Anda di halaman 1dari 54

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian deskriptif analitik dan dengan pendekatan cross
sectional.

3.2 Penelitian Kuantitatif


Dalam bahasa sederhana, penelitian kuantitatif adalah penelitian
ilmiah yang disusun secara tersistematis terhadap bagian-bagian dan
mencoba untuk menemukan kausalitas untuk mengetahui
keterkaitan. (Kasiran, 2021)

3.4 Variabel Penelitian


Variabel merupakan atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau
suatu kegiatan yang memiliki variasi tertentu dan ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Darmawan, 2013).
3.4.1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu karakteristik pada
perawat

3.4.2. Variabel Dependen (Terikat)


Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kesiapsiagaan

1
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan pengertian mengenai variabel-
variabel yang dinamai didalam kerangka konsep dan dikembangkan
lagi dikembangkan oleh peneliti (Sucipto, 2020)

Tabel 0.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi Skala
No Variabel Parameter Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Data
1 2 3 4 5 6 7
Independen
1. Karakteristik Responden
a. Usia Umur dari Umur Kuesioner Ordinal Dibagi menjadi:
tahun lahir responden saat Demografi 4. Remaja Akhir
sampai ini = 17 - 25
dengan Skala Guttman 3.Dewasa awal =
sekarang 26 - 35 tahun
2.Dewasa akhir =
36 – 45 tahun
1.Lansia awal =
46 tahun ≥
b. Jenis Jenis Jenis kelamin Kuesioner Nominal Dibedakan
kelamin kelamin perawat yang Demografi menjadi =
perawat lebih siap 1.Laki-laki
menghadapi 2.Perempuan
bencana banjir
Skala Guttman

b. Lama kerja Masa 1.Lama Kuesioner Ordinal Dibagi menjadi:


responden responden Demografi 3. Baik = (Lama)
bekerja dari bekerja ≥ 10 tahun
pertama 2.Tingkat 2. Cukup Baik =
sampai kesiapan yang (sedang) 6-9
dengan lebih baik tahun
sekarang Skala Guttman 1. Kurang =
(Baru) ≤ 5 tahun
c. Pendidikan Faktor yang Pendidikan Kuesioner Nominal Dibagi menjadi:
menyatakan responden Demografi 3.Tinggi=
kelulusan terakhir (Magister)
responden meliputi 2.Cukup Tinggi=
terakhir 1.Sarjana Ners (Sarjana Ners)
2.Diploma 1.Rendah =
3. Magister (Diploma)
Skala Guttman

2
1 2 3 4 5 6 7

d. Pelatihan Suatu Tentang Kuesioner Ordinal Dibagi menjadi:


keterampilan pelatihan Demografi 2. Ya =
dan kema 1.BTCLS (btcls/BLS/disaste
mpuan yang 2.BLS r dril)
harus 3.Disaster drill 1. Tidak = Tidak
dimiliki Skala Guttman ada
perawat
untuk
menunjang
kinerjanya
dilapangan
e. Pengetahu Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Ordinal Dibedakan
an kebencanaan tentang menjadi =
adalah bencana banjir 3. Baik = 10 - 15
kemampuan tingkatan 2. Kurang 5 - 9
dalam meliputi 1. Kurang = 0 - 4
mengingat 1. Tahu
peristiwa 2. Memahami
atau 3. Aplikasi
rangkaian 4. Sintesis
peristiwa
yang
mengancam
dan
mengganggu
kehidupan
masyarakat
Dependent
1. Kesiapsiag Kesiapsiagaa Kesiapsiagaan Kuesioner Ordinal 3.Siap (18-26)
aan n pada meliputi : 2.Cukup (10 – 18)
perawat perawat 1.Penyuluhan 1.Kurang (1-9)
terhadap sangat kesehatan
bencana penting tentang
banjir dilakukan bencana banjir
karena untuk 2.Kerjasama
mengantisip lintas sektor
asi 3.Pengetahuan
datangnya tentang
bencana dan kompetensi
sebagai fase bencana
tenaga 4.Kesiapsiaga
kesejatan an
first mengahadapi
responden bencana
Skala Guttman
3.6 Populasi dan Sampel
3.6.1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan manusia atau objek sumber data
didalam penelitian tertentu, memiliki kriteria, berjumlah
banyak dan luas yang secara umum dapat diamati (Darmawan
2013; Sucipto, 2020). Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh Perawat yang ada di Puskesmas 1,2,3 Sungai Tabuk
Kabupaten Banjar 25 perawat.

3.6.2. Sampel
Sampel adalah Sebagian dari unit populasi yang menjadi objek
suatu penelitian dan dijadikan sumber untuk semua data yang
diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian (Sucipto,
2020). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh populasi penelitian yaitu Perawat di Puskemas Sungai
Tabuk Kabupaten Banjar sebanyak 30 perawat

Teknik pengambilan sampel (Non sampling) dalam penelitian


ini, Sampling atau total sampling. Non prability adalah jenis
sampling dimana tidak semua unsur dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilijh menjadi sampel dalam
penelitian dan tidak dipilih secara acak. Totdal sampling baik
digunakan jika jumlah populasi yang relative kecil, atau
penelitian kesehatan yang kecil (Darmawan, 2013; Hardani et
al, 2020). Menurut Sugiyono. (2017) menjelaskan pengertian
sampling total. Sampling total adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel

3.7 Tempat dan Waktu Penelitian


3.7.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banjar, Kecamatan
Sungai Tabuk, Puskesmas 1,2,3

5
3.7.2. Waktu Penelitian
Penelitiaan ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2022.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang wawancara, atau
pengamatan, atau daftar pertanyaan, yang dipersiapkan untuk
mendapatkan Informasi dari responden. Instrumen itu disebut sebagai
Pedoman Pengahayatan atau Pedoman wawancara atau Kuesioner
atau Pedoman Dokumenter, sesuai dengan metode yang dipergunakan
Instrumen (W.Gulo 2017)
3.8.1 Kuesioner Demografi karakteristik perawat
Instrumen ini terdiri dari 6 komponen karakteristik yaitu (1)
Usia, (2) Jenis kelamin, (3) Lama kerja (4) Pendidikan (5)
Pengalaman, (6) Pelatihan. Kuesioner Demografi ini berjenis
sistematis yang dilakukan dengan lembar jawaban. Kuesioner
Demografi Karakteristik dalam penelitian ini dengan kisi kisi
sebagai berikut :

Tabel 0.2 Kisi Kisi Kuesioner Demografi Karakteristik


Variabel Sub Variabel No
Usia 1
Jenis Kelamin 2
Lama kerja 3
Karakteristik Keperawatan
Pendidikan 4
Pelatihan 5

3.8.2 Kuesioner Kesiapsiagaan perawat


Instrumen dikembangkan oleh peneliti dengan mengadaptasi
kuesioner Ika Wahyu (2019). Instrumen yang digunakan terdiri dari
4 parameter diantaranya : (1) Penyuluhan Kesehatan tentang
kesiapsiagaan bencana (2) Kerjasama Lintas Sektor (3) Pengetahuan
Kompetensi Fase Bencana (4) Kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Kuesioner ini memiliki 26 pertanyaan dengan skala guttman.
Kuesioner kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir
ini dengan kisi-kisi sebagai berikut

Tabel 0.3 Kisi Kisi Kuesioner Kesiapsiagaan Bencana Banjir


Variabel Sub Variabel No
Penyuluhan Kesehatan 1-3
Kerjasama Lintas Sektor 4-7
Kesiapsiagaan perawat
Pengetahuan kompetensi fase
dalam menghadapi 8-17
bencana
bencana banjir
Kesiapsiagaan menghadapi
18-26
bencana

Nilai pada setiap aspek : Ya diberi nilai 1 dan Tidak diberi nilai 0.
Perhitungan dari hasil pengukuran observasi yaitu dengan
menggunakan hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan rumus
distribusi frekuensi (Rachmat, 2012):

IK =

= 26 – 0

3
= 8,6
Dengan demikian, maka kesiapsiagaan perawat dikategorikan :
Baik : 0 – 9
Cukup : 10 – 17
Kurang Baik : 18 – 26
3.8.3 Kuesioner Pengetahuan Perawat
Instrumen kuesioner pengetahuan perawat diadaptasi dari skripsi
Alif Purwoko (2015). Instrumen yang digunakan terdiri dari 5
parameter diantaranya : (1) Tahu (2) Memahami (3) Aplikasi (4)
Sintesis. Kuesioner ini memiliki 15 pertanyaan. Kuesioner
pengetahuan perawat dalam menghadapi bencana banjir ini dengan
kisi-kisi sebagai berikut

