Anda di halaman 1dari 25

RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH MADISING

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO


FASILITAS DAN LINGKUNGAN

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 1


DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN.........................................................................................3

II. LATAR BELAKANG...................................................................................4

III. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS.................................................6

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN......................................6

V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN......................................................7

VI. SASARAN..................................................................................................21

VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN..................................................22

VIII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORANNYA........25

IX. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN.................25

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 2


I. PENDAHULUAN

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Dalam pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa bangunan gedung rumah sakit harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada
umumnya. Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia lanjut. Bangunan Rumah Sakit yang terdiri atas ruang rawat jalan; ruang rawat
inap; ruang gawat darurat; ruang operasi; ruang tenaga kesehatan; ruang radiologi;
ruang laboratorium; ruang sterilisasi; ruang farmasi; ruang kantor dan administrasi;
ruang ibadah, ruang tunggu; ruang promosi rumah sakit; ruang menyusui; ruang
dapur; laundry; kamar jenazah; taman; pengolahan sampah; dan pelataran parkir
yang mencukupi. Harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang paripurna.
Dalam pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Prasarana Rumah Sakit dapat meliputi
instalasi air; instalasi gas medik; instalasi pengelolaan limbah; pencegahan dan
penanggulangan kebakaran; petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi
keadaan darurat; sistem informasi dan komunikasi; dan ambulans. Prasarana harus
memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit, harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya, dan harus
didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Dalam pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa persyaratan peralatan meliputi peralatan
medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi
secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 3


pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. Peralatan yang menggunakan sinar
pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang
berwenang. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus
dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien. Pengoperasian dan pemeliharaan
peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi
di bidangnya dan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan. Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi peralatan
medis, standar yang berkaitan dengan keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban untuk
berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sesuai
dengan kemampuan pelayanannya, memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana dan memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit
sebagai kawasan tanpa rokok. Dengan demikian Rumah Sakit itu dibangun serta
dilengkapi dengan sarana, prasarana dan peralatan yang dapat difungsikan serta
dipelihara sedemikian rupa untuk mendapatkan keamanan, mencegah kebakaran /
bencana dengan terjaminnya keamanan, kesehatan dan keselamatan pasien,
petugas, pengunjung, dan lingkungan Rumah Sakit.
Dalam Pasal 43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien (patient safety), yang dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.

II. LATAR BELAKANG


Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menjamin kondisi dan fasilitas yang
kegiatannya aman, nyaman dan sehat bagi sumber daya Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit melalui
pengelolaan fasilitas fisik peralatan medis dan peralatan lainnya, teknologi medis
secara efektif dan efisien.Secara khusus, manajemen Rumah Sakit harus
berusaha keras untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko,
mencegah kecelakaan dan cidera, dan memelihara kondisi aman, dengan

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 4


melibatkan multidisiplin dalam merencanakan ruangan, peralatan dan sumber
daya yang dibutuhkan, yang aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis
yang diberikan, mendidik seluruh staf tentang fasilitas, cara mengurangi risiko,
dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan risiko
serta menggunakan kriteria kinerja untuk mengevaluasi sistem yang penting dan
untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Peraturan perundangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang berwenang di
daerah banyak menentukan bagaimana fasilitas dirancang, digunakan dan
dipelihara. Seluruh rumah sakit, tanpa memperdulikan ukuran dan sumber daya
yang dimiliki, harus mematuhi ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari
tanggung jawab mereka terhadap Sumber Daya Manusia Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
Rumah Sakit harus mematuhi peraturan perundangan termasuk mengenai
bangunan dan proteksi kebakaran. Rumah sakit memahami fasilitas fisik yang
dimiliki dan secara proaktif mengumpulkan data dan membuat strategi untuk
mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan lingkungan pasien.
Atas dasar pertimbangan diatas Rumah Sakit harus menyusun Program
Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan yang mencakup enam bidang
sebagai berikut :
1. Keselamatan dan Keamanan
- Keselamatan → Suatu keadaan tertentu dimana gedung, lantai, halaman
dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi
pasien, staf dan pengunjung
- Keamanan → Perlindungan dari kehilangan, pengrusakan dan kerusakan,
atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang

2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya → penanganan,


penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan
dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana → Risiko kemungkinan terjadi bencana
diidentifikasi, juga respon bila tejadi wabah, bencana dan keadaan emergensi
direncanakan dengan efektif termasuk evaluasi lingkungan pasien secara
terintegrasi.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 5


4. Sistem Proteksi Kebakaran → Properti dan penghuninya dilindungi dari
kebakaran dan asap.
5. Peralatan Medis → peralatan dipilih, dipelihara dan digunakan
sedemikian rupa untuk mengurangi risiko.
6. Sistem Penunjang → listrik, air dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian

III. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS


1. Tujuan Umum
Menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi Sumber
Daya Manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus
Meminimalkan risiko pada tahap yang tidak bermakna sehingga tidak
menimbulkan efek buruk terhadap keberadaan Sumber Daya Manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah
Sakit.

IV. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


a. Kegiatan Pokok :
1. Keselamatan dan Keamanan
2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya
3. Disaster Plan / Manajemen Penanggulangan Bencana
4. Sistem Proteksi Kebakaran
5. Sistem utilisasi listrik, air dan sistem pendukung yang penting lainnya
6. Peralatan Medis
b. Rincian Kegiatan :
Rincian Kegiatan dimasing-masing kegiatan meiputi :
a. Identifikasi risiko :
b. Analisa risiko
c. Evaluasi risiko
d. Tata kelola risiko
e. Pelaporan insiden

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 6


f. Monitoring dan review insiden dan kegiatan
g. Edukasi staf tentang risk register
V. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN
1. Keselamatan dan keamanan
Keselamatan  memberi jaminan bahwa gedung, properti, teknologi medik
dan informasi, peralatan dan sistem tidak berpotensi mendatangkan risiko
terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung.
Keamanan  melindungi property milik rumah sakit, pasien, staf, keluarga,
pengunjung dari bahaya kehilangan, kerusakan atau pengrusakan oleh
yang tidak berwenang.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang


Keselamatan dan Keamanan meliputi :
a. Melakukan asesmen risiko secara komprehensif dan pro aktif untuk
mengidentifikasi bangunan, ruangan/area, peralatan, perabotan dan
fasilitas lainnya yang berpotensi menimbulkan cedera. Sebagai contoh
risiko keselamatan yang dapat menimbulkan cidera atau bahaya
termasuk diantaranya perabotan yang tajam dan rusak, kaca jendela
yang pecah, kebocoran air di atap, lokasi dimana tidak ada jalan keluar
saat terjadi kebakaran. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan
pemeriksaan fasilitas secara berkala dan terdokumentasi agar rumah
sakit dapat melakukan perbaikan dan menyediakan anggaran untuk
mengadakan pergantian atau “upgrading”.
b. Melakukan asesmen risiko pra kontruksi (Pra Construction Risk
Assessmen/PCRA) setiap ada kontruksi, renovasi atau penghancuran
bangunan/demolisi.

Kontruksi/pembangunan baru di sebuah rumah sakit akan berdampak


pada setiap orang di rumah sakit dan pasien dengan kerentanan
tubuhnya dapat menderita dampak terbesar. Kebisingan dan getaran
yang terkait dengan kontruksi dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan
pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu konstruksi
dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan
ancaman khususnya bagi pasien dengan ganggungan pernapasan.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 7


Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan proyek
konstruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit pelayanan
klinis yang terkena dampak dari kontruksi baru tersebut, konsultan
perencana atau manajer desain proyek, Panitia Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS), Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI), Kepala Unit Kerja Keuangan dan Rumah
Tangga, Unit Rekam Medis, Unit Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan.

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor dan entitas


diluar pelayanan akan bervariasi tergantung pada sejauh mana kegiatan
konstruksi dan dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas. Sebagai
tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan
berdampak pada meningkatnya tingkat risiko misalnya, jika konstruksi
melibatkan gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang
menyediakan pelayanan saat ini, maka risiko untuk pasien dan
pengunjung cenderung akan menjadi minimal.

Asesmen risiko pra konstruksi secara komprehensif dan proaktif


digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan
rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau
penghancuran (demolisi) sehingga pelayanan pasien tetap terjaga
kualitas dan keamanannya.

Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi area – area kualitas


udara, pengendalian infeksi, utilitas, kebisingan, bahan berbahaya,
layanan darurat, seperti respon terhadap kode, dan bahaya lain yang
mempengaruhi perawatan, pengobatan, dan layanan.

Selain itu, rumah sakit memastikan bahwa kepatuhan kontraktor


dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari
penilaian risiko, risiko pasien infeksi dari konstruksi dievaluasi melalui
infeksi penilaian risiko kontrol juga dikenal sebagai ICRA (Infection
Control Risk assessment).

Mengingat setiap ada kontruksi, renovasi dan demolisi harus dilakukan


asesmen risiko pra kontruksi (PCRA) dan harus juga diikuti dengan

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 8


rencana dan pelaksanaan pengurangan risiko dampak keselamatan dan
keamanan bagi pasien, keluarga, pengunjung dan staf yang
memerlukan biaya, maka rumah sakit perlu juga menyediakan anggaran
untuk pelaksanaan tindak lanjut dari PCRA (Pra Contruction Risk
Assessment) dan ICRA (Infection Control Risk Assessment)

c. Merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan


fasilitas pendukung yang aman. Dengan tujuan untuk mencegah terjadi
kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya dan risiko serta
mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf, pengunjung.
d. Menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan identitas
(badge nama sementara atau tetap) pada pasien, staf, keluarga
(penunggu pasien) atau pengunjung (pengunjung diluar jam besuk dan
tamu rumah sakit) sesuai regulasi Rumah Sakit.
e. Melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan atau
pengrusakan barang milik pribadi.
f. Melakukan monitoring pada daerah terbatas seperti ruang bayi, daerah
yang berisiko lainnya seperti ruang bersalin, perawatan dan kelompok
pasien rentan yang tidak dapat melindungi diri sendiri atau memberi
tanda minta bantuan bila terjadi bahaya. Monitoring dapat dilakukan
dengan memasang kamera sistem CCTV yang dapat dipantau di ruang
Direktur. Namun harus diingat pemasangan kamera CCTV tidak
diperbolehkan di ruang pasien dan tetap harus memperhatikan hak
privasi pasien. Pengecualian untuk pasien jiwa yang gaduh gelisah,
pemasangan dapat dikamar pasien tetapi hanya dipantau di ruang
Direktur. Monitoring melalui pemasangan kamera CCTV juga diperlukan
untuk daerah terpencil atau terisolasi, area parking dan area lainnya
yang sering terjadi kehilangan di rumah sakit
g. Menyediakan fasilitas yang aman sesuai dengan peraturan dan
perundangan sebagai contoh :
1. Setiap tangga ada pegangannya
2. Lantai tidk licin
3. Pintu toilet menghadap keluar

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 9


2. Bahan berbahaya dan beracun
Bahan berbahaya dan beracun → Inventarisasi, penanganan, penyimpanan
dan penggunaan serta pengendalian dan pembuangan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) dan limbahnya di rumah sakit harus sesuai dengan
peraturan dan perundangan.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang Bahan


berbahaya dan beracun meliputi :
Rumah sakit mengidentifikasi dan mengendalikan secara aman bahan
berbahaya dan beracun dan limbahnya sesuai peraturan dan perundangan.
WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun dan limbahnya
dengan kategori infeksius, patologis dan anatomi, farmasi, bahan kimia,
logam berat, kontainer bertekanan, benda tajam, genotoksik / sitotoksik, dan
radioaktif.
Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 dan limbahnya di rumah
sakit agar mengacu kepada kategori B3 dan limbahnya dari WHO ini.
Rumah sakit diharapkan melakukan identifikasi area/unit mana saja yang
menyimpan B3 dan limbahnya. Kemudian menginventarisasi meliputi lokasi,
jenis dan jumlah B3 dan limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mukhtahir (di update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.

Rumah sakit perlu mempunyai regulasi yang mengatur :


a. persediaan B3 dan limbahnya yang meliputi jenis, jumlah, dan lokasi;
b. penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 dan limbahnya;
c. penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur penggunaan,
prosedur bila terjadi tumpahan, atau paparan/pajanan;
d. pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 dan limbahnya;
e. pelaporan dan investigasi dari tumpahan, eksposur (terpapar), dan
insiden lainnya;
f. dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratan peraturan lainnya.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 10


Mengingat informasi mengenai penanganan, penyimpanan dan
penggunaan B3 termasuk data fisik seperti titik didih, titik nyala dan
sejenisnya tercantum didalam “Material Safety Data Sheet (MSDS)” atau
Lembar Data Pengaman (LDP) maka rumah sakit agar membuat regulasi
bahwa setiap pembelian/pengadaan B3, supplier wajib melampirkan MSDS
atau LDP. Informasi yang tercantum di MSDS/LDP agar diedukasi kepada
staf rumah sakit, terutama kepada staf dimana ada penyimpanan B3 di
unitnya.

Tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan B3 di rumah sakit diatur


pemerintah secara nasional. Limbah yang diatur meliputi limbah dengan
karakteristik infeksius, benda tajam, patologis, bahan kimia kadaluwarsa,
tumpahan, atau sisa kemasan, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan
medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi, dan tabung gas atau
kontainer bertekanan.

Pengaturan pengelolaan Limbah B3 meliputi tahapan :


1. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3
2. Penyimpanan Limbah B3
3. Pengangkutan Limbah B3
4. Pengolahan Limbah B3
5. Penimbunan Limbah B3

Bila rumah sakit mengolah limbah B-3 sendiri maka wajib mempunyai ijin
mengolah B-3. Namun bila pengolahan B-3 di laksanakan oleh pihak ketiga
maka pihak ketiga tersebut wajib mempunyai ijin sebagai transporter B-3
dan ijin pengolah B-3. Pengangkut/transporter dan pengolah bisa oleh
Institusi yang berbeda

3. Disaster plan / Manajemen Penanggulangan Bencana


Disaster plan / Manajemen Penanggulangan Bencana → menanggapi
keadaan disaster dan bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi
terjadi dimasyarakat.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 11


Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang Disaster
plan / Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi :

Situasi darurat yang terjadi di masyarakat, kejadian epidemi, atau bencana


alam akan melibatkan rumah sakit, seperti gempa bumi yang
menghancurkan area rawat inap pasien, atau ada epidemi flu yang akan
menghalangi staf masuk kerja. Penyusunan program harus dimulai dengan
identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi di daerah dimana rumah
sakit berada dan dampaknya terhadap rumah sakit. Contohnya, angin topan
(hurricane) atau tsunami kemungkinan akan terjadi didaerah dekat laut dan
tidak terjadi didaerah yang jauh dari laut. Kerusakan fasilitas atau korban
masal sebaliknya dapat terjadi dirumah sakit manapun.

Melakukan identifikasi dampak bencana sama pentingnya dengan mencatat


jenis bencana yang terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan dampak yang
dapat terjadi pada air dan tenaga listrik jika terjadi bencana alam, seperti
gempa bumi. Mungkinkah gempa bumi akan menghambat anggota staf
untuk merespon bencana?, hanya karena jalan terhalang atau keluarga
mereka menjadi koban gempa bumi?. Dalam situasi demikian, mungkin
akan terjadi konflik kepentingan dengan keharusan merespon kejadian
bencana di rumah sakit. Rumah sakit juga harus mengetahui peranan staf
ini di masyarakat. Sebagai contoh, sumber daya apa yang perlu disediakan
rumah sakit untuk masyarakat dalam situasi bencana, dan metode
komunikasi apa yang harus di pakai di masyarakat ?

Rumah Sakit perlu menyediakan proses untuk menyusun program


manajemen disaster yaitu :

a) menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya,


ancaman dan kejadian;
b) menentukan integritas struktural dilingkungan pelayanan pasien yang
ada dan bagaimana bila terjadi bencana
c) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut
d) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian
e) mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber-sumber
alternatif

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 12


f) mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat pelayanan
alternatif pada waktu kejadian.
g) mengidentifikasi dan penetapan peran dan tanggung jawab staf selama
kejadian
h) proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung
jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap
menyediakan pelayanan pasien.

Untuk mengukur kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadapi bencana


maka rumah sakit agar melakukan self assessment dengan menggunakan
instrument hospital safety index dari WHO. Dengan melakukan self
assessment tersebut maka rumah sakit diharapkan dapat mengetahui
kekurangan yang harus dipenuhi untuk menghadapi bencana.

Simulasi penanganan / menanggapi / menghadapi bencana


diujicoba/disimulasikan dengan melakukan :

• Simulasi tahunan secara menyeluruh ditingkat internal rumah sakit


• Simulasi terhadap unsur-unsur kritis rencana program yang dilaksanakan
setiap tahun, meliputi :
a) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut
b) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian
c) mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber-sumber
alternatif
d) mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat
pelayanan alternatif pada waktu kejadian.
e) mengidentifikasi dan penetapan peran dan tanggung jawab staf
selama kejadian
f) proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara
tanggung jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah sakit
untuk tetap menyediakan pelayanan pasien.

Jika rumah sakit menghadapi kejadian bencana yang sebenarnya, dan


rumah sakit menjalankan program tersebut serta melakukan diskusi
(debriefing) setelah kejadian, maka situasi tersebut dapat mewakili atau
setara dengan simulasi tahunan

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 13


4. Sistem Proteksi Kebakaran
Sistem Proteksi Kebakaran → pencegahan, penanggulangan bahaya
kebakaran dan penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas
sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang Sistem


Proteksi Kebakaran meliputi :
Rumah sakit harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena
kebakaran adalah risiko yang selalu bisa terjadi di rumah sakit. Dengan
demikian, setiap rumah sakit perlu merencanakan bagaimana agar
penghuni rumah sakit aman apabila terjadi kebakaran termasuk bahaya
dari asap. Rumah sakit perlu melakukan asemen terus menerus untuk
memenuhi regulasi keamanan kebakaran sehingga secara efektif dapat
mengidentifikasi risiko dan meminimalkan risiko.

Asesmen risiko meliputi :


a. Tekanan dan risiko lainnya di kamar perawatan
b. Daerah berbahaya (dan ruang di atas langit-langit di seluruh area)
seperti ruang linen kotor
c. Tempat pengumpulan sampah, ruang penyimpanan oksigen
d. Sarana jalan keluar/exit
e. Dapur yang berproduksi dan peralatan masak
f. Linen dan laundry
g. Sistem tenaga listrik darurat dan peralatan
h. Gas medis dan komponen sistem vakum

Berdasarkan hasil asesmen risiko diatas, rumah sakit menyediakan proses


untuk menyusun program sistem proteksi kebakaran yaitu :
1) pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko, seperti
penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar secara
aman, termasuk gas-gas medis yang mudah terbakar seperti oksigen.
2) penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi apapun, di atau
yang berdekatan dengan bangunan yang ditempati pasien.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 14


3) penyediaan jalan keluar yang aman dan tidak terhalangi apabila terjadi
kebakaran.
4) penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini dan patroli kebakaran
(fire patrols).
5) penyediaan mekanisme pemadaman api, seperti selang air, bahan kimia
pemadam api (chemical suppressants), atau sistem sprinkler.
Penggabungan tindakan-tindakan tersebut saat terjadi kebakaran atau
asap akan membantu memberi waktu yang memadai bagi pasien, keluarga
pasien, staf dan pengunjung untuk keluar dengan selamat dari fasilitas.
Tindakan-tindakan tersebut harus efektif tanpa memandang usia, ukuran,
maupun bentuk bangunan fasilitas.

Program proteksi kebakaran (fire safety) rumah sakit mengidentifikasi :


- frekuensi dilakukannya inspeksi, pengujian dan pemeliharaan sistem
pencegahan dan keselamatan kebakaran secara konsisten sesuai
dengan persyaratan.
- proses evakuasi yang aman jika terjadi kebakaran atau asap.
- proses pengujian setiap bagian dari program dalam setiap kurun waktu
12 bulan;
- Edukasi yang diperlukan bagi staf untuk melindungi dan mengevakuasi
pasien secara efektif jika terjadi keadaan darurat
- Partisipasi anggota staf dalam ujicoba/simulasi penanganan kebakaran
minimal sekali tiap tahunnya.
Pengujian program dapat dicapai dengan beberapa metode. Sebagai
contoh, rumah sakit dapat menugaskan „komandan regu pemadam
kebakaran‟ untuk setiap unit yang kemudian menanyakan secara acak
kepada staf apa yang akan mereka lakukan bila terjadi kebakaran di unit
mereka.

Kepada staf dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti:


- Di mana letak alat pemadam api di unit Anda?
- Bagaimana melaporkan kebakaran?
- Bagaimana melindungi pasien jika terjadi kebakaran? Bila perlu
mengevakuasi pasien, proses apa yang harus diikuti?

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 15


Staf harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan
tepat. Jika tidak, hal ini harus didokumentasikan dan rencana untuk
pendidikan ulang perlu disusun. “Komandan Regu penanggulangan
pemadam kebakaran” harus memiliki catatan orang-orang yang
berpartisipasi. Salah satu bagian dari pengujian program juga dapat berupa
ujian tertulis untuk staf mengenai penanganan kebakaran yang dilakukan
oleh rumah sakit. Semua inspeksi, pengujian dan pemeliharaan
didokumentasikan.

Sesuai dengan peraturan perundangan, rumah sakit adalah kawasan tanpa


rokok dan asap rokok, karena itu Direktur rumah sakit agar membuat
regulasi larangan merokok di rumah sakit termasuk larangan menjual rokok
di rumah sakit.

Larangan merokok penting dilaksanakan di rumah sakit karena rumah sakit


merupakan daerah yang berisiko terjadinya kebakaran, banyak bahan yang
mudah terbakar di rumah sakit (misalnya gas oksigen)

Regulasi larangan merokok tidak hanya untuk staf rumah sakit tetapi juga
untuk pasien, keluarga dan pengunjung. Rumah sakit secara berkala perlu
melakukan monitoring pelaksanaan larangan merokok di lingkungan rumah
sakit ini.

5. Sistem utilisasi listrik, air dan sistem pendukung yang penting lainnya
Sistem utilisasi listrik, air dan sistem pendukung yang penting lainnya →
memastikan semua sistem utilitas (Sistem Pendukung) berfungsi efisien dan
efektif yang meliputi pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan dari sistem
utilitas.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang Sistem


utilisasi listrik, air dan sistem pendukung yang penting lainnya
meliputi :
Sistem utilitas / sistem penunjang adalah sistem dan peralatan untuk
mendukung layanan penting bagi keselamatan pasien. Sistem ini mencakup
jaringan listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medik, perpipaan, limbah,
sistem komunikasi dan data. Sistem utilitas yang berfungsi efektif di semua

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 16


tempat di rumah sakit menciptakan lingkungan asuhan pasien yang baik.
Untuk memenuhi kebutuhan pasien, keluarga pasien, pengunjung dan staf,
sistem utilitas harus dapat berfungsi efisien. Asuhan pasien rutin dan
darurat, berjalan selama 24 jam terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7
hari dalam seminggu. Jadi, kesinambungan fungsi utilitas merupakan hal
esensial untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Manajemen utilitas yang baik dapat menghasilkan sistem utilitas berjalan
efektif dan mengurangi potensi risiko yang timbul. Sebagai contoh,
kontaminasi berasal dari sampah di daerah persiapan makanan, kurangnya
ventilasi di laboratorium klinik, tabung oksigen yang disimpan tidak terjaga
dengan baik, kabel listrik bergelantungan, dapat menimbulkan bahaya.
Untuk menghindari kejadian ini, rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
berkala, pemeliharan preventif dan pemeliharan lainnya. Sewaktu pengujian
perhatian ditujukan pada komponen kritikal sistem (contoh : sakelar,
relay/penyambung, dll.).
Karena itu rumah sakit perlu regulasi pengelolaan sistem utilitas yang
sekurang-kurangnya meliputi :

a) Ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam waktu tujuh hari
dalam seminggu secara terus menerus.
b) Membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitas dan
memetakan pendistribusiannya dan melakukan update secara berkala.
c) Pemeriksaan dan pemeliharaan serta perbaikan semua komponen
utilitas yang ada di daftar inventaris.
d) Jadwal pemeriksaan, testing, pemeliharaan semua sistem utilitas
berdasar kriteria seperti rekomendasi dari pabrik, tingkat risiko dan
pengalaman rumah sakit.
e) Pelabelan pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu
pemadaman darurat secara keseluruhan atau sebagian

Pelayanan pasien dilakukan selama 24 jam terus menerus, setiap hari


dalam seminggu di rumah sakit. Rumah sakit mempunyai kebutuhan sistem
utilitas yang berbeda beda,tergantung misi rumah sakit, kebutuhan pasien
dan sumber daya. Walaupun begitu, pasokan sumber air bersih dan listrik

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 17


terus menerus sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien. Rumah
sakit harus melindungi pasien dan staf dalam keadaan darurat, seperti jika
terjadi kegagalan sistem,pemutusan dan kontaminasi.

Sistem tenaga listrik darurat dibutuhkan oleh semua rumah sakit yang ingin
memberikan asuhan kepada pasien tanpa putus dalam keadaan darurat.
Sistem darurat ini memberikan cukup tenaga listrik untuk mempertahankan
fungsi yang esensial dalam keadaan darurat dan juga menurunkan risiko
terkait terjadinya kegagalan. Tenaga listrik cadangan dan darurat harus
dites sesuai rencana yang dapat membuktikan beban tenaga listrik
memang seperti yang dibutuhkan. Perbaikan dilakukan jika di butuhkan,
seperti menambah kapasitas listrik di area dengan peralatan baru.

Mutu air dapat berubah mendadak karena banyak sebab, seperti ada
kebocoran di jalur suplai. Jika terjadi suplai air terputus, persediaan air
bersih darurat harus tersedia segera.

Untuk mempersiapkan diri terhadap keadaan darurat seperti ini, rumah


sakit harus :
 mengidentifikasi peralatan, sistem, dan area yang memiliki risiko paling
tinggi terhadap pasien dan staf (sebagai contoh, rumah sakit
mengidentifikasi area yang membutuhkan penerangan, pendinginan
(lemari es), bantuan hidup/Ventilator?, dan air bersih untuk
membersihkan dan sterilisasi alat)
 menguji ketersediaan dan kehandalan sumber tenaga listrik dan air
bersih darurat

 mendokumentasikan hasil-hasil pengujian

 memastikan bahwa pengujian sumber alternatif air bersih dan listrik


dilakukan setidaknya setiap 6 bulan atau lebih sering jika dipersyaratkan
oleh peraturan perundangan di daerah, rekomendasi produsen, atau
kondisi dari sumber listrik dan air. Kondisi dari sumber listrik dan air yang
mungkin dapat meningkatkan frekuensi dari pengujian mencakup :

- perbaikan sistem air bersih yang terjadi berulang-ulang

- sumber air bersih sering terkontaminasi

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 18


- jaringan listrik yang tidak dapat diandalkan

- pemadaman listrik yang tak terduga dan berulang-ulang.

Rumah sakit melakukan asesmen risiko dan meminimalisasi risiko


kegagalan sistem utilitas di area-area tersebut diatas .

Rumah Sakit merencanakan tenaga listrik darurat (dengan menyiapkan


genset) dan penyediaan sumber air bersih darurat untuk area-area yang
membutuhkan. Untuk memastikan kapasitas beban yang bisa dicapai oleh
unit genset apakah benar-benar mampu mencapai beban tertinggi maka
pada waktu pembelian unit genset dilakukan pengujian. Selain itu rumah
sakit melaksanakan uji coba sumber listrik alternatif sekurangnya 6 bulan
sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh peraturan perundangan atau
oleh kondisi sumber listrik. Jika sistem listrik darurat membutuhkan sumber
bahan bakar, jumlah tempat penyimpanan bahan bakar perlu
dipertimbangkan. Rumah sakit dapat menentukan jumlah bahan bakar yang
disimpan, kecuali ada ketentuan lain dari pihak berwenang.

Mutu air rentan terhadap perubahan yang mendadak, termasuk perubahan


diluar kontrol rumah sakit. Mutu air juga kritikal didalam proses asuhan
klinik, seperti dalam dialisis ginjal. Jadi, rumah sakit menetapkan proses
monitor mutu air, termasuk tes (pemeriksaan) biologik dari air yang dipakai
untuk dialisis ginjal. Harus dilakukan tindakan jika mutu air ditemukan tidak
aman.

Monitor dilakukan paling sedikit 3 bulan sekali atau lebih cepat mengikuti
peraturan perundangan, kondisi dari sumber air, dan dari pengalaman yang
lalu dengan masalah mutu air. Monitor dapat dilakukan oleh perorangan
yang ditetapkan rumah sakit, seperti staf dari laboratorium klinik, atau oleh
Dinas Kesehatan atau pemeriksa air pemerintah diluar rumah sakit yang
kompeten untuk melakukan pemeriksaan seperti itu. Apakah diperiksa oleh
staf rumah sakit atau oleh otoritas diluar rumah sakit, tanggung jawab
rumah sakit adalah memastikan pemeriksaan (tes) dilakukan lengkap dan
tercatat dalam dokumen. Karena itu rumah sakit perlu mempunyai regulasi
sekurang-kurangnya meliputi :

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 19


a) Pelaksanaan monitoring mutu air bersih paling sedikit setiap 1 tahun
sekali. Untuk pemeriksaan kimia minimal setiap 6 bulan sekali atau lebih
sering tergantung ketentuan peraturan perundangan, kondisi sumber air,
dan pengalaman sebelumnya dengan masalah mutu air. Hasil
pemeriksaan didokumentasikan.
b) Pemeriksaan air limbah dilakukan setiap 3 bulan atau lebih sering
tergantung peraturan perundangan, kondisi sumber air, dan hasil
pemeriksaan air terakhir bermasalah. Hasil pemeriksaan
didokumentasikan.

c) Melakukan monitoring hasil pemeriksaan air dan melakukan perbaikan


bila diperlukan.

6. Peralatan medis

Peralatan medis → pemeriksaan, uji coba dan pemeliharaan peralatan


medis dan mendokumentasikan hasilnya.

Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan tentang


Peralatan medis

meliputi :

Untuk menjamin peralatan medis dapat digunakan dan laik pakai maka
rumah sakit perlu :
a) melakukan inventarisasi peralatan medis yang meliputi peralatan medis
yang dimiliki oleh rumah sakit, peralatan medis kerja sama operasional
(KSO) milik pihak ketiga.
b) melakukan pemeriksaan peralatan medis secara teratur.
c) melakukan uji fungsi peralatan medis sesuai penggunaan dan ketentuan
pabrik.
d) melaksanakan pemeliharaan preventif dan kalibrasi.
Staf yang kompeten melaksanakan kegiatan ini. Peralatan diperiksa dan diuji
fungsi sejak masih baru dan seterusnya sesuai umur, penggunaan peralatan
tersebut atau sesuai ketentuan pabrik. Pemeriksaan, hasil uji fungsi dan setiap

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 20


kali tindakan pemeliharaan didokumentasikan. Ini membantu memastikan
kelangsungan proses pemeliharaan dan membantu bila menyusun rencana
biaya untuk penggantian, perbaikan, peningkatan (upgrade), dan perubahan
lain.

Rumah sakit mempunyai proses identifikasi, penarikan dan pengembalian atau


pemusnahan produk dan peralatan medis yang ditarik kembali oleh pabrik atau
pemasok. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur penggunaan setiap
produk atau peralatan yang ditarik kembali (under recall)

Rumah sakit mencari informasi terkait dengan peralatan medis yang telah di re-
call dari sumber –sumber terpercaya. Rumah sakit memiliki sebuah sistem
yang diterapkan untuk pemantauan dan pengambilan tindakan terhadap
pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, re-call / cacat
produksi / penarikan kembali oleh produsen karena ada cacat, laporan insiden-
insiden, masalah, dan kegagalan yang dikirimkan oleh produsen, pemasok,
atau agen yang mengatur.
Sejumlah negara mempersyaratkan pelaporan peralatan medis yang
mengakibatkan kematian, cedera serius atau penyakit. Rumah sakit harus
mengidentifikasi dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku dalam hal pelaporan insiden peralatan medis. Program pengelolaan
peralatan medis juga membahas penggunaan semua peralatan medis yang
sudah dilaporkan memiliki masalah atau kegagalan, atau alat dalam kondisi
bahaya bila digunakan atau dalam proses penarikan.

VI. SASARAN
Untuk memberikan perlindungan bagi Sumber Daya Manusia Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, vendor, maupun lingkungan Rumah
Sakit.

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN LINGKUNGAN 21


VII. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Bulan
No Kegiatan Anggaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I. Keselamatan dan Keamanan Alokasi dana
1 X X X X Rumah Sakit
Identifikasi staf, pengunjung,
pedagang/vendor dan lainnya
2 X X X X X X X X X
Pemberian tanda pengenal (badge)
sementara atau tetap
3 Menyusun Rencana perbaikan fasilitas X X X X
- Inspeksi yang komprehensif
- Mencatat semua perabot yg tajam
dll.
- Perbaikan berkala
II. Bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbahnya
1 X
Inventarisasi bahan & limbah berbahaya
2 X
Penanganan, penyimpanan &
penggunaan bahan berbahaya

3 X X
Pemasangan label yg benarpd bahan &
limbah berbahaya

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN 2


Bulan
No Kegiatan Anggaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
III. Disaster Plan / Manajemen Penanggulangan Bencana

1 Penetapan jenis, kemungkinan dan X


konsekwensi dari bahaya,ancaman dan
kejadian
2 Identifikasi & penugasan peran & X
tanggung jawab staf pada waktu
kejadian
3 Proses untuk mengelola keadaan X
darurat/kedaruratan blterjadi
pertentangan antara tanggung jawab
staf dengan tanggung jawab RS.
IV. Sistem Proteksi Kebakaran
1 Penyediaan jalan keluar yangaman & X X
tidak terhalang bila terjadi kebakaran
V. Sistem utilisasi listrik, air dan sistem pendukung yang penting
lainnya
1 Melakukan ujicoba ketersediaan & X
keandalan sumber darurat listrik & air
bersih
2 Mengidentifikasi peralatan, sistem & X
tempat yg potensial menimbulkan risiko

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN 2


Bulan
No Kegiatan Anggaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tertinggi

VI. Peralatan Medis


Melakukan inventarisasi peralatan X
medis
Melakukan ujicoba peralatanmedis X
sesuai dengan penggunaan &
ketentuan

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN 2


VIII. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORANNYA
Ketua Komite K3RS berkoordinasi dengan Kepala UPSRS secara
berkesinambungan melakukan evaluasi terhadap semua hal yang direncanakan
dalam jadwal pelaksanaan kegiatan Program Manajemen Risiko Fasilitas dan
Lingkungan.
Hasil evaluasi dilaporkan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit dengan
mengadakan koordinasi kerja dengan Kepala Bidang Penunjang Medik dan
Non Medik.
Ketua Komite K3RS melakukan review Program Manajemen Risiko Fasilitas
dan Lingkungan per tahun dan hasil review akan diteruskan ke Direktur Rumah
Sakit untuk tindak lanjut.

IX. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Ketua Komite K3RS melakukan pencatatan dan pelaporan hasil dari
evaluasi atas semua rencana kegiatan secara rutin dalam Program Manajemen
Risiko Fasilitas dan Lingkungan untuk memberikan informasi yang dapat
membantu rumah sakit, mencegah masalah, menurunkan risiko, membuat
keputusan tentang sistem perbaikannya, dan membuat rencana untuk
meningkatkan fungsi (upgrade) tekhnologi medik, peralatan dan sistem utilitas.

Bungi,04 Maret 2019


Mengetahui
Direktur RSUD Madising Ketua Komite K3RS

dr. H. MOH. INWAN AHSAN, M.Kes AAN SUWANDHY, SKM


NIP. 19730428 200312 1 005

PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASLITAS DAN 2

Anda mungkin juga menyukai