Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN BENCANA

Tentang

“PENANGANAN BENCANA KECELAKAAN MASSAL “

Oleh : Kelompok 3

ADE FERDINA ADY (2013142010080)

ARRIJALUL KHAIR (2013142010081)

YULIS YANTI KLANA (2013142010092)

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI


PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMI 2020 / 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Seperti kita ketahui bahwa bencana merupakan kejadian yang mendadak, tidak terduga

dan dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan kerusakan dan

kerugian harata benda, korban manusia yang relative besar baik mati maupun cedera.

Bencana dapat disebabkan karena alamiah seperti gunung meletus, banjir, tanah longsor

atau karena kesalahan manusia. Beberapa hal yang diakibatkan oleh kesalahan manusia antara

lain karena kelalaian yaitu kecelakaan lalu lintas udara, laut dan darat, serta kebakaran dan

runtuhnya gedung. Adapula bencana yang sengaja dilakukan oleh manusia antara lain peledakan

bom oleh teroris, pembakaran serta kerusuhan.

Beberapa macam bencana yang telah terjadi antara lain bencana alam, kecelakaan lalu

lintas darat, udara dan laut serta bom semuanya mengakibatkan banyak korban yang meninggal.

Identifikasi Korban Massal sangat penting mengingat kepastian seseorang hidup dan mati sangat

diperlukan untuk kepentingan hukum yang berkaitan dengan Asuransi, Pensiun, Warisan, dan

lain-lain.

Penanganan korban mati pada bencana selama ini belum mendapat perhatian yang serius,

penuh tantangan serta memerlukan dana, sarana dan prasarana yang cukup mahal serta

dibutuhkan profesionalisme dari para petugas yang menangani hal tersebut.


Selain itu terbatasnya sumber daya manusia yang menangani korban mati baik dalam

kuantitas maupun kualitas memerlukan perhatian khusus agar dapat memenuhi kebutuhan saat

ini.

Berbagai kerawanan bencana yang menimpa berbagai wilayah Indonesia secara berturut-

turut dan terus menerus, baik yang dikarenakan oleh alam, maupun karena sebab ulah manusia,

wabah penyakit dan dampak kemajuan teknologi seperti yang telah disebutkan di atas selalu

mengakibatkan penderitaan, korban jiwa manusia, kerugian material, disamping rusaknya

lingkungan serta hasil-hasil pembangunan yang telah dengan susah payah diusahakan.

Adanya korban penderita masal dari semua kejadian diatas, mulai dari yang ringan

sampai kepada yang terberat yakni korban meninggal membawa dampak yang tidak ringan

terhadap rumah sakit sebagai unsur kesehatan yang akan memberikan pertolongan medik kepada

korban. Karena biasanya terdapat ketidak seimbangan antara kejadian dan fasilitas pertolongan,

serta kapasitas daya tampung rumah sakit saat ini yang serba terbatas..

Penanggulangan penderita korban masal dengan berbagai tingkat kegawat-daruratannya

harus melalui suatu sistem yang menjamin kecepatan, ketepatan pertolongan baik di tingkat pra

rumah sakit maupun di tingkat rumah sakit. Dalam pelaksanaannya diperlukan suatu pengaturan

yang jelas mengenai organisasi, tata laksana, koordinasi penyiapan tenaga dan fasilitas,

komunikasi dan pola operasional terpadu antar semua unsur terkait.

 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari data di atas adalah sebagai berikut :

1. Apa definisi korban massal?


2. Apa Penyebab korban massal?

3. Bagaimana Siklus manajemen penanggulangan bencana?

4. Bagaimana penatalaksanaan korban bencana massal?

5. Bagaimana Triase korban bencana massal?

6. Bagaimana Algoritma Sistem start?

7. Bagaimana Tindakan dan evakuasi medik korban massal?

 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah di atas adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi korban massal?

2. Untuk mengetahui Penyebab korban massal?

3. Untuk mengetahui Siklus manajemen penanggulangan bencana?

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan korban bencana massal?

5. Untuk mengetahui Triase korban bencana massal?

6. Untuk mengetahui Algoritma Sistem start?

7. Untuk mengetahui Tindakan dan evakuasi medik korban massal


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwayang disebabkan oleh alam atau

manusiayang mengakibatkan korban danpenderitaan manusia, kerugian harta benda,kerusakan

lingkungan, kerusakan saranadan prasarana umum serta menimbulkangangguan terhadap tata

kehidupan danpenghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukanbantuan

dan pertolongan secara khus

Peristiwa atau rangkaian peristiwayang disebabkan oleh alam atau manusiayang

mengakibatkan korban danpenderitaan manusia, kerugian harta benda,kerusakan lingkungan,

kerusakan saranadan prasarana umum serta menimbulkangangguan terhadap tata kehidupan

danpenghidupan masyarakat danpembangunan nasional yang memerlukanbantuan dan

pertolongan secara khusus

Korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak oleh karena sebabyang sama dan

perlu mendapatkanpertolongan kesehatan segera denganmenggunakan sarana, fasilitas dan

tenagayang lebih dari yang tersedia sehari-hari.

