Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

TANGGAP DARURAT BENCANA / EMERGENCY RESPONSE DI RUMAH SAKIT

Dosen Pembimbing:
R.A. Helda Puspitasari, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Siti Karimatul Kamila 192303102189
Septian Yoga Permana 192303102190
Abiyyuddhaga Putra Pramadhani 192303102191
Putri Nurdiana 192303102192
Dimas Karunia Nurdyansah 192303102193
Dita Ratnadila Agustien Sy 192303102194
Shafira Qutratu’ Aini 192303102195
Atiya Isnaini Rodiyah 192303102197

PRODI D-3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS KOTA PASURUAN
2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kebencanaan seolah tidak akan terlepas dari suatu wilayah. Indonesia
berdasarkan letak kondisi geografisnya merupakan wilayah yang sulit untuk lepas dari
suatu ancaman bencana. Hal ini perlu adanya suatu perhatian serta melakukan upaya
tertentu, agar dapat mengurangi timbulnya korban jiwa ataupun kerusakan akibat bencana
tersebut.
Perubahan iklim yang terjadi pada saat ini merupakan ancaman terbesar bagi
kehidupan manusia. Hal tersebut dikarenakan perubahan iklim yang terjadi saat ini
berpotensi meningkatkan frekuensi kejadian bencana ekstrim di berbagai wilayah dunia.
Dampak yang terjadi dari perubahan iklim sangatlah kompleks dikarenakan dapat
berdampak pada berbagai sektor yang mencakup berbagai aspek kehidupan antara lain
berdampak pada kesehatan, pertanian, kehutanan, infrastruktur, transportasi, pariwisata,
energi, dan sosial. Potensi bencana terkait dengan perubahan iklim menempati hampir
80% dari berbagai bencana alam yang ada di dunia pada saat ini yang meliputi banjir,
gempa bumi, tanah longsor dan lain sebagainya.
Pada tahun 2017 dari bulan januari sampai desember Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 2.341 kejadian bencana. Dampak
dari kejadian bencana tersebut 377 jiwa meninggal dunia dan hilang, 3,5 juta jiwa
terdampak dan mengungsi. Kerusakan yang terjadi akibat bencana pada tahun 2017
diantaranya 47.442 rumah rusak, 1.272 fasilitas pendidikan rusak, 113 fasilitas kesehatan
rusak, dan 698 fasitilas peribadatan rusak.
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Di Indonesia terdapat berbagai klasifikasi dan jenis-jenis rumah sakit dimana semuanya
memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Rumah sakit tidak hanya
fokus pada pemberian pelayanan kesehatan saja tetapi juga menjamin keselamatan bagi
orang yang sedang mengakses pelayanan kesehatan tersebut dalam hal ini mencangkup
pasien, pengunjung rumah sakit dan pekerja rumah sakit, dimana rumah sakit wajib
menjamin seluruh keselamatannya.
Rumah Sakit harus siap dalam menghadapi bencana dengan melakukan penyiapan
sumberdaya, baik fasilitas maupun sumberdaya manusia. Rumah Sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan rujukan, khususnya bagi kasus-kasus kegawat daruratan, sebaiknya
lebih siap dalam menghadapi dampak bencana. Sebagian besar pengunjung rumah sakit
pada dasarnya merupakan pasien yang tengah menjalani perawatan yang dalam kondisi
tidak mampu secara fisik sehingga pada saat terjadi keadaan darurat maka memerlukan
bantuan dalam evakuasi.
Bencana bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, semua orang tidak akan pernah
mengetahui kapan bencana dapat terjadi, maka upaya pencegahan untuk meminimalisir
risiko yaitu dengan cara perencanaan sistem tanggap darurat. Siklus tanggap darurat
bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat terjadi
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Rumah Sakit X termasuk kedalam rumah sakit kelas B, dimana Rumah Sakit X
memiliki bangunan gedung yang digunakan untuk melayani pelayanan kesehatan dan
pelayanan rawat inap yaitu gedung perawatan A dan gedung perawatan B dimana
masing-masing bangunan gedung tersebut memiliki empat lantai.
Potensi bahaya yang dapat terjadi tidak hanya dari dalam lingkungan rumah sakit,
tetapi potensi bahaya dari luar rumah sakit juga dapat terjadi salah satunya potensi
bencana alam gempa bumi. Mengingat Indonesia terletak pada lokasi yang rawan
bencana. Berdasarkan perkiraan dari Badan Meteorologi Klimatoligi dan Geofisika
(BMKG) mengenai potensi gempa megathust dengan magnitude mencapai 8,7 yang
dapat berdampak pada wilayah Jakarta dan sekitarnya, oleh karena itu perlu adanya
antisipasi dini guna meminimalisir risiko kerugian sosial, ekonomi, kerusakan fasilitas,
dan timbulnya korban jiwa. 9 Sehingga di perlukan suatu sistem atau manajemen bencana
agar dapat mengelola setiap ancaman bencana yang ada di rumah sakit terutama sistem
tanggap darurat bencana
B. Manfaat
C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Darurat
suatu keadaan tidak normal/tidak diinginkan yang terjadi pada suatu
tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan manusia, merusak
peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya yang masih dapat
ditangani oleh sumber daya internal Rumah Sakit.
2. Bencana
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologi yang tidak dapat ditangani sendiri oleh sumber daya internal Rumah
Sakit.
3. Kesiapsiagaan
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi kondisi darurat
dan/atau bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna.
4. Tanggap Darurat Bencana / Emergency Response
serangkaian upaya yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian darurat dan
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan korban, penyelamatan, dan pemulihan sarana
prasarana.
5. Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat.
B. Kriteria Kondisi Darurat di Rumah Sakit
Beberapa kondisi darurat yang terjadi di Rumah Sakit antara lain
1. Kedaruratan keselamatan dan keamanan (demonstrasi/ huru-hara, penculikan bayi,
kekerasan dalam Rumah Sakit dan risiko kecelakaan yang diakibatkan oleh
kondisi gedung)
2. Tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3. Kegagalan peralatan medik dan non medik
4. Kedaruratan utilitas Rumah Sakit meliputi kegagalan kelistrikan, kegagalan
ketersediaan air, kegagalan informasi teknologi/ IT, dan kegagalan sistem tata
udara
5. Outbreak/wabah/pandemi penyakit

