Anda di halaman 1dari 5

JAWABAN UAS

MATA KULIAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

Nama : Rishania Nurma A

NIM : CMR0160085

Kelas : Reguler C Semester VII

Dosen Pengampu : Bibit Nasrokhatun Dini’ah, SKM., M.Kes

1) a. Bagaimana asas biologi bagi toksisitas


Asas biologi bagi toksisitas, pada dasarnya toksikologi mengangkut suatu pemahaman tentang
segala efek dari zat kimia pada organisme hidup. Mengingat potulat Paracelcius, bahwa semua
zat kimia berpotensi memberikan sifat toksiknya, dimana sifat toksik tersebut ditentukan oleh
dosis. Oleh karena itu berbagai uji toksikologi merupakan uji yang bertujuan menentukan
kondisi-kondisi yang harus dipenuhi apabila suatu sel biologi dipengaruhi oleh zat kimia dan
sifat dari efek zat kimia yang ditimbulkan. Kondisi-kondisi tersebut adalah tergantung pada
organisme dan lingkungan, sehingga pada kondisi tersebut terpenuhi pejanan dengan suatu
xenobiotika akan menimbulkan efek atau aksi.
b. Bagaimana uji toksisitas akut, sub akut, dan kronis
1. Uji toksisitas akut
Uji toksisitas akut adalah menyangkut pemberian zat kimia uji secara tunggal.
2. Uji toksisitas sub akut
Uji toksisitas sub akut adalah pemberian zat kimia uji secara berganda (dosis harian)
bertujuan untuk mendapatkan data „NOEL“ dari suatu bahan uji.
3. Uji toksisitas kronis
Uji toksisitas kronis adalah zat uji diberikan selama sebagian besar masa hidup hewan
uji, dengan durasi 2 - 7 tahun bergantung pada umur spesies.

c. Bagaimana asas biologi bagi toksisitas

Asas biologi bagi toksisitas, pada dasarnya toksikologi mengangkut suatu pemahaman
tentang segala efek dari zat kimia pada organisme hidup. Mengingat potulat Paracelcius,
bahwa semua zat kimia berpotensi memberikan sifat toksiknya, dimana sifat toksik tersebut
ditentukan oleh dosis. Oleh karena itu berbagai uji toksikologi merupakan uji yang
bertujuan menentukan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi apabila suatu sel biologi
dipengaruhi oleh zat kimia dan sifat dari efek zat kimia yang ditimbulkan. Kondisi-kondisi
tersebut adalah tergantung pada organisme dan lingkungan, sehingga pada kondisi tersebut
terpenuhi pejanan dengan suatu xenobiotika akan menimbulkan efek atau aksi.

d. Bagaimana uji toksisitas akut, sub akut, dan kronis

a. Uji toksisitas akut

Uji toksisitas akut adalah menyangkut pemberian zat kimia uji secara tunggal.

b. Uji toksisitas sub akut

Uji toksisitas sub akut adalah pemberian zat kimia uji secara berganda (dosis harian)
bertujuan untuk mendapatkan data „NOEL“ dari suatu bahan uji.

c. Uji toksisitas kronis

Uji toksisitas kronis adalah zat uji diberikan selama sebagian besar masa hidup hewan
uji, dengan durasi 2 - 7 tahun bergantung pada umur spesies.

2. a. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg)di Perairan Kandungan merkuri pada semua titik
stasiun penelitian, tidak terdeteksi. Hal ini berarti perairan tersebut mengandung merkuri,
tetapi nilainya lebih kecil dari 0,00001 ppm (batas deteksi alat). Berdasarkan nila tersebut
maka dapat dikatakan bahwa kandungan merkuri di perairan masih sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan Kep. MENLH No. 51 tahun 2004 yaitu sebesar0,001 ppm.

b. Merkuri akan dimakan oleh mikroorganisme tingkat trofik terendah seperti fitoplankton dan
zooplankton, kemudian dimakan oleh ikan petek, karena ikan tersebut merupakan ikan yang
bersifat omnivora, dan akan mengalami biomagnifikasi pada rantai makanan, organisme
yang berada pada rantai makanan paling tinggi memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi
daripada organisme dibawahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Koeman JH serta Mercola
J yang mengatakan bahwa di dalam tubuh ikan akan terjadi akumulasi merkuri, karena proses
penyerapan nhya lebih cepat daripada pembuangannya.
3. Pengaruh toksisitas subletal merkuri terhadap organisme air ikan petek dapat menyebabkan
perubaha patologik dan histologik pada jaringan yang penting atau jaringan yang peka
terhadap erosi logam tersebut. Jaringan organ tubuh ikan petek (leiognathus aquulus) yang
diteliti untuk respon histopatologis adalah insang dan hati, kerena keduanya merupakan
organ yang berperan dalam eksresi dan detoksifikasi bahan toksik seperti logam berat
merkuri serta merupakan organ vital ikan yang sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan.

4. Fase eksposisi

Merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, pada umumnya, kecuali radioaktif,
hanya dapat terjadi efek toksik/ farmakologi setelah xenobiotika terabsorpsi. Umumnya
hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi molekular dapat terabsorpsi
menuju sistem sistemik. Dalam konstek pembahasan efek obat, fase ini umumnya dikenal
dengan fase farmaseutika. Fase farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat,
kemudian zat aktif melarut, terdispersi molekular di tempat kontaknya. Sehingga zat aktif
berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju sistem sistemik. Fase ini sangat ditentukan
oleh faktor-faktor farmseutika dari sediaan farmasi.

Fase toksikinetik disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah xenobiotika berada dalam
ketersediaan farmasetika, pada mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju
aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau
limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). Pada saat yang
bersamaan sebagian molekul xenobitika akan termetabolisme, atau tereksresi bersama urin
melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya.

Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan
juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik/farmakologik.
Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakan interaksi yang bolak-balik (reversibel). Hal
ini mengakibatkan perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi
dari tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula interaksi
tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika dengan subtrat biologik. Interaksi ini
didasari oleh interaksi kimia antara xenobiotika dengan subtrat biologi dimana terjadi ikatan
kimia kovalen yang bersbersifat irreversibel atau berdasarkan perubahan kimia dari subtrat
biologi akibat dari suatu perubaran kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida.
Terbentuknya peroksida ini mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa efek toksik / farmakologik suatu
xenobiotika tidak hanya ditentukan oleh sifat toksokinetik xenobiotika, tetapi juga
tergantung kepada faktor yang lain seperti:

a. bentuk farmasetika dan bahan tambahan yang digunakan,


b. jenis dan tempat eksposisi,
c. keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi,
d. distribusi xenobiotika dalam organisme,
e. ikatan dan lokalisasi dalam jaringan,
f. biotransformasi (proses metabolisme),
g. keterekskresian dan kecepatan ekskresi, dimana semua faktor di atas dapat dirangkum ke
alam parameter farmaseutika dan toksokinetika (farmakokinetika).

5. a. Reseptor obat dapat didefinisikan sebagai suatu makromolekul (biopolimer) jaringan sel
hidup, mengandung gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan
bersifat khas, dan dapat berinteraksi secara terpulihkan (reversibel) dengan molekul obat
yang mengandung gugus fungsional khas, menghasilkan respons biologis tertentu.

b. Keracunan pada pestisida melalui oral dapat terjadi secara akut dan kronis. Secara akut dapat
terjadi apabila pegaruh pestisida menimbulkan efek selama kurang dari 24 jam, seperti mual
dan muntah. Sedangkan, keracunan bersifat kronis dapat terjadi apabila pestisida telat
terakumulasi melalui organ-organ system pencernaan salah satunya yaitu usus, dimana usus
dapat menyerap pestisida sehingga dapat menimbulkan efek terhadap organ-organ sistem
jaringan tubuh lainnya.

6. a. Berikan contoh kasus keracunan CO yang pernah terjadi di dunia.

Jawab :
Contoh keracunan CO yang pernah terjadi di Korea Selatan yaitu kasus yang Jonghyun SHInee
meninggal dunia setelah menghirup karbon monoksida dari pembakaran briket batu bara.

b. Berapakah effective doses pada kasus keracunan CO

Jawab :

Dosis CO2 solid adalah 8g dalam kemasan tea bag paling efektif menekan mortalitas 75%.

c. Darimanakah sumber paparan keracunan CO dapat terjadi?

Jawab :

1. Proses pembakaran tidak sempurna dari gas alam atau material berbahan karbon
seperti propana, minyak tanah, bensin, batubara, kayu, dan arang. Bisa juga berasal
dari pemanas tidak berventilasi.
2. Asap knalpot kendaraan, asap tembakau, kerusakan cerobong asap atau perapian.
Rusaknya perangkat pembakaran bahan bakar seperti pemanas ruang, mesin berbahan
bakar bensin atau solar, peralatan gas dan pemanas di ruang kecil tertutup, rusaknya
sistem pemanas sentral, dan adanya sumbatan yang menyebabkan ventilasi tertutup.

Anda mungkin juga menyukai