Anda di halaman 1dari 7

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pers

Oleh : Carana Talingan

1. Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar,negara Indonesia adalah negara
hukum sesuai yang tercantum didalam undang-undang dasar negara republic indonesia tahun
1945 pasal 1 bahwa negara indonesia merupakan negara kesatuan sebab Indonesia terdiri dari
beberapa pulau, suku, ras, dan agama hal tersebut sesuai dengan pilar kebangsaan yang ke empat
bhineka tunggal ika yaitu berbeda-beda tetap satu, bentuk negara indonesia adalah berbentuk
republik karena yang memengang kedaulatan adalah rakyat maka kekuasaan tertinggi ada di
tangan rakyat, kemudian negara indonesia adalah negara hukum karena setiap warga negara
memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum.
Undang-undang dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan yang telah meletakkan
nilai-nilai dan prinsip demokrasi sesuai dengan ideologi negara kesatuan repubik indonesia yaitu
pancasila.Sejalan dengan prinsip demokrasi di negara indonesia,perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 masih berlanjutdengan pemuatan hak-hak asasi manusia sebagai bagian dariUndang-
Undang Dasar 1945. Salah satunya hak asasimanusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar
NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 ialah
kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat, yang diatur dalam Pasal 28E ayat
(3) yang menyatakan:“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat”.
Kebebasan dalam mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, tercantum di
dalam pasal 28 UUD 1945. Dalam pasal ini tidak di tentukan apakah itu di tujukan kepada warga
negara atau kolompok berserikat, hanya di tentukan bahwa mengenai hal ini akan di atur lanjut
dengan undang-undang
Hak kemerdekaan mengeluarkan pendapat pikiran melalui lisan dengan tulisan yang tertulis
di dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 adalah “kebebasan mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya” kemerdekaan mengeluarkan pikiran melalui dengan lisan dan
tulisan lebih cenderung bagaimana seseorang mengeluarkan atau menuangkan pikiran yaitu
dengan lisan dan tulisannya. Salah satu wujud kebebasan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan tersebut adalah dalam kaitannya dengan pers dan atau informasi teknologi dan elektronik
secara langsung ataupun tidak, media merupakan sarana seseorang untuk mengeluarkan pendapat
dengan lisan (media elektronik) maupun tulisan (media cetak). Melalui kedua sarana inilah hak
asasi manusia berupa kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan akan
menemukan bentuknya.
Segala kebutuhan antar sesama manusia kini lebih mudah untuk dipenuhi, terutama
kebutuhan manusia akan informasi dan komunikasi. Derasnya hujan informasi dapat menjamah
hampir seluruh negeri. Mulai dari berita terbaru saat ini sampai berita yang sudah lewat waktu
pun dapat diakses dengan mudah. Perkembangan teknologi ini menjadikan daya kreasi dan
inovasi manusia seakan telah menemukan wadahnya. Kebebasan berekspresi pun dapat
dituangkan melalui beragam media baik media elektronik maupun media cetak. Namun,
terkadang apabila seseorang sedang mendapatkan masalah atau sedang merasa jengkel dan
kecewa terhadap suatu pihak lalu secara tidak sadar menuangkannya di dalam media
sosial.Terkadang juga Seringsekali kita tidak menyadari bahwa hal sekecil ini dapat membawa
kita ke ranah hukum. Hal ini disebabkan karena kebebasan kita dalam berpendapat bukanlah
bebas yang sebebas-bebasnya melainkan masih ada batasan. Batasan yang dimaksud disini
adalah batas yang terbentuk karena adanya hak orang lain juga. Dimana kita sebagai mahluk
sosial harus saling menghargai satu sama lain.
Dalam Pasal 1 Uundang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum. Definisi dari kemerdekaan menyampaikan pendapat ialah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas
dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 menyatakan kebebasan berpendapat adalah hak, sehingga
dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kebebasan
berpendapat di muka umum digolongkan sebagai hak atas kebebasan pribadi.
Kebebasan berbicara atau berpendapat adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak
untuk berbicara atau berpendapat secara bebas tanpa ada pembatasan, kecuali dalam hal
menyebarkan ujaran kebencian dan menjeklek-jelakkan orang lain. Di Indonesia, masihbanyak
terjadi pelanggaran HAM. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu HAM yangmasih sering
dilanggar.Sampai saat ini, masih banyak orang yang belum menghargai dan menghormati hak
kebebasan berpendapat seseorang. Tidak sedikit kasus yang terjadi akibat pelanggaran HAM,
khususnya hak kebebasan berpendapat. Banyak sekali orang-orang yang mengeluarkan
pendapatnya di media sosial bisa berujung di pengadilan. Padahal mereka hanya mengeluarkan
pendapatnya. Pers baik cetak maupun elektronik merupakan instrument dalam tatanan hidup
bermasyarakat yang sangat vital bagi peningkatan kualitas kehidupan warganya. Pers juga
merupakan refleksi jati diri masyarakat di samping fungsinya sebagai media informasi dan
komunikasi, karena apa yang dituangkan di dalam sajian pers hakekatnya adalah denyut
kehidupan masyarakat di mana pers berada.

