Anda di halaman 1dari 23

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

PROGRAM PERENCANAAN PEYIAGAAN


DALAM KONDISI BENCANA RS X

MAHASISWA:
dr. Henny Novita
20190309013
(Angkatan 8 kelas A)

i
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1

II. LATAR BELAKANG................................................................................................ 3

III. TUJUAN..................................................................................................................5

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN.....................................................6

V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN...................................................................10

VI. SASARAN.............................................................................................................14

VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN................................................................. 15

VIII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN..............................18

IX. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN.................................19

ii
I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk terbesar


dan padat. Letak Geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan berada pada
pertemuan empat lempeng tektonil yang bergerak aktif setiap tahunnya. Lempeng
tektonik yang mengelilingi Indonesia ini terdiri dari lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Akibat dari tunjaman
lempeng benua dan lempeng samudera ini maka terbentuk suatu sabuk vulkanik
(Volcanic Arc) yang membentang dari Pulau Sumatera - Pulau Jawa - Kepulauan
Nusa Tenggara – Pulau Sulawesi – sebagian Pulau Papua. Sabuk vulkanik yang
membentang di Kepulauan Indonesia ini dibuktikan dengan terdapatnya Gunung Api
yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga sebagian wilayah Pulau Papua. Sebaran
Gunung Api ini;ah yang menjadikan Negara Kepulauan Republik Indonesia dikenal
dengan istilah ”Ring of Fire”. Istilah ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai salah
satu Negara yang sangat rawan terhadap bencana alam.
Indonesia, terdiri dari banyak gunung-gunung yang masih aktif, dimana
sewaktu waktu dapat meletus dan akibat bencana ini mengancam jiwa terhadap
manusia dan kerugian harta benda. Indonesia, terutama di kota-kota besarnya
mempunyai sistem drainase yang kurang memadai, sehingga dengan terjadinya
hujan lebat berdampak pada bencana banjir. Kecerobohan manusia disertai
bangunan dan prasarana yang kurang atau tidak memadai sesuai ketentuan yang
berlaku juga dapat mengakibatkan terjadinya bencana kebakaran. Empat kondisi
tersebut di atas merupakan bentuk kondisi bencana dan situasi darurat yang harus
dihadapi rumah sakit.
Berdasarkan hasil kajian risiko bencana tahun 2015 yang disusun oleh BNPB
(inarisk.bnpb.go.id), potensi jumlah jiwa terpapar risiko bencana, jumlah kerugian
fisik,ekonomi, dan lingkungan, berkategori sedang-tinggi yang tersebar di 34
provinsi, per jenis ancaman bencana adalah sebagai berikut:

1
1) Lima jenis bencana dengan jiwa terpapar tertinggi adalah: cuaca ekstrem(puting
beliung) sebanyak 244 juta jiwa, diikuti kekeringan sebesar 228 jutajiwa, dan
banjir sebanyak 100 juta jiwa, lalu gempa bumi sebesar 86 jutajiwa,
2) dan bencana tanah longsor sebesar 14 juta jiwa.
3) Sedangkan untuk potensi kerusakan dan kerugian fisik dan ekonomi tertinggi
untuk ancaman gempa bumi sebesar 648.874 triliun, potensi kerusakan dan
kerugian fisik dan ekonomi banjir serta banjir bandang sebesar 376.886 triliun,
dan tanah longsor sebesar 78.279 triliun, sedangkan kekeringan sebesar
192.737 triliun.
4) Selain itu, untuk potensi dampak lingkungan tertinggi adalah ancaman bencana
kekeringan 63 juta hektar, diikuti oleh bencana kebakaran hutan dan lahan 42
juta hektar, dan tanah longsor sebesar 41 juta hektar.
5) Di luar kejadian faktual tesebut, BNPB telah menyiapkan peta risiko bencana
yang dapat menjelaskan jiwa terpapar, kerugian fisik, kerugian ekonomi, dan
kerugian lingkungan yang mungkin dapat terjadi.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga
dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan
selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana,
sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

