Menurut Departemen Kesehatan, limbah rumah sakit adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah
Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) dan gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen
yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Dengan melihat deskripsi
tersebut, limbah yang berasal dari rumah itu bisa dikategorikan sebagai limbah B3 (limbah bahan
berbahaya dan beracun).
Limbah rumah sakit sendiri merupakan campuran yang heterogen sifat-sifatnya. Semua jenis sampah ini
dapat mengandung limbah bersama infeksi. Kadangkala, limbah residu insinerasi dapat dikategorikan
sebagai limbah berbahaya jika insinerator adalah rumah sakit tidak sesuai dengan kriteria, atau tidak dapat
dioperasikan sesuai dengan kriteria.
Untuk mengoptimalkan upaya penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang
dihasilkannya Rumah Sakit harus memiliki fasilitas manajemen yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204 /
Menkes / SK / X / 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu:
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah Padat - Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah mulai
dari dan untuk penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan
yang digunakan dalam berbagai bahasa, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi
dari pihak yang ganti.
2. Fasilitas Pengolahan Limbah Cair - Limbah cair harus dalam wadah yang sesuai dengan bahan
kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah sendiri.
Limbah dari pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dapat digunakan dalam berbagai kategori utama,
yaitu limbah umum, limbah patologis (jaringan tubuh), limbah radioaktif, limbah kimiawi, limbah terpadu
menular (menular), benda-benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksik, dan kontainer dalam. Dari sekian
banyak yang diperlukan, maka yang sangat diperlukan khusus adalah Limbah yang dapat menyebabkan
penyakit menular ( limbah infeksi ) atau limbah biomedis. Limbah ini hanya 10 - 15% dari seluruh volume
Limbah kegiatan pelayanan kesehatan. Jenis dari limbah ini secara spesifik adalah:
Limbah anatomi manusia: jaringan tubuh manusia, organ, bagian-bagian tubuh, tetapi tidak
termasuk gigi, rambut dan muka.
Limbah Tubuh hewan: jaringan-jaringan tubuh, organ, bangkai, darah, bagian terkontaminasi
dengan darah, dan sebagainya, tetapi tidak termasuk gigi, bulu, kuku.
Limbah laboratorium mikrobiologi: jaringan tubuh, stok hewan atau mikroorganisme, vaksin, atau
bahan laboratorium yang berkontak dengan bahan- bahan tersebut.
Limbah Darah dan cairan manusia atau bahan yang terkontaminasi dengannya. Tidak termasuk
dalam kategori ini adalah urin dan tinja.
Limbah-limbah benda tajam seperti jarum suntik, gunting, pecahan kaca dan sebagainya.
Sasaran-lahan yang sulit dipahami adalah bagaimana mencari limbah berbahaya, memecahkan dan
memusnahkannya seekonomis mungkin, namun higienis dan tidak ada lingkungan. Untuk limbah yang
bersifat umum, penanganannya identik dengan lingkungan domestik yang lain. Daur ulang sedapat
mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan yang tidak beracun harus dibungkus secara
baik dan tidak akan mencelakakan pekerja yang dapat digunakan seperti sampah umum, sementara
bahan-bahan yang digunakan sebagai limbah berbahaya.
Limbah Yang harus dibandingkan dari yang lain adalah limbah patologis dan infeksius. Limbah infeksius
beresiko tinggi perlu dilakukan sebelum autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum
disingkirkan di landfill. Limbah Keluarga yang tidak bisa dimasukkan ke dalam saluran limbah kota dan
dibilas dengan udara, sedang yang menjadi sampah sebagai limbah berbahaya. Kontainer-kontainer di
bawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak dapat dimasukkan ke dalam insinerator.
