Anda di halaman 1dari 7

Nama : RAFICA ANDIKA

NIM : P 101 18 148

Kelas D KESMAS

Pemulihan sarana dan prasarana kesehatan pasca bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya


yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui
pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang
terancam bencana.

Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna.

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan


sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik


melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan


publik ataumasyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pascabencana.

Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang rentan


terhadap bencana alam, termasuk gempa bumi. Bencana gempa yang
diikuti dengan pengungsian berpotensi menimbulkan masalah kesehatan;
namun demikian, pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering
menghadapi kendala, antara lain akibat rusak atau tidak memadainya
fasilitas kesehatan. Tulisan ini mendiskusikan permasalahan kesehatan
dalam kondisi bencana dan mengkaji peran petugas kesehatan serta
partisipasi masyarakat dalam penanggulangannya. Sebagian besar
informasi dalam tulisan ini disusun berdasarkan basil studi "Kajian
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Korban Gempa Bantul 2006" pada tahun
2010 serta penelusuran literatur terkait (desk review). Hasil studi
menunjukkan bahwa di sektor kesehatan, berbagai piranti legal
(peraturan, standar) telah menyebutkan peran penting petugas kesehatan
dalam penanggulangan bencana. Bencana tidak hanya menimbulkan
korban meninggal dan luka serta rusaknya berbagai fasilitas kesehatan,
tetapi juga berdampak pada permasalahan kesehatan masyarakat, seperti
munculnya berbagai penyakit paskagempa, fasilitas air bersih dan sanitasi
lingkungan yang kurang baik, trauma kejiwaan serta akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan pasangan. Petugas
kesehatan bersama dengan masyarakat berperan dalam penanggulangan
bencana gempa, mulai dari sesaat setelah gempa (hari ke-1 hingga hari
ke-3), masa tanggap darurat (hari ke-3 hingga sebulan) serta masa
rehabilitasi dan rekonstruksi (sejak sebulan paskagempa). Beberapa
faktor turut mendukung kelancaran petugas Puskesmas dalam melakukan
tindakan gawat darurat pada saat gempa, termasuk partisipasi aktif
masyarakat dan relawan dalam membantu penanganan korban.

Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana


Pemulihan ( Recovery Plan )

yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan


pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca
bencana.

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi


risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula
tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan
masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dengan
menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran
risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan. Sebagai langkah
sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di
daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut
diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian :
• 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).

• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam
10 tahun mendatang)

• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam


100 tahun) • 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)

• 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%) Jika probabilitas di atas


dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang
terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

• jumlah korban;

• kerugian harta benda;

• kerusakan prasarana dan sarana;

• cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

• dampak sosial ekonomi yang ditimbulkanPersediaan pangan yang tidak


mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat
kesehatan yang dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara
langsung tingkat pemenuhan kehutuhan gizi korban hencana.
Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat
menurunkan daya tahan tuhuh dan hila tidak segera ditanggulangi akan
menimhulkan masalah di hidang kesehatan. Sementara itu, pemberian
pelayanan kesehatan pada kondisi hencana sering menemui hanyak
kendala akihat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah
dan jenis ohat serta alat kesehatan, terhatasnya tenaga kesehatan dan
dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat menimhulkan dampak lehih
huruk hila tidak segera ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah
Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001).
Pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi hencana sering tidak
memadai. Hal ini terjadi antara lain akibat rusaknya fasilitas kesehatan,
tidak memadainya jumlah dan jenis ohat serta alat kesehatan, terbatasnya
tenaga kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di lapangan.
Hasil penilaian cepat paska gempa Bantul 2006, misalnya, mencatat
sehanyak 55,6 persen Puskesmas Induk dan Perawatan dari 27 unit yang
ada di Kabupaten Bantul mengalami kerusakan herat, hegitujuga dengan
kondisi Puskesmas Pemhantu (53,6 persen) serta Rumah Dinas Dokter
dan Paramedis (64,8 persen). Bila tidak segera ditangani, kondisi tersebut
tentunya dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk akibat bencana
tersebut.

Komponen Recovery

Periode yang paling lama dalam upaya pemulihan dari bencana yang
dahsyat membutuhkan beberapa pasokan kebutuhan. Setiap kategori
kebutuhan bergantung satu sama lain dan apabila ada kebutuhan yang
terputus, maka hal itu akan berdampak kepada kebutuhan lainnya.

William Spangle (1991) menjabarkan dua langkah yang harus dilakukan


dan dipertimbangkan oleh perencana untuk melakukan proses
perencanaan:

a. Perencanaan dan pembangunan kembali dapat terjadi secara serentak,


beberapa pembangunan kembali dapat dilaksanakan sebelum rencana
utama dapat diselesaikan. Meskipun penundaan pembangunan kembali
dirasa tepat setelah bencana, mempersingkat prosedur pengambilan
keputusan harus diselesaikan dengan baik. Secepatnya, pekerja lokal
perlu untuk menentukan area mana saja yang dapat di bangun kembali
dengan rencana dan regulasi yang telah disusun. b. Setelah bencana,
perencana biasanya memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk
perluasan tata kota dengan menghindari lahan yang tidak aman. Apabila
daerah tersebut dapat ditemukan dengan cepat, perencana dapat
mempercepat upaya relokasi korban bencana dan perdagangan dari
kerusakan parah.

Meskipun beberapa manajer bencana menghadapi upaya pemulihan


pasca bencana tanpa rencana, mereka tidak perlu takut. Rencana dan
regulasi yang sudah ada dapat diterima dibeberapa bagian kota,
khususnya dimana banyak bangunan hancur karena mereka tidak di
disain secara modern. Sebagai tambahan, meskipun usaha terbaik sudah
dilakukan oleh manajer untuk melakukan apa yang sudah direncanakan
secapat yang dia bisa, ada beberapa konstruksi yang tidak bisa dikerjakan
secara cepat. Bangunan yang sudah ada sebelumnya dan
pengembangan rencana, peraturan penetapan wilayah, peraturan untuk
memilih tempat tinggal dapat membantu kelompok yang terpisah dari
beberpa komponen yang terlibat. (Clarke, 1999).

SUMBER :
Proses pemulihan..., Sigit Setiageni, FISIP UI, 2011

Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 8 No.1 Tahun 2013 (ISSN 1907-


2902)

Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Anda mungkin juga menyukai