2.2 Penyebab
1. Alam : seperti : banjir, gempa bumi,tsunami dan lain sebagainya.

2. Teknologi : seperti : tabrakan kereta api,rubuhnya gedung dan lainsebagainya.

3. Konflik : seperti : konflik antar etnis,terorisme dan lain sebagainya

2.3 Siklus manajemen penanggulangan bencana

1. Kesiapsiagaan

2. Tanggap darurat

3. Mitigasi

4. Pemulihan

5. Pencegahan

6. Pembangunan

2.4 penatalaksanaan kesiapsiagaan di lapangan

1. Merupakan bagian dari aktivitas yangbertujuan untuk

2. Memastikan tanda bahaya

3. Evaluasi besarnya maslaah

4. Memastikan sumber daya yang ada memperoleh dan dilakukan mobilisasi

5. Mencakup peringatan awal, penilaian situasi,dan penyebaran pesan siaga.

6. Inti dari proses penyiagaan adalah pusat komunikasi

2.5 Penilaian awal

Merupakan prosedur yang dipergunakan untuksegera mengetahui beratnya masalah dan

resiko potensial dari masalah yang dihadapi.

Tujuan :
1. Untuk mencari tahu masalah yang sedangterjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi.

2. Untuk memobilisasi sumber daya yangadekuat.

3. Agar penatalaksanaan lapangan dapatdiorganisasi secara benar sistem manajemen

bencana Massal.

2.6 Tenaga Pelaksana

Semua tenaga penolong pertama yang telahdiberi pelatihan penilaian awal dapat melakukan

prosedur penilaian awal padabencana massal, seperti :

1. KSR/PMR

2. Polisi

3. Firefighter

4. Hansip

5. SatPam

6. Awak Pesawat/kend.umum

7. Sukarelawan

2.7 Tindakan pelaksana

1. Diterapkan untuk memberi perlindungankepada korban, tim penolong danmasyarakat

yang terekspos dari segala resiko yang mungkin terjadi seperti :perluasan bencana,

kemacetan lalu lintas,material berbahaya, dll).

2. Aksi pencegahan dilakukan dengan menetapkan area larangan.

3. Tenaga pelaksana dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dengan bantuan dari unit

khusus terkait.
2.8 penatalaksanaan korban bencana massal

1. Pencarian dan penyelamatan (SAR)

2. Perawatan di lapangan

3. Triase

4. Pertolongan Pertama

5. Pos Medis Lanjutan

6. Pos Penatalaksanaan Evakuasi

2.9 Triase

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit

(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan

prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan

sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.

Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang

pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama

yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase

pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.

Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia,

dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan

peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda

vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu

menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien
obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD,

disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang

diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.

Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga

berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan

jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera

serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan

sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk

triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim

triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya

tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak

digunakan.

1. Tag Triase

Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk

mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.

2. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.

3. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin

diresusitasi.

4. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta

tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera

torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,

luka bakar berat).


5. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang

kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.

Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera

abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok,

cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).

6. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi

segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang

berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial

tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).

Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas

Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi

fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima

(Putih) yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriase ditemukan perubahan

kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.

7. Triase Sistim METTAG.

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.

2. Triase Sistem Penuntun Lapangan START.

Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM :

R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban

(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak

mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan

korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport

segera. Resusitasi diambulans.


3. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.

Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai

bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama

sesuai keadaan.

4. Penilaian di tempat dan perioritas triasik

Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien

dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah

korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritma

Tujuan : mengidentifikasi korban yang perlusegera dikirim ke RS dan yang dapat ditunda

kemudian.