Tabel 0.4 Kisi Kisi Kuesioner Kesiapsiagaan Bencana Banjir


Variabel Sub Variabel No
Tahu 1-3
Pengetahuan perawat
Memahami 4-8
dalam menghadapi
Sintesis 9-11
bencana banjir
Aplikasi 12-15

Nilai pada setiap aspek : Ya diberi nilai 1 dan Tidak diberi nilai 0.
Perhitungan dari hasil pengukuran observasi yaitu dengan
menggunakan hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan rumus
distribusi frekuensi (Rachmat, 2012):

IK =

= 15 – 0

3
=5
Dengan demikian, maka pengetahuan perawat dikategorikan :
Tinggi : 0 – 5
Sedang : 6 – 10
Rendah : 11 – 15
3.9 Uji Validasi dan Rehabilitas
3.9.1. Uji Validitas
Alat dan cara pengumpulan data yang baik diperlukan dalam
pengumpulan data pada suatu penelitian untuk memperoleh data
yang valid, reliable dan akurat (Nursalam, 2017).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini pertanyaan yang


dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian Ika Wahyu (2019)
untuk variabel kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi
bencana banjir. Kuesioner yang digunakan melalui uji validitas
dan reabilitas. Uji validitas dengan menggunakan rumus uji
korelasi Person Product Moment dimana nilai korelasi pada
kuesioner ini dinyatakan valid jika diketahui r hitung > r table.
Uji reliabilitas dengan menggunakan konsistensi Alpa Cronbach
0,05. Reliabilitas kuesioner dapat diketahui dengan
membandingkan nilai r hasil dan nilai r tabel. Pernyataan
kuesioner reliable bilai nilai r hasil > r table.

Dalam penelitian ini, uji validitas instrument kesiapsiagaan


perawat dilakukan di Puskesmas Martapura 1 pada tanggal 28 –
30 April 2022 dengan sampel sebanyak 8 perawat. Uji validitas
dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical
Product and Service Solutions). Hasil uji validitas yang telah
dilakukan pada kuesioner kesiapsiagaan perawat berjumlah 26
pertanyaan, diperoleh nilai r hitung semua item pertanyaan pada
rentang 0,747 – 0,806 yang berarti telah valid (r hitung > r tabel
dari 6 (0,707 yang berasal dari N – 2 = df).
3.9.2. Uji Reabilitas
Reliabilitas berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran yang
digunakan bersifat tetap terpercaya dan terbebas dari
pengukuran yang keliru (measurement error). Uji reabilitas
instrumen digunakan untuk mengetahui apakah data yang
dihasilkan dapat diandalkan atau bersifat tangguh. Uji reabilitas
mengukur variabel yang digunakan melalui pernyataan atau
pertanyaan yang digunakan. Dalam penelitian ini, uji reabilitas
instrumen dilakukan di Puskesmas Martapura 1 pada tanggal 28
– 30 April 2022 dengan sampel sebanyak 8 perawat. Uji
reabilitas dilakukan dengan menggunakan program komputer.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai Cronbach’s
alpha dengan tingkat/taraf signifikansi yang digunakan.
Instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel jika nilai
Cronbach’s Alpha ≥ 0,60 dan jika < 0,60 maka instrument
penelitian dikatakan tidak reliabel (Hidayat & Utami, 2014;
Darma, 2021).
Kriteria uji reabilitas, yaitu :
a. Jika nilai Cronbach’s alpha > tingkat signifikan, maka instrumen
penelitian dikatakan reliabel.
b. Jika nilai Cronbach’s alpha < tingkat signifikan, maka instrumen
penelitian dikatakan tidak reliabel.

Hasil uji reabilitas yang telah dilakukan peneliti untuk kuesioner


kesiapsiagaan perawat kepada 8 perawat pada tanggal 28 – 30
April penggunaan EWS adalah 0,977 sehingga instrumen
penelitian dinyatakan reliabel karena r hitung > 0,60.

3.10 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan dara merupakan proses pengumpulan data dengan
pengambilan data menggunakan observasi, dan kuesioner dengan
cara:
3.11.1. Peneliti pada tanggal 10 februari Mengajukan surat izin
pengambilan data studi pendahuluan dari program S1 keperawatan
FKIK.
a. Peneliti meminta surat izin penelitian pada tanggal 19 mei
2022 Kemudian mengajukan surat izin penelitian dari
fakultas ke Kesbangpol, dan Dinas Kesehatan
b. Setelah itu mengajukan surat izin penelitian dari dinas
kesehatan ke puskesmas.
c. Setelah menemui bagian puskesmas peneliti menemui
perawat untuk menjelaskan tujuan dan menjelaskan isi
kuesioner yang disiapkan
d. Peneliti menyiapkan lembar kuesioner, alat tulis dan
informes consent.
e. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
f. Peneliti menjelaskan isi point dalam kuesioner agar
responden memahami dan mudah untuk mengisi
g. Setelah itu peneliti menghitung hasil dari data yang
didapatkan.

3.11 Teknik Pengolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2018), proses pengolahan data penelitian
akan melalui tahap sebagai berikut :
3.11.1. Editing (Penyuntingan Data)
Peneliti sebelum membagikan formular maupun koesioner
melakukan pengecekan terlebih dahulu dan perbaikan, kalua
perlu melakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi
data yang kurang
3.11.2. Coding sheet (Pemberian Lembaran Kode)
Setelah semua observasi diedit, selanjutnya diklasifikasikan
jawaban dari responden ke dalaam bentuk angka/bilangan.
Itu dilakukan dari bentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan.
1. Kode Usia
a. 17-25 = 4
b. 26-35 = 3
c. 36-45 = 2
d. 46 ≥ = 1
2. Kode Lama Kerja
a. ≥ 10 Tahun = 3
b. 6-10 Tahun = 2
c. ≤ 6 tahun = 1
3. Kode Pendidikan
a. Magister = 3
b. Sarjana Ners = 2
c. Diploma = 1
4. Kode Pelatihan
a. BTCLS, ACLS,dan Disaster Dril = 3
b. BTCLS dan ACLS = 2
c. BTCLS = 1
5. Kode Jenis Kelamin
a. Laki-Laki = 1
b. Perempuan = 2
6. Kode Kesiapsiagaan
a. Siap = 1-9
b. Cukup = 1-6
c. Kurang = 1-4

3.11.3. Proccessing (Pemrosesan)


Setelah semua koesioner terisi penuh dan benar serta sudah
melalui pengkodean, selanjutnya peneliti memproses data
dengan cara meng entry data dari koesioner ke program
komputer dengan nama aplikasi spss
3.11.4. Cleaning (Pembersihan Data)
Setelah itu peneliti melakukan pengecekan kembali data-data
untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode maupun
ketidaklengkapan data yang telah dimasukkan. Dan kemudian
peneliti melakukan pembetulan atau koreksi.
3.11.5. Penyajian data
Dalam penyajian data, peneliti menyajikan dalam bentuk
mudah dibaca dan dimengerti.

3.12 Teknik Analisa Data


3.12.1. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk setiap variabel penelitian.
Analisis ini menggunakan distribusi frekuensi. tendensi
sentral. Hasil penghitungan tersebut nantinya merupakan
dasar dari penghitungan selanjutnya. Dengan menggunakan
analisis univariat ini dapat diketahui konsep yang kita ukur
tersebut sudah siap untuk di analisis serta dapat dilihat
gambaran secara rinci (Imron, 2014). Analisa ini untuk
mendapatkan variabel independen (Karakteritik perawat) dan
variabel dependen (kesiapsiagaan perawat dalam bencana
banjir) Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.12.2. Analisa Bivariat


Analisa ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel yaitu variabel independen (Karakteristik Perawat)
dan variabel dependen (Kesiapsiagaan Perawat Terhadap
Bencana Banjir) apakah signifikansi atau tidak dengan
signifikansi dengan menggunakan uji Rank Spearman dengan
bantuan software komputer, dimana nilai p < a 0,05 maka Ha
diterima atau ada hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen sedangkan jika nilai p > a 0,05
maka HO ditolak atau tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

Rumus Korelasi Spearman Rank


6⅀ ⅆ ᵢ²
ρ = 1-
n(n²-1)

ρ = Nilai Korelasi Spearman Rank


d² = Selisih Setiap Pasangan Rank
n = Jumlah Pasangan Rank untuk Spearman (5< n < 30)

3.12.3 Analisa Koefisien Korelasi


Menurut (Siregar, 2017), Koefisien korelasi adalah bilangan
yang menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau
lebih atau juga dapat menentukan arah dari kedua variabel.

Nilai korelasi (r) = (-1 ≤ 0 ≤ 1).

Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada di


antara -1 dan 1, sedangkan untuk arah dinyatakan dalam
bentuk positif (+) dan negatif (-).

Misalnya :
a. Apabila r = -1 artinya korelasi negatif sempurna, artinya terjadi
hubungan bertolak belakang antara variabel X dan variabel Y,
bila variabel X naik, maka variabel Y turun.
b. Apabila r = 1 artinya korelasi positif sempurna, artinya terjadi
hubungan searah variabel X dan variabel Y, bila variabel X
naik, maka variabel Y naik.

Tabel 0.1 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan


N Nilai Korelasi Tingkat Hubungan
o (r)
1 0,00 – 0,199 Sangat Lemah
2 0,20 – 0,399 Lemah
3 0,40 – 0,599 Cukup
4 0,60 – 0,799 Kuat

5 0,80 – 0,100 Sangat Kuat

3.13 Etika Penelitian


Penelitian ini mengacu pada pedoman dan standar etik (Keppkn,
Kemenkes, 2021):
3.13.1 Prinsip menghormati harkat martabat manusia (respect
for persons).
Merupakan bentuk penghormatan terhadap harkat martabat
manusia yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan
sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya
sendiri. Hendak atau tidaknya menjadi responden tidak ada kata
unsur memaksa dalam penelitian ini bertujuan untuk menghormati
otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia mampu
memahami pilihan pribadinya untuk mengambil keputusan
mandiri. Dengan menandatangani lembar persetujuan jika
bersediam menjdi responden dan harus menghormatinya
3.13.2 Prinsip berbuat baik (beneficence) dan tidak merugikan (non-
maleficence)
Berbuat baik dalam penelitian ini menyangkut kewajiban
membantu untuk mengertahui hubungan karakteristik dengan
kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir
dipuskesmas 1,2,3 kabupaten banjar untuk dapat memberikan
manfaat yang maksimal kepada responden dan juga mendapat
informasi yang terbaru dan penelitian ini meminimalkan kerugian
bagi responden dengan pengisian kuesioner diberikan waktu 2 hari
juga tidak memakai nama asli responden, hanya memakai nama
inisial
3.13.3 Prinsip keadilan (justice)
Prinsip keadilan pada penelitian ini tidak membeda bedakan tinggi
rendahnya seorang perawat dan memperoleh perlakuan yang adil
mendapat keuntungan yang sama pad penelitian ini
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Banjar
Kabupaten Banjar adalah sebuah kabupaten di Kalimantan Selatan.
Ibu Kota Kabupaten Banjar berada di Kota Martapura. Kabupaten
Banjar memiliki luas wilayah ± 4.668,50 km2 dan merupakan wilayah
terluas ketiga di Provinsi Kalimantan Selatan setelah Kabupaten
Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten Banjar terdiri dari
19 Kecamatan, 277 Desa dan 13 Kelurahan dan memiliki penduduk
sebanyak 506.839 jiwa yang terdiri dari Laki-Laki sebanyak 257.320
jiwa dan Perempuan sebanyak 249.519 jiwa.

Kabupaten Banjar memiliki letak dan kedudukan yang sangat strategis


karena sebagai trans Kalimantan, sebagai penyangga Kota
Banjarmasin yang letak nya dekat dengan bandara, pelabuhan serta
lokasi rencana pembangunan terminal regional. Kabupaten Banjar
termasuk dalam rencana pemerintah Provinsi untuk calon Wilayah
Kota Metropolitan Banjar Bakula (Banjarmasin-Banjarbaru-
Martapura). Secara administrasi, wilayah Kabupaten Banjar
berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu :
4.1.1.1 Sebelah Utara berbatasan dengan Hulu Sungai Selatan dan
Tapin.
4.1.1.2 Sebelah Selatan berbatasan dengan Banjarbaru dan Tanah
Laut.
4.1.1.3 Sebelah Timur berbatasan dengan Kotabaru dan Tanah
Bumbu.
4.1.1.4 Sebelah Barat berbatasan dengan Barito Kuala dan
Banjarmasin

17
Untuk wilayah pegunungan banyak dimanfaatkan sebagai lahan
tambang batu bara. Oleh karena itu, Kabupaten Banjar selain dikenal
sebagai penghasil intan namun juga dikenal sebagai penghasil batu
bara. Kabupaten Banjar berada di kaki pegunungan meratus, sehingga
berpotensi terdapat sumber daya mineral berupa bahan-bahan tambang
diantaranya nikel, kromit, emas, intan, kaolin, batu gunung, batu bara,
mangan dan besi. Bagian barat Kabupaten Banjar merupakan wilayah
datar dan daerah pasang surut yang sebagian diantaranya
diperuntukkan sebagai lahan pertanian sawah barat. Sedangkan di
bagian timur berupa daerah berbukit, kebanyakan di tumbuhi padang
alang-alang, semak belukar dan hutan primer dan sebagian
diantaranya diperuntukkan sebagai lahan sawah timur.

Selain ditutupi oleh batu-batuan sedimen dan terdiri dari dataran


tinggi, sebagian dari daerah Kabupaten Banjar merupakan daerah
dataran rendah yang dilewati sungai besar yaitu sungai Martapura,
sungai Riam Kanan dan sungai Riam Kiwa serta beberapa sungai-
sungai kecil dengan keadaan hidrografinya sangat dipengaruhi oleh
curah hujan, terlebih lagi pada daerah rawa. Kabupaten Banjar juga
memiliki bendungan Riam Kanan seluas 7.000 Ha yang merupakan
sumber air bagi pembangkit listrik PLTA Ir. Pangeran Muhammad
Noor dan irigasi bagi pertanian.

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Sungai Tabuk


Kecamatan Sungai Tabuk adalah salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Banjar, yang mana mayoritas penduduknya bermata
pencaharian dari bercocok tanam. Sekitar 80% masyarakat Kecamatan
Sungai Tabuk berkebun dan bertani. Adapun usaha tani yang dikelola
masyarakat adalah menanam padi, jagung, jeruk siam dan lain
sebagainya. Namun masyarakat di Kecamatan Sungai Tabuk lebih
dominan menjadi petani padi. Tetapi ada sebagian petani padi yang
juga ikut berkebun, seperti kebun jeruk.

Sungai Tabuk merupakan salah satu dari 19 kecamatan yang ada di


Kabupaten Banjar. Kecamatan Sungai Tabuk mempunyai 20 Desa
dengan 126 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk sekitar
52.675 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 30.397 jiwa dan
perempuan sebanyak 29.336 jiwa. Kecamatan Sungai Tabuk terletak
23 km dari ibu kota kabupaten. Kecamatan Sungai Tabuk memiliki
luas wilayah sebesar 147,30 km2. Secara administrasi, Kecamatan
Sungai Tabuk dibatasi oleh 4 batasan yaitu :
4.1.2.1 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mandastana.
4.1.2.2 Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gambut.
4.1.2.3 Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Martapura
Barat.
4.1.2.4 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kertak Hanyar.

4.1.3 Visi dan Misi Puskesmas 1 Sungai Tabuk


4.1.3.1 Visi : ‘Wilayah Puskesmas Sungai Tabuk 1 Sehat’
4.1.3.2 Misi
a. Pelayanan tingkat pertama yang terjangkau, bermutu, dan
berkualitas
b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat
c. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi setiap individu,
keluarga, dan masyarakat
d. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan.

4.1.4 Visi dan Misi Puskesmas 2 Sungai Tabuk


4.1.4.1 Visi : Terwujudnya Masyarakat Kecamatan Sungai Tabuk
sehat, Berkeadilan dan Islami
4.1.4.2 Misi
a. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi masyarakat
diwilayah kerja kecamatan sungai tabuk
b. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani
c. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu, dan berkeadilan
d. Membangun profesionalimse dengan memberikan
pelayanan yang optimal baik individu, keluarga dan
masyarakat.

