Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah pers merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, press. Di


Indonesia, pengertian pers identik dengan media massa dan lebih banyak
dikaitkan dengan jurnalistik dan wartawan.

Undang-Undang tentang media massa pun dinamakan UU Pers. Nama


lengkapnya: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU Pers adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip, ketentuan,


dan hak-hak penyelenggara media massa di Indonesia. UU ini disahkan 23
September 1999 oleh Presiden BJ Habibie.

Sebagai salah satu wujud hak asasi manusia, kebebasan pers di Indonesia
telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
1999. Kebebasan tersebut bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi
kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab
sosial artinya setiap kegiatan pers harus menghormati hak asasi setiap orang
dan harus bertanggung jawab kepada publik. Agar tanggung jawab sosial
tersebut benar-benar terlaksana, maka dibentuklah Kode Etik Jurnalistik
untuk wartawan. Wartawan dan pers merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Wartawan adalah profesi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik,
sementara pers adalah lembaga yang menjalankan kegiatan jurnalistik.
Kegiatan wartawan termasuk juga dalam kegiatan pers. Baca juga:
Kebebasan Pers di Indonesia Kode etik biasanya digunakan sebagai
pedoman operasional suatu profesi. Karena wartawan merupakan sebuah
profesi, maka dibuatlah kode etik jurnalistik sebagai pedoman operasional.
Kode etik jurnalistik berfungsi sebagai landasan moral dan etika agar seorang
wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial. Septiawan
Santana dalam buku Jurnalisme Kontemporer (2017), mendefinisikan kode
etik jurnalistik sebagai sekumpulan prinsip moral yang merefleksikan
peraturan-peraturan yang wajib dipatuhi oleh seluruh wartawan. Kode etik

1
jurnalistik berisi apa-apa yang menjadi pertimbangan, perhatian, atau
penalaran moral profesi wartawan. Selain itu, isi etikanya juga mengatur hak
dan kewajiban dari kerja kewartawanan. Landasan kode etik jurnalistik
mengacu pada kepentingan publik. Sebab kebebasan pers yang ideal adalah
kebebasan yang tidak mencederai kepentingan publik dan tidak melanggar
hak asasi warga negara. Baca juga: Peran Pers dalam Negara Demokrasi
Lebih lanjut, institusi yang berhak menilai atas pelanggaran kode etik
jurnalistik adalah Dewan Pers. Sementara pihak yang memberikan sanksi
atas pelanggaran kode etik jurnalistik adalah organisasi profesi wartawan dan
atau perusahaan pers yang bersangkutan.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pers?
2. Bagaimana Pers menegakkan Kode Etik Jurnalistik?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Arti Pers
2. Untuk mengetahui Konsitensi Pers dalam menegakkan kode etik
Jurnalistik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pers

Secara bahasa, pers memiliki banyak arti, mulai percetakan hingga media
massa.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan pers sebagai berikut:

1. usaha percetakan dan penerbitan


2. usaha pengumpulan dan penyiaran berita
3. penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, dan radio
4. orang yang bergerak dalam penyiaran berita
5. medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi,
dan film

Dalam kamus Merriam Webster juga disebutkan, salah satu pengertian


pers terkait dengan “pencetakan” (printing pers) yang artinya:

 tindakan atau proses pencetakan (the act or the process of printing)


 perusahaan percetakan atau penerbitan (a printing or publishing
establishment)
 pengumpulan dan penerbitan atau penyiaran berita (jurnalisme) (the
gathering and publishing or broadcasting of news (journalism))
 surat kabar, majalah, dan seringkali siaran berita radio dan televisi
(newspapers, periodicals, and often radio and television news
broadcasting)
 reporter berita, penerbit, dan penyiar (news reporters, publishers, and
broadcasters)
 komentar atau pemberitahuan di surat kabar dan majalah
mendapatkan pers yang bagus (comment or notice in newspapers and
periodicals is getting a good press).

