Anda di halaman 1dari 7

KD. 3.

26 MENGEVALUASI PERANAN PERS DI INDONESIA

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI


3.26.1 Mendeskripsikan hakikat pers di Indonesia

TUJUAN PEMBELAJARAN :
Melalui model pembelajaran Discovery Learning dengan metode ceramah dan diskusi
kelompok peserta didik diharapkan dapat:
Aspek Pengetahuan
3.26.1 Menganalisis Hakikat & Landasan hukum pers dengan benar
3.26.2 Menganalisis Perkembangan pers di Indonesia dengan tekun

CAKUPAN MATERI YANG AKAN DIBAHAS:


- Hakikat Pers
- Landasan Hukum Pers
- Perkembangan Pers di Indonesia
- Fungsi Pers
A. Hakikat Pers
Kata Pers berasal dari bahasa Inggris, yaitu press, sedangkan menurut bahasa
Perancis, yaitu presse yang berarti tekan atau cetak. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Pers adalah usaha percetakan dan penerbitan; usaha pengumpulan dan
penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio; orang yang bergerak dalam
penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah dan radio, televisi atau film.
Pers (Press) atau jurnalisme (journalisme), adalah proses pengumpulan, evaluasi
dan distribusi berita kepada publik dalam pers atau jurnalisme, para wartawan mencari dan
menulis berita untuk disebarluaskan melalui media cetak atau elektronik, sering melalui
panduan editor (redaksi) atau prosedur.
Pada masa sebelumnya, pers dimaknai hanya dalam arti sempit yakni sebatas pers
cetak. Saat ini, makna pers dalam arti luas yang tidak saja di dominasi pers cetak,
melainkan juga pers elektronik.
Menurut Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga sosial
dan wahana komunikasi masa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik seperti mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
Berdasarkan aspek kegiatannya, pers bersifat lebih luas dari jurnalistik, humas,
atau reporter. Namun, masyarakat memahami pers sebagai salah satu media massa, yaitu
usaha percetakan atau penerbitan atau bentuk usaha pengumpulan dan penyiaran berita.
Jadi secara umum pengertian pers dapat dibagi menjadi dua, yaitu pers dalam arti sempit
dan pers dalam arti luas.
1. Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan
buletin-buletin kantor berita. Oleh karenanya, pers hanya terbatas pada media yang
tercetak.
2. Pers dalam arti luas mencakup semua media mass, termasuk radio, televisi, film dan
internet.
Dengan demikian, sangat jelas terlihat bahwa pengertian tentang pers sudah
sedemikian luas. Pers dalam pelaksanaannya dapat menggunakan sarana yang meliputi
“segala jenis saluran yang tersedia”. Dengan demikian undang-undang pers hendak
menyatakan bahwa apa yang diatur didalammya adalah bentuk jawaban atas amanah pasal
28 UUD NRI 1945 dan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998.
Luas dan bergesernya pemahaman tentang pers, berakibat pula pada perubahan
makna terhadap perusahaan pers. Perusahaan pers dimaknai sebgai badan hukum
Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media
elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan, atau atau menyalurkan informasi. Dengan demikian,
kantor berita termasuk pada perusahaan pers, tidak hanya pers cetak tetapi juga pers
elektronik. Jadi, kantor berita radio, kantor berita televisi sangat dimungkinkan hadir
mendampingi kantor berita seperti Antara. Katena itu dalam undang-undang ini
dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan Kantor berita adalah perusahaan pers yang
melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum
dalam memperoleh informasi.

B. Landasan Hukum Pers di Indonesia


1. Pasal 28 UUD 1945
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan lisan dan
tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 28 F UUD 1945
“setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

3. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia


Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20
dan 21 yang berbunyi sebagai berikut:

1. (20) setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
2. (21) setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
sarana yang tersedia.

4. Undang –Undang No. 39 Tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 tentang Hak Asasi
Manusia
a. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang
diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
b. setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang
tersedia.

5. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 dalam pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 tentang
Pers 
a. Pasal 2 berbunyi, Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat
yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
b. Pasal 4 ayat 1 berbunyi, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara.

Peraturan tentang pers yang berlaku sekarang ini (Undang-Undang Nomor 40


Tahun 1999 telah  diundangkan pada tanggal 23 september 1999 dimuat dalam
Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 166) memuat berbagai
perubahan yang mendasar atas Undang-Undang pers sebelumnya. Hal itu
dimasksudkan agar pers berfungsi maksimal sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28
Undang-Undang Dasar 1945. Fungi yang maksimal tersebut diperlukan karena
kemerdekaan pers adalah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur
yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis.
Pencabutan undang-undang lama yang diganti dengan undang-undang bar,
pada hakikatnya mencerminkan adanya perbedaan nilai-nilai dasar politis ideologi
antara Orde Baru dengan Orde Reformasi. Hal ini tampak dengan jelas dalam
konsideran undang-undang pers baru, yang antara lain bahwa undang-undang tentang
ketentuan pokok pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman. Disamping itu, tentang fungsi, kewajiban, dan hak pers dalam undang-undang
yang baru tidak lagi dikaitkan dengan penghayatan dan penglaman inti P5 (Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila).
Dalam melaksanakan fungsi, hak kewajiban, dan peranannya, pers harus
menghormati hak asasi setiap orang. Oleh sebab itu, pers dituntut manyarakat, antara
lain bahwa setiap orang dijamin hak jawab dan hak koreksinya.
Pers memiliki peranan penting dalam mewujudkan Hak Asasi Manusia
(HAM), sebagaimana dijamin dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVII/ MPR/1998 yang antara lain yang
menyatakan  bahwa setiap orang berhak berkomonikasi dan memperolah informasi
sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi
manusia. Selanjutnya pasal 19 berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan
mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam ini termasuk kebebasan memiliki
pendapar tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, menyampaikan informasi
dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas-batas
wilayah”.
Pers juga melaksanakan kontrol sosial (social control) untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun
penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
C. Perkembangan Pres di Indonesia
1. Pers zaman penjajahan Belanda
Sarahum, dalam tulisannya yang berjudul ”Perjuangan Surat Kabar
Indonesia” yang dimuat dalam sekilas ” Perjuangan Surat Kabar”,
menyatakan :” Maka untuk membatasi pengaruh momok in, pemerintah Hindia
Belanda memandang tidak cukup mengancamnya saja dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Setelah ternyata dengan KUHP itu saja tidak mempan, maka
diadakanlah pula aritkel-artikel tambahan seperti artikel 153 bis dan ter. 161 bis dan
te. Dan artikel 154 KUHP. Hal itu pun belum dianggap cukup, sehingga diadakan
pula Persbreidel Ordonantie,yamg memberikan hak kepada pemerintah penjajah
Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/ majalah Indonesia yang
dinggap berbahaya”.

Tindakan lain di samping Persbreidel Ordonantie adalah Haatzai Artikelen,


karena pasal-pasalnya mengancam hukuman terhadap siapa pun yang menyebarkan
perasaan permusuhan, kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland
dan Hindia Belanda. Akibatnya banyak korban berjatuhan, antara lain S.K. Trimurti.

2. Pers di masa pergerakan


Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada pada detik-detik
terakhir penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda.
Pers pada masa itu tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia
melawan penjajahan.

Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat


kabar lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers menyuarakan
kepedihan,penderitaan, dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers
menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan
kedudukan bangsa.

Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan:

1)Harian ”Sedio Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di
Yogyakarta, didirikan bulan Juni 1920.
2)Harian ”Darmo Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo.
3)Harian ”Utusan Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS.
Cokroaminoto.
4)Harian ”Fadjar Asia” terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
5)Majalah minguan ”Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
6)Majalah berkala ” Daulah Rakyat” dipimpin oleh Moch. Hatta dan Sutan Syahrir.
Karena sifat dan isi pers pergerakan antipenjajahan, pers mendapat tekanan
dari pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor Berita
nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.

3. Pers di masa penjajahan Jepang


Pada masa penjajahan Jepang, boleh dikatakan pers nasional mengalami
kemunduran besar. Pers nasional yang pernah hidup di jaman pergerakan secara
sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama yaitu mendukung
kepentingan Jepang.

Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang


dan bersifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain :

a.Asia Raya di Jakarta


b.Sinar Baru di Semarang
c.Suara Asia di Surabaya
d.Tjahya di Bandung
4. Pers di masa revolusi fisik
Periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. masa itu adalah
masa bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil
diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. belanda ingin kembali menduduki Indonesia
sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, pers terbagi
menjadi dua golongan, yaitu :

1)Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda
yang selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda).
2)Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers
Republik.
Beberapa contoh koran Republik yang muncul pada masa itu, antara lain: harian
”Merdeka”, ”Sumber”, ”Pemandangan”, ”Kedaulatan Rakyat”, ”Nasional”, dan
”Pedoman”. Jawatan Penerangan Belanda menerbitkan Pers Nica, antara lain: ”Warta
Indonesia” di Jakarta, ”Persatuan” di Bandung, ”Suluh Rakyat” di Semarang, ”Pelita
Rakyat” di Surabaya, dan ”Mustika” di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabara (SPS)
lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers
Indonesia.

5. Pers di era demokrasi liberal (1949-1959)


Di era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS 1949) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Dalam
Konstitusi RIS-yang isinya banyak diambil dari Piagam Pernyataan Hak Asasi
Manusia sedunia (Universal Declaration of Human Rights)-pada pasal 19 disebutkan
”Setiap orangberhak atas kebebasan yang mempunyai dan mengeluarkan pendapat”.
Isi pasal ini kemudian dicantumkan kembali dalam Undang-Undang Dasar Sementara
(1950).

Pers di zaman liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik yang berlaku
pada waktu itu, lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada positif. Selama
periode tahun 1952-1959 menurut catatan Edward C. Smith, terjadi tindakan antipers
sebanyak 374 kali, dan yang terbanyak selama tahun 1957, yaitu mencapai angka 125
kali.

6. Pers di zaman Orde Lama atau Pers Terpimpin (1956-1966)


Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI yang menyatakan kembali ke
UUD 1945, tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung, yaitu pembredelan
terhadap kantor berita PIA dan Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia,
dan Sin Po yang dilakukan oleh penguasa perang Jakarta.

Upaya untuk membatasi kebebasan pers itu tercermin dari pidato Menteri Muda
Penerangan Maladi katika menyambut HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-14,
antara lain ia menyatakan: ”...Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak
kolektif seluruh bangsa dalam malaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir,
menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin
Undang-Undang Dasar 1945 harus ada Batasnya: keamanan negara, kepentingan
bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang
Maha Esa”.

7. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde Baru


Memasuki era Orde Baru, pers menyambutnya dengan penuh suka cita, karena
pemerintah memberi kebebasan penuh kepada pers setelah mengalami masa traumatik
selama tujuh tahun di zaman Orde Lama. Apalagi pemberitaan menyoroti kebobrokan
Orde Lama.

Peristiwa Malari tahun 1974 menyebabkan beberapa surat kabar dilarang terbit
tujuh surat kabar terkemuka di Jakarta (termasuk Kompas) diberangus untuk beberapa
waktu dan baru diijinkan terbit kembali setelah pemimpin redaksinya menandatangani
surat pernyataan maaf.

Pers pasca-Malari merupakan pers yang cenderung mewakili kepentingan penguasa,


pemerintah, atau negara. Pada saat itui, pers jarang, tidak pernah melakukan kontrol
sosial secara kritis, tegas dan berani.

8. Pers di Era Reformasi


Pada tanggal 21 Mei 1998 Orde Baru tumbang dan mulailah Era Reformasi.
Tuntutan reformasi bergema di semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan
pers. Selama rezim Orde Lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim Orde
Baru, Pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang
ancaman pencabutan surat izin terbit.
Kalangan pers mulai bernafas lega ketika di Era Reformasi pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kendati belum sepenuhnya
memenuhi keinginan kalangan pers, kelahiran undang-undang pers tersebut disambut
gembira karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang
sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers
(UUPP).

Sumber Belajar :

Listyarti, Retno. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA dan MA Kelas XII.
Jakarta: Erlangga
Kawaguci, Hasan. https://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/02/landasan-hukum-
pers-indonesia.html diakses Pada 23 Oktober 2018.
2011. http://fungsi-pers.blogspot.com/ diakses pada 23 Oktober 2018.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Yogyakarta, Juli 2019

Menyetujui :
Pendidik
Ketua Program/ Koord. Mapel
,

Kusaini, S.Pd Rokhani, S.Pd


NIP.19770704201406 1 001 NIP.19601229198602 2 002
Mengetahui :
Kepala SMK Negeri 3 Yogyakarta, Waka kurikulum

Drs. B Sabri Maryuli Darmawan, S.Pd. M.Eng


NIP. 19630830 198703 1 003 NIP. 19700720 199802 1 003

Anda mungkin juga menyukai