2
II. LATAR BELAKANG
Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Republik Indonesia yang memiliki
permasalahan kebencanaan yang komplek. Dengan luas 661,52 km2, 40% atau
24.000 hektar merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata di bawah
permukaan air laut. DKI Jakarta juga merupakan pertemuan sungai dari bagian
Selatan dengan kemiringan dan curah hujan tinggi. Terdapat 13 sungai yang
melewati dan bermuara ke Teluk Jakarta. Secara alamiah, kondisi ini
memposisikan wilayah DKI Jakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap
banjir. Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman
bencana lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah
longsor maupunancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial,
kegagalan teknologi epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan
pemukiman.
Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman
bencana lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah
longsor maupun ancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial,
kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan
pemukiman.
Melihat kondisi tersebut, sebagai rumah sakit di pesisir pantai Jakarta Utara
sangat rentan terhadap bencana gempa bumi, tsunami dan banjir. Sebagai rumah
sakit harus siap menghadapi kiriman pasien yang tiba-tiba menjadi banyak
bahkan siap jika terjadi bencana yang mengancam rumah sakit tersebut sehingga
keselamatan dan pelayanan pasien dapat tercapai. Oleh karena itu perlu dibuat
Pedoman Perencanaan Penyiagaan Bencana bagi Rumah Sakit (P3BRS).
Pelayanan kesehatan pada saat terjadi bencana merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan, dan
kejadian penyakit. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya
penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana adalah sumber daya
manusia kesehatan atau tenaga kesehatan yang tidak siap siaga difungsikan
dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Hal ini tergambar
dari masih adanya kesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas

3
kesehatan dalam merespon setiap kejadian bencana.
Dalam mekanisme penanggulangan bencana, kesiapsiagaan sumber daya
kesehatan atau tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan
produktivitas tenaga kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana.
Kesiapsiagaan petugas kesehatan merupakan bentuk gambaran produktivitas dan
sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian
bencana (tahap pra bencana). Untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang
diperlukan upaya pendidikan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap yang
timbul karena adanya rangsangan dari pengetahuan itu sendiri dan pelatihan yang
terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana termasuk
pula simulasi/gladi. Selain itu, kondisi organisasi atau unit kerja sumber daya
manusia kesehatan itu bekerja berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan. Dukungan sumber daya yang ada di unit kerja terkait
penanggulangan bencana harus dapat digunakan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.

4
III. TUJUAN
 Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya program kerja kesiapan menghadapi bencana
adalah untuk meningkatkan kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi
kejadian bencana internal dan eksternal; sehingga dengan demikian dapat
meminimalisasi penderitaan dan menghindari kerugian besar bagi rumah sakit
terlebih kepada seluruh orang yang berada dalam lingkungan rumah sakit
yaitu staff, pasien, dan pengunjung,
 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dibuat program kerja kesiapan menghadapi bencana
yaitu sebagai berikut:
1. Agar rumah sakit memiliki perencanaan menyeluruh untuk menanggapi dan
mengelola keadaan darurat, wabah, dan bencana yang menimpa rumah
sakit
2. Agar rumah sakit dapat menentukan jenis, kemungkinan dan akibat bahaya
atau dampak dari bencana yang datang
3. Agar rumah sakit dapat menentukan peran dan fungsi organisasi dalam
setiap bencana
4. Agar rumah sakit dapat membangun strategi komunikasi dalam setiap
bencana.

5. Agar rumah sakit dapat menentukan langkah proses dalam mengelola


sumber daya selama bencana dan sumber-sumber alternatif
6. Agar rumah sakit dapat menetapkan langkah pengelolaan kegiatan klinis
bila terjadi bencana termasuk lokasi dan alternatif perawatan lainnya

5
IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN

No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan


1. Menentukan jenis, - Mengidentifikasi bencana eksternal
kemungkinan dan dan internal RS X melalui metode
konsekuensi dari HVA setiap setahun sekali
bahaya, ancaman - Menentukan dan membuat denah dari
dan kejadian kemungkinan bencana eksternal dan
bencana internal yang bisa terjadi
- Merencanakan pembuatan
contingency plan sesuai dengan
daftar bencana eksternal dan internal
yang ada

2. Menetapkan peran - Menentukan peran RS X, saat


rumah sakit dalam mendapatkan kiriman korban bencana
menghadapi - Menentukan peran RS X bilamana
bencana harus mengirimkan bantuan ke lokasi
bencana kejadian
- Menentukan tindakan apabila
bencana yang terjadi mengakibatkan
terganggunya operasional rumah sakit

6
3. Menetapkan strategi - Menentukan alat komunikasi yang
komunikasi dalam akan digunakan seperti paging
setiap bencana system, HT, dan telepon, atau hand
phone, baik intra rumah sakit maupun
antar rumah sakit
- Menentukan lintas sektor mana yang
akan dihubungi dan siapa yang
bertanggung jawab melakukan hal ini.
Juga dilakukan pengecekan nomor
telepon yang aktif dari semua jejaring.
- Melakukan simulasi sekurang-
kurangnya satu kali dalam setahun
untuk melihat efektivitas dan
kemampuan staff dalam menerapkan
strategi komunikasi yang ditetapkan.

4. Mengelola seluruh - Mengidentifikasi sumber daya yang


sumber daya pada dapat digunakan dalam
waktu bencana, penanggulangan bencana eksternal
termasuk sumber- dan internal
sumber daya - Menentukan siapa yang bertanggung
alternatif jawab dalam penggunaan sumber
daya tersebut
- Mengidentifikasi kemungkinan sumber
daya alternatif yang tersedia
- Pengelolaan sumber-sumber daya
yang ada, ikut serta dalam simulasi
bencana setidaknya setahun sekali.

7
5. Mengelola kegiatan - Merencanakan kerjasama antar
klinis pada waktu rumah sakit untuk rujukan saat terjadi
bencana, termasuk bencana
alternatif tempat - Mempersiapkan sarana dan
pelayanan prasarana untuk rumah sakit
lapangan, termasuk panduan atau
pedoman atau standar prosedur
operasional
- Melakukan simulasi pembuatan
rumah sakit lapangan setidaknya
setahun sekali

6. Melakukan - Menentukan unit kerja yang akan


identifikasi dan terlibat dalam penanggulangan
penugasan peran bencana eksternal dan internal
dan tanggung jawab - Menentukan kegiatan yang harus
staff selama terjadi dilakukan oleh masing-masing unit
bencana kerja
- Melakukan simulasi setahun sekali
dari seluruh unit kerja, agar dapat
berkoordinasi dengan baik saat terjadi
bencana

7. Menentukan proses - Menentukan standar prosedur


untuk mengelola operasional untuk menentukan
keadaan bencana klasifikasi dari kondisi pasien; yaitu
ketika tanggung dengan menggunakan kode warna
jawab pribadi staf

8
konflik dengan yaitu hijau, kuning, biru titik putih satu
tanggungjawab
/ dua/ tiga
rumah sakit dalam
- Menentukan standar prosedur
menyediakan
operasional untuk menentukan
pelayanan pasien
prioritas / tindakan evakuasi pasien.
- Melakukan pelatihan dan simulasi
penerapan prosedur evakuasi dan
teknik mengankat pasien secara
aman. Hal ini dilakukan saat simulasi.
8. Menyiapkan - Instrument yang harus ada saat terjadi
kelengkapan bencana: sistem paging saat terjadi
instrument saat bencana, sirine, tombol darurat, APAR,
terjadinya bencana hidran, jalur evakuasi, titik kumpul.
- Instrument dicek dan dilakukan
pemeliharaan secara berkala.

