Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

Nama Kelompok :

Agnes Divania Yona Prilita (2002003)

Dita J Sinaga (2002026)

Ebner Agriffa (2002028)

Hesti Setyaningtyas (2002039)

Rosa Herlinawati N (2002063)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA TAHUN 2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
penugasan mata kuliah Keperawatan Bencana.

Kami menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik
dan saran pembaca akan makalah ini akan kami terima dengan senang hati demi perbaikan
makalah ini.

Makalah ini dapat kami selesaikan berkat adanya kerjasama didalam kelompok. Oleh
karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak, terutama rekan-rekan kelompok dan dosen mata kuliah
Keperawatan Bencana yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan kelengkapan
makalah ini. Akhirnya, semoga makalah yang jauh dari sempurna ini dapat memberikan
manfaat.

Yogyakarta, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mengurangi dampak dari
kejadian bencana. (Yudhistira, 2019). Indonesia merupakan daerah yang rawan dan
berisiko tinggi terhadap bencana. Tidak sedikit bencana yang datang secara periodik,
namun negara ini selalu tidak siap menghadapi bencana. Bencana adalah rangkaian
peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan yang disebabkan baik oleh faktor
alam, faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(Undang-Undang No.24, pasal 1, tentang penanggulangan bencana, 2007). Berdasarkan
data BPBD Kabupaten Ende sejak tahun 2017 kejadian bencana sebanyak 86 kasus dengan
45 % terjadi bencana banjir sedangkan pada tahun 2018 terjadi 73 kasus bencana yang
terdiri dari bencana banjir, angin topan, dan tanah longsor, dan 40% merupakan bencana
banjir. Perawat sebagai lini terdepan pada pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab
dan peran yang besar dalam penanganan korban bencana alam (Ahmadi, Rahimi
Foroushani, Tanha, Bolban Abad, &Asadi, 2016). Saat ini kebutuhan tenagaperawat untuk
menangani korban bencana dimasyarakat merupakan kebutuhan terbesar yaitu sebanyak 33
% dari seluruh tenaga kesehatan yang terlibat (Yan, Turale, Stone, &Petrini, 2015). Tenaga
perawat merupakan tonggak pertama yang akan dicari olehmasyarakat yang terkena
musibah bencana. Fenomena inilah yang membuat penulis tertarikuntuk mengetahui apa
yang harus dikerjakandan bagaimana peran perawat dalammenghadapi bencana alam.
Penerapan kesiapsiagaan bencana tidakhanya melibatkan pemerintah, tetapi juga
melibatkan masyarakat, terutama bagi petugas kesehatan. Sebagai salah satu komponen
yang penting dalam respon penanganan bencana, perawat memiliki peran yang sangat besar
dalam mempersiapkan maupun menangani masyarakat saat menghadapi bencana.
Kegagalan peran dan tanggung jawab perawat berdampak kegagalan dalam menangani
korban bencana. Maka selain perawat ahli dalam bidangnya, perawat juga harus
mengetahui bagaimana kesiapsiagaan bencana diterapkan sehingga bisa meminimalisir
risiko bencana dan memperbesar keberhasilan penanganan korban bencana(Doondori &
Paschalia, 2021).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aplikasi Pengelolaan Penanggulangan Bencana dengan Pendekatan


Komprehensif Pada Fase Prevention, Mitigation, Planning/Response/Recovery
1. Pengertian Bencana
Bencana merupakan suatu peristiwa yang dapat mengancam dan menganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik oleh faktor alam atau non alam,
maupun faktor manusia, sehingga muncul korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian dalam harta benda dan dampak psikologis.
Bencana memiliki tiga aspek seperti:
a) Peristiwa yang terjadi mengancam dan merusak (hazard);
b) Peristiwa yang terjadi mengancam kehidupan dan bahkan penghidupan,
serta fungsi masyarakat
c) Ancaman yang terjadi mengakibatkan adanya korban serta melampaui
kemampuan yang dimiliki masyarakat untuk mengatasi sumber daya yang
ada.
2. Tipe Bencana
Bencana dibagi atas tiga yaitu:
a) Bencana alam yaitu bencana yang terjadi akibat suatu peristiwa yang
disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir,
angin topan, kekeringan, dan tanah longsor.
b) Bencana non-alam yaitu bencana yang terjadi akibat peristiwa non-alam
seperti gagal teknologi dan modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c) Bencana sosial yaitu bencana yang terjadi akibat suatu peristiwa yang
disebabkan oleh manusia seperti konflik sosial baik antar kelompok maupun
komunitas masyarakat dan terror.
3. Kegiatan manajemen bencana
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
a) Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini.
b) Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and
rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian
c) Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan- kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian
penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat
terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.
Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan
yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana
pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-
kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi
juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan,
trauma atau depresi.