Triase lapangan dilakukan pada tiga tingkat :

1. Triase di tempat ( triase satu )

2. Triase medik ( triase dua )

3. Triase Evakuasi ( triase tiga )

Tanda tingkat keparahan korban massal :

1. Merah : Korban-korban yang membutuhkanstabilisasi segera ( Gangguan ABCD)

dankorban- korban dengan :

2. Syok oleh berbagai kausa

3. Gangguan pernafasan

4. Trauma kepala dengan pupil anisokor

5. Perdarahan eksternal massif


6. Kuning : Korban yang memerlukanpengawasan ketat, tetapi perawatan dapatditunda

sementara. Termasuk :

7. Korban dengan resiko syok

8. Fraktur multiple

9. Fraktur Femur/ pelvis

10. Luka bakar luas

11. Gangguan kesadaran/ trauma kepala

12. Korban dengan status tidak jelas.

13. Hijau : Kelompok korban yang tidakmemerlukan pengobatan atau pemberianpengobatan

dapat ditunda, seperti :

14. Fraktur minor

15. Luka minor

16. Hitam : Korban yang telah meninggal dunia.

2.10 Algoritma Sistem START :

Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau =

Minor.

Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.

Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control. Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah

kepasien berikut setelah tagging. Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi

petugas berikutnya.
Tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling

sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik

mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat

menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan

tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas

triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).

1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.

2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan

jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid

Health Assessment / RHA).

3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana

serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh

beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).

4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia

5. Petugas Komando Bencana.

6. Petugas Komunikasi.

7. Petugas Ekstrikasi/Bahaya.

8. Petugas Triase Primer.

9. Petugas Triase Sekunder.

10. Petugas Perawatan.

11. Petugas Angkut atau Transportasi

12. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :

13. Sektor Komando / Komunikasi Bencana


14. Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).

15. Sektor Bencana.

16. Sektor Ekstrikasi / Bahaya.

17. Sektor Triase.

18. Sektor Tindakan Primer

19. Sektor Tindakan Sekunder.

20. Sektor Transportasi.

21. Rencana Pasca Kejadian Bencana :

22. Kritik Pasca Musibah.

23. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok

merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian

dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.

2.11 Tindakan dan evakuasi medik

Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase)

mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian

mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan

ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.

 Transfortasi Korban

Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang

sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah

sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas
hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan

melebihi kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan

pindahkan bencana ke RS).

2.12 Perimeter

Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur

perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya.

Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan

kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.

2.12 Jalur untuk Transport Korban

Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang

disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke

perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan

melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien

secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya

lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.

 Keamanan.

Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam

keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas

keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia

punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif

dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup,

untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.

2.14 Penilaian awal.

Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi,

survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak

dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga

terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa

diutamakan.

2.15 Survei Primer.

Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation

and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan prioritas

pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi

karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa

hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.

Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis

bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada

yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek

yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan

torakostomi pipa dan ventilasi mekanik. Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade

kardiak, sumber perdarahan eksternal.


Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha

bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta

adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang

memerlukan konsultasi bedah saraf segera.

Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan

cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila

masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi

kord leher, lakukan intubasi endotrakheal. Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan

mengontrol lingkungan segera

Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan

pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus

hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah

tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG

dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut.

Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa

nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung.

Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia

major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral

sebelum kateterisasi.
Resusitasi dan penilaian komprehensif

1. Fase Resusitasi.

Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan

sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta

tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat

jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan

atau produk darah.

Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk

mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin.

Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol

dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital

normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada

bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa

membantu.

2.16 Survei Sekunder.

Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi.

Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi

tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan

untuk mengetahui perburukan.

Selanjutnya cari riwayat,termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.Bila

pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi

sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan.Data ini
membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka

bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.

1. Pemeriksaan Fisik Berurutan.

Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap

bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari

kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.

2. pemeriksaan pencitraan dan laboratorium.

Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal.

Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan

resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.

3. Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.

Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah

arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter

denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam

perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan

ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai.

Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk

penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran

yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung

jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama

dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi.


 Pos Medis Lanjutan

Didirikan pada tempat yang cukup dekatuntuk ditempuh dengan berjalan kaki darilokasi bencana

( 50 – 100 m), dan daerahtersebut merupakan :

1. Aman

2. Ada akses langsung ke jalan raya tempatevakuasi dilakukan.

3. Berada dekat dengan pos komando

4. Berada dalam jangkauan radio komunikasi.

Fungsi Pos Medis Lanjutan, disingkat “3 T”

1. Tag Rabel

2. Tag Rawal

3. Transfer/evakuasi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam

pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan

berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan

bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna

dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.

Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus

berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil

dan mampu saat bencana sebenarnya.

3.2 Saran

Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan

mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan

yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar

setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

Dengan demikian diharapkan pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan

secara efektif dan efisien dan terkoordinasi dengan baik.

 
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Bina Yanmed Depkes RI. 2006. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

      (SPGDT). Jakarta : EGC.

Efendi,Ferry. 2009. Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Mepsa,Putra.2012. Peran Mahasiswa Kesehatan Dalam Tanggap Bencana. Jakarta:EGC.

Kholid, Ahmad. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan Bencana.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai