Tentang
Oleh : Kelompok 3
PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bahwa bencana merupakan kejadian yang mendadak, tidak terduga
dan dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan kerusakan dan
kerugian harata benda, korban manusia yang relative besar baik mati maupun cedera.
Bencana dapat disebabkan karena alamiah seperti gunung meletus, banjir, tanah longsor
atau karena kesalahan manusia. Beberapa hal yang diakibatkan oleh kesalahan manusia antara
lain karena kelalaian yaitu kecelakaan lalu lintas udara, laut dan darat, serta kebakaran dan
runtuhnya gedung. Adapula bencana yang sengaja dilakukan oleh manusia antara lain peledakan
Beberapa macam bencana yang telah terjadi antara lain bencana alam, kecelakaan lalu
lintas darat, udara dan laut serta bom semuanya mengakibatkan banyak korban yang meninggal.
Identifikasi Korban Massal sangat penting mengingat kepastian seseorang hidup dan mati sangat
diperlukan untuk kepentingan hukum yang berkaitan dengan Asuransi, Pensiun, Warisan, dan
lain-lain.
Penanganan korban mati pada bencana selama ini belum mendapat perhatian yang serius,
penuh tantangan serta memerlukan dana, sarana dan prasarana yang cukup mahal serta
ini.
Berbagai kerawanan bencana yang menimpa berbagai wilayah Indonesia secara berturut-
turut dan terus menerus, baik yang dikarenakan oleh alam, maupun karena sebab ulah manusia,
wabah penyakit dan dampak kemajuan teknologi seperti yang telah disebutkan di atas selalu
lingkungan serta hasil-hasil pembangunan yang telah dengan susah payah diusahakan.
Adanya korban penderita masal dari semua kejadian diatas, mulai dari yang ringan
sampai kepada yang terberat yakni korban meninggal membawa dampak yang tidak ringan
terhadap rumah sakit sebagai unsur kesehatan yang akan memberikan pertolongan medik kepada
korban. Karena biasanya terdapat ketidak seimbangan antara kejadian dan fasilitas pertolongan,
serta kapasitas daya tampung rumah sakit saat ini yang serba terbatas..
harus melalui suatu sistem yang menjamin kecepatan, ketepatan pertolongan baik di tingkat pra
rumah sakit maupun di tingkat rumah sakit. Dalam pelaksanaannya diperlukan suatu pengaturan
yang jelas mengenai organisasi, tata laksana, koordinasi penyiapan tenaga dan fasilitas,
Rumusan masalah
Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwayang disebabkan oleh alam atau
Korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak oleh karena sebabyang sama dan
2.2 Penyebab
1. Alam : seperti : banjir, gempa bumi,tsunami dan lain sebagainya.
1. Kesiapsiagaan
2. Tanggap darurat
3. Mitigasi
4. Pemulihan
5. Pencegahan
6. Pembangunan
Tujuan :
1. Untuk mencari tahu masalah yang sedangterjadi dan kemungkinan yang dapat terjadi.
bencana Massal.
Semua tenaga penolong pertama yang telahdiberi pelatihan penilaian awal dapat melakukan
1. KSR/PMR
2. Polisi
3. Firefighter
4. Hansip
5. SatPam
6. Awak Pesawat/kend.umum
7. Sukarelawan
yang terekspos dari segala resiko yang mungkin terjadi seperti :perluasan bencana,
3. Tenaga pelaksana dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dengan bantuan dari unit
khusus terkait.
2.8 penatalaksanaan korban bencana massal
2. Perawatan di lapangan
3. Triase
4. Pertolongan Pertama
2.9 Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
(berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan
prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan
sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup.
Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang
pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama
yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase
pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia,
dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan
peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda
vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu
menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien
obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD,
disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan
jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera
serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan
sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk
triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim
triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya
tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak
digunakan.
1. Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk
3. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
4. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta
tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera
torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera
abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok,
cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
6. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi
berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial
Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi
fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima
(Putih) yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriase ditemukan perubahan
kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM :
R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak
mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan
korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai
bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama
sesuai keadaan.
Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien
dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah
Tujuan : mengidentifikasi korban yang perlusegera dikirim ke RS dan yang dapat ditunda
kemudian.
3. Gangguan pernafasan
sementara. Termasuk :
8. Fraktur multiple
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau =
Minor.
Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control. Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah
kepasien berikut setelah tagging. Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi
petugas berikutnya.
Tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling
sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik
mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat
menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan
tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas
triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).
2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan
jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid
serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia
6. Petugas Komunikasi.
7. Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok
merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase)
mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian
mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan
Transfortasi Korban
sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas
hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan
melebihi kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan
2.12 Perimeter
Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur
perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya.
Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan
Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang
disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke
perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan
melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien
secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya
lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.
Keamanan.
Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam
keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas
keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia
punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif
dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup,
survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak
dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga
terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa
diutamakan.
2.15 Survei Primer.
pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi
karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa
hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.
Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis
bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada
yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek
yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan
torakostomi pipa dan ventilasi mekanik. Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade
bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta
adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang
cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila
masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi
kord leher, lakukan intubasi endotrakheal. Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan
Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan
pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus
hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah
tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG
Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa
nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung.
Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia
major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral
sebelum kateterisasi.
Resusitasi dan penilaian komprehensif
1. Fase Resusitasi.
Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan
sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta
tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat
jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan
Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk
mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin.
Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol
dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital
normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada
bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa
membantu.
2.16 Survei Sekunder.
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi.
Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi
tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan
Selanjutnya cari riwayat,termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.Bila
pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi
sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan.Data ini
membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka
bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap
bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari
Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal.
Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan
resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.
Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah
arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter
denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam
perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan
penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran
yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung
jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama
Didirikan pada tempat yang cukup dekatuntuk ditempuh dengan berjalan kaki darilokasi bencana
1. Aman
1. Tag Rabel
2. Tag Rawal
3. Transfer/evakuasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam
pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan
berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan
bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna
Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus
berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil
3.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan
yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar
setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Dengan demikian diharapkan pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Bina Yanmed Depkes RI. 2006. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
Salemba Medika.