4. Pengertian tahap tahap manajemen bencana


(Rozita & Setiadi, 2020) Pengertian tahapan-tahapan manajemen bencana yang
dilakukan untuk mengelola bencana diantaranya akan di jelaskan sebagai
berikut:
1) Tahapan pra bencana (preparedness dan mitigation)
Preaparedness yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Sedangkan mitigation adalah serangkaian
kegiatan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
2) Tahapan saat bencana atau tanggap darurat (response)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelematan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelematan serta
pemulihan prasarana dan sarana. Tahapan pasca bencana
3) (Rehabilitation/recovery)
Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana
4) Tahapan Rekrontruksi (Recontruction)
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada
wilayah pasca bencana, baik tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial,
budaya, tegaknya hukum dan ketertibana, dan bangkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pasca gempa.
5. Perencanaan pengurangan resiko bencana
Berikut ini adalah penjelasan dari tiap-tiap perencanaan pengurangan resiko
bencana berbasis komunitas:
a) Memilih komunitas
Memilih komunitas merupakan awal yang menentukan keberlanjutan
tahapan manajemen bencana berbasis masyarakat. Pemilihan komunitas
yang kurang tepat akan mempengaruhi hasilyang akan dicapai. Terdapat
beberapa kriteria (tidak semua area dapat memenuhi kriteria tersebut) yang
dapat dijadikan patokan untuk pemilihan komunitas, yaitu :
a) Komunitas tersebut berada di wilayah yang paling rawan bencana.
b) Jumlah komunitas atau anggota masyarakat yang mendapat manaat dari
kegiatan-kegiatan manajemen bencana berbasis masyarakat yang akan
dilakukan.
c) Kesiapan komunitas untuk terlibat dalam kegaiatan manajemen bencana
berbasis Masyarakat
d) Status sosial ekonomi (kemiskinan) komunitas
e) Kerentanan sosial, ekonomi dan fisik komunitas
f) Keberadaan anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan bencana
g) Aksebilitas terhadap fasilitas fisik dan non fisik
b) Membangun hubungan baik dan kesepahaman dengan komunitas terpilih.
Setelah komunitas terpilih, langkah berikutnya adalah memahami kondisi
sosial dan struktur sosial yang ada, termasuk adanya kelompok-kelompok
ekonomi yang penting dan berpengaruh. Dilanjutkan dengan membangun
hubungan informal yang baik dengan masyarakat lokal. Ikatan pertemanan
dan rasa saling percaya menjadi kata kunci untuk memfasilitasi partisipasi
yang efektif
c) Melakukan kajian resiko bencana secara partisipatoris.
Tahapan ini merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengkaji
ancaman bahaya, kerentanan, kapasitas dan resiko yang ada dalam
komunitas dan lingkunganya. Kajian partisipatoris ini dapat dipandu oleh
pemerintah lokal, tokoh masyarakat atau fasilitator yang dianggap ahli
dalam hal tersebut.
d) Perencanaan manajemen bencana berbasis masyarakat.
Kemudian dianalisa secara lebih mendalam untuk mengidentiikasi strategi
dan solusi yang tepat bagi komunitas yang bersangkutan. Dalam proses
pendalaman analisis, selain kajian-kajian diatas juga dilakukan analisis
stakeholder dan sumber daya lokal yang diharapkan bisa memberikan
dukungan bagi strategi dan solusi yang direncanakan.
e) Implementasi rencana komunitas.
Implementasi dari strategi dan solusi yang telah disusun, seharusnya
dilakukan oleh komunitas yang sudah terlembagakan dengan bantuan
segenap stakeholder. Proses implementasi bisa jadi akan meliputi aktifitas-
aktivitas yang bersiat struktural (pembangunan fisik, dll). Komunitas yang
sudah terlembagakan tersebutlah yang akan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan proses yang dilakukan.
f) Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi harus melibatkan komunitas lokal, dan stakeholder
yang ada (pemerintah, NGO, Oxfam dll) untuk mengukur sejauh mana
proses yang dilakukan telah berjalan sesuai dengan tujuan dan memberi
dampat positif. Langkah tindak lanjut komunitas sangat dipengaruhi oleh
hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan.
B. Pengurangan resiko, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
Mitigasi (mitigate) berati tindakan-tindakan untuk mengurangi bahaya supaya
kerugian dapat diperkecil. Mitigasi meliputi aktivitas dan tindakan-tindakan.
Perlindungan yang dapat diawali dari persiapan sebelum bencana itu berlangsung,
menilai bahaya bencana, penanggulangan bencana, berupa penyelamatan,
rehabilitasi dan relokasi. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131
Tahun 2003, mitigasi atau penjinakan adalah upaya dan kegiatan yang dilakukan
untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana,
meliputi kesiapsiagaan, kewaspadaan dan berbagai kemampuan untuk mengatasinya
(Manghayu, 2017).
1. Pengurangan resiko
(Indexed, 2020) Disaster atau bencana dapat dipahami sebagai peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan/atau keduanya
yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan. Untuk
mengetahui kapan bencana alam akan terjadi merupakan hal yang sulit,
dikarenakan bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba dimanapun dan
kapanpun. Oleh karena itu, penting dilakukan pemantauan resiko bencana dan
sistem peringatan dini (early warning system) yang berfungsi sebagai “alarm”
darurat sewaktu-waktu bencana alam datang secara tidak terduga. Usaha
pengurangan resiko bencana dengan melibatkan anak usia sekolah agar pada
situasi bencana, anak-anak memahami terhadap apa yang harus dilakukan.
Kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besar resiko yang
mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk
mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia
akan semakin dapat menyikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang
didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil
resiko bencana.
Tujuan dari pengurangan resiko bencana :
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana
3. Mengembangkan pemahaman tentang resiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan
perilaku dan motivasi.
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan resiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
yang bertanggungjawab dan adaptasi terhadap resiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan resiko bencana baik secara
individu maupun kolektif
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7. Meningkatkan kemampuan tangga darurat bencana
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan
karena terjadinya becana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak
2. Pencegahan penyakit
Pada situasi darurat terdapat sebuah kecenderungan untuk membentuk sistem
pelayanan kesehatan khusus yang tidak lagi dibuat dalam skala local ataupun
nasional. Beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut pada pasca bencana
adalah :
a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit,
cacat) dan ciri-ciri demografinya.
b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta
c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan
d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas
e. Kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas
dan lansia)
f. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Pelayanan kesehatan pada saat bencana bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,
mencegah atau mengurangi kecacatan dengan memberikan pelayanan yang
terbaik bagi kepentingan korban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penanganan
krisis kesehatan saat bencana dalam pelaksanaannya melalui lima tahap
pelaksanaan, yaitu tahap penyiagaan, upaya awal, perencanaan operasi, operasi
tanggap darurat dan pemulihan darurat sertatahap pengakhiran misi. Semua
tahapan kegiatan ini dilaksanakan oleh Pusat Pengendali Kesehatan (Pusdalkes)
dinas kesehatan setempat yang merupakan organisasi komando tanggap darurat
bencana. Pusdalkes diaktivasi sesaat setelah informasi kejadian bencana
diterima
3. Promosi kesehatan
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia banyak mengalami bencana karena
Indonesia dikelilingi oleh 3 lempengan tetonik yaitu lempengan Pasifik,
lempengan Eurasia, dan lempangan Hindia-Australia. Kondisi ini menyebabkan
Indonesia rawan terhadap gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan
beberapa jenis bencana tektonik lainnya.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan promosi kesehatan
a. Kesehatan dapat terjaga
b. mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
c. memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e. Mengurangi stres
Implementasi kegiatan yang dilakukan mencakup:
a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah setempat,
dan mitra potensial lainnya untuk memetakan programdan kegiatan yang
dapat diintegrasikan /kolaborasikan.
b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, stiker
c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi pesan
kesehatan,
d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia
e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan berbagai
pesan kesehatan (PHBS di pengungsian)
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu Lansia di
pengungsian atau di tempat hunian sementara.
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk menyebarluaskan
informasi kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi
promosi kesehatan paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui program
CSR, LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor agency
k. Monitoring dan evaluasi program
Sasaran promosi kesehatan adalah:
a. Petugas skesehatan
b. Relawan
c. Tokoh masyarakat, tokoh agama
d. Guru
e. Lintas sektor
f. Kader
g. Kelompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
h. Masyarakat
i. Organisasi masyarakat
j. Dunia usaha
C. Komunikasi dan penyebaran informasi
Kemampuan untuk berkomunikasi, berkoordinasi, dan bekerja secara efektif sebagai
suatu team merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu rencana.
Dalam suatu bencana berskala besar, maka makin banyak sumber daya yang
dibutuhkan. Kemampuan masing-masing pihak penolong untuk mendata
permasalahan, menghitung sumber daya yang dimiliki, dan berkomunikasi antar
sesama akan menentukan keberhasilan suatu program/proyek. Ada banyak anggota
masyarakat yang akan bersedia membantu, para penegak hukum, pemadam
kebakaran, paramedis, dan lain-lain akan dengan sukarela membantu Tim
penanggulangan dampak bencana. Namun kemampuan mereka berbeda-beda,
sehingga tugas kita untuk mendata hal tersebut, kemudian memberikan pelatihan
dan perlengkapan yang diperlukan. Kita juga harus meyakinkan mereka bahwa kita
mampu memberi bantuan yang diperlukan, sehingga mereka percaya pada kita.
Model komunikasi bencana :
1. Informasi tepat dan akurat
Diperlukan dalam meminimalisir resiko suat bencana. Salah satunya
kesiapsiagaan seluruh masyarakat untuk menanggulangi bencana, khususnya
masyarakat yang hidup berdampingan dengan potensi bencana. Seperti
masyarakat yang tinggal dibawah leren gunung berapi, di dekat laut yang
berpotensi tsunami.
2. Komunikasi efektif dan terlibat aktif
Dalam penanggulangan bencana, komunikasi bencana yang efektif adalah
komunikasi yang dilakukan tidak hanya saat tanggap darurat, tetapi juga saat
prabencana atau kesiapsiagaan, serta setelah bencana atau masa rehabilitasi dan
rekontruksi. Komunikasi yang baik dan efektif dapat memberikan manfaat yang
efektif dalam upaya pengurangan risiko bencana. Adanya komunikasi yang
efektif itu dapat membuat penerimaan dan penyampaian informasi juga menjadi
lebih efektif. Hal ini sangat penting untuk pengurangan risiko bencana karena
masyarakat akan menerima informasi dengan cepat dan tepat.
3. Transparansi dan dapat dipercaya
4. Kesepahaman informasi dan kebutuhan

Penyebaran informasi penanggulangan bencana

1. Telepon seluler
Tujuannya untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bencana
alam dari sumber terpercaya secara cepat dan tepat sasaran.
2. Handy talkie
Saat terjadi kondisi darurat seperti bencana alam, perangkat alat komunikasi
seperti Handy Talkie (HT) sangatlah penting. HT yang berbasis radio frekuensi
yang serbaguna ini akan sangat membantu kamu berkomunikasi dua arah.
Handy talkie sendiri menggunakan teknologi Push To Talk(PTT), yaitu
pengguna handy talky harus menekan tombol untuk berkomunikasi dengan
lainnya. Tidak hanya itu saja, HT juga biasanya sudah dibekali dengan radio FM
dan kapasitas baterai yang cukup besar.
3. Telepon satelit
4. Media sosial
Pemanfaatan media sosial dapat memaksimalkan kegiatan dalam penyebaran
informasi bencana, penanggulangan darurat, dan pemulihan bencana. Kemudian
media sosial yang digunakan dalam penanganan bencana baiknya adalah media
yang populer dan relevan dengan penggunaan masyarakat. Selanjutnya
penggunaan media sosial juga dapat memudahkan pemetaan dan mengetahui
lokasi bencana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan fakta dan data yang telah dipaparkan pada pembahasan di atas, maka
penulis menyimpulkan maka managemen bencana harus diketahui oleh masyarakat
karena Indonesia merupakan negara yang rawan bencana secara faktor alam
maupun non alam. Cara kesiapsiagaan bencana dapat diterapkan agar meminimalisir
risiko terjadi bencana dan dapat memperbesar keberhasilan penanganan yang benar
dan tepat diantaranya dengan pendekatan komprehensif pada fase terjadinya
bencana yaitu fase prevention, mitigation, planning/ recovery, reconstruction.
Managemen bencana juga dapat dilakukan pengurangan risiko dengan pemantauan
bencana sebagai sistem peringatan saat ingin terjadi bencana sewaktu-waktu.
Pencegahan penyakit pada saat terjadi bencana akan dibentuk pelayanan kesehatan
untuk mencegah atau mengurangi kecacatan korban serta dapat menyelamatkan
nyawa. Dilakukan juga promosi kesehatan. Pada managemen bencana juga sangat
diperlukan komunikasi serta penyebaran informasi untuk berkoordinasi secara
efektif pada suatu tim. Kemampuan komunikasi serta penyebaran informasi ini
sangat penting untuk petugas-petugas maupun masyarakat untuk menjadi penolong
korban, mempelajari cara berkomunikasi ini juga menggunakan alat-alat terkhusus
untuk dapat menyampaikan informasi penyebaran penanggulangan bencana.

B. Saran
Bencana alam dapat disebabkan dari faktor alam maupun non alam (ulah manusia).
Bencana dari faktor alam tidak dapat kita cegah namun untuk bencana akibat ulah
manusia dapat kita cegah dari diri sendiri dengan menjaga alam kita, cinta akan
alam contohnya tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon
sembarangan, mengurangi penggunan transportasi yang dapat menimbulkan polusi
udara yang berlebihan, efek rumah kaca, dll. Sehingga mengurangi terjadinya
bencana alam dan jika bencana alam terjadi kita perlu melakukan tindakan seperti
artikel diatas dengan penangan yang tepat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Doondori, A. K., & Paschalia, Y. P. M. (2021). Peran Perawat dalam Penanggulangan


Bencana. Jurnal Kesehatan Primer, 6(1), 52–70.

Indexed, S. (2020). Rin T N Ot Pe Er Re V Iew Rin T N Ot Pe Er Re V. 11(9), 973–981.

Manghayu, A. (2017). Penanggulangan Resiko Bencana Berbasis Kearifan Lokal


Masyarakat. Manajemen Bencana, 2008, 3.

Rozita, S. G., & Setiadi, R. (2020). Kerangka kerja penilaian rencana tata ruang berbasis
manajemen risiko bencana Framework for spatial plan assessment based on disaster
risk management. Jurnal Pembangungan WIlayah Dan Perencanaan Partisipatif,
15(2), 191–205. https://doi.org/10.20961/region.v16i1.38451

Yudhistira, S. (2019). Makalah Keperawatan Bencana. 1–7.

Anda mungkin juga menyukai