Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA

Dosen Pembimbing :

Ns. Dasuki, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok II

Ayu Nopita

Cut Ade Syafitri

Eli Susanti

Firwan Mutril Gandi

Fransiska

Indah Sari

Pebri Inka Lestari

Riska Asmidar

Sarah

Yesi Destina Kurniati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan/ atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
1). Sebagian wilayah di permukaan bumi berada pada letak geografis yang berpotensi
terhadap bencana seperti gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, sampai angin topan yang
terjadi pada berbagai tempat di dunia.
Selain karena aktivitas alami bumi bencana bisa terjadi akibat aktivitas manusia yang
menimbulkan banyak kerugian materi dan korban jiwa. Bencana alam yang terjadi
merupakan catatan sejarah dan pelajaran berharga. Sepanjang tahun 2015, berbagai bencana
terjadi di berbagai negara yang menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa, diantaranya
gempa bumi yang melanda negara Nepal dengan kekuatan 7,8 skala richter dengan
menewaskan lebih dari 7.200 orang.
2). India dilanda gelombang panas yang menyengat dengan suhu mencapai 50 derajat celcius
yang menewaskan 1.800 orang akibat dehidrasi.

3). Badai Pasir di Arab Saudi yang menyebabkan jatuhnya crane atau alat berat yang berada
di sekitar masjidil haram kota Mekkah.

4). Pada April 2016, gempa berkekuatan 7,8 skala richter juga mengguncang Ekuador yang
menewaskan lebih dari 235 orang.
5). Hal yang sama juga terjadi di Jepang, gempa dengan kekuatan 7,3 skala richter melanda
Jepang Selatan, lebih dari 40 orang meninggal dan 2000 orang lebih mengalami luka. Akibat
dari bencana tersebut menyebabkan kerusakan pada jalan raya, rumah penduduk, jembatan
dan gedung-gedung.
6). Jepang sebagai salah satu negara yang rentan terhadap bencana sehingga mendorong
pemerintah dan rakyat Jepang untuk melakukan usaha bersama secara terpimpin dengan
melestarikan tanah, mengendalikan banjir, meningkatkan metode peramalan badai dan banjir,
penerapan sistem peringatan dini di tempat-tempat yang sering dilanda bencana serta
melakukan latihan-latihan kesiapan menghadapi bencana. Latihan kesiapan terhadap bencana
tidak hanya dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam penanggulangan bencana namun juga
bagi masyarakat umum.
7). Dalam penelitian Farah Mulyasari (2013) bahwa kesiapan fungsional rumah sakit di
Jepang terhadap bencana sudah baik, 80% struktural rumah sakit sudah siap terhadap
bencana, sedangkan secara non struktural sebagian besar rumah sakit sudah memiliki
panduan pengelolaan obat dan perbekalan berbahaya. Kesiapan sumber daya manusia yang
terdiri dari staf medis dan pendukungnya sebagian besar sudah melaksanakan pendidikan/
pelatihan terhadap bencana.
8). Indonesia sebagai bangsa yang juga rentan terhadap bencana dengan letak geografis
yang dilalui oleh dua jalur pegunungan yaitu Mediterania di sebelah barat dan Sirkum Pasifik
di sebelah timur. Hal ini menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan
rawan terjadi bencana. Bencana alam yang sering terjadi di wilayah Indonesia antara lain:
kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan
angin puting beliung. Masih segar di ingatan kita rentetan kejadian bencana alam yang
banyak mennimbulkan korban jiwa, seperti tragedi tsunami di Aceh dan Nias, gempa bumi
dahsyat di Tasikmalaya serta wilayah Padang-Pariaman, tanah longsor di Cianjur, bahkan
banjir di berbagai daerah yang kerap datang pada musim hujan.
9). Upaya pemerintah dalam menangani bencana yang sering terjadi di Indonesia dengan
membangun sistem penanggulangan bencana mulai dari mengesahkan 3 Undang-Undang
nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, serta meningkatan alokasi anggaran nasional untuk
penanggulangan bencana. Pada bencana berskala besar, Indonesia membutuhkan bantuan
darurat Internasional, koordinasi aktor-aktor nasional dan internasional dalam
memaksimalkan penyelenggaraan penanggulangan bencana bagi masyarakat dengan
mekanisme yang terencana, terpadu, terkoordinasi, dan komprehensif.
10). Dampak bencana dapat menurunkan kualitas hidup penduduk pada berbagai
permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. Dampak jangka pendek yang terjadi akibat
bencana adalah meninggal, cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan
resiko penyakit menular, kerusakan fasilitas kesehatan, dan sistem penyediaan air.
Sedangkan dampak jangka panjang dia antaranya peningkatan pangan yang tidak mencukupi
sehingga mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana. Pengungsian
tempat tinggal (shelter) yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menurunkan daya tahan
tubuh yang bila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan.
Sementara itu, pelayanan kesehatan yang mengalami kendala akibat rusaknya fasilitas
kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat, peralatan kesehatan yang tidak
memadai, terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional.

11). Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan khususnya bagi kasus-kasus
emergensi, sebaiknya lebih siap dalam menghadapi dampak bencana baik bencana di dalam
atau di luar rumah sakit. Kesiapan rumah sakit dalam keadaan bencana dituntut harus mampu
mengelola pelayanan sehari-hari, pelayanan korban akibat bencana, serta aktif membantu
dalam penyelamatan nyawa korban bencana.

12). 4 Peran rumah sakit sebagai ujung tombak pelayanan medik harus aktif di saat bencana,
yang juga merupakan mata rantai dari Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Mulai dari pra rumah sakit, di rumah sakit, rujukan intra rumah sakit sampai
dengan rujukan antar rumah sakit. Kesiapan dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT) dapat mempersingkat waktu tanggap dan penanganan pasien gawat dapat
dilakukan dengan cepat, tepat, dan sesuai standar. Berdasarkan pengalaman di lapangan,
terkesan bahwa rumah sakit seringkali tidak menunjukkan kesiapan yang memadai dalam
menghadapi bencana. Ketidaksiapan rumah sakit dalam menghadapi bencana karena belum
adanya petunjuk baku dalam menangani masalah yang terjadi akibat bencana. Oleh karena
itu, setiap rumah sakit harus memiliki Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana bagi
Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan) sebagai akselerasi dan dorongan yang kuat bagi rumah
sakit untuk meningkatkan kesiapan menghadapi bencana dalam suatu kerangka dan persepsi
yang baku.

13). Kesiapan rumah sakit dalam menghadapi bencana dalam bentuk kerangka dan persepsi
yang baku tertuang dalam Hospital Disaster Plan secara tertulis. Hospital Disaster Plan juga
merupakan salah satu syarat penilaian akreditasi rumah sakit. Rumah sakit yang telah
memiliki Hospital Disaster Plan bukan berarti rumah sakit telah siap dalam penanganan
bencana, karena kesiagaan terhadap bencana memerlukan pelatihan dan simulasi. Kesiagaan
rumah sakit baru dapat diwujudkan bila perencanaan tersebut ditindaklanjuti dengan
dibentuknya tim penanganan bencana di rumah sakit.

14). Tim penanganan bencana rumah sakit dibentuk oleh tim penyusun perencanaan
penyiagaan bencana bagi rumah sakit yang di keluarkan dalam surat keputusan direktur
rumah sakit. Dalam Pedoman Manajemen Sumber Daya 5 Kesehatan dalam Penanggulangan
Bencana kebutuhan minimal tim penanganan bencana terdari Tim Reaksi Cepat (TRC), Tim
Rapid Health Assesment (RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan. Tim TRC yaitu tim yang
diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi kejadian
bencana. Tim RHA yakni tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan TRC atau
menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan Tim Bantuan Kesehatan yakni Tim
yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah TRC dan RHA kembali dengan hasil
kegiatan mereka di lapangan.

15). Tim penanggulangan bencana bekerjasama dengan instansi-instansi/ unit kerja di luar
rumah sakit (pelayanan ambulans, bank darah, dinas kesehatan, PMI, media, dan rumah sakit
lainnya) serta pelatihan berkala terhadap tim penanggulangan bencana sehingga mereka
mengetahui dan terbiasa dengan perencanaan yang telah disusun agar dapat diterapkan.
(16) RSUD Pariaman merupakan salah satu rumah sakit umum di Kota Pariaman dengan
memiliki 206 tempat tidur, dan merupakan salah satu rumah sakit rujukan didaerah kota
Pariaman. Mengingat daerah Pariaman merupakan daerah yang yang termasuk dalam zona
beresiko terhadap bencana, dengan letak geografis di pinggir Pantai Pesisir Barat Pulau
Sumatera Barat. Kota Pariaman memilki wilayah dataran rendah yang landai dan merupakan
daerah yang rawan bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, banjir, dan tanah longsor.
Pada 30 September 2009, terjadi gempa bumi dengan kekuatan 7,6 skala richter yang
berjarak 57 km baratdaya Pariaman. Gempa ini juga dirasakan pada berbagai kota lainnya di
Sumatera Barat yang menyebabkan 1100 orang meninggal, 2180 orang luka-luka dan 2650
bangunan rumah, gedung kantor, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, pasar, jalan dan
jembatan di sepanjang pantai Barat.(15) Pada tahun 2016, banjir juga menggenangi beberapa
daerah di kota pariaman setinggi 1 hingga 3 meter serta terjadi longsor di daerah Pariaman
utara.

17). Penelitian Anjarsari (2014) tentang perencanaan penyiagaan bencana di Rumah Sakit
Daerah Balung Kabupaten Jember, bahwa perencanaan organisasi, struktur organisasi, dan
tim penyiagaan bencana sudah ada namun belum berjalan sebagaimana fungsinya, sehingga
pelaksanaan organisasi kurang baik.(17) Sedangkan pada penelitian Ismunandar (2012)
tentang kesiapan RSUD Undata Palu dalam penanganan korban bencana, tim
penanggulangan bencana yang sudah dibentuk tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan
sudah lama tidak aktif serta belum pernah melakukan simulasi penanganan bencana dalam
lingkup Rumah Sakit (Internal Disaster). Kesiapan fasilitas, sarana dan prasarana yang masih
kurang dalam penanganan korban bencana, Prosedur SOP (standard operating procedure)
yang kurang baik dan masih dalam tahap penyusunan. Sehingga kurang efektifnya
penanganan korban bencana.

18). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 20 April 2016, melalui
wawancara yang dilakukan dengan salah satu karyawan senior di RSUD Kota Pariaman
diperoleh informasi bahwa RSUD Kota Pariaman sudah memiliki tim penanggulangan
bencana belum berjalan secara optimal. Alat komunikasi juga kurang berfungsi dengan baik,
dan belum adanya dilaksanakan simulasi untuk penanganan bencana di rumah sakit.
Sedangkan pada fasilitas dan sumber daya rumah sakit sudah memenuhi standar pelayanan.
Jika tim penanggulangan kurang siap dalam menangani bencana dapat mengganggu proses
penanganan bencana. Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
Analisis Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman dalam Menghadapi Bencana Tahun
2016.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Itu Sistem Penanggulangan Bencana Terpadu?
2. Apa Itu Pengantar Keperawatan Bencana?
3. Dampak Bencana Terhadap Kesehatan?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan Sistem Penanggulangan Bencana Terpadu
2. Menjelaskan Pengantar Keperawatan Bencana
3. Menjelaskan Dampak Bencana Terhadap Kesehatan
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 System penanggulangan bencana terpadu

a. Tahapan /proses dalam penanggulangan bencana

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu yang dinamis, yang dikembangkan dari
fungsi manajemen klasik yang meliputi perencana,

Pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan pengawasan. Proses tersebut

Juga melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerja sama untuk melakukan
pencegahan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat. Dan pemulihan akibat bencana.

Dalam upaya menerapkan manajemen penaggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga)


tahapan sebagai berikut :

1. Tahap prabencana yang dilaksankan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika
sedang dalam ancaman potensi bencana

2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi
bencana.

3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.

Dalam keseluruhan tahapan penaggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang
dipakai :

1. Manajemen resiko bencana

• Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan atau mengurangi ancaman bencana.
• Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.

• Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan mengantisipasi bencana


melalui pengorganisasian serta melalui rangka yang tepat guna dan berdaya guna.

2. Manajemen kedaruratan

• Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban , harta benda, pemenuh kebutuh
dasar, perlindungan, pengurusan, pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana
dan sarana.

3. Manajemen pemulihan
• Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

• Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan


pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social dan budaya,
tegaknya hokum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

a. Kebijakan penanggualan bencana di Indonesia

1. Legislasi

•Nasional:

UU PB no. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,peraturan presiden


no. 08 tahun tentang Badan Nasional Penaggulangan Bencana, peraturan
pemerintah (PP) no. 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penaggualangan
bencana, PP no. 22 tahun 2008 tentang pendanaan dann pengelolaan bantuan
bencana, dan PP no. 23 tahun 2008 tentang peran serta Lembaga Internasional dan
lembaga Asing non Pemerintahan dalam penanggulangan bencana peraturan
kepala (perka) BNPB dan lain sebagainya.

• Daerah :

• Peraturan daerah atau Qanun terkait penaggulangan bencana yang dikeluarkan


oleh pemerintah daerah atau kepala daerah di level provinsi dan kabupaten.
Adapun contohnya seperti Qanun no 5 tentang penanggulangan bencana aceh dan
lain sebagainya.

2. Kelembagaan

Pembentukan kelembagaan yang kuat dalam upaya penaggulangan bencana ada yang
bersifat formal dan non formal.

Untuk kelembagaan yang bersifat non formal adalah platform atau forum PB/PRB seperti
PLANAS PRB untuk tingkat nasional dan berbagaimacam forum sejenis lainnya yang
ada didaerah.

3. Perencanaan

Adapun jenis-jenis perencanaan dalam penanggulangan bencana, sebagai berikut :

• Rencana penanggulangan bencana

• Rencana tanggap darurat

• Rencana kontijensi

• Rencana operasi

• Rencana pemulihan

4. Pendanaan

Sumber-sumber pendanaan dalam penanggulangan sebagai berikut :


• Dana DI[PPA (APBN/APBD) adalah dana untuk mendukung kegiatan rutin dan
operasional lembaga/departemen terutama untuk kegiatan pengurangan resiko
bencana

• DAK adalah dana untuk pemda provinsi/kabupaten /kota yang diwujudkan dalam
mata anggaran kebencanaan, disesuaikan dengan tingkat kerawanan dan kemampuan
daerah

• Dana Contigency adalah dana untuk penanganan kesiapsiagaan

• Dana siap pakai (on call) adalah dana untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada
saat terjadi bencana

• Dana bencana yang berpola hibah

• Dana yang bersumber dari masyarakat

5. Pengembangan kapasitas

Sub-sistem pengembangan kapasitas bisa dilakukan melalui:

a. Pendidikan dan pelatihan

• Memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum sekolah

• Membuka program studi “disaster management” di perguruan tinggi

• Menyusun standar modul pelatihan manajemen bencana

• Melakukan pelatihan manajer dan teknis penanggulangan bencana

• Mencetak tenaga professional dan ahli penanggulangan bencana

b. Penelitian dan pengembangan iptek kebencanaan

• Pemahaman karakteristik ancaman /hazard dan teknologi penanganannya

c. Penerapan teknologi penanggulangan bencana

• Risk mapping dan tataruang


• Deteksi dini/EWS untuk ancaman bencana

• Rumah tahan gempa/building code

• Teknologi untuk penanganan darurat

• Teknologi pangan untuk bantuan darurat

6. Penyelenggaraan

Pelaksanaan penanggualangan bencana dengan melakukan serangkaian upaya yang


meliputi penetapan kebijakan pembangunan pada tahapan sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana mencakup kegiatan-kegiatan mulai dari fase pencegahan bencana,
tanggap darurat, sampai pada fase rehabilitasi dan rekontruksi yang dilakukan secara
terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh.
2.2 PENGANTAR KEPERAWATAN BECANA

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana merupakan Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat,


sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi,
ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

A. Jenis bencana

1. Alam

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.berikut jenis-jenis bencana alam:

a. gunung meletus
b. longsor
c. banjir bandang
d. angin topan dsb.
e. Non alam

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian


peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.

f. Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

g. Bencana

Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan


tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi
bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung
sebagai satu kejadian.

2. Manajemen resiko

Manajemen risiko bencana (disaster risk management) adalah proses pengelolaan


yang sistematis dan terencana dalam penerapan strategi dan kebijakan
penanggulangan bencana dengan menekankan pada aspek-aspek pengurangan risiko
bencana. Perhatian utamanya adalah mencegah atau mengurangi dampak bencana
melalui serangkaian kegiatan dan tindakan pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan.
Tujuan umum dari manajemen risiko bencana adalah mengurangi faktor-faktor yang
mendasari munculnya risiko serta menciptakan kesiapsiagaan terhadap bencana.

Manajemen risiko bencana terdapat tiga aspek yang menjadi perhatian,


yakni pencegahan bencana, mitigasi bencana, dan kesiapsiagaan
bencana. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai
upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana,
sementara mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.

Kesiapsiagaan diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Dalam kesiapiagaan ini juga terdapat peringatan dini yaitu
serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.

Proses sistematis manajemen risiko bencana tersebut meliputi pengenalan dan


pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana, serta penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan
penanggulangan bencana. Manajemen risiko bencana meliputi pengaturan
pemanfaatan ruang (pemetaan daerah rawan), keteknikan (rekayasa teknis teradap
infrastruktur), pendidikan dan pemberdayaan, serta kesiapan secara kelembagaan.

Perspektif disaster disk management merupakan perkembangan dari cara pandang


lama terhadap bencana. Jika sebelumnya bencana dilihat sebagai sebagai kejadian
tiba-tiba yang tidak bisa diprediksi, yang mengakibatkan kerusakan serius bagi
masyarakat atau sekelompok masyarakat tertentu, kini bencana dipandang sebagai
sebuah fase dalam satu siklus kehidupan normal manusia yang dipengaruhi dan
mempengaruhi keseluruhan kehidupan itu sendiri. Bencana, dengan demikian, bukan
semata-mata dilihat sebagai kejadian mendadak yang disebabkan oleh gejala alam,
namun juga kejadian yang berlangsung secara bertahap akibat salah urus manusia.

Pembangunan diletakkan sebagai kondisi dan konteks terjadinya bencana, karena itu
penanganan bencana perlu diintegrasikan sebagai proses yang teratur dan terarah
untuk mencegah, mengurangi dampak, serta mengantisipasi risiko bencana yang
mungkin terjadi. Penanganan bencana juga tidak lagi dipandang sebagai rangkaian
tindakan yang terbatas pada keadaan darurat, namun menjadi manajemen resiko
sehingga dampak buruk dari suatu kejadian bencana dapat dikurangi atau dihilangkan
sama sekali.

Secara sederhana dapat digambarkan bahwa manajemen risiko bencana meliputi hal-
hal Sebelum Bencana (yakni program-program pembangunan, penilaian risiko,
pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, dan peringatan dini), Tanggap Bencana (meliputi
tindak evakuasi, menyelamatkan manusia dan matapencaharian, bantuan darurat,
penghitungan kerusakan dan kerugian, dan Pasca Bencana (meliputi bantuan,
rekontruksi, pemulihan sosial ekonomi, kegiatan pembangunan, dan penilaian risiko).

3. Perubahan paradikma penanggulangan bencana

Menurut Disaster Risk Management Systems Analysis, berubahan paradigma dalam


penanggulangan bencana di bagi menjadi 4 bagian sebagai berikut:

1. Paradigma Bantuan Darurat : Meganggap becana sebagai peristiwa atau kejadian


yang tidak bisa dielakkan dan korban harus ditolong. Fokusnya adalah bantuan dan
kedaruratan, yakni berupa pemenuhan kebutuhan darurat seperti pangan,
peamppungan, kesehatan, dan lain-lain. Tujuannya adalah menekan kerugian dan
kerusakan.

2. Paradigm mitigasi : memandang bencana mempunyai pola yang bisa diantisipasi.


Fokus perhatiannya adalah pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana dan
mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan.

3. Paradigm pembangunan : Memandang bencan erat kaitannya dengan kerentanan.


Fokusnya adalah mengupayakan integrasi penanggulanan bencana dengan
pembangunan. Misalnya penguatan ekonomi, penerapan teknologi, dan lain-lain.

4. Paradigma pengurangan resiko bencana : Memandang bencana bukan semata sebagai


kejadian tiba-tiba, tapi erat kaitannya dengan proses panjang yang berhubungan
dengan tindakan manusia. Paradigma ini memadukan sudat pandang teknis dan
ilmiah dengan faktor-faktor sosial ekonomi, dan politik dalam perencanaan
pengurangan dampak bencana. Dalam paradigma ini masyarakat adalah subyek dan
bukan obyek dari penanggulangan bencana.

4. Mitigasi bencana

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Upaya tersebut mencakup perencanaan dan
pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko terkait dengan bahaya yang
disebabkan oleh manusia dan bahaya alam yang telah diketahui. Hal-hal penting
terkait dengan mitigasi bencana adalah pemahaman terhadap sifat-sifat bahaya yang
mungkin akan dihadapi. Kemudian, kajian dan pemetaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasi serta membuat daftar mengenai bahaya-bahaya, mulai dari yang
paling signifikan, di masing-masing wilayah. Tiga unsur utama mitigasi bencana yang
efektif adalah penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya; diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam
serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik
sumber bencana, kemungkinan bencana serta sejarah bencana. Penilaian ini akan
menghaslkan peta potensi bencana yang menjadi dasar bagi unsure-unsur berikutnya.

2. Peringatan; diperlukan untuk member memperingatkan masyarakat mengenai bencana


yang mengancam. Sistem peringatan ini dibuat berdasarkan data bencana dan
menggunakan seluruh saluran komunikasi untuk menyebarkan pesan pada masyarakat
dan yang berwenang dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat dipercaya.

3. Persiapan; dilakukan berdasarkan dua unsur mitigasi sebelumnya. Tingkat kepedulian


dan pemahaman masyarakat serta pemerintah daerah mengenai bencana dan daerahnya
akan sangat diperlukan untuk mengurangi dampak bencana. Persiapan yang dilakukan
adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas
sosial di luar zona bahaya bencana, serta usaha-usaha pembangunan struktur yang aman
dari bencana.

5. Keadaan darurat

Keadaan darutan merupakan suatu kegiatan di mana staff melakukan tindakan untuk
menyelamatkan aset organisasi serta menjaga kegiatan organisasi agar tetap berjalan
karena adanya kejadian yang tidak terduga. Apabila tidak dilakukan tindakan,
dimungkinkan akan mengaibatkan kerugian terhadap organisasi.
Emergency manajemen merupakan pendekatan yang terencana untuk mencegah bencana
yang menimpa arsip dan informasi, menyiapkan dan merespon keadaan darurat serta
pemulihan setelah bencana.

Manajemen penanganan bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek


perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum saaat dan terjadi serta sesudah
terjadi bencana. Merupakan tanggap darurat, ppemulihan dan pencegahan , mitigasi, dan
kesiap siagaan.

Prinsip dasarnya adalah seerti manajemen tradisional tetapi ada sesuatu hal harus digaris
bawahi yaitu waktu sangat mendesak, beresiko tinggi apabila terjadi kesalahan bisa fatal,
kebutuhan lebih besar dari kemampuan dan kewenangan koordinasi saat kabur.

Adapun karakteristiknya adalah :

1. Dapat bersifat meluas, berkembang, membebani sistem yang normal

2. Dalam suasana yang kacau dan traumatis

3. Segala keputusan membawa konsekuensi langsung

6. Permasalahan dalam penanggulangan bencana

1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya

2. Sikap/perilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA

3. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan


4. Ketidakberdayaan dalam menghadapi ancaman bahaya

7. Prinsip dan tujuan penanggulangan bencana

1. Cepat dan tepat

2. Prioritas

3. Koordinasi dan keterpaduan

4. Berdaya guna dan berhasil guna

5. Kemitraan

6. Transparasidan akuntabilitas

7. Pemberdayaan

8. Pencegahan

1. Membuat peta daerah bencana

2. Mengadakan isyarat tanda bahaya

3. Menyusun rencana umum tata ruang

4. Menyusun perda mengenai syarat keamaanan , bangunan, pengendalian limbah dsb

5. Perbaikan kerusakan lingkungan


2.3 DAMPAK BENCANA TERHADAP KESEHATAN

Bencana alam merupakan kejadian luar biasa yang disebabkan oleh peristiwa/faktor


alam atau  perilaku manusia yang menyebabkan kerugian besar bagi manusia dan
lingkungan dimana hal itu berada diluar kemampuan manusia untuk dapat
mengendalikannya. Mengingat bencana alam yang cukup beragam dan semakin
tinggi intensitasnya,Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) No
24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dengan lahimya UU tersebut,
terjadi perubahan paradigma penanganan bencana di Indonesia, yaitu
penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih
menekankan pada keseluruhan manajemen penanggulangan bencana mulai
dari mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat sampai dengan rehabilitasi. Berdasarkan
UU No 24 tersebut,tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
1. Prabencana
Pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan
risiko bencana, pencegahan,pemaduan dalam perencanaan pembangunan,persyaratan
analisis risiko bencana, penegakanrencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan serta
penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana).
2. Tanggap darurat
Tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan sumber
daya, penentuan status keadan darurat, penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan
kebutuhan dasar,pelayanan psikososial dan kesehatan.
3. Paskabencana
Tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana
dan sarana umum, bantuan perbaikan rumah, sosial, psikologis, pelayanan kesehatan,
keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan,pembangkitan dan
peningkatan sarana prasarana,termasuk fungsi pelayanan kesehatan). Penanggulangan
masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera diberikan baik saat terjadidan
paskabencana disertai pengungsian. Upaya penanggulangan bencana perlu dilaksanakan
dengan memperhatikan hak-hak masyarakat, antara lain hak untuk mendapatkan bantuan
pemenuhan kebutuhandasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana serta hak untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 UU No 24 tahun
2007, pelayanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
pada kondisi bencana, di samping
kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya: 1 ). air bersih dan sanitasi, 2). pangan, 3). sandang,
4). Pelayanan psikososial serta 5).
penampungan dan tempat hunian.Penanggulangan masalah kesehatan dalam
kondisi bencana ditujukan untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi
korban akibat bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. Secara
khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan:
1) Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar
minimal;
2) Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban bencana dan
pengungsisesuai standar minimal;
3) Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal;
4) Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar
minimal; serta
5) Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal.
Dalam upaya memaksimalkan peran jajaran kesehatan pada penanggulangan bencana,
termasuk didalarnnya Puskesmas, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat
Keputusan(SK) Menteri Kesehatan No.145/Menkes/SK/112007 tentang
Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dokumen tersebut mengatur
berbagai hal, termasuk kebijakan, pengorganisasian dan kegiatan pelayanan kesehatan
yang di lakukan oleh masing-masing jajaran kesehatan. Dalam Kepmenkes tersebut juga
disebutkan bahwa pada prinsipnya dalarn penanggulangan bencana bidang kesehatan
tidak ada kebijakan untuk membentuk sarana prasarana secara khusus.
Upaya lebih difokuskan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah ada,
hanya saja intensitaskerjanya ditingkatkan dengan memberdayakan semua surnber daya
pemerintah, masyarakat dan unsur swasta terkait (Departemen Kesehatan, 2007).
Pengorganisasian sektor kesehatan dilakukan berjenjang mulai dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota sampai dengan lokasi kejadian. Di lokasi kejadian misalnya,
penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana adalah Kepala Dinas
Kabupaten/Kota, sedangkan yang bertindak sebagai pelaksana tugas adalah
Kepala Puskesmas di lokasi kejadian. Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan dikelompokkan
pada fase Prabencana, Saat bencana dan Paskabencana. Pada masing-masing fase
tersebut, telah dikelompokkan kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh Tingkat
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Peran Puskesmas, misalnya,
sangat beragam pada setiap fase bencana dan memerlukankoordinasi kegiatan dengan
instansi lain serta kelompok masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai