

Daftar Pustaka :
Melisa Oktavia, Melisa Oktavia, and Sy. Effi Daniati Sy. Effi Daniati. 2021.
“Tinjauan Pelaksanaan Pelaporan Bencana Alam Di Puskesmas Sidomulyo
Rawat Inap Pekanbaru Tahun 2020.” Jurnal Rekam Medis (Medical Record
Journal) 1 (1): 50–64. https://doi.org/10.25311/jrm.vol1.iss1.336. nel
arianty. 2014. “PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA” 14 (02): 144–50.
Mahawati, Dkk. 2020. Surveilans Bencana.
Prasetyo, Wijar. 2019. “Literature Review: Kesadaran Dan Kesiapan Dalam
Manajemen Bencana.” Jurnal Ners Lentera 7 (2): 153–66.
http://journal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/view/2130.
Purnama, Tri Bayu. 2016. “Bahan Ajar Epidemiologi Bencana,” 1–101.
REVIEW MAKALAH KELOMPOK 6

Judul Makalah : Perencanaan Intervensi Kebutuhan Gizi (Pakan/Makanan) Pada


Pra dan Pasca Bencana
Jumlah Halaman : 30
Tahun : 2023
Penulis :
1. Siti Musdalifah
2. Harvika Aura Ikhlaq
3. Sitti Sarmila
4. Windiastuti
5. A’qila Nur Ramadhani
6. Adinda Salzabila Putri
7. Andi Resky Putri Anggelika
8. Anggi Defani
9. Anggita Riama Timna

Pembahasan :
1. Pengertian Perencanaan
Definisi lain menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu cara untuk
mengantisipasi dan menyeimbangkan perubahan. Dari rumusan definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan suatu cara yang
memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai
dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan
yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Pengertian Bencana
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu pola kehidupan normal masyarakat, serta
menyebabkan kerugian-kerugian besar terhadap jiwa, harta dan struktur sosial
masyarakat yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa
bencana untuk menanggulanginya sehingga membutuhkan perlindungan dan
bantuan dari pihak lain.
Jenis-jenis bencana alam dan bencana non alam:
1. Bencana alam
a. Tanah longsor
b. Banjir,
c. Gempabumi,
d. Tsunami,
e. Gunung api meletus,
f. Kekeringan,
g. Kegagalan teknologi,
2. Bencana non alam
Bencana non alam dapat terjadi karena ulah atau kelalaian manusia
yang kadang-kadang diperparah dengan kondisi alam. Bencana ini dapat
berupa: banjir akibat penggundulan hutan, kecelakaan transportasi,
kecelakaan industry, kegagalan konstruksi dan bangunan seperti: lereng
galian/timbunan longsor, tanggul saluran jebol, situ/embung/ bendungan
runtuh, dan lain sebagainya.
3. Perkiraan Dampak Bencana
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda- beda,
antara lain tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera
yang memerlukan perawatan medis misalnya, relatif lebih banyak dijumpai
pada bencana gempa bumi dibandingkan dengan kasus cedera akibat banjir dan
gelombang pasang. Sebaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam waktu relatif
lama dapat menyebabkan kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta
menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit penyakit yang
ditularkan melalui media air. Disisi lain kebutuhan kesehatan masyarakat di
wilayah bencana meningkat drastis, karena mengalami trauma fisik maupun
psikis sebagai dampak langsung bencana (Tumenggung, 2017).
Pada bencana yang kompleks dengan akibat seperti malnutrisi, kepadatan
penduduk, dan kurangnya sanitasi dasar dapat menyebabkan terjadinya KLB
gastroenteritis (akibat kolera atau penyakit lain) seperti di Rwanda/Zaire pada
tahun 1994. Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat
perhatian besar, mengingat potensi munculnya KLB penyakit menular pada
periode pasca bencana yang besar sebagai akibat banyaknya faktor risiko
yang memungkinkan terjadinya penularan bahkan KLB penyakit. Permasalahan
penyakit menular ini disebabkan oleh :
1. Kerusakan lingkungan dan pencemaran.
2. Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang sempit,
sehingga harus berdesakan.
3. Pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi syarat
kesehatan.
4. Ketersediaan air bersih yang seringkali tidak mencukupi jumlah maupun
kualitasnya.
5. Diantara para pengungsi banyak ditemui orang-orang yang memiliki
risiko tinggi, seperti balita, ibu hamil, usia lanjut. Pengungsian berada pada
daerah endemis penyakit menular, dekat sumber pencemaran, dll.
4. Efek Negatif Pra & Pasca Bencana
a. Pra Bencana
Penurunan status kesehatan yang berasal dari infeksi menular dan
penurunan status gizi menjadi masalah pokok yang umumnya terjadi pada
kondisi kedaruratan bencana. Dampak kesehatan ini dapat mengubah
fungsi dan kualitas hidup masyarakat terdampak bencana. Permasalahan
kesehatan dan status gizi terjadi pada seluruh kelompok masyarakat,
terutama kelompok rentan seperti bayi, balita, ibu hamil,ibu menyusui dan
lanjut usia. Ibu hamil dan ibu menyusui yang kekurangan asupan.
b. Pasca Bencana
Bencana yang diikuti dengan pengungsian berpotensi menimbulkan
masalah kesehatan yang sebenarnya diawali oleh masalah bidang/sektor lain.
Bencana gempa bumi, banjir, longsor dan letusan gunung berapi, dalam
jangka pendek dapat berdampak pada korban meninggal, korban cedera berat
yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit menular,
kerusakan fasilitas kesehatan dan system penyediaan air. Timbulnya
masalah kesehatan antara lain berawal dari kurangnya air bersih yang
berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang
merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular.
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari
proses terjadinya penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang
akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi
korban bencana.
5. Estimasi Kebutuhan Korban Pra & Pasca Bencana
a. Pra Bencana
1. Upaya Kesiapan Anggaran
2. Ketersediaan Sarana Prasarana dan Sumber Daya Manusia
3. Upaya Kesiapsiagaan
b. Pasca Bencana
1. Pemulihan Sektor sosial
2. Sektor Pemukiman
3. Sektor Infrastruktur
4. Lintas Sektor
6. Upaya Pengadaan Kebutuhan Pra & Pasca Bencana
a. Pra Bencana
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan
antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas
seperti manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan
gizi, konseling menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI), pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan
bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas
terkait dengan manajemen gizi bencana dan berbagai kegiatan terkait lainnya
(A . Kegiatan Gizi Pada Pra-Bencana, n.d.)
b. Pasca Bencana
Dalam kedaruratan pasca bencana juga perlu adanya tenaga khusus
dibidang gizi yang diperbantukan untuk dapur-dapur umum yang
menyediakan makanan bagi para penyintas. Para tenaga gizi diharapkan
dapat memberikan perhatian terhadap kebersihan dan menu makanan yang
akan diberikan bagi para penyintas. Yang perlu diperhatikan juga pasca
bencana, penyediaan bahan makanan harus dalam waktu yang sesingkat
mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi para penyintas (Batalipu et
al., 2019).

Daftar Pustaka :
A . Kegiatan Gizi Pada Pra-Bencana. (n.d.).
Arsyad, M. (2017). Modul manajemen penanggulangan bencana pelatihan
penanggulangan bencana banjir 2017. Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Sumber Daya Air Dan Kontruksi, 77.
Bakti, H. K., & Nurmandi, A. (2020). Pemulihan Pasca Bencana Gempa Bumi Di
Lombok Utara Pada Tahun 2018. Jurnal Geografi, 12(02), 137.
https://doi.org/10.24114/jg.v12i02.16750
Batalipu, N. R., Sudirman, S., & Yani, A. (2019). Manajemen Penanggulangan
Gizi Pasca Bencana. 1–4.
Dolong, M. J. (2016). Sudut Pandang Perencanaan dalam Pengembangan
Pembelajaran. Jurnal Inspirasi Pendidikan, 1(1), 65–76.
Harini, S. (2010). Membangun Masyarakat Sadar Bencana. Jurnal Dakwah,
11(2), 157–171.
Machruf, I. N., Hermawan, D., & Meutia, I. F. (2020). Penanggulangan Pra
Bencana Alam Tsunami di Kabupaten Lampung Selatan dalam Perspektif
Collaborative Governance. Administrativa: Jurnal Birokrasi, Kebijakan
Dan Pelayanan Publik, 2(1), 129–146.
https://doi.org/10.23960/administrativa.v2i1.25
Muis, I., & Anwar, K. (2018). Model Kesiapsiagaan Masyarakat dalam
Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor di Desa Tugumukti,
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Asian Social Work Journal,
4(3), 19–30.
Nurulfuadi, N., Ariani, A., Hartini, D. A., Aiman, U., Nadila, D., Rahman, A., &
Husna, S. (2021). Permasalahan gizi pada anak balita pasca gempa: Studi
kasus di Palu, Sigi, dan Donggala. Preventif : Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 12(1), 127–134. https://doi.org/10.22487/preventif.v12i1.302
Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi. (2017). Modul Penanggulangan
Bencana. Kementerian PUPR, 52.
Tumenggung, I. (2017). Imran Tumenggung Jurusan Gizi , Politeknik Kesehatan
Gorontalo , Jl . Taman Pendidikan No . 36 PENDAHULUAN Bencana alam
maupun bencana karena manusia , akan menyebabkan hancurnya
infrastruktur kesehatan serta hilangnya kapasitas sistem kesehatan untuk
mer. Health and Nutritions Journal, III / ISSN(Masalah Gizi dan
Penyakit Menular Pasca Bencana), 1–9.

Anda mungkin juga menyukai