9
V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
1. Menentukan jenis, kemungkinan dan konsekuensi dari bahaya, ancaman dan
kejadian bencana
Menggunakan alat bantu dengan format terstruktur, yaitu Hazard Vulnerability
Analysis atau HVA.
 Mengumpulkan dan menjelaskan ke seluruh unit kerja, mengenai proses dan
bagaimana HVA digunakan untuk menentukan prioritas bencana, yang
nantinya akan ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan dan prosedur atau
contingency plan
 Menentukan siapa yang bertanggung jawab dalam penentuan HVA

 Melakukan pembuatan HVA dimasing-masing unit kerja

 Mengidentifikasi bencana eksternal dan internal, misalnya gempa bumi, banjir,


kebakaran yang munkin terjadi dan kejadian wabah yang menimbulkan risiko
signifikan dimasing-masing unit kerja dengan mempertimbangkan letak
geografis rumah sakit
 Melakukan rekapitulasi seluruh hasil pembuatan HVA dari masing- masing unit
kerja menjadi HVA rumah sakit.
2. Menetapkan peran rumah sakit dalam menghadapi bencana

 Peran rumah sakit bila terjadi bencana dibagi menjadi dua yaitu bila bencana
terjadi diluar rumah sakit dan bila bencana terjadi didalam rumah sakit. Dalam
hal ini, rumah sakit memerlukan perencanaan (Hospital Disaster Plan) yang
melibatkan semua unit kerja.

 Dalam hal ini perlu ada prosedur pelaksanaan yang didukung oleh kebijakan
rumah sakit, agar implementasi dapat berjalan optimal saat terjadi bencana
tersebut. Rumah sakit dapat membuat Buku Penanggulangan Bencana dan
bagaimana peranan unit kerja dalam penanggulangan bencana.

10
3. Menetapkan strategi komunikasi dalam setiap bencana

 Strategi komunikasi sangat identik dengan interaksi sosial, kita harus mampu
untuk memposisikan diri dengan tepat dalam situasi tertentu. Khususnya
dalam keadaan bencana, kita harus mampu menghadapi dan menjalin
kerjasama dengan orang lain tanpa mencampurnya dengan urusan pribadi.
Sebagai acuan bagaimana menerapkan strategi komunikasi ini, maka rumah
sakit membuatkan Panduan Penanggulangan Bencana.

4. Mengelola seluruh sumber daya pada waktu bencana, termasuk sumber-


sumber daya alternative
 Dalam hal ini, seluruh unit kerja harus melakukan berbagai hal yang telah
menjadi uraian tugasnya pada saat terjadi bencana. Selain itu, masing-masing
unit kerja membuat Petunjuk Teknis mengenai berbagai hal yang dapat
dimanfaatkan pada saat terjadi suatu bencana. Misalnya unit kerja logistik,
selalu mempunyai data terkini mengenai jumlah stok barang dan alat
kesehatan serta bahan baku makanan yang nantinya dapat digunakan pada
saat berlangsung proses evakuasi.
 Rumah sakit membuatkan perihal mengenai peranan unit kerja dalam
penanggulangan bencana didalam Panduan Penanggulangan Bencana.

5. Mengelola kegiatan klinis pada waktu bencana, termasuk alternatif tempat


pelayanan
Melakukan identifikasi dan penugasan peran dan tanggung jawab staff selama
terjadi bencana
 Berbagai kegiatan klinis pada saat terjadi bencana agar tetap dapat
berlangsung. Apabila gedung mengalami kerusakan akibat bencana yang
terjadi, maka kegiatan klinis atau pelayanan harus dipindahkan ke tempat lain.
Ada dua pilihan yang mungkin dapat dilaukan yaitu dirujuk ke rumah sakit
jejaring dan pembuatan rumah sakit lapangan ( bila memiliki sarana dan
prasarana yang mendukung ).
 Hal yang harus dilakukan adalah mengumpulkan informasi dari rumah sakit

11
jejaring, seperti nomor telepon dan jenis-jenis pelayanan yang ada,
sedangkan untuk pembuatan rumah sakit lapangan maka dapat mengacu
kepada “Buku Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan (KEMKES).

6. Melakukan identifikasi dan penugasan peran dan tanggung jawab staf


selama terjadi bencana
 Identifikasi dari seluruh staf yang ada dilingkungan rumah sakit harus
dilakukan sebelum ada kejadian bencana, karena ini merupakan dari mitigasi
atau proses pengurangan resiko. Agar saat bencana berlangsung, peran dan
tanggung jawab seluruh staf tidak menjadi masalah, karena kegiatannya
berbeda dengan peran dan tanggung jawab sehari-hari.
 Rumah sakit membuatkan perihal mengenai peran dan tanggung jawab staf
dalam penanggulangan bencana didalam Panduan Penanggulangan
Bencana.

7. Menentukan proses untuk mengelola keadaan bencana ketika tanggung


jawab pribadi staf konflik dengan tanggung jawa rumah sakit dalam menyediakan
pelayanan pasien
 Hal ini dimaksudkan yaitu agar dalam melaksanakan tugas tidak muncul
konflik pribadi. Sebagai contoh apabila ada saudara kita yang sedang
menjalani perawatan ditempat kita bekerja, kemudian berlangsung bencana
dan harus dilakukan evakuasi secara menyeluruh. Maka ada kemungkinan
muncul konflik tanggung jawab karena ada hubungan saudara sehingga
memprioritaskan pasien tersebut.
 Guna menghindari ini, maka rumah sakit membuat petunjuk teknis berupa
penjelasan mengenai prioritas pasien yang harus dievakuasi didalam
Panduan Penanggulangan Bencana.

8. Menyiapkan kelengkapan instrument saat terjadinya bencana

 Dengan tersedianya kelengakapan instrumen akan proses evakuasi dapat


dilakukan dengan cepat sehingga kerugian dan jatuhnya korban jiwa bisa
dihindari.

 Pengecekan dan pemelihraan instrumen dilakukan secara rutin Guna

12
memaksimalkan instrument yang sudah disediakan rumah sakit, agar pada
saat terjadinya bencana instrument yang ada bisa berfungsi sesusi harapan.

13
VI. SASARAN
a. Kegiatan Pelatihan atau Pendidikan

 Staf dapat menggambarkan proses atau prosedur dalam tanggap darurat


bencana, dengan cara melakukan audit dengan lembar tanya jawab untuk
menguji pengetahuan mereka
 Harus tercapai sasaran cakupan 70% staf mampu menyampaikan prosedur
tanggap darurat bencana
 Pembuatan buku saku untuk ruang rawat inap pasien, yang berisi informasi
tentang evakuasi saat kejadian bencana.
 Harus tercapai sasaran cakupan 100% adanya buku saku diruang rawat
inap pasien
b. Sasaran harus dapat terukur, untuk apa yang akan dicapai atau
dipertahankan (diperbaharui setiap tahun)
 Meningkatkan kesiapsiagaan anggota tim inti komite K3 dan anggota tim
pendukung lainnya di rumah sakit, khususnya peningkatan kualitas mereka
dalam mengatasi dan menghadapi kemungkinan adanya bencana yang
tidak diduga-duga.
 Harus tercapai sasaran cakupan 80% tim pendukung mampu menghadapi
bencana
 Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan para penghuni gedung
lainnya, dalam hal peningkatan kemampuan yang selaras dengan
perkembangan kondisi rumah sakit dalam menghadapi kemungkinan terjadi
kondisi bencana
 Harus tercapai sasaran cakupan 80% adanya peningkatan hasil post test
pada setiap kegiatan pelatihan penanganan bencana.

14
VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

No Kegiatan I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII


PROSES IDENTIFIKASI INTERNAL DAN EKSTERNAL
1. Membuat HVA
setiap unit kerja
dilingkungan RS
yang harus direvie
dan ditindalanjuti
setiap tahun
IMPLEMENTASI PENANGGULANGAN BENCANA
1. Menetapkan dan
membuat peta
mengenai area
beresiko dan
berbahaya
2. Pembuatan buku
tanggap darurat
bencana
ditambahkan
landasan hukum
terkait
3. Menetapkan peran
RS atau organisasi
pada saat terjadi
bencana

15
4. Menetapkan a)
sistem komando
bencana; b)
startegi komunikasi
intern RS; c) lintas
sektoral atau
eksternal RS saat
bencana
5. Pengelolaan dan
persiapan sumber
daya, baik
manusia, sumber
alternatif, dan
lokasi alternatif
pelayanan
kesehatan baik
rawat jalan dan
rawat inap pada
saat terjadi
bencana
6. Pengadaan alat

evakuasi vertikal
7. Melakukan
identifikasi dan
pembuatan uraian
tugas seluruh staf
saat terjadi
bencana (diberikan

16
penjelasan
tambahan pada
uraian tugas sesuai
warna helm)
8. Adanya sosialisasi
dan ketentuan
bahwa semua
pihak yang ada di
RS harus
mematuhi rencana
kesiapan
menghadapi
bencana
9. Pelaksanaan
simulasi evakuasi
dan pelatihan
membuat rumah
sakit lapangan,
serta kerjasama
dengan rumah sakit
terdekat untuk
rujukan

17
VIII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN
PELAPORAN

Menentukan bagaimana alur dan penggabungan dari data dan analisisnya


kepada kemite K3. Pelaporan dilakukan per tiga bulan (triwulan). Hal-hal yang
dikumpulkan, format laporan, dan proses laporan ditujukan ke ketua komite K3.

Evaluasi dan pengujian Rencana Pengelolaan Bencana Melalui Simulasi


atau Pelatihan
 Harus dilakukan pengujian setiap tahun dalam bentuk pelatihan seperti
simulasi penanggulangan gempa bumi, penanggulangan banjir atau tsunami,
penanganan huru-hara, penanganan kurangnya pasokan listrik, dan lain-lain.
Harus dilakukan pengujian setiap tahun dalam bentuk pelatihan seperti
simulasi penanggulangan gempa bumi, penanggulangan banjir atau tsunami,
penanganan huru-hara, penanganan kurangnya pasokan listrik, dan lain-lain.
 Menggambarkan proses untuk menguji rencana pengelolaan bencana secara
keseluruhan atau setidaknya memenuhi elemen kritis.

18
IX. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
a. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan pemantauan data (Langkah-langkah) untuk Perbaikan


dalam Program Tanggap Bencana.
 Menentukan jenis ukuran yang akan digunakan

 Menentukan hal-hal yang akan dikumpulkan, format laporan, proses


laporan, dan frekuensinya ditujukan ke Ketua Komite K3
 Pelaporan dilakukan secara triwulan.

 Alur dan penggabungan dari data dan analisisnya kepada kemite K3.
b. Evaluasi Rencana Program Tahunan

Adanya pernyataan yang menjelaskan proses bahwa evaluasi


dilakukan secara tahunan termasuk penggunaan data simulasi dan
evaluasi dari tanggapan simulasi, laporan terkait temuan-temuan selama
pelatihan staf, data pemantauan rekomendasi untuk program atau
kebijakan dan perubahan pelatihan.
Pengujian Rencana Pengelolaan Bencana Melalui Simulasi atau
Pelatihan harus dilakukan pengujian setiap tahun dalam bentuk pelatihan
seperti simulasi penanggulangan gempa bumi, dan lain-lain.
 Menggambarkan proses untuk menguji rencana pengelolaan bencana
secara keseluruhan atau setidaknya memenuhi elemen kritis
 Menggambarkan proses pemberitahuan eksternal dan
persyaratannya.
 Menggambarkan proses secara lengkap dan evaluasi dari simulasi
pengelolaan bencana untuk mengidentifikasi kekuatan dan peluangnya.
 Jika memungkinkan, gambarkan adanya peran serta masyarakat luas
dalam simulasi tersebut.
 Laporan analisis simulasi evakuasi dilaporkan kepada Komite K3 diertai
dengan rekomendasi untuk memperbaiki prosedur dan meningkatkan
pelatihan staf.

19
 Pada saat akhir kegiatan simulasi, harus dilakukan pertemuan untuk
menilai apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan standar
prosedur operasional dan Pedoman Penanggulangan Bencana yang
sudah ditetapka rumah sakit.

20
 Pada saat akhir kegiatan simulasi, harus dilakukan pertemuan
untuk menilai apakah kegiatan sudah berjalan sesuai dengan
standar prosedur operasional dan Pedoman Penanggulangan
Bencana yang sudah ditetapka rumah sakit.

21

Anda mungkin juga menyukai