MAHASISWA:
dr. Henny Novita
20190309013
(Angkatan 8 kelas A)
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
III. TUJUAN..................................................................................................................5
VI. SASARAN.............................................................................................................14
ii
I. PENDAHULUAN
1
1) Lima jenis bencana dengan jiwa terpapar tertinggi adalah: cuaca ekstrem(puting
beliung) sebanyak 244 juta jiwa, diikuti kekeringan sebesar 228 jutajiwa, dan
banjir sebanyak 100 juta jiwa, lalu gempa bumi sebesar 86 jutajiwa,
2) dan bencana tanah longsor sebesar 14 juta jiwa.
3) Sedangkan untuk potensi kerusakan dan kerugian fisik dan ekonomi tertinggi
untuk ancaman gempa bumi sebesar 648.874 triliun, potensi kerusakan dan
kerugian fisik dan ekonomi banjir serta banjir bandang sebesar 376.886 triliun,
dan tanah longsor sebesar 78.279 triliun, sedangkan kekeringan sebesar
192.737 triliun.
4) Selain itu, untuk potensi dampak lingkungan tertinggi adalah ancaman bencana
kekeringan 63 juta hektar, diikuti oleh bencana kebakaran hutan dan lahan 42
juta hektar, dan tanah longsor sebesar 41 juta hektar.
5) Di luar kejadian faktual tesebut, BNPB telah menyiapkan peta risiko bencana
yang dapat menjelaskan jiwa terpapar, kerugian fisik, kerugian ekonomi, dan
kerugian lingkungan yang mungkin dapat terjadi.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga
dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan
selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana,
sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
2
II. LATAR BELAKANG
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Republik Indonesia yang memiliki
permasalahan kebencanaan yang komplek. Dengan luas 661,52 km2, 40% atau
24.000 hektar merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata di bawah
permukaan air laut. DKI Jakarta juga merupakan pertemuan sungai dari bagian
Selatan dengan kemiringan dan curah hujan tinggi. Terdapat 13 sungai yang
melewati dan bermuara ke Teluk Jakarta. Secara alamiah, kondisi ini
memposisikan wilayah DKI Jakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap
banjir. Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman
bencana lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah
longsor maupunancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial,
kegagalan teknologi epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan
pemukiman.
Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman
bencana lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah
longsor maupun ancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial,
kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan
pemukiman.
Melihat kondisi tersebut, sebagai rumah sakit di pesisir pantai Jakarta Utara
sangat rentan terhadap bencana gempa bumi, tsunami dan banjir. Sebagai rumah
sakit harus siap menghadapi kiriman pasien yang tiba-tiba menjadi banyak
bahkan siap jika terjadi bencana yang mengancam rumah sakit tersebut sehingga
keselamatan dan pelayanan pasien dapat tercapai. Oleh karena itu perlu dibuat
Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana bagi Rumah Sakit (P3BRS).
Pelayanan kesehatan pada saat terjadi bencana merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan, dan
kejadian penyakit. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya
penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana adalah sumber daya
manusia kesehatan atau tenaga kesehatan yang tidak siap siaga difungsikan
dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Hal ini tergambar
dari masih adanya kesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas
3
kesehatan dalam merespon setiap kejadian bencana.
Dalam mekanisme penanggulangan bencana, kesiapsiagaan sumber daya
kesehatan atau tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan
produktivitas tenaga kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana.
Kesiapsiagaan petugas kesehatan merupakan bentuk gambaran produktivitas dan
sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian
bencana (tahap pra bencana). Untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang
diperlukan upaya pendidikan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap yang
timbul karena adanya rangsangan dari pengetahuan itu sendiri dan pelatihan yang
terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana termasuk
pula simulasi/gladi. Selain itu, kondisi organisasi atau unit kerja sumber daya
manusia kesehatan itu bekerja berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan. Dukungan sumber daya yang ada di unit kerja terkait
penanggulangan bencana harus dapat digunakan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
4
III. TUJUAN
Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya program kerja kesiapan menghadapi bencana
adalah untuk meningkatkan kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi
kejadian bencana internal dan eksternal; sehingga dengan demikian dapat
meminimalisasi penderitaan dan menghindari kerugian besar bagi rumah sakit
terlebih kepada seluruh orang yang berada dalam lingkungan rumah sakit
yaitu staff, pasien, dan pengunjung,
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dibuat program kerja kesiapan menghadapi bencana
yaitu sebagai berikut:
1. Agar rumah sakit memiliki perencanaan menyeluruh untuk menanggapi dan
mengelola keadaan darurat, wabah, dan bencana yang menimpa rumah
sakit
2. Agar rumah sakit dapat menentukan jenis, kemungkinan dan akibat bahaya
atau dampak dari bencana yang datang
3. Agar rumah sakit dapat menentukan peran dan fungsi organisasi dalam
setiap bencana
4. Agar rumah sakit dapat membangun strategi komunikasi dalam setiap
bencana.
5
IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
6
3. Menetapkan strategi - Menentukan alat komunikasi yang
komunikasi dalam akan digunakan seperti paging
setiap bencana system, HT, dan telepon, atau hand
phone, baik intra rumah sakit maupun
antar rumah sakit
- Menentukan lintas sektor mana yang
akan dihubungi dan siapa yang
bertanggung jawab melakukan hal ini.
Juga dilakukan pengecekan nomor
telepon yang aktif dari semua jejaring.
- Melakukan simulasi sekurang-
kurangnya satu kali dalam setahun
untuk melihat efektivitas dan
kemampuan staff dalam menerapkan
strategi komunikasi yang ditetapkan.
7
5. Mengelola kegiatan - Merencanakan kerjasama antar
klinis pada waktu rumah sakit untuk rujukan saat terjadi
bencana, termasuk bencana
alternatif tempat - Mempersiapkan sarana dan
pelayanan prasarana untuk rumah sakit
lapangan, termasuk panduan atau
pedoman atau standar prosedur
operasional
- Melakukan simulasi pembuatan
rumah sakit lapangan setidaknya
setahun sekali
8
konflik dengan yaitu hijau, kuning, biru titik putih satu
tanggungjawab
/ dua/ tiga
rumah sakit dalam
- Menentukan standar prosedur
menyediakan
operasional untuk menentukan
pelayanan pasien
prioritas / tindakan evakuasi pasien.
- Melakukan pelatihan dan simulasi
penerapan prosedur evakuasi dan
teknik mengankat pasien secara
aman. Hal ini dilakukan saat simulasi.
8. Menyiapkan - Instrument yang harus ada saat terjadi
kelengkapan bencana: sistem paging saat terjadi
instrument saat bencana, sirine, tombol darurat, APAR,
terjadinya bencana hidran, jalur evakuasi, titik kumpul.
- Instrument dicek dan dilakukan
pemeliharaan secara berkala.
9
V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
1. Menentukan jenis, kemungkinan dan konsekuensi dari bahaya, ancaman dan
kejadian bencana
Menggunakan alat bantu dengan format terstruktur, yaitu Hazard Vulnerability
Analysis atau HVA.
Mengumpulkan dan menjelaskan ke seluruh unit kerja, mengenai proses dan
bagaimana HVA digunakan untuk menentukan prioritas bencana, yang
nantinya akan ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan dan prosedur atau
contingency plan
Menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam penentuan HVA
Peran rumah sakit bila terjadi bencana dibagi menjadi dua yaitu bila bencana
terjadi diluar rumah sakit dan bila bencana terjadi didalam rumah sakit. Dalam
hal ini, rumah sakit memerlukan perencanaan (Hospital Disaster Plan) yang
melibatkan semua unit kerja.
Dalam hal ini perlu ada prosedur pelaksanaan yang didukung oleh kebijakan
rumah sakit, agar implementasi dapat berjalan optimal saat terjadi bencana
tersebut. Rumah sakit dapat membuat Buku Penanggulangan Bencana dan
bagaimana peranan unit kerja dalam penanggulangan bencana.
10
3. Menetapkan strategi komunikasi dalam setiap bencana
Strategi komunikasi sangat identik dengan interaksi sosial, kita harus mampu
untuk memposisikan diri dengan tepat dalam situasi tertentu. Khususnya
dalam keadaan bencana, kita harus mampu menghadapi dan menjalin
kerjasama dengan orang lain tanpa mencampurnya dengan urusan pribadi.
Sebagai acuan bagaimana menerapkan strategi komunikasi ini, maka rumah
sakit membuatkan Panduan Penanggulangan Bencana.
11
jejaring, seperti nomor telepon dan jenis-jenis pelayanan yang ada,
sedangkan untuk pembuatan rumah sakit lapangan maka dapat mengacu
kepada “Buku Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan (KEMKES).
12
memaksimalkan instrument yang sudah disediakan rumah sakit, agar pada
saat terjadinya bencana instrument yang ada bisa berfungsi sesusi harapan.
13
VI. SASARAN
a. Kegiatan Pelatihan atau Pendidikan
14
VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
15
4. Menetapkan a)
sistem komando
bencana; b)
startegi komunikasi
intern RS; c) lintas
sektoral atau
eksternal RS saat
bencana
5. Pengelolaan dan
persiapan sumber
daya, baik
manusia, sumber
alternatif, dan
lokasi alternatif
pelayanan
kesehatan baik
rawat jalan dan
rawat inap pada
saat terjadi
bencana
6. Pengadaan alat
evakuasi vertikal
7. Melakukan
identifikasi dan
pembuatan uraian
tugas seluruh staf
saat terjadi
bencana (diberikan
16
penjelasan
tambahan pada
uraian tugas sesuai
warna helm)
8. Adanya sosialisasi
dan ketentuan
bahwa semua
pihak yang ada di
RS harus
mematuhi rencana
kesiapan
menghadapi
bencana
9. Pelaksanaan
simulasi evakuasi
dan pelatihan
membuat rumah
sakit lapangan,
serta kerjasama
dengan rumah sakit
terdekat untuk
rujukan
17
VIII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN
PELAPORAN
18
IX. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
a. Pencatatan dan pelaporan
Alur dan penggabungan dari data dan analisisnya kepada kemite K3.
b. Evaluasi Rencana Program Tahunan
19
Pada saat akhir kegiatan simulasi, harus dilakukan pertemuan untuk
menilai apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan standar
prosedur operasional dan Pedoman Penanggulangan Bencana yang
sudah ditetapka rumah sakit.
20
Pada saat akhir kegiatan simulasi, harus dilakukan pertemuan
untuk menilai apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan
standar prosedur operasional dan Pedoman Penanggulangan
Bencana yang sudah ditetapka rumah sakit.
21