Kondisi darurat di Rumah Sakit dapat berkembang menjadi bencana apabila tidak dapat
ditangani oleh sumber daya internal Rumah Sakit.

C. Jenis bencana yang dapat berdampak pada kesiapan Rumah Sakit


Potensi bahaya yang terjadi di Indonesia berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis bencana yaitu bencana alam, bencana non alam,
dan bencana sosial.
1. Bencana Alam
1) Gempa bumi
2) Letusan gunung berapi
3) Tsunami
4) Tanah longsor
5) Kekeringan
6) Angin topan
7) Gelombang pasang/badai
8) Likuifaksi
9) Banjir

2. Bencana Non Alam


1) Kecelakaan transportasi
2) Kegagalan konstruksi/teknologi
3) Kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia
4) Ledakan nuklir
5) Dampak industri (kimia/biologi, dll)
6) Pencemaran lingkungan
7) Outbreak/Wabah/pandemi penyakit

3. Bencana Sosial
1) Konflik sosial dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya, ekonomi dan SARA
2) Demonstrasi/ huru-hara
3) Aksi teror
4) Sabotase

D. Pengetahuan terkait Isi dan Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit (K3RS)
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagian informan sudah mengetahui
program tersebut yang terdiri dari pengunaan APD, screening kesehatan petugas
kesehatan, pengendalian limbah, pendidikan dan pelatihan terkait K3.
MenurutKMK1087/MENKES/SK/VIII/ 2010 Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang harus diterapkan yaitu pengembangan kebijakan K3RS,
pembudayaan perilaku K3RS, pengembangan SDM K3RS, pengembangan pedoman,
petunjuk teknis dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS, pemantauan dan
evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja, pelayanan kesehatan kerja, pelayanan
keselamatan kerja, pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat,
cair, dan gas, pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya, dan
pengembangan manajemen tanggap darurat.