Dalam Kamus Jurnalistik, saya mengartikan pers sebagai berikut:

3
1. Usaha percetakan atau penerbitan
2. Usaha pengumpulan atau penyiaran berita atau informasi
3. Penyiaran berita melaui media massa
4. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita
5. Media penyiaran atau media massa
6. Singkatan dari persuratkabaran.

Pengertian Pers secara Istilah

Pengertian pers secara istilah bisa dibagi menjadi dua, yaitu definisi pers
dalam UU Pers dan menurut para ahli, praktisi, atau akademisi.

1. Pengertian Pers Menurut UU Pers

Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan


wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memiliki, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara,
gambar dan suara, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media elektronik, media cetak dan segala jenis
saluran yang tersedia.

Dalam penjelasn disebutkan, pers adalah segala usaha dari alat-alat


komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan
hiburan, keinginan, peristiwa, dan berita yang terjadi dalam wujud surat
kabar, majalah, bulletin, atau media cetak lain atau diusahakan melalui
radio, televisi, film, dan sebagainya.

2. Pengertian Pers menurut Para Ahli

Definisi atau batasan pengertian pers menurut para ahli


(akademisi/praktisi) antara lain sebagai berikut:

4
1. J.C.T Simorangkir

Menurut Simorangkr, pers memiliki dua pengertian, yaitu pengertian pers


dalam arti sempit dan pengertian pers dalam arti luas.

Pengertian pers dalam arti sempit ialah hanya terbatas pada surat-surat
kabar harian, mingguan, dan majalah. Pengertian pers dalam arti luas
tidak hanya sebatas surat kabar, majalah, tabloid mingguan, tapi
mencakup juga radio, televisi dan film.

2. Oemar Seno Adji

Oemar Seno Adji juga memberikan pengertian pers dalam arti sempit dan
luas. Menurutnya, pers dalam arti sempit berarti penyiaran –penyiaran
pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis.

Pers dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua media komunikasi


massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan
kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

.Pers dalam arti luas merupakan manifestasi dari “freedom of the press”.
Pers dalam arti sempit merupakan manifestasi dari “freedom of speech”
dan keduanya tercakup oleh pengertian “freedom of expression”.

3. Raden Mas Djokomono

Pers adalah yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat
kabar. Pendapatnya ini yang membakar semangat para pejuang dalam
memperjuangkan hak-hak bangsa indonesia pada masa penjajahan
belanda.

4. Frederich S. Siebert

Pengertian pers menurut Frederich S. Siebert adalah semua media


komunikasi massa yang memenuhi sebuah persyaratan publisistik
ataupun tidak dan media komunikasi massa yang memenuhi persyaratan
publisistik  tertentu.

5
5. L. Taufik

Pers adalah usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi


kebutuhan anggota masyarakat terhadap penerangan, hiburan, keinginan
mengetahui peristiwa, atau berita yang telah atau akan terjadi di sekitar
mereka khususnya dan di dunia umumnya.

6. Weiner

Bagi Weiner, pers mempunyai tiga arti. Pertama, wartawan media cetak.
Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak-naik cetak.

7. Marshall McLuhan

Pers adalah sesuatu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat


lainnya dan peristiwa satu dengan peristiwa lain dalam satu momen yang
bersamaan.

8. Kustadi Suhandang

Pers adalah seni atau keterampilan dalam mencari, mengumpulkan,


mengolah, menyusun, dan menyajikan berita mengenai peristiwa yang
terjadi sehari-hari, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya.

B. Konsistensi Pers dalam menegakkan Kode Etik Jurnalistisk


Munculnya kode etik jurnalistik sekitar tahun 1900-an ketika konsep
tanggung jawab sosial hadir sebagai reaksi dari kebebsan pers.
Sedangkan, kode etik jurnalistik menurut UU No. 40/1999 adalah
himpunan etika profesi kewartawanan. Dalam penjelasan lebih lanjut,
kode etik yang dimaksud adalah kode etik yang disepakati organisasi
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Beberapa hal yang diatur
dalam kode etik jurnalistik adalah perlindungan hak privasi masyarakat;
jurnalis tidak menerima suap; tidak menyampaikan informasi yang sesat;
menghormati asas praduga tak bersalah; menghindari pemberitaan yang
mengadu. Permasalahan yang muncul dari pelanggaran kode

6
etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik organisasi profesi itu sendiri
dan diawasi oleh Dewan Pers. Menurut Siregar (2000:21) kode etik
jurnalistik diperlukan agar membantu para jurnalis menentukan apa yang
benar dan yang salah, baik dan buruk, serta bertanggung jawab atau tidak
dalam proses kerja kewartawanan. Sedangkan menurut Pandjaitan (2000)
kode etik jurnalistik adalah hati nurani jurnalis yang digunakan sebagai
“pagar hidup” yang baik dalam mengingatkan dan dasar berpijak
melakukan tugas jurnalistik secara benar, baik, jujur dan profesional.
Pelanggaran terhadap kode etik berbeda dengan pelanggaran hukum,
tidak berkonsekuensi langsung pada hukuman penjara ataupun denda.
Meskipun demikian menurut Lukas Luwarso (2001), pelanggaran etika
bisa berakibat fatal karena menjatuhkan kredibilitas jurnalis dan media
serta mengurangi kepercayaan publik pada jurnalisme, lebih dari itu
pelanggaran etika akhirnya juga bisa mengandung konsekuensi hukum.
Pelaksanaan kode etik jurnalistik masih lemah, salah satu indikasinya,
hingga pertengahan 2005 Dewan Pers (Jajang dkk., 2005:15) telah
menerima 650 pengaduan, yang secara garis besar dapat dibagi tiga yaitu
berita kriminal, berita yang berpotensi mencemarkan nama baik dan berita
yang melanggar kode etik jurnalistik. Sementara itu, AJI mencatat dari
tahun 1999-2005 ada 33 kasus gugatan terhadap pers.
Selain itu, kelemahan dari penerapan kode etik jurnaistik, pelanggaran
terhadap kode etik jurnalistik tidak bisa pantau dengan cermat seperti
halnya profesi lain semisal dokter. Organisasi profesi jurnalis lebih
bervariasi dan organisasinya pun tidak bisa mencabut izin bekerja bagi
jurnalis yang melakukan pelanggaran seperti halnya dokter yang bisa
dicabut izin praktiknya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kode etik jurnalistik merupakan landasan bagi moral profesi dan rambu-
rambu atau kaidah penuntun sekaligus pemberi arah kepada wartawan
tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya
dihindari dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya. Sebagai kode
perilaku, acuan ini memberi batasan kepada baik-buruknya dan boleh
tidakPnya sesuatu dilakukan dalam proses peliputan serta pemuatan
berita.
Kode etik jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan
dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin
sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan
konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kebebasan pers untuk mempublikasikan kejadian-kejadian yang terbuka
seperti tidak memiliki batasan sebuah pemberitaan dalam media massa.
Dikalangan dunia pers, pers dinilai sudah menyimpang dari kode etik
Meskipun kebebasan pers dijamin undang – undang, namun tidak satu
pun surat kabar atau majalah, bahkan media massa, yang bebas
melakukan suatu kesalahan, kejahatan, atau penghinaan dan
pencemaran nama baik terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau
instansi tertentu, baik disengaja maupun tidak, karena kelalaian ataupun
kesembronoan. Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik adalah salah satu
barometer seberapa benar amanah yang diberikan oleh rakyat kepada
pers. Oleh karena itu pemahaman dan pentaatan Kode Etik Jurnalistik
menjadi sesuatu yang mutlak bagi wartawan.

B. Saran
Disarankan kepada para pers agar memperhatikan kode Etik Jurnalis
dalam memperoleh dan menyampiakn informasi-informasi kepada
khalayak

Anda mungkin juga menyukai