Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN KESIAPSIAGAAN BENCANA

(Disaster Preparedness)

Disusun oleh :
HERLINA SUSILAWATI HUTASOIT
(017222005)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022/2023
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak wilayah
dengan risiko tinggi terhadap bencana alam. Untuk diketahui, Indonesia
terletak di pertemuan tiga lempeng. Adanya pergerakan lempeng ini membuat
Indonesia sangat rentan terkena bencana alam, khususnya di bidang geologi
seperti gempa bumi tektonik, tsunami, hingga erupsi gunung berapi.
Berdasarkan laporan World Risk Report 2022 yang dirilis Bündnis
Entwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum mengungkapkan
bahwa Indonesia merupakan negara nomor tiga paling rawan bencana di dunia
dengan skor indeks risiko global 41,6, dibawah Filipina dengan skor indeks
risiko global 46,82 dan India dengan skor indeks risiko global 42,31 (Putri,
2022).
Provinsi kalimantan Tengah khususnya Kabupaten Lamandau
merupakan daerah yang terdampak bencana alam pada bulan Maret 2023.
Wilayah kerja Puskesmas Bulik juga menjadi daerah yang terdampak bencana
yaitu desa Pedongatan. Tetapi bangunan gedung Puskesmas Bulik tidak
mengalami kerusakan. Hambatan pada saat itu adalah kurangnya tenaga
kesehatan, tidak ada air bersih, serta padamnya listrik.
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi,
dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan di fasilitas
kesehatan saja melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga
tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal
memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan
teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini. Kegiatan pertolongan medis dan
perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat dilakukan oleh profesi
keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang
perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk.
Perawat memiliki peran kunci dalam kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana. Perawat sebagai profesi tunggal terbesar dalam layanan
kesehatan harus memahami siklus bencana, tanpa integrasi keperawatan dalam
setiap tahap bencana masyarakat akan kehilangan bagian penting dalam
pencegahan bencana karena perawatan merupakan respon terdepan dalam
penanganan bencana. Peran perawat dalam menjalankan tugasnya dalam
tanggap bencana adalah mendampingi masyarakat agar siap saat bencana
datang. Peran perawat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fase pre-impact yaitu
saat sebelum bencana itu datang, fase impact yaitu saat tejadinya bencana, dan
post impact yaitu saat sesudah bencana datang. Selain mempersiapkan
masyarakat untuk siaga terhadap bencana, perawat juga memiliki peran dalam
meminimalisir korban akibat bencana. dengan siapnya masing-masing keluarga
terhadap bencana diharapkan dapat meminimalisir korban jiwa yang
ditimbulkan dari bencana tersebut (Adolong, 2017).
Peran perawat dalam penanggulangan bencana tidak hanya mengurangi
morbiditas dan mortalitas korban bencana pada saat respon darurat. Perawat
berperan juga untuk mempersiapkan masyarakat siap menghadapi bencana
dengan meningkatkan resilience. Menurut International Council of Nurses
(ICN) kompetensi perawat bencana muncul pada fase mitigasi, preparedness,
relief, pemulihan dan rehabilitasi. Misalnya pada fase preparedness, perawat
melakukan pengkajian kebutuhan komunitas, pada fase akut memberikan
perawatan fisik dan mental bagi korban, pada fase pemulihan berperan untuk
mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan (Sangkalaa dan Gerdtz, 2018).
Disebabkan oleh berbagai permasalahan yang terjadi saat bencana,
diperlukan perencanaan penanggulangan bencana yang disusun dalam bentuk
dokumen Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana (Disaster Preparedness).
Sehingga akan memudahkan tenaga kesehatan/ perawat dalam bertindak
menghadapi bencana, seperti meminimalisir situasi chaos yang terjadi pada
petugas kesehatan, melayani pengobatan darurat untuk masyarakat yang
terluka, memberdayakan masyarakat untuk membantu dalam proses evakuasi
dan menerima kedatangan relawan dari luar daerah yang akan memberikan
bantuan/ pertolongan.

2. Tujuan
Dokumen Perencanaan Kesiapsiagaan Bencana (Disaster
Preparedness) menjadi acuan bagi perawat/ tenaga kesehatan untuk menangani
bencana dalam sektor kesehatan. Dengan adanya dokumen ini maka akan
terbentuk suatu sistem penanganan bencana yang terpadu dalam sektor
kesehatan. Dokumen ini diharapkan dapat digunakan oleh bidang kesehatan
dan lintas sektor dalam penanganan masalah kesehatan pada saat terjadi
bencana.
Tujuan rencana penanggulangan bencana bidang kesehatan adalah
sebagai berikut :
1) Adanya sistem komando bidang kesehatan pada saat penanganan bencana.
2) Terbentuk struktur organisasi bidang kesehatan dengan tugas, pokok dan
fungsi yang digunakan pada saat bencana
3) Adanya pemetaan potensi bencana dan prioritas jenis penanganan bencana
4) Menjadi pedoman penanganan bencana oleh lintas sektor untuk masalah
kesehatan pada saat terjadi bencana
5) Adanya standar prosedur penanganan untuk semua ancaman bencana secara
umum dan spesifik
6) Adanya penetapan fasilitas untuk koordinasi bidang kesehatan pada saat
bencana
7) Adanya pemetaan daerah rawan bencana dan denah evakuasi
8) Adanya jejaring antar lintas sektoral dalam penanggulangan bencana