E. Komunikasi
Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan berbagai media
baik lisan maupun tulisan. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yaitu
efektifitas komunikasi, informasi harus mudah diingat oleh penerima. Disamping untuk
menyampaikan perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan, komunikasi
keselamatan dan kesehatan kerja digunakan untuk mendorong perubahan perilaku,
sehingga pekerja termotivasi untuk bekerja dengan selamat. Sosialisasi terkait program
K3RS memang jarang karena program sudah terjadwal jadi jarang disosialisasikan secara
mendetail lagi.

F. Sumber Daya
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1087 Tahun 2010 tentang Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik
lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium
rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu dan pemeriksaan
kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurang- kurangnya 1 tahun.

G. Lingkungan kerja beresiko terjadi Penyakit Akibat Kerja atau Kecelakaan Akibat
Kerja
Faktor lingkungan ini meliputi hal yang berhubungan dengan proses kerja secara
langsung, seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan
keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan dan kurangnya pengawasan.
Faktor-faktor fisik dalam perusahaan antara lain kebisingan, penerangan, tekanan udara,
dan aroma di tempat kerja.
H. Standar Operasional Procedure (SOP)
Standar Operasional Prosedur kerja di IGD mulai dari SOP penerimaan pasien,
melakukan tindakan, SOP penggunaan APD. Standar Operasional Prosedur dibutuhkan
agar karyawan mengetahui prosedur kerja yang harus dilakukan, sebagai standarisasi cara
yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya, mengurangi tingkat
kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan.
Standar Prosedur Operasional (SPO) berisikan informasi mengenai pengertian,
tujuan, kebijakan, prosedur dan unit terkait. Beberapa SPO umum yang minimal harus
ada berdasarkan jenis kondisi darurat dan/atau bencana antara lain:
1. Pada Semua kondisi darurat dan/atau bencana:
1) Pedoman Kewasapadaan Bencana Rumah Sakit
2) SPO Aktivasi Tim Hospital Disaster Plan (HDP)
3) SPO Briefing dan SPO Debriefing
4) SPO Pelimpahan Wewenang (Transfer of Command) dari Direktur kepada
Ketua HDP
5) SPO Layanan Kritis
6) SPO Sistem Rujukan
7) SPO Keamanan dan Keselamatan
8) SPO Komunikasi Internal
9) SPO Pencatatan dan Pelaporan
10) SPO Aktivasi Tim Lapangan
11) SPO Triase Mass Casualty Incident
12) SPO Penyediaan Logistik
13) SPO Pengadaan dan Penyediaan Barang
14) SPO Manajemen Bantuan
15) SPO Manajemen Relawan
16) SPO Mobilisasi Internal (SDM, Sarana dan Prasarana)
17) SPO Manajemen Media (Humas)
18) SPO Administrasi dan Keuangan
19) SPO Pemulangan Pasien
20) SPO Pemulasaraan Jenazah (terutama bencana terkait infeksi)
21) SPO Pelaporan Insiden dan Investigasi
2. Natural Disaster :
1) SPO Gempa Bumi
2) SPO Tsunami
3) SPO Banjir
4) SPO Gunung Meletus
5) SPO Kebakaran Hutan
6) SPO Tanah Longsor
7) SPO Angin Kencang
8) SPO Suhu Ekstrim
9) SPO Kekeringan
3. Human Disaster :
1) SPO Kejadian Penculikan Bayi
2) SPO Ancaman Bom
3) SPO Huru-hara dan demonstrasi
4) SPO Sabotase dan Terorisme
5) SPO Kecelakaan Masal
6) SPO Kerusuhan Sipil
7) SPO Penyanderaan
8) SPO Konflik Bersenjata
9) SPO Kerumunan Massa
4. Technological Disater:
1) SPO Kejadian Kebakaran/ Code Red
2) SPO Penggunaan APAR
3) SPO Penggunaan Hidran
4) SPO Penggunaan sensor asap dan pemadam otomatis
5) SPO Penggunaan APD Fire Fighter
6) SPO Mitigasi Kebakaran
7) SPO Kegagalan Kelistrikan
8) SPO Kegagalan Generator
9) SPO Kecelakaan Industri
10) SPO Kegagalan Transportasi
11) SPO Kegagalan Sistem Persediaan Air
12) SPO Kekurangan Gas Medis
13) SPO Kekurangan Supply
14) SPO Kerusakan Struktur Bangunan
15) SPO Kecelakaan Transportasi
5. Hazmat Disaster:
1) SPO Tumpahan B3
2) SPO Tanggap Darurat Tumpahan B3
3) SPO Penggunaan Spillkit
4) SPO Penggunaan APD terkait Disaster Hazmat
5) SPO Kebocoran Radiasi
6) SPO Tanggap Darurat Bencana Radiasi
7) SPO Penggunaan APD terkait Bencana Radiasi
6. Disease Disaster:
1) SPO Keracunan makanan Masal
2) SPO KLB
3) SPO Penggunaan APD terkait Wabah
4) SPO Epidemi, Pandemi dan Emerging Diseases
5) SPO Serangan Hama

I. Metode Penilaian Risiko


Untuk memudahkan identifikasi dan penilaian risiko kondisi darurat dan/atau bencana di
Rumah Sakit, terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan antara lain

1. Hazard Identification, Risk Assessment, and Determine Control (HIRADC)


Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk identifikasi dan penilaian risiko
adalah HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determine Control)
atau Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko.

2. Hazard Vulnerability Analysis (HVA)


Hazard and Vulnerability Analysis (HVA) merupakan instrumen untuk menilai
kerentanan Rumah Sakit terhadap kondisi darurat dan/atau bencana baik yang
berasal dari internal maupun eksternal Rumah Sakit.

3. Hospital Safety Index (HSI)


Hospital Safety Index (HSI) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk
menilai suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan tetap beroperasi,
berfungsi dan memberikan pelayanan dalam kondisi darurat dan/atau bencana. HSI
membantu pengambil kebijakan untuk menentukan secara cepat tindakan yang
diambil untuk meningkatkan keamanan dan kemampuan Rumah Sakit dalam
merespon kondisi darurat dan/atau bencana dengan fokus kepada pencegahan,
mitigasi, respon darurat dan pemulihan.

4. Fire Safety Risk Assesment (FSRA)


Rumah Sakit harus merencanakan dan menerapkan suatu program untuk
pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan
keluar yang aman sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.
Rumah Sakit perlu melakukan penilaian risiko terjadinya kebakaran secara berkala.

J. Tim tanggap darurat dan/atau bencana


Tim tanggap darurat dan/atau bencana atau Incident Command System harus terdiri dari
sumber daya manusia yang yang memiliki pengetahuan atau sudah terlatih, dengan
jumlah anggota yang memadai dan menunjuk seorang pemimpin/ ketua tim. Setiap satuan
kerja/ unit/ instalasi menugaskan 1 (satu) orang sebagai anggota tim tanggap darurat dan/
atau bencana.

Tim tanggap darurat dan/atau bencana dapat terdiri atas:


1. Pimpinan kondisi darurat dan/atau bencana/ Incident Commander
2. Penanggung jawab informasi publik/Public Information Officer
3. Penanggungjawab pusat dan penghubung/ koordinasi/ Liaision Officer
4. Tim Ahli/ Expert team
5. Penanggung jawab keselamatan kerja/Safety Officer
6. Penanggung jawab operasional medis dan/atau non medis/ Operations Section
Chief
7. Penanggung jawab perencanaan/ Planning Section Chief
8. Penanggung jawab logistik/ Logistics Section Chief
9. Penanggung jawab keuangan/administrasi/ Finance/Administration Section Chief

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai