PENDAHULUAN
Bencana banjir merupakan bencana alam yang ke tiga terbesar di dunia yang telah
banyak menelan korban jiwa dan kerugian harta benda, juga bencana yang paling
dapat diramalkan kedatangannya, karena berhubungan dengan besarnya curah
hujan. juga disebabkan oleh pembabatan hutan yang tidak terkendali, sistem
pengaturan atau tata air yang buruk, dan perubahan fungsi hutan menjadi ladang
dan pemukiman. Banjir pada umumnya terjadi di dataran rendah di bagian hilir
daerah aliran sungai yang umumnya berupa delta maupun alluvial (Kevin Siswi
Baju, 2015).
Banjir adalah salah satu bentuk bencana di Indonesia yang terjadi hampir setiap
tahun. Dalam 10 tahun terakhir, bencana banjir selalu menempati posisi pertama
kejadian bencana. Bahkan dalam buku Indonesia Disaster Management Reference
Handbook bencana banjir terbesar pernah terjadi di Indonesia, yaitu pada bulan
Mei–Juli 2016.
Iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan karakteristik geografis yang
membentang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia memiliki 3
pola iklim dasar: monsunal, khatulistiwa, dan sistem iklim lokal yang
menyebabkan perbedaan pola curah hujan yang dramatis. Kondisi tersebut ]
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.
Peran perawat di Pusat Kesehatan Masyarakat sangat besar ketika terjadi bencana,
yaitu sebagai garis depan pada suatu pelayanan kesehatan yang mempunyai
tanggung jawab dan peran yang besar ketika menangani pasien gawat darurat
sehari-hari maupun saat terjadi bencana. Sampai saat ini kebutuhan perawat untuk
menangani korban bencana di masyarakat merupakan kebutuhan terbesar yaitu
sebanyak 33% dari seluruh tenaga kesehatan yang terlibat (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pertama atau dasar dalam suatu daerah
harus memiliki sumberdaya dan kompetensi yang cukup dalam kesiapsiagaan
bencana. Program tanggap darurat bencana sebagai bagian dari kesiapsiagaan
bencana penting dilaksanakan oleh Puskesmas. Hal penting terkait tanggap
darurat bencana tersebut antaranya seperti pembentukan panitia, pemenuhan
fasilitas, pembuatan SOP tanggap darurat, dan pelatihan mengenai bencana.
Seluruh program dan upaya tersebut perlu disesuaikan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No 52 tahun 2018 tentang K3 di Fasilitas Kesehatan (Nada et al.,
2020).
Akibat banjir 2016, sebanyak 250 orang meninggal, 1.413 orang luka-luka,
2.916.688 orang terdampak, 3.264 unit rumah rusak berat, 3.467 unit rumah rusak
sedang, 8.141 unit rumah rusak ringan, 334.017 unit rumah terendam, 92 unit
fasilitas kesehatan rusak, 281 unit fasilitas peribadatan rusak, dan 1.137 unit
fasilitas pendidikan rusak (BNPB, 2020).
Menurut data dari BNPB dan UNISDR, Indonesia dalam hal bencana banjir masih
menduduki peringkat tinggi yaitu di posisi ke-6 dunia dari 162 negara dan
sejumlah 1.101.507 penduduk diperkirakan menjadi korban dari bencana tersebut.
Menurut DIBI oleh BPBN pada tahun 2016 telah terjadi bencana di Indonesia
dengan total kejadian bencana 36.455 kejadian. Tercatat total korban meninggal
dunia dan hilang sejumlah 1.350 orang, korban yang mengalami luka-luka 4.468
orang, serta korban menderita dan mengungsi 7.614.062 orang. (BNPB 2018)
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian. Ada terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kesiapsiagaan puskesmas terutama pada tenaga kesehatan yaitu
meliputi usia, lama kerja, pengalaman bencana sebelumnya, pengalaman di tempat
pengungsian, peraturan diri, pelayanan kesehatan, sarana prasarana, dan lainnya.
(Hikmah, 2021). Faktor individu menjadi kemungkinan terbesar pemberi pengaruh
dalam kesiapsiagaan bencana karena lemahnya kompetensi professional dapat
menyebabkan tenaga kesehatan gagal untuk berperan saat bencana (Tatuil et al.,
2017)
Melihat kasus sekarang ini, puskesmas sebagai fasilitas Kesehatan pertama atau
dasar dalam suatu daerah harus memiliki sumberdaya dan komoetensi yang cukup
dalam program tanggap darurat bencana sebagai bagian dari kesiapsiagaan
bencana penting dilaksanakan oleh puskesmas. Hal ini penting terkait tanggap
darurat bencana tersebut antaranya seperti pembentukan panitia, pemenuhan
fasilitas, pembuatan SOP tanggap darurat, dan pelatihan mengenai bencana.
Seluruh program dan upaya tersebut perlu disesuaikan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan No 52 tahun 2018 tentang K3 di Fasilitas Kesehatan (Nada et al, 2010)
Hasil penelitian (Septiana dan Fatih, 2019) menunjukkan bahwa faktor individu
yaitu usia memiliki pengaruh terhadap kesiapsiagaan puskesmas dalam
menghadapi bencana banjir. Hasil menunjukkan OR sebesar 4,11 dan rentang
batas bawah dengan batas atas yaitu (95%CI=1,27-13,35) sehingga bermakna
bahwa seseorang yang memiliki usia semakin tua tersebut maka lebih siap terkait
kesiapsiagaan bencana 4. Hasil penelitian Indri Setiawan (2020) Pengetahuan
perawat tentang kesiapsiagaan pelayanan kesehatan dalam menghadapi bencana
banjir menunjukkan bahwa lebih banyak perawat yang memiliki pengetahuan
kurang baik dari pada pengetahuan yang baik
2.2 Banjir
2.2.1 Deinisi
Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari
biasanya normal akibat hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat
tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur
sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah
sekitarnya (Ayu Sekar, 2020)
2.3 Kesiapsiagaan
2.3.1 Definisi
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui Langkah
yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB 2019)
2.4 Karaktero