4.1.5 Visi dan Misi Puskesmas 3 Sungai Tabuk


4.1.5.1 Visi : Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal
4.1.5.2 Misi
a. Meningkatkan kesehatan masyarakat
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
c. Mewujudkan puskesmas yang terakreditasi
d. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat

4.3 Hasil Penelitian


Hasil dari penelitian yang dilakukan di puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai
Tabuk Kabupaten Banjar mengenai hubungan karakteristik dengan
kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir adalah sebagai
berikut :
4.3.1 Analisa Univariat
Analisa Univariat ditampilkan dalam bentuk masing-masing variabel
dengan distribusi frekuensi yaitu usia, jenis kelamin, lama kerja,
pendidikan, penglaman, pelatihan, pengetahuan dan kesiapsiagaan.
Hasil Analisa univariat yang diperoleh sebagai berikut :
4.2.1.1 Usia
Berdasarkan hasil penelitian untuk usia perawat di puskesmas
1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar sebagai
berikut :

Tabel 4. 1 Usia Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk 1,2,3


Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Usia
(f) (%)
1. 20 - 25 tahun 3 12%
2. 26 - 35 tahun 5 20%
3. 36 - 45 tahun 17 68%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, menunjukan bahwa usia perawat


pada saat dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak
adalah pada usia 36-45 tahun sebanyak 17 perawat dengan
persentase 68%

4.2.1.2 Jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian untuk Jenis Kelamin perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
sebagai berikut :

Tabel 4. 2 Jenis Kelamin Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk


1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Jenis Kelamin
(f) (%)
1. Laki-Laki 9 36%
2. Perempuan 16 64%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, menunjukan bahwa jenis kelamin


perawat pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah dengan jenis kelamin sebanyak 16
perawat dengan persentase 64%
4.2.1.3 Lama Kerja
Berdasarkan hasil penelitian untuk lama kerja perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
sebagai berikut :

Tabel 4. 3 Masa Kerja Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk


1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Masa Kerja
(f) (%)
1. Baru (< 6 tahun) 5 20%
2. Sedang (6 - 10 tahun) 6 24%
3. Lama (> 10 tahun) 14 56%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diatas, menunjukan bahwa lama kerja


perawat pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah dengan lama kerja diatas 10 tahun
sebanyak 14 perawat dengan persentase 56%

4.2.1.4 Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian untuk pendidikan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
sebagai berikut :

Tabel 4.4 Pendidikan Terakhir Perawat di Puskesmas Sungai


Tabuk 1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Pendidikan Terakhir
(f) (%)
1. Diploma 14 56%
2. Ners 11 44%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.4 diatas, menunjukan bahwa pendidikan


perawat pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah perawat berpendidikan terakhir diploma
sebanyak 14 perawat dengan persentase 56%

4.2.1.5 Pelatihan
Berdasarkan hasil penelitian untuk pelatihan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
sebagai berikut :

Tabel 4.5 Pelatihan Banjir Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk


1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Pelatihan Banjir
(f) (%)
1. Tidak 7 28%
2. Ya 18 72%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.5 diatas, menunjukan bahwa pelatihan


perawat pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah perawat yang pernah mengikuti pelatihan
sebanyak 18 perawat dengan persentase 72%

4.2.1.6 Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian untuk pengetahuan perawat
di puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten
Banjar sebagai berikut :

Tabel 4.6 Pengetahuan Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk


1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Pengetahuan
(f) (%)
1. Cukup 8 32%
2. Baik 17 68%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, menunjukan bahwa pengetahuan
perawat tentang kesiapsiagaan pada saat dilakukan penelitian
dengan data yang paling banyak adalah baik sebanyak 17
perawat dengan persentase 68%

4.2.1.7 Kesiapsiagaan Perawat


Berdasarkan hasil penelitian untuk kesiapsiagaan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
sebagai berikut :

Tabel 4.7 Kesiapsiagaan Perawat di Puskesmas Sungai Tabuk


1,2,3 Tahun 2022

Frekuensi Persentase
No. Kesiapsiagaan Perawat
(f) (%)
1. Cukup Baik 7 28%
2. Baik 18 72%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.7 diatas, menunjukan bahwa kesiapsiagaan


perawat terhadap banjir pada saat dilakukan penelitian dengan
data yang paling banyak adalah baik sebanyak 18 perawat
dengan persentase 72%.

4.2.2 Analisa Bivariat


Analisis bivariat dilakukan menggunakan program SPSS yang
menjabarkan hasil uji statistik antara dua variabel yang dianggap ada
hubungan atau kolaborasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara karakteristik perawat yang terdiri usia,
jenis kelamin, lama kerja, pendidikan, penglaman, pelatihan,
pengetahuan dan kesiapsiagaan.

Uji ini menggunakan uji korelasi Sperman Rho, kemudian hasil uji ini
akan menentukan apakah hipotesis di terima atau di tolak. Hasil
analisis bivariat antara kedua variabel secara lengkap yaitu sebagai
berikut :
4.2.2.1 Hubungan antara Usia dengan Kesiapsiagaan Perawat
Hubungan antara usia dengan kesiapsiagaan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 8 Hubungan antara Usia dengan Kesiapsiagaan Perawat


di Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Usia Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
20 - 25 tahun 2 67% 1 33% 3 12%
26 - 35 tahun 2 40% 3 60% 5 20%
36 - 45 tahun 4 24% 13 76% 17 68%
Total 8 32% 17 68% 25 100%
p value = 0,161

Dari table 4.8 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling banyak
adalah perawat dengan rentang usia 36-45 tahun dan memiliki tingkat
kesiapsiagaan yang baik yaitu sebanyak 17 perawat (76%). Hasil uji statistic
sebesar 0,161 yang berarti lebih besar dari 0,05 sebagai taraf signifikasi
yang telah ditentukan (p value >α), sehingga dapat diartikan bahwa tidak
ada hubungan antara usia dengan kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,289 yang
artinya kekuatan hubungan antara usia dengan kesiapsiagaan perawat lemah.
Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-0,289) yang berarti
hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin
bertambahnya usia seseorang maka semakin menurun kesiapsiagaan
seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubugan yang signifikan antara usia
dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan hubungan yang
lemah dan tidak searah
4.2.2.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Perawat
Hubungan antara jenis kelamin dengan kesiapsiagaan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar adalah
sebagai berikut :

Tabel 4. 9 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Perawat di


Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Jenis Kelamin Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
Laki-Laki 2 22% 7 78% 9 36%
Perempuan 6 38% 10 63% 16 64%
Total 8 32% 17 68% 25 100%
p value = 0,453 p value = 0,161

Dari table 4.9 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling banyak
adalah perawat dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 10 perawat
(76%). Hasil uji statistic sebesar 0,453 yang berarti lebih besar dari 0,05
sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan (p value >α), sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,157 yang
artinya kekuatan hubungan antara jenis kelamin dengan kesiapsiagaan
perawat sangat lemah.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-0,157) yang berarti
hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa
semakin banyak perawat perempuan maka tingkat kesiapsiagaannya
semakin menurun

Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubugan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan hubungan
yang sangat lemah dan tidak searah
4.2.2.3 Hubungan antara Lama Kerja dengan Kesiapsiagaan Perawat
Hubungan antara lama kerja dengan kesiapsiagaan perawat di puskesmas
1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 10 Hubungan antara Lama Kerja dengan Kesiapsiagaan Perawat di


Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Masa Kerja Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
Baru (< 5 tahun) 3 60% 2 40% 5 20%
Sedang (6 - 10
1 17% 5 83% 6 24%
tahun)
Lama (> 10 tahun) 4 29% 10 71% 14 56%
Total 8 28% 17 68% 25 100%
p value = 0,428 p value = 0,453 p value = 0,161

Dari table 4.10 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling banyak
adalah perawat dengan lama kerja diatas 10 tahun dan memiliki
kesiapsiagaan baik sebanyak 10 perawat (71%). Hasil uji statistik sebesar
0,428 yang berarti lebih besar dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah
ditentukan (p value >α), sehingga dapat diartikan bahwa tidak ada
hubungan antara lama kerja dengan kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,166 yang
artinya kekuatan hubungan antara lama kerja dengan kesiapsiagaan
perawat sangat lemah.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-0,166) yang berarti
hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa
semakin lama seseorang bekerja maka tingkat kesiapsiagaannya semakin
menurun.

Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubugan yang signifikan antara lama
kerja dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan hubungan
yang sangat lemah dan tidak searah
4.2.2.4 Hubungan antara Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Perawat
Hubungan antara pendidikan dengan kesiapsiagaan perawat di puskesmas
1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 11 Hubungan antara Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Perawat


di Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Pendidikan Terakhir Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
Diploma 7 50% 7 50% 14 56%
Ners 0 0% 11 100% 11 44%
Total 7 28% 18 72% 25 100%
p value = 0,004 p value = 0,428 p value = 0,453 p value = 0,161

Dari table 4.11 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling banyak
adalah pendidikan terakhir perawat Sarjana dan memiliki kesiapsiagaan
baik sebanyak 11 perawat (100%). Hasil uji statistic sebesar 0,004 yang
berarti lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan
(p value >α), sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara
pendidikan dengan kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,553 yang
artinya kekuatan hubungan antara pendidikan dengan kesiapsiagaan
perawat cukup.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,553) yang berarti
hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang maka tingkat kesiapsiagaannya semakin baik

Dapat disimpulkan bahwa ada hubugan yang signifikan antara pendidikan


dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan hubungan yang
cukup dan searah

4.2.2.4 Hubungan antara Pelatihan dengan Kesiapsiagaan Perawat


Hubungan antara pelatihan dengan kesiapsiagaan perawat di puskesmas
1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut :

Tabel 4.12 Hubungan antara Pelatihan dengan Kesiapsiagaan Perawat


di Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Pelatihan Banjir Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
Tidak 5 71% 2 29% 7 28%
Ya 2 11% 16 89% 18 72%
Total 7 28% 18 72% 25 100%
p value = 0,001 p value = 0,004 p value = 0,428 p value = 0,453 p value = 0,161

Dari table 4.12 diatas, didapatkan hasil bahwa data paling banyak yang
pernah mengikuti pelatihan dan memiliki kesiapsiagaan baik sebanyak 16
perawat (89%). Hasil uji statistic sebesar 0,001 yang berarti lebih kecil
dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan (p value >α),
sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara pelatihan dengan
kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,603 yang
artinya kekuatan hubungan antara pelatihan dengan kesiapsiagaan perawat
kuat.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,603) yang berarti
hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa seseorang
yang pernah mengikuti pelatihan maka tingkat kesiapsiagaannya semakin
baik.

Dapat disimpulkan bahwa ada hubugan yang signifikan antara pelatihan


dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan hubungan yang
kuat dan searah

4.2.2.5 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Perawat


Hubungan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan perawat di
puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar adalah
sebagai berikut :

Tabel 4.13 Hubungan antara Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Perawat di


Puskesmas 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Tahun 2022
Kesiapsiagaan Perawat
Pengetahuan Cukup Baik Baik ∑ %
F % F %
Cukup 6 75% 2 25% 8 32%
Baik 1 6% 16 94% 17 68%
Total 7 28% 18 72% 25 100%
p value = 0,000

Dari table 4.13 diatas, didapatkan hasil bahwa data paling banyak yang
berpengetahuan baik dan memiliki tingkat kesiapsiagaan baik sebanyak 16
perawat (94%). Hasil uji statistic sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil
dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan (p value >α),
sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan
kesiapsiagaan perawat.

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,718 yang
artinya kekuatan hubungan antara pelatihan dengan kesiapsiagaan perawat
kuat.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,718) yang berarti
hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa seseorang
yang berpengetahuan baik maka tingkat kesiapsiagaannya semakin baik.

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara


pengetahuan dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan
hubungan yang kuat dan searah.
4.3 Pembahasan
Pembahasan ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang dikaitkan dengan
tujuan penelitian. Pembahasan berisi hasil Analisa dari masing-masing
variabel yang diteliti pada penelitian ini, sebagai berikut :
4.3.1 Usia
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa usia perawat pada saat
dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak adalah pada usia
dewasa akhir 36-45 tahun sebanyak 17 perawat dengan persentase
68%. Perawat pada usia dewasa awal 26-35 tahun sebanyak 5 perawat
dengan persentase 20%. Perawat pada usia remaja akhir 20-25
sebanyak 3 perawat dengan persentase 12%.

Secara spesifik keterampilan yang dipengaruhi oleh usia adalah


kemampuan komunikasi dan berpikir kritis karena semakin tua
seseorang maka dapat lebih bijaksana dan tepat dalam mengambil
keputusan (Septian & faith, 2019).

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa usia seseorang yang


lebih tua akan memiliki kebijaksaan dan ketepatan dalam beripikir
karena sudah banyak memiliki pengalaman.

4.3.2 Jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jenis kelamin perawat
pada saat dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak adalah
dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 16 perawat dengan
persentase 64%. Perawat dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 9
dengan persentase 36%.

Perbedaan dalam hal peran, prilaku, mentalis, dan karakteristik


emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di
masyarakat, misalnya laki-laki cenderung bersifat kuat, rasional, serta
perkasa sedangkan perempuan digambarkan sebagai mahluk yang
lemah lembut, cantik, penyayang, emosional, dan lain sebagainya
(Perdana 2019; Nurazizah 2017; Lubis 2011).

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa jenis kelamin


perempuan yang sifatnya emosional akan berpengaruh pada
kesiapsiagaan yang dimilikinya karena akan lebih mudah merasa
panik, cemas dan takut saat menghadapi bencana.

4.3.3 Lama Kerja


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lama kerja perawat
pada saat dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak adalah
dengan kategori lama yaitu diatas 10 tahun sebanyak 14 perawat
dengan persentase 56%. Perawat dengan kategori sedang yaitu 6-10
tahun sebantak 6 perawat dengan persentasi 24%. Perawat dengan
kategori baru dibawah 5 tahun sebanyak 5 perawat dengan persentase
20%

Penelitian Khairiyati, dan setyaningrum (2016) yang mengungkapkan


bahwa perawat yang lebih senior dianggap telah memiliki kinerja
yang lebih baik. Berdasarkan teori tersebut peneliti berasumsi bahwa
semakin lama seseorang bekerja akan semakin baik persiapan dalam
menghadapi suatu masalah.

4.3.4 Pendidikan Perawat


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pendidikan perawat
pada saat dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak adalah
perawat berpendidikan terakhir diploma sebanyak 14 perawat dengan
persentase 56%. Perawat berpendidikan terakhir sarjana sebanyak 11
perawat dengan persentase 44%.

Peran pendidikan sangat berpengaruh terhadap terwujudnya


kesiapsiagaan bencana (Kurniawati & Suwito, 2017). Fungsi
pendidikan merupakan salah satu media terbaik untuk mempersiapkan
segala hal baik pengetahuan ataupun sikap yang berhubungan dengan
bencana.

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa pendidikan


seseorang berpengaruh terhadap persiapannya juga akan lebih
memiliki pengetahuan banyak terhadap bencana.

4.3.5 Pelatihan Perawat


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pelatihan perawat
pada saat dilakukan penelitian dengan data yang paling banyak adalah
perawat yang pernah mengikuti pelatihan sebanyak 18 perawat dengan
persentase 72%. Perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan
sebanyak 7 perawat dengan persentase 28%

Menurut Baack & Alfred (2013) pelatihan membuat perawat


lebih terencana, karena sudah terlatih dengan skenario bencana saat
pelatihan. Pelatihan dapat mendukung keterampilan perawat dalam
menolong korban bencana

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa pelatihan dapat


membuat seorang perawat memiliki keterampilan yang lebih dan
terencana.

4.2.6 Pengetahuan Perawat


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan perawat
tentang kesiapsiagaan pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah baik sebanyak 17 perawat dengan persentase
68%. Perawat yang memiliki pengetahuan cukup 8 perawat dengan
persentase 32%

Pengetahuan perawat mengenai upaya kesiapsiagaan bencana


merupakan dasar dalam pemberian pelayanan kesehatan saat
terjadinya bencana banjir. Kurangnya pengetahuan perawat akan
mempengaruhi kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal dalam keadaan mendesak atau saat tanggap
darurat bencana (Kartika, Yaslina, & Agustin, 2018)

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa pengetahuan dapat


membuat seorang perawat memberikan pelayanan kesehatan yang
cepat, tepat dan baik saat terjadinya bencana.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner pengetahuan


didapatkan nilai terendah pada item pertanyaan nomor 1 tentang
pengertian bencana alam. Berarti perawat belum memahami tentang
pengertian bencana alam secara menyeluruh. Hal ini akan berdampak
pada saat terjadi bencana yang akan mengakibatkan hilang nya
kepedulian terhadap kesiapsiagaan perawat itu sendiri.

Perawat sebagai lini terdepan pada pelayanan kesehatan mempunyai


tanggung jawab dan peran yang besar dalam penanganan korban
bencana alam (Ahmadi, Rahimi Foroushani, Tanha, Bolban Abad, &
Asadi, 2016). Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
seorang perawat diharuskan memiliki pengetahuan tentang
kebencanaan karena perawat sebagai lini terdepan dalam pemberian
pelayanan kesehatan kepada korban bencana alam. Untuk menambah
pengetahuan perawat tentang kebencanaan dapat dilakukan dengan
cara mengikuti pelatihan ataupun seminar tentang kebencanaan

4.2.7 Kesiapsiagaan Perawat


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kesiapsiagaan perawat
terhadap banjir pada saat dilakukan penelitian dengan data yang
paling banyak adalah baik sebanyak 18 perawat dengan persentase
72%. Perawat yang memiliki kesiapsiagaan cukup baik sebanyak 7
perawat dengan persentase 38%
Hal yang dilakukan perawat selama kesiapsiagaan yakni
mengidentifikasi praktik etis, praktik hukum, dan akuntabilitas,
kemampuan komunikasi dan berbagi informasi, serta perawat dapat
mengenali tugas dan fungsinya selama merespon masa bencana
(Mistic & Sparling 2010)

Berdasarkan teori diatas peneliti berasumsi bahwa kesiapsiagaan


perawat di puskesmas 1,2,3 sudah baik yang berarti perawat sudah
mampu memahami kesiapsiagaan bencana dan mampu berkomunikasi
berbagi informasi ke masyarakat dan dapat melaksanakan tugas dan
funsinya selama masa bencana.

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner kesiapsiagaan


perawat dalam menghadapi bencana banjir didapatkan nilai terendah
pada item pertanyaan nomor 18 tentang sumber peringatan bencana.
Berarti perawat belum mengetahui sumber pringatan bencana. Hal ini
akan berdampak pada saat terjadinya bencana karena tidak ada
peringatan sebelum terjadi bencana. Akibatnya disaat terjadi bencana
tidak ada yang bisa dipersiapkan oleh perawat sehingga kesiapsiagaan
nya dalam menghadapi bencana akan berkurang dan tidak efektif.

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian


peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang (Maria Diah,2016). Berdasarkan teori
diatas dapat disimpulkan bahwa peringatan dini akan
berpengaruh pada persiapan dalam menghadapi bencana.
Dengan adanya peringatan dini akan membuat seseorang lebih
efektif dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana karena
tidak dalam keadaan panik.
4.2.8 Hubungan Usia dengan Kesiapsiagaan Perawat
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa data yang paling banyak
adalah perawat dengan rentang usia 36-45 tahun dan memiliki tingkat
kesiapsiagaan yang baik yaitu sebanyak 17 perawat (76%). Hasil uji
statistic sebesar 0,161 yang berarti lebih besar dari 0,05 sebagai taraf
signifikasi yang telah ditentukan (p value >α), sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kesiapsiagaan
perawat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Wahidah et al (2016) tentang faktor


yang mempengaruhi kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi
bencana banjir. Penelitian tersebut mendapatkan hasil faktor umum
memiliki p value 0,99 atau p>0,25, yang berarti bahwa tidak ada
pengaruh signifikan antara faktor usia dengan kesiapsiagaan bencana.

Dari penelitian Eka Septiana dan Hudzaifah 2019, yang menyebutkan


bahwa variabel usia memiliki hubungan signifikan dengan
kesiapsiagaan bencana, dengan p = 0,03 < 0,05. Nilai korelasi
positifnya menunjukkan bahwa semakin tua usia atau usia maka
perawat akan semakin siaga

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,289


yang artinya kekuatan hubungan antara usia dengan kesiapsiagaan
perawat lemah. Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-
0,289) yang berarti hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat
diartikan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin
menurun kesiapsiagaan seseorang .

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa usia


memiliki hubungan yang tidak searah dan lemah karena koefisien
negative yang berarti bahwa semakin bertambah usia seseorang maka
diiringi dengan menurunnya kesiapsiagaan yang dimilikinya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
usia dengan kesiapsiagaan.

4.2.9 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Perawat


Dari table 4.9 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling banyak
adalah perawat dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 10 perawat
(76%). Hasil uji statistic sebesar 0,453 yang berarti lebih besar dari
0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan (p value >α),
sehingga dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kesiapsiagaan perawat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Adisa, Silitonga, Manurung,


Hidayat. 2022 diperoleh p-value sebesar 0,450, artinya tidak ada
hubungan jenis kelamin dengan manajemen bencana berdasarkan
praktek/pengalaman sebelumnya di Wilayah Kerja Puskesmas Silih
Nara

Hasil penelitian dari Yanti & Warsito (2013) menunjukkan bahwa


jenis kelamin juga bisa mempengaruhi kesiapsiagaan, didapatkan
bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
sebanyak 83%. Hal ini dikarenakan pekerjaan perawat banyak
diminati oleh perempuan dibandingkan lakilaki karena identik
keperawatan sesuai dengan sifat perempuan yang lebih sabar, lemah
lembut, dan peduli

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,157


yang artinya kekuatan hubungan antara jenis kelamin dengan
kesiapsiagaan perawat sangat lemah.
Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-0,157) yang
berarti hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat diartikan
bahwa semakin banyak perawat perempuan maka tingkat
kesiapsiagaannya semakin menurun
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubugan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan kesiapsiagaan perawat serta memiliki kekuatan
hubungan yang sangat lemah dan tidak searah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis


kelamin memiliki hubungan yang tidak searah dan sangat lemah
karena koefisien negative yang berarti bahwa semakin banyak perawat
perempuan maka diiringi dengan menurunnya kesiapsiagaan yang
dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan kesiapsiagaan

4.2.10 Hubungan Lama Kerja dengan Kesiapsiagaan Perawat


Dari table 4.10 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling
banyak adalah perawat dengan lama kerja diatas 10 tahun dan
memiliki kesiapsiagaan baik sebanyak 10 perawat (71%). Hasil uji
statistik sebesar 0,428 yang berarti lebih besar dari 0,05 sebagai taraf
signifikasi yang telah ditentukan (p value >α), sehingga dapat
diartikan bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan
kesiapsiagaan perawat.

Hal ini sejalan dari penelitian Wahudah et al. 2016. Dengan beberapa
penelitian dimungkinkan karena petugas kesehatan tidak hanya diukur
berdasarkan lama bekerja, namun juga dengan berfokus pada faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhinya, seperti peraturan diri dan
suasana di pelayanan kesehatan

pada penelitian Eka Septiana et al., 2019 juga mendapatkan hasil


hubungan signifikan antara lama kerja perawat dengan kesiapsiagaan
bencana, yakni p=0,03. Dari uji statistik juga didapatkan koefisien
korelasi sebesar -0,166 yang artinya kekuatan hubungan antara lama
kerja dengan kesiapsiagaan perawat sangat lemah.
Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (-0,166) yang
berarti hubungannya tidak searah, dengan demikian dapat diartikan
bahwa semakin lama seseorang bekerja maka tingkat
kesiapsiagaannya semakin menurun.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa lama kerja


memiliki hubungan yang tidak searah dan sangat lemah karena
koefisien negative yang berarti bahwa semakin lama seseorang
bekerja maka diiringi dengan menurunnya kesiapsiagaan yang
dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan kesiapsiagaan.

4.2.11 Hubungan Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Perawat


Dari table 4.11 diatas, didapatkan hasil bahwa data yang paling
banyak adalah pendidikan terakhir perawat Sarjana dan memiliki
kesiapsiagaan baik sebanyak 11 perawat (100%). Hasil uji statistic
sebesar 0,004 yang berarti lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf
signifikasi yang telah ditentukan (p value >α), sehingga dapat
diartikan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan
kesiapsiagaan perawat.

Hal ini sejalan dengan penelitian Harnindita et. al, 2015 yang
memiliki hubungan dengan kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi
bencana ialah pendidikan. Pendidikan merupakan proses untuk
merubah sikap seseorang atau kelompok, selain itu juga usaha untuk
mendewasakan seseorang melalui pengajaran dan pelatihan baik
secara formal maupun informal

Hasil penelitian dari Supriandi 2020 Pendidikan tidak sepenuhnya


mempengaruhi perilaku kesiapsiagaan karena faktor pengalaman dan
pengetahuan menjadi faktor lain yang mempengaruhi perilaku
kesiapsiagaan karena
Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,553 yang
artinya kekuatan hubungan antara pendidikan dengan kesiapsiagaan
perawat cukup.
Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,553) yang
berarti hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang maka lebih memiliki
pengetahuan banyak terhadap bencana

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan


memiliki hubungan yang searah dan cukup karena koefisien positif
yang berarti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka diiringi
dengan meningkatnya kesiapsiagaan yang dimiliki. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan
kesiapsiagaan

4.2.12 Hubungan Pelatihan dengan Kesiapsiagaan Perawat


Dari table 4.12 diatas, didapatkan hasil bahwa data paling banyak
yang pernah mengikuti pelatihan dan memiliki kesiapsiagaan baik
sebanyak 16 perawat (89%). Hasil uji statistic sebesar 0,001 yang
berarti lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah
ditentukan (p value >α), sehingga dapat diartikan bahwa ada
hubungan antara pelatihan dengan kesiapsiagaan perawat.

Hal yang sejalan penelitian Bistaraki, Waddington and Galanis


(2011) menyatakan bahwa pelatihan bencana memberikan manfaat
besar bagi para pesertanya, serta menunjukkan bahwa intervensi
pendidikan dan pelatihan bencana itu bermanfaat.

Hasil penelitian Bakri et al 2020, bahwa tidak ada hubungan


bermakna antara frekuensi pelatihan bencana dengan kesiapsiagaan
tenaga kesehatan puskesmas dalam penanggulangan bencana banjir
di Kecamatan Manggala Kota Makassar

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,603


yang artinya kekuatan hubungan antara pelatihan dengan
kesiapsiagaan perawat kuat.
Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,603) yang
berarti hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa
seseorang yang pernah mengikuti pelatihan maka dapat membuat
seorang perawat memiliki keterampilan yang lebih dan terencana

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan


memiliki hubungan yang searah dan kuat karena koefisien positif
yang berarti bahwa perawat yang pernah mengikuti pelatihan maka
akan semakin meningkat kesiapsiagaan yang dimilikinya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan dengan
kesiapsiagaan

4.2.13 Hubungan Pengetahuan dengan Kesiapsiagaan Perawat


Dari table 4.13 diatas, didapatkan hasil bahwa data paling banyak yang
berpengetahuan baik dan memiliki tingkat kesiapsiagaan baik sebanyak
16 perawat (94%). Hasil uji statistic sebesar 0,000 yang berarti lebih
kecil dari 0,05 sebagai taraf signifikasi yang telah ditentukan (p value
>α), sehingga dapat diartikan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan kesiapsiagaan perawat.

Hal ini sejalan dengan Penelitian dilakukan oleh Radhi (2015) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
kesiapsiagaan perawat karena dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan akan memberikan perubahan seperti bertambahnya
informasi, perubahan dalam pola pikir seseorang dan pendidikan akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang yang juga akan meningkatkan
upaya kesiapsiagaan.

Dalam penelitian Hikmah, Febrianty, Haksama. 2021. Pengetahuan


tenaga kesehatan terhadap kesiapsiagaan bencana tidak memiliki
pengaruh terhadap kesiapsiagaan puskesmas dalam menghadapi
bencana banjir karena tingkat pengetahuan responden tentang kesiapan
bencana banjir sebagian besar responden (47,1%) memiliki
pengetahuan yang kurang dan yang memiliki pengetahuan baik hanya
3,9% saja

Dari uji statistik juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,718 yang
artinya kekuatan hubungan antara pelatihan dengan kesiapsiagaan
perawat kuat.

Untuk jenis hubungan yang terbentuk nilai negative (0,718) yang


berarti hubungannya searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa
seseorang yang berpengetahuan baik maka dapat membuat seorang
perawat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat dan baik
saat terjadinya bencana.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan


memiliki hubungan yang searah dan kuat karena koefisien positif yang
berarti bahwa perawat yang memiliki pengetahuan baik akan di iringi
meningkatnya kesiapsiagaan yang dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan

4.3 Keterbatasan Penelitian


Penelitian mengenai hubungan karakteristik dengan kesiapsiagaan perawat
dalam menghadapi bencana banjir di Puskesmas Sungai Tabuk 1,2,3
Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar ini memiliki keterbatasan dan
kelemahannya sebagai berikut :
4.3.1 Waktu pelaksaan penelitian dilakukan pada pagi menjelang siang hari
dikarenakan banyak dari perawat yang masih sibuk dalam pekerjaan
menunggu waktu pelayanan selesai baru bisa di lakukan penelitian
dan ada sebagian yang tidak ada dilokasi membuat kuesioner
ditinggalkan di tempat beberapa hari yang membuat waktu penelitian
menjadi lebih lama
4.3.2 Penelitian ini dilakukan di tiga puskesmas yaitu puskesmas Sungai
Tabuk 1 yang berlokasi di Jl. Gerilya RT.03 Desa Sungai Tabuk
Keramat yang berjarak dari rumah peneliti ±14 km dan memerlukan
waktu untuk sampai ke lokasi ±30 menit. Puskesmas Sungai Tabuk 2
yang berlokasi di Jl.Pantai Sari Desa Lok Baintan RT.02 Kec. Sungai
Tabuk yang berjarak dari rumah peneliti ±12 km dan memerlukan
waktu untuk sampai ke lokasi ±30 menit. Puskesmas Sungai Tabuk 3
yang berlokasi di Desa Sungai Bakung RT.01 Kec. Sungai Tabuk
yang berjarak dari rumah peneliti ±6 km dan memerlukan waktu untuk
sampai ke lokasi ±15 menit.

4.4 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan, pelatihan dan pengetahuan dengan
kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir, dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan lebih baik tingkat
kesiapsiagaan nya. Perawat yang pernah mengikuti pelatihan juga akan dapat
membuat seorang perawat memiliki keterampilan yang lebih dan terencana.
Pengetahuan perawat terhadap bencana yang baik juga dapat membuat
seorang perawat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, tepat dan baik
saat terjadinya bencana.

Kerakteristik yang berhubungan dengan kesiapsiagaan perawat dalam


menghadapi bencana banjir adalah pendidikan, pelatihan dan pengetahuan.
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dalam ilmu keperawatan
kebencanaan.

Kesiapsiagaan perawat dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan


pelatihan perawat dan mempertajam pengetahuan seorang perawat, agar dapat
memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana yang terjadi.
BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut :
5.1.1 Penelitian yang dilakukan bahwa karakteristik perawat di puskesmas
sungai tabuk 1,2,3 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar
Sebagian besar berusia dewasa akhir 68%, sebagian besar berjenis
kelamin perempuan 64%, sebagian besar bekerja diatas 10 tahun 56%,
sebagian besar berpendidikan diploma 56%, Sebagian besar pernah
mengikuti pelatihan 72%, Sebagian besar lagi berpengetahuan yang
baik 68%.
5.1.2 Kesiapsiagaan perawat di puskesmas sungai tabuk 1,2,3 Kecamatan
Sungai Tabuk 1,2,3 Kabupaten Banjar dengan kategori baik 72%.
5.1.3 Dari hasil Analisa didaptkan peneliti bahwa ada hubungan karakteristik
pendidikan (p value = 0,004), pelatihan (p value = 0,001), dan
pengetahuan (p value = 0,000) dengan kesiapsiagaan perawat dalam
menghadapi bencana banjir. Dan tidak ada hubungan usia (p value =
0,161), jenis kelamin (p value = 0,453), lama kerja (p value = 0,428)
dengan kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana banjir

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden Perawat
Perawat diharapkan dapat terus meningkatkan pelatihan yang sudah
dimiliki dan untuk perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan agar
mengikutinya, dari pelatihan pengetahuan yang dimiliki juga akan lebih
meningkat karena pengetahuan yang baik akan memuat kesiapsiagaan
bencana lebih baik.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi kepustakaan dan acuan bagi pembaca untuk
memperkaya wawasan tentang kesiapsiagaan perawat dalam
menghadapi banjir serta mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang riset keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin.
5.2.3 Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang karakteristik
dengan kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi banjir, serta mampu
menganalisis hubungan karakteristik dengan kesiapsiagaan.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal bagi peneliti
selanjutnya. Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar dapat lebih
mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan hubungan
karakteristik dengan kesiapsiagaan perawat dengan menggunakan
metode penelitian yang berbeda.
5.2.5 Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kesiapsiagaan
perawat dalam menghadapi bencana di puskesmas agar dapat
meningkatkan kesiapsiagaan dengan lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, B., Rahimi Foroushani, A., Tanha, N., Bolban Abad, A. M.,
& Asadi, H. (2016). Study of Functional Vulnerability Status of
Tehran Hospitals in Dealing With Natural Disasters. Electronic
Physician, 8 (11), 3198–3204. http://doi.org/10.19082/3198

Supriandi.2020. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana Di Kota Palangka Raya
.Journal Of Health Research, Vol 3 No 1,

Radhi, Saidy Fahrul, Imran dan Mudatsir. (2015). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Dan Sikap Perawat Dengan Kesiapsiagaan Menghadapi
Bencana Wabah Penyakit Malaria Di Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. Volume 15 Nomor 3 Desember 2015. 142-
148

Yanti, R. l., and Warsito, B. E. (2013). Hubungan karakteristik


perawat, motivasi, dan supervise dengan kualitas dokumentasi proses
asuhan keperawatan. Jurnal Manajemen Keperawatan, 1(2).

Bakri, H., Arif, S. K., & Amin, H. (2020). Kesiapsiagaan Tenaga


Kesehatan Puskesmas dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kecamatan Manggala Kota Makassar Tahun 2019. Media Kesehatan
Politeknik Kesehatan Makassar, 15(1), 59.
https://doi.org/10.32382/medkes.v15i1.1341

Septiana, M. E., & Fatih, H. Al. (2019). Hubungan Karakteristik


Individu dengan Kesiapsiagaan Perawat Puskesmas. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 15(1), 1–6.
https://doi.org/10.26753/jikk.v15i1.275

48
Hikmah, Febrianty, Haksama.(2021). Faktor Individu Tenaga
Kesehatan Puskesmas Dalam Kesiapsiagaan Bencana Banjir
Bengawan Solo Bojonegoro.

Harnindita, I. D. (2015). Hubungan Usia, Pendidikan dan Paritas


dengan Sikap Ibu Hamil dalam Mengenal Tanda-Tanda Bahaya
Kehamilan di Puskesmas Piyungan Bantul Tahun 2015. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah.

Wahidah, D. A., Rondhianto, & Hakam, M. (2016). Faktor - Faktor


yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Perawat dalam Menghadapi
Bencana Banjir di Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember ( Factors
Influencing Nurse Preparedness in the Face of Flooding in Gumukmas
District in Jember ). E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 4(3), 568–574.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/6166

Kurniawati, D., & Suwito. (2017). Pengaruh pengetahuan kebencanaan


terhadap sikap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada
mahasiswa program studi pendidikan geografi. Jurnal Pendidikan.
Diperoleh tanggal 22 Juni 2019 dari http://ejournal.unikama.ac.id

Kartika, K., Yaslina, & Agustin, M. F. (2018). Hubungan pengetahuan


perawat, kemamouan kebijakan RS. Fase respon
Setiarini, V., Dewi, W. N., & Karim, D. (2018). Identifikasi pengetahuan
perawat gawat darurat tentang triage. Jurnal Online Mahasiswa (5) 2.
Diperoleh 20Mei 2019 dari http://jom.unri.ac.id

Septiana, M. E., & Fatih, H. Al. (2019). Hubungan Karakteristik


Individu dengan Kesiapsiagaan Perawat Puskesmas. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 15(1), 1–6.
https://doi.org/10.26753/jikk.v15i1.275
Achmad Husein dan Aidil Onasis.2017.Manajemen
Bencana.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Adella Sari R,dkk.2020.Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Tenaga
Kesehatan Dalam Tanggap Darurat Bencana Banjir Di Puskesmas
Bidara Cina Jakarta Timur. UGM:Ikatan Geograf Indonesia.
Arsi Susilawati, Ferry Efendi dan Setho
Hadisuyatmana.2019.Description Preparedness of Health Workers in
Disaster Management in Public Health Center Disaster Vulnerable
Area.Surabaya. Jurnal Keperawatan Komunitas.Vol.4,No.1
Arsi Susilawati,dkk.2019. (Description Preparedness Of Health
Workers In Disaster Management In Public Health Center Disaster
Vulnerable Area).Surabaya:Jurnal Keperawatan
Komunitas.Vol.4,No.1
Departemen Kesehatan RI.2006.Pedoman Manajemen Sumber Daya
Manusia (Sdm) Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana
Diah Ayu Sri Lestari,Ayu Prawesti Priambodo,Valentina Belinda
Marlianti Lumbantobing.2017. Kesiapan Perawat Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung Dalam Menghadapi
Bencana.Jurnal Keperawatan Aisyiyah.Vol.4,No.2
(Erfiani. (2018). Klinik Pratama (Internet) termuat dalam :
http://poliklinik.petra.ac.id/index.php/site/lihat/38 (Diakses tanggal 28
Maret 2022)
Hendro Wartatmo.2020. Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana Dan Krisis Kesehatan Di Puskesmas.Puskesmas Disaster
Plan (Internet).
https://bencana-kesehatan.net/index.php/65-agenda/3977-penyusunan-
rencana-penanggulangan-bencana-dan-krisis-kesehatan-di-puskesmas
(Diakses tanggal 27 Februari 2022)
Husein Umar.2012. Pelatihan Metodologi Penelitian Kopertis
III.Bogor.
Indri Setiawan,Gamya dan Febriana. Gambaran Pengetahuan Dan
Sikap PerawatTentang Kesiapsiagaan Pelayanan Kesehatan Dalam
Menghadapi Bencana Banjir. Jalan Pattimura No 9 Gedung G
Pekanbaru Riau:Jurnal Ners Indonesia.Vol.10, No.2
Indri Setiawati, Gamya Tri Utami dan Febriana Sabrian.2020.
Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Kesiapsiagaan
Pelayanan Kesehatan Dalam Menghadapi Bencana Banjir.Riau.Jurnal
Ners Indonesia.Vol.10,No.2
Kevin Reira,Siswi Jayanti,danBaju Widjasena.2015. Analisis Sistem
Tanggap Darurat Bencana Banjir Di Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus.Universitas Diponegoro:Jurnal Kesehatan
Masyarakat.Vol.3,No.3
Kirana Eka Putri,Albertus Budi Arianto,Lidwina Triastuti
Listianingsih. 2021.Faktor-Faktor Yang Mendukung Kesiapsiagaan
Perawat Dalam Menghadapi Bencana: Literature Review. Jurnal
Sahabat Keperawatan.Vol.13,No.2
Listyo Yuwanto.2016. Risiko Bencana = Hazards X Vulnerability
(Internet)
https://ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/226/RISIKO-
BENCANA---HAZARDS-X-VULNERABILITY.html (Diakses
tanggal 27 Februari 2022)
Lubis, Minta Ito. 2011. “Persepsi Masyarakat Kelurahan Panyanggar
Baru Tentang Isteri Bekerja (Studi Atas Peran Ganda Perempuan
Berperspektif Gender).” IAIN Padangsidimpuan.
Mir’atul Azizah,Rio Khoirudin Apriadi,dkk.2022. Kajian Risiko
Bencana Berdasarkan Jumlah Kejadian Dan Dampak Bencana Di
Indonesia Periode Tahun 2010 – 2020. Universitas Pertahanan
RI:Journal of Science Education.Vol.6,No.1
Mohd.Robi Amri,dkk.2016.Risiko Benana Indonesia.Jakarta:BNPB
Nada, F. Q., Denny, H. M., & Setyaningsih, Y. (2020). Implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Nor Sanah. 2017. Pelaksanaan Fungsi Puskesmas (Pusat Kesehatan
Masyarakat) Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Di
Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser.Jurnal Ilmu
Pemerintah.Vol.5,No.1
Nurazizah, Nurazizah. 2017. “Pengaruh Gender Dan Pengalaman
Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor (Studi Empiris Pada
Auditor Di Kantor Akuntan Publik Kota Padang).” Jurnal Akuntansi 5
(2)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Umum Mitigasi Bencana
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/Viii/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2019 Tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011
Tentang Sungai
Perdana, Riski Putera. 2019. “Peran Moderasi Gender Terhadap
Hubungan Antara Faktor Produk, Kepuasan Dan Loyalitas Pasa
Smartphone Merek Samsung.” STIE Perbanas Surabaya
Pipin Yunus dan Huslinda Damansyah.2018. Kesiapsiagaan Dengan
Peran Perawat Dalam Manajemen Pra Bencana Di Puskesmas Tibawa
Kabupaten Gorontalo:Junal Zaitun.
Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Pekalongan. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia.
https://doi.org/10.14710/jmki.8.2.2020.98-104
Sandu Siyoto.2015.Dasar Metodologi Penelitian.Karanganyar-
Klodangan.
Sang Gede Purnama.2017.Modul Manajemen Bencana. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Program Studi Kesehatan
Masyarakat
Santi Yatnikasari, Muhammad Noor Asnan, Fitriyati Agustina. 2021.
Kesiapsiagaan Rumah Tangga Terhadap Bencana Banjir Di Kelurahan
Gunung Lingai Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda. Rank
Teknik Journal. Vol.4, No.1
Shinta Febrianti,dkk.2021. Individual Factors Of Health Workers
Primary Health Center In Preparedness Flood Disaster Bengawan
Solo.Bojonegoro:MGK
Sri Ariyanti, M.Hadi, dan Fitri Arofiati.2017. Hubungan Karakteristik
Perawat danKarakteristik Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Kartika Husada
Pontianak:Jurnal Keperawatan Soedirman.Vol.12,No.3
Sri Nuhayati Qodriyatun.2020. Bencana Banjir: Pengawasan Dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Berdasarkan UU Penataan Ruang
Dan RUU Cipta Kerja. Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta:Jurnal
masalah-masalah sosial. Vol.11,No.1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan
Universitas Airlangga.2017.
(https://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/99-pelatihan-
basic-trauma-cardiac-life-support-btcls> (Diakses tanggal 12 Maret
2022)
Bistaraki, A., Waddington, K., Galanis, P., 2011. The effectiveness of
a disaster training programme for healthcare workers in Greece.
International nursing review 58, 341–346.

Anda mungkin juga menyukai