3. Keperawatan pada bencana


Keperawatan bencana bertujuan untuk memastikan bahwa perawat
mampu untuk mengidentifikasi, mengadvokasi dan merawat dampak dari
semua fase bencana termasuk didalamnya adalah berpartisipasi aktif dalam
perencanaan dan kesiapsiagaan bencana.
Bencana didefinisikan sebagai situasi dan kondisi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Adapun jenis-jenis bencana antara lain:
1) Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2) Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaitu kejadian-kejadian karena
perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan,
kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.
Adapun fase-fase dalam bencana antara lain :
1) Fase pre-impact
Fase pra-dampak (pre-impact) merupakan fase peringatan (warning phase)
yaitu tahap awal adanya bencana. Fase pre impact merupakan tahap awal
dari bencana. Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca.
Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik oleh
pemerintah, lembaga dan masyarakat.
2) Fase impact
Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-
saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup
(survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan
bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3) Fase post-impact
Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan
dari fase darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali
pada fungsi kualitas normal.Secara umum pada fase post impact para korban
akan mengalami tahap respons fisiologi mulai dari penolakan
(denial),marah (angry), tawar–menawar (bargaing), depresi (depression),
hingga penerimaan (acceptance).
Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah
didaerah memiliki keterbatasan pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
1) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2) Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3) Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan
ketidaksiapan
4) Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya
Seorang perawat, khususnya perawat komunitas memiliki tanggung
jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap
preimpact, impact/emergency, dan postimpact. Dalam melakukan tugasnya
tentu perawat tidak bisa berjalan sendiri. Koordinasi dan persiapan yang baik
mulai dari pemerintah atas hingga ke cabang-cabang di bawahnya mutlak
diperlukan. Dimulai dari pusat studi bencana, badan meteorologi, pemerintah
pusat dan daerah, para teknisi, departemen kesehatan, palang merah nasional,
tenaga-tenaga kesehatan, departemen penerangan, dinas transportasi hingga
dinas kebakaran dan lembaga- lembaga swadaya masyarakat, semua ikut
terlibat dalam perencanaan persiapan penanggulangan bencana.
Peran perawat disini bisa dikatakan multiple, ialah sebagai bagian dari
penyusun rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan, dan bagian dari tim
pengkajian kejadian bencana. Tujuan utama dari tindakan keperawatan
bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik
masyarakat yang terkena bencana tersebut. Jika seorang perawat berada di
pusat area bencana, ia akan dibutuhkan untuk ikut mengevakuasi dan memberi
pertolongan pertama pada korban.
Sedangkan di lokasi-lokasi penampungan seorang perawat bertanggung
jawab pada evaluasi kondisi korban, melakukan tindakan keperawatan
berkelanjutan, dan mengkondisikan lingkungan terhadap perawatan korban-
korban dengan penyakit menular.

4. Peran perawat dalam managemen bencana


1) Peran perawat dalam fase pre-impact
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman bencana.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.
2) Peran perawat dalam fase impact
a. Bertindak cepat
b. Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
yang selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
3) Peran perawat dalam fase post-impact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi
korban
b. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan
3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua,
individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback,
mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga,
individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan
PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan
gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja
sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan
masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
(recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

5. Epidemiologi bencana
Seperti yang tertulis, bahwa bencana itu bisa murni sebagai kejadian
alam (gempa bumi, topan, volcano, badai, banjir ) bisa juga karena perbuatan
dan kelalaian manusia seperti kebakaran, perang, kecelakaan transportasi.
Agen primer termasuk angin, air, lumpur, asap, dan panas. Sedangkan agen
sekunder termasuk bakteri dan virus yang menkontaminasi/ menginfeksi akibat
yang ditimbulkan oleh agen primer tersebut. Faktor-faktor host (manusia) juga
mempengaruhi efek dari bencana tersebut, sebut saja usia, status kesehatan,
status imunisasi, tingkat mobilisasi, dan kondisi psikologis. Secara langsung
maupun tidak langsung bencana ikut dipengaruhi oleh agen-agen lingkungan
yang sifatnya fisik, kimia, biologi maupun sosial.
Secara fisik bencana dipengaruhi oleh kondisi cuaca, ketersediaan
makanan dan air. Secara kimia termasuk kebocoran zat kimia ke dalam air,
udara, dan ke dalam suplai makanan. Secara biologi termasuk kontaminasi
pada makanan dan air, pembuangan akhir dan pengelolaan sampah yang tidak
layak, dan penyimpanan makanan yang tidak sesuai. Faktor sosial termasuklah
perbedaan pendapat tentang keyakinan, fanatisme, strata sosial dan lainnya.

6. Penutup
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi
kapan datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan
menimbulkan kerugian dan kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan
melalui tindakan tanggap bencana yang dapat dilakukan oleh perawat.
Perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. Perawat tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan
intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.

7. Pustaka
Adolong, S. S. (2017) Gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang
tanggap bencana di Puskesmas Limboto Barat Kabupaten Gorontalo.
Universitas Negeri Gorontalo.
Putri, A. M. H. (2022) Peringatan! RI Masuk 3 Besar Negara Paling Rawan
Bencana, CNBC Indonesia. Tersedia pada:
https://www.cnbcindonesia.com/research/20221206102823-128-
394143/peringatan-ri-masuk-3-besar-negara-paling-rawan-bencana
(Diakses: 13 Oktober 2023).
Sangkalaa, M. S. dan Gerdtz, M. F. (2018) “Disaster preparedness and learning
needs among community health nurse coordinators in South Sulawesi
Indonesia,” Australasian Emergency Care. doi:
https://doi.org/10.1016/j.auec.2017.11.002.

Anda mungkin juga menyukai