Limbah yang telah dilengkapi dengan kantong-kantong yang kuat (dari sampah luar sendiri dari limbahnya
sendiri) dan tahan udara atau dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang
dibedakan dengan warna yang seragam dan jelas, dan isi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah
dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol yang
sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Untuk membuat autoclave , maka kantong-
kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sterilisasi yang dapat berlangsung sempurna. Limbah radioaktif
juga harus memberi tanda-tanda yang standar dan dapat digunakan untuk masa aktifasi yang terlokalisasi
sebelum dikategorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya.
1. Limbah umum; sejenis limbah domestik, bahan pengemas, makanan hewan tidak menular ,
limbah dari bahan pencuci kulit yang lain dan lingkungan. Pengolahan limbah ini tidak
membutuhkan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan limbah domestik. Seluruh
MAKANAN Yang Telah Meninggalkan-dapur PADA Prinsipnya Adalah Limbah Bila TIDAK
dikonsumsi Dan Sisa MAKANAN Dari Bagian penyakit menular Perlu di autoclave terlebih PT
KARYA CIPTA PUTRA SEBELUM dibuang Ke TPA.
2. Limbah patologis; terdiri dari jaringan-jaringan, organ, bagian tubuh, plasenta, bangkai hewan,
darah dan cairan tubuh. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan sterilisasi, insinerasi, lalu
dilanjutkan dengan landfilling. Insinerasi merupakan metode yang sangat dianjurkan, kantong-
kantong yang digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi.
3. Limbah radioaktif; dapat berfase padat, cair atau gas yang terkontaminasi dengan radionuklisida,
dan dihasilkan dari proses in-vitro terhadap jaringan tubuh dan cairan, atau analisis in vivo
terhadap organ tubuh dalam Sejuta atau lokalisasi tumor, atau dihasilkan dari prosedur
therapetis. Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan / olahraga ini biasanya
tergolong memiliki daya radioaktivitas tingkat rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel
(MBq). Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya yang
signifikan ketika melahirkan secara baik. Penanganan kotoran dapat dilakukan di dalam area
rumah sakit itu sendiri, dan untuk menghemat waktu yang telah habis, untuk kemudian
disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa.
4. Limbah kimia; dapat berupa padatan, cairan atau gas jika berasal dari pekerjaan atau prosedur,
pembersihan atau prosedur desinfeksi. Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya
adalah identik dengan limbah yang tidak termasuk kategori berbahaya. Penanganan penanganan
penanganan penanganan penanganan penanganan penanganan penanganan dalam dalam
dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam dalam Beberapa kemungkinan
daur ulang limbah kimiawi misalnya:
- Solven jenis toluena, xilena, aseton dan alkohol yang lain yang dapat diredistilasi
- Solven organik lain yang tidak toksik atau tidak mengeluarkan produk toksik bila dibakar dapat
digunakan sebagai bahan bakar
- Asam-asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan peralatan gelas di laboratorium, atau
didaur ulang untuk mendapatkan khromnya
- Limbah logam - merkuri dari termometer, manometer dan sebagainya rece untuk didaur-
ulang; Limbah jenis ini digunakan untuk diinsinerasi karena akan menghasilkan gas toksik
- Larutan-zat pemerosesan dari radioaktif yang dapat ditemukan oleh elektrostatis
- baterai-baterai bekas untuk jenis-jenis seperti: merkuri, kadmium, nikel dan timbal.
Insinerator adalah sarana yang digunakan di tempat atau di luar lokasi; insinerator tersebut harus
dilengkapi dengan alat pencegah pencemaran udara, sedang residu yang mungkin saja logam-
logam yang berbahaya dibuang ke landfill yang sesuai. Solven yang tidak diredistilasi harus
terpisah antara solven yang berhalogen dan nonhalogen; solven berhalogen membutuhkan
penanganan khusus dan solven non-halogen dapat dibakar pada insinerator di
tempat. Limbah sitotoksik dan obat-obatan genotoksik atau limbah yang terkontaminasi harus
terpisah, dikemas dan diberi tanda dibakar pada insinerator; limbah jenis ini tidak
di autoclaveKarena disamping tidak mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya bagi
operator. Beberapa jenis limbah kimia yang efektif juga dapat digunakan, misalnya: disinfektan, oli
dari trafo dan kapasitor atau dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya, sehingga
perlu dibuang sesuai jenisnya
5. Limbah terbatas menularkan penyakit ( menular ); Termasuk mikroorganisme patogen yang dilihat
dari konsentrasi dan kuantitasnya jika terpapar dengan manusia akan dapat menimbulkan
penyakit. Katagori yang termasuk limbah ini antara lain jaringan dan persediaan dari agen-agen
infeksi dari kegiatan laboratorium, dari ruang bedah atau dari pasien yang memiliki penyakit
menular, atau dari pasien yang diisolasi, atau yang berhubungan dengan pasien yang menjalani
hemodialisis (tabung, penyaring) , serbet, gaun, sarung tangan dan sebagainya) atau materi yang
berkontak dengan binatang yang sedang diinokulasi dengan penyakit menular atau sedang
berkembang penyakit menular. Pengolahan limbah ini untuk sterilisasi terlebih dahulu atau
langsung dilakukan pada insinerator. Autoclave tidak diperlukan bila limbah tersebut telah
diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi.
6. Benda-benda tajam; berupa jarum suntik, syring, gunting, pisau, kaca pecah, gunting kuku dan
sebagainya yang dapat menyebabkan orang tertusuk (luka) dan terjadi infeksi. Benda-benda ini
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi atau bahan
sitotoksik. Limbah ini harus dikemas dalam kemasan yang dapat digunakan dari bahaya tertusuk,
sebelum dibakar dalam insinerator.
7. Limbah Farmasi: meliputi produk-produk kefarmasian, obat-obatan dan bahan kimiawi yang
bermanfaat dari luar pasien isolasi, atau telah tertumpah, kadaluwarsa atau terkontaminasi atau
harus dibuang karena sudah tidak lagi. Obat-obatan yang kemudian dipakai dan masa
kadaluwarsanya masih lama untuk mengisi waktu yang tepat, sedangkan yang tidak terpakai dan
sudah digunakan atau di masa depan atau di landfilling atau dipindahkan ke pemasok.
8. Kontainer-kontainer di bawah; zat-zat yang mengandung gas dan aerosol yang dapat meledak bila
diinsinerasi atau ketika muntah karena kecelakaan (tertusuk dan sebagainya). Pengolahannya
dengan cara landfilling atau didaur-ulang.
Sumber: Pengelolaan Limbah B3 - Prof. Dr. Enri Damanhuri, dan berbagai sumber lainnya
Indonesia Environment Indonesia (IEC) akan mengadakan Training Manajemen Limbah B3,
Untuk mengetahui silabus training silakan klik disini
B3 adalah singkatan dari Bahan Berbahaya dan Beracun, merupakan suatu zat, bahan kimia dan biologi, baik
dalam bentuk tunggal maupun campuran, yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan secara
langsung maupun tidak langsung. B3 bersifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
Di rumah sakit, B3 dapat berupa bahan kimia, obat kanker (sitostatika), reagensia, antiseptik dan disinfektan,
limbah infeksius, bahan radioaktif, insektisida, pestisida, pembersih, detergen, gas medis dan gas non medis.
Keragaman jenis B3 yang ada di rumah sakit, membuat rumah sakit menjadi salah satu industri yang diwajibkan
mampu mengelola B3 dengan baik.
Ancaman hukuman bagi orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa ijin dan atau menghasilkan limbah
B3, adalah pidana 1 sampai 3 tahun dan denda 1 sampai 3 milyar rupiah. Bagi pejabat yang berwenang yang
tidak melakukan pengawasan, juga diancam pidana 1 tahun dan denda 500 juta rupiah. Sedangkan bagi yang
berani mengimpor limbah B3, hukuman pidananya hingga 15 tahun dan denda hingga 15 miliar rupiah. Oleh
karena itu, sangatlah penting bagi petugas rumah sakit untuk mengenal jenis-jenis B3 yang terdapat di
lingkungan kerjanya.
1. B3 Medis
2. B3 Non Medis
B3 non medis berasal dari IPSRS, CSSD dan penggunaan rumah tangga, terdiri dari :
Disinfektan yaitu disinfektan linen, Ultra clorox rain clean bleach, Chlor bleach, Cidezyme, Detergent
enzimatic, SOUR, Detergen.
Pembersih yaitu softener, Foamy Hand Soap, Rugbee shampoo, Magic Glass, Forward, Floor Kleen,
Marble Kleen, Waxstrip, Hygenc.
Gas non medis yaitu Elpiji.
Insektisida, Peptisida Nuvet 200 EC, Protect safe 0,005 BB, Inseckil 50 EC
Solar, Diesel Fuel, Freon (bahan pendingin), Chemical NAJCO (untuk boiler), Air Accu, Oil, Oil
Lubricant, Emulsifier.
RUWANTO,S.ST
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja RSUP dr Sardjito – Yogyakarta
Latar Belakang
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, tuntutan pengelolaan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di rumah sakit semakin tinggi. Tenaga kerja di
rumah sakit, pasien, pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat disekitar rumah sakit ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik karena dampak kegiatan
pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana di rumah sakit yang tidak standar.
Agar dapat tercipta sistem manajemen K3 yang baik, dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai
kompetensi yang baik pula terutama untuk mendeteksi dan menangani risiko bahaya yang ada di lingkungan
rumah sakit. Untuk dapat mencapai hal tersebut karyawan rumah sakit harus mengetahui jenis-jenis resiko
bahaya di rumah sakit dan cara pengendaliannya, sehingga rumah sakit yang aman bagi tenaga kerja, pasien,
pengunjung, pengantar pasien, peserta didik dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terwujud.
Tujuan
1. Peserta pelatihan mampu mengenal resiko bahaya yang ada di rumah sakit.
2. Peserta pelatihan mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada di satuan kerja masing-masing.
3. Peserta pelatihan mampu mengenal sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan di rumah sakit
khususnya di satuan kerja masing-masing.
4. Peserta pelatihan mampu mengikuti prosedur pengendalian resiko bahaya dan menerapkan kepada pengunjung,
keluarga pasien dan peserta didik yang ada di lingkungan rumah sakit.
Metode
Pelatihan ini menggunakan metode: ceramah dan tanya jawab.
Materi Pelatihan
1. PENDAHULUAN
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik, kimia, fisiologi/ergonomi dan
psikologi dapat menyebabkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan
masyarakat disekitar lingkungan rumah sakit. Pekerja rumah sakit memiliki resiko kerja yang lebih tinggi
dibanding pekerja industri lain sehingga resiko bahaya tersebut harus dikendalikan.
Salah satu upaya pengendalian adalah dengan melakukan sosialisasi kepada seluruh pekerja rumah
sakit tentang resiko bahaya tersebut sehingga seluruh pekerja mampu mengenal resiko bahaya tersebut.
Dengan mengenal resiko bahaya diharapkan pekerja mampu mengidentifikasi resiko bahaya yang ada disatuan
kerjanya dan mengetahui upaya pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan oleh rumah sakit sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap sistem pengendalian resiko bahaya yang sudah dilakukan.
b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang
berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal
melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi
pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan
pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan
baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
c. Rekayasa / Enginering.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja
serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang
dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada
ruang perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan
shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.
d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal
kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-
lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling tidak efektif dalam
pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko
bahaya dengan memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan
resiko bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko
bahaya resiko yang didapat juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti kurang leluasa dalam
bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa
pekeerja yang kurang faham terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan
dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan penyimpanan yang baik
sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut tetap optimal.
Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Referensi
Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit danfasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen, Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2008.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.