2. Perumusan Masalah

Dalam pembahasan pemasalahan ini ada yang baru terjadi yeitu mengenai Pemenjaraan
terhadap jurnalis yang kembali terjadi. Kali ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Palopo,
Sulawesi Selatan menyatakan terdakwa Muhammad Asrul, seorang jurnalis, terbukti secara sah
dan meyakinkan melanggar Pasal 27 ayat (3) Juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Atas dasar
tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman selama tiga bulan penjara kepada Muhammad
Asrul pada Selasa, 23 November 2021. Kasus tersebut bermula saat Muhammad Asrul
menerbitkan tiga berita pada Mei 2019 tentang dugaan korupsi di kota Palopo. Berita yang
dibuat tersebut menyeret nama Kepala BPKSDM Palopo, Farid Karim Judas. Atas terbitnya
berita tersebut, Farid Karim Judas melaporkan Asrul ke Polda Sulsel pada 17 Desember 2019.
Selanjutnya, pada 29 Januari 2020 dimulai penyidikan atas kasus tersebut dan pada 30 Januari
2020 terbit surat penahanan terhadap Muhammad Asrul. Adapun Perumusan Masalahnya adalah
sebagai berikut :
1) Bagaimana Mekanisme penyelesaian sengketa pers?
2) Apakah Mekanisme penyelesaian sengketa pers sudah benar benar di terapkan
dalam setiap upaya penyelesaian sengketa pers?

3. Pembahasan
a. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pers

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.
Menurut pendapat Prof. Oemar Seno Adji mengemukakan bahwa pers dalam arti
sempit berarti penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis,
sedangkan pers dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua media komunikasi massa
yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun
dengan lisan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pers dalam arti sempit merupakan
manifertasi dari freedom of the press, sedangkan pers dalam arti luas merupakan manifertasi
dari freedom of speech, dan keduanya tercakup oleh pengertian freedom of expression.
Mekanisme penyelesaian sengketa pers antara lain :
1) Mekanisme Penyelesaian sengketa pers UU No 40/1999
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers adalah Undang-Undang yang dibuat
oleh pembuat undang-undang (dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan pemerintah seturut
UUD 1945) dan berlaku sah bagi semua warga negara Indonesia, dimaksudkan untuk
mengatur secara khusus tentang hal-hal yang berkaitan dengan tugas, hak, fungsi kewajiban,
dan peran pers dalam rangka menjalankan kegiatan jurnalistik. Undang-undang Nomor 40
tahun 1999 tentang pers dibuat dalam rangka menjamin, melaksanakan, mewujudkan amanah
pasal 28 UUD 1945 dalam tujuan yang lebih mulia menjamin terlaksananya kebebasan
menyatakan pendapat melalui lisan dan tulisan, demokrasi dan kemerdekaan pers sebagai
milik masyarakat berdaulat, sebagaimana ditegaskan secara jelas dan konsiderans dan
penjelasan Umum-nya.
Mekanisme penyelesaian sengketa pers menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun
1999 tentang pers sebagai mana yang terdapat dalam undang-undang tersebut bahwa apabila
orang atau sekelompok orang merasa di rugikan akibat dari pemberitaan pers maka
perusahaan pers melayani hak jawab dan melayani hak koreksi dan kewajiban melakukan
koreksi, sebagaimana yang di maksud pada pasal 1 angka (11), pasal 1 angka (12), pasal 1
angka (13), pasal 5 ayat (2), pasal 5 ayat (3), pasal 7 ayat (2), dan pasal 18 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Pihak yang dirugikan akibat pemberitaan pers di
berikan Hak oleh undang-undang untuk memulihkan kerugiannya melalui hak jawab “yaitu
seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”. Hak jawab tersebut dijamin oleh
undang-undang dalam hal pemulihan kerugian oleh perusahaan pers, apabila perusahan pers
tersebut tidak melayani hak jawab maka akan di kenakan sanksi pidana.
2) Mekanisme penyelesaian sengketa pers diluar peradilan
a) Melalui Dewan Pers
Sesuai yang di amanahkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers
bahwa dalam penyelesai sengketa pers dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan
kepada dewan pers terhadap pemberitaan yang di lakukan oleh jurnalis dan di terbitkan
oleh perusaan pers dengan pemberitaan yang merugikan, dewan pers akan mengambil
langkah dalam penyelesaian sengketa dengan cara hak jawab dan hak koreksi seperti
penjelasan sebelumnya yang tercantum diatas. Selain itu dewan pers adalah lembaga
independen yang tidak bekerja pada ranah hukum dalam menyelesaikan sengketa pers.
Dewan pers akan menguji dan mengkaji pengaduan yang terkaid dengan pemberitaan
atau karya jurnalistik untuk kemudian memberikan penilaian mengenai kualitas berita
apakah tersebut. Jika diperlukan dewan pers akan mengundang redaksi media yang
bersangkutan untuk menjawaab atau membela diri.
b) Negosiasi
Dewan pers dapat melakukan negosiasi dengan melibatkan pihak yang sengketa
(pihak yang mengajukan atas pemberitaan yang merugikan) agar tercapainya suatu
kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersengketa mengenai jalan penyelesaian
perkara pers baik secara damai ataupu secara peradilan pidana dan perdata.
c) Mediasi
Penyelesaian sengketa yang dilakukan antara kedua belah pihak untuk suatu
perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak ketiga yang bersifat netral dan
tidak berpihak agar terdapatnya solusi yang dapat diterima oleh kdua belah pihak yang
bersengketa tanpa melalui jalur hukum
d) Konsolidasi
Mempertemukan pihak yang berselisih agara terdapatnya kesepakata dalam
menjelaskan masalah dengan menghadirkan komisi atau ahli tertentu, dalam
menyelesaikan sengketa pers dapat menghadirkan komisi dari dewan pers yang bertugas
sebagai pengurai untuk menguraikan serta menjelaskan fakta-fakta untuk terciptanya
kesepakatan.
e) Fasilitasi
Terdapat fasilisator untuk mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa,
dalam hal ini dewan pers merupakan fasilitator sesuai yang terdapat dalam Undang-
Undang pers yang bertujuan supaya dapat mencari jalan keluar dalam penyelesaian
sengketa dengan cara memfasilitasi seperti menghubungkan, memngatur waktu
pertemuan, dan membuat tempat pertemuan.

Jika dengan beberapa mekanisme diatas juga tidak dapat terselesaikan karena menurut
pihak pengadu atau pihak yang dirugikan atas pemberitaan pers, maka dapat diselesaikan
secara jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke peradilan biasanya hal ini sudah memiliki
unsur kesalahan kuat yang disengaja misalkan melakukan pemberitaan fitnah, menyebarkan
kebecian suku ras dan agama, menyebarkan berita bohong, dewan pers dalam hal ini tidak
akan ikut campur kerana telah masuk ke jalur hukum.

b. Penerapan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pers


Salah satu contoh kasus yang akan dibahas yaitu mengenai kasus jurnalis di Kota Palopo,
Sulawesi Selatan Muhammad Asrul, divonis tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN)
Palopo.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) memvonis jurnalis atas nama Muhammad Asrul
dengan tiga bulan penjara pada Selasa, 23 November 2021 lantaran disebut melanggar UU
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas berita yang dibuat dan diterbitkan di media
massa tempatnya bekerja, Beritanews.com.

Dalam putusannya, Asrul terbukti melanggar Pasal 27 Ayat 3 UI ITE karena telah melakukan
penghinaan, pencemaraan nama baik. Asrul sendiri disidang di PN Palopo karena menulis
berita berjudul 'Putra Mahkota Palopo Diduga "Dalang" Korupsi PLTMH dan Keripik Zero
Rp11 Miliar', yang dimuat Beritanews.com pada 10 Mei 2019.

Isinya mengangkat dugaan korupsi sebesar Rp 11 miliar terkait perbaikan mesin pembangkit
listrik tenaga mikro hidro dan keripik zero, yang sementara kasusnya ditangani oleh
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Kuasa Hukum Muhammad Asrul, Abdul Aziz Dumpa merasa kecewa dengan putusan
tersebut. Sebab menurutnya, sebelum masuk ke ranah pidana mekanisme penyelesaian
sengketa produk jurnalistik itu mestinya dibawa ke Dewan Pers.
Aziz menceritakan, yang unik adalah putusan yang dijatuhkan hakim itu diharapkan tidak
akan membungkam jurnalis dalam menjalankan profesinya, tetapi lebih meningkatkan
profesionalitas dalam memberikan informasi sebagai salah satu pilar demokrasi.

Menurut Azis, Asrul sudah ditahan selama 36 hari dan dalam penyidikan ditangguhkan.
Terdakwa kini memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan menerima vonis
tersebut atau akan mengajukan banding.

Aziz menyebutkan, majelis hakim memiliki sejumlah pertimbangan dalam penetapan


hukuman tersebut. Salah satunya menyangkut perbedaan pendapat di Dewan Pers terkait
status berita yang ditulis Asrul.

"Hakim mengatakan bahwa dalam proses yang berjalan dalam kasus ini pihak dari saksi
korban dengan pengacaranya sudah melakukan proses meminta pendapat kepada Dewan
Pers, pada saat prosesnya berjalan," kata dia.

"Namun waktu itu kan salah alamat, namun kemudian hakim berpendapat meskipun salah
alamat itu sudah diklarifikasi oleh Dewan Pers sendiri yang pada saat penyidikan
mengirimkan ahlinya kepada penyidik kepolisian," sambungnya.

Menurut Azis, hal ini justru dianggap memberatkan terdakwa lantaran dinilai tak dianggap
produk jurnalistik dan melanggar kode etik. Sementara itu pada 4 Maret 2020, Dewan Pers
merilis surat resmi yang mengatakan tulisan karya Asrul merupakan produk jurnalistik.

Berdasarkan kasus tersebut penerapan mekanisme penyelesaian sengketa menjadi tidak


terlaksana dengan baik. Hal ini dikarenakan pada kasus tersebut lebih dahulu diproses secara
pidana.

Selain itu, dikutip dari artikel ICJR putusan pengadilan negeri kota Palopo yang memutus
bersalah Muhammad Asrul dinilai mengancam kebebasan pers di Indonesia. Hal ini
didasarkan atas tiga hal:

1) Sengketa pers bukan merupakan tindak pidana sehingga penyelesaiannya dilakukan


melalui Dewan Pers. Dalam Peraturan Dewan Pers Nomor:
01/Peraturan-DP/VII/2017, kasus yang ditangani oleh Kepolisian atau Pengadilan
yang dapat mengancam dan membahayakan sendi-sendi kemerdekaan pers dan hak
asasi manusia seharusnya ditangani pengaduannya oleh Dewan Pers.

Mendahulukan mekanisme non-pidana juga didukung melalui berbagai preseden


dalam putusan Mahkamah Agung, salah satunya Putusan Mahkamah Agung No.
1608K/Pid/2005 yang menyatakan bahwa tindakan penghukuman dalam bentuk
pemidanaan tidak mengandung upaya penguatan pers bebas dan malah
membahayakan pers bebas. Oleh karena itu tata cara non pidana seperti yang diatur
dalam UU Pers harus didahulukan daripada ketentuan hukum lain.

2) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI
telah menandatangani SKB tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Dalam SKB tersebut dinyatakan bahwa pemberitaan yang
merupakan karya jurnalistik diproses menggunakan UU Pers. Dalam prosesnya,
penyelesaian kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers. Namun, dalam kasus
Muhammad Asrul, walaupun telah ada pernyataan dari Dewan Pers bahwa berita
tersebut merupakan karya jurnalistik, kasus tetap dilanjutkan sampai ke pengadilan.
Hal ini menunjukkan bahwa penegak hukum justru tidak menjalankan ketentuan
dalam SKB sebagaimana mestinya.
3) Proses hukum ini adalah sinyal kuat dari menurunnya iklim demokrasi di Indonesia.
Kondisi buruk demokrasi yang salah satunya dapat terlihat dari terancamnya
kebebasan pers menunjukkan bahwa Indonesia memang sedang dalam keadaan
memprihatinkan. Penggunaan pidana pada karya jurnalistik juga mencoreng wajah
pemerintahan saat ini yang semakin terlihat tidak mampu memastikan hadirnya rasa
aman bagi kebebasan pers.

Atas dasar tersebut, penjatuhan pidana terhadap Muhammad Asrul oleh Majelis Hakim
PN Kota Palopo dapat dikatakan keliru. Penjatuhan pidana menggunakan delik
pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dalam kasus
tersebut hanya menambah catatan buruk atas penghormatan terhadap kebebasan pers di
Indonesia.

4. Kesimpulan

Mekanisme penyelesaian sengketa akibat pemberitaan pers menurut Undang-Undang


Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers dengan cara menggunakan hak jawab dan hak koreksi.
Pihak yang merasa dirugikan oleh perusahaan pers akibat pemberitaan media pers di berikan
hak oleh undang-undang untuk memulihkan kerugiannya melalui hak jawab, perusahaan pers
dapat melakukan hak jawab terhadap pihak yang dirugikan dengan cara memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta, lalu iberikan hak koreksi oleh
perusahaan pers terhadap pihak yang dirugikan akibat pemberitaan media pers dengan
melakukan koreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers,
perusahaan pers wajib melakukan koreksi sesuai aturan pers dengan melakukan ralat terhadap
informasi, data, fakta, opini atau gambar. Kemudian penyelesaian sengketa akibat
pemberitaan pers dapat di selesaikan diluar jalur peradilan dengan cara memanfaat lembaga
dewan pers sebagaimana yang di atur melalui undang-undang pers kemudian dapat
menggunakan upaya negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan fasilitasi sehingga sengketa pers akan
terselesaikan tanpa menggunakan jalur hukum.

Namun dalam kasus yang terjadi pada Muhammad Asrul penerapan mekanisme
penyelesaian sengketa pers menurut yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun
1999 tidak terlaksana. Hal tersebut dikarenakan pada prosesnya pengadilan negeri palopo
tidak mendahulukan proses non-pidana.
DAFTAR PUSTAKA

Majda El-muhtaj, Hak asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Kencana, Jakarta, 2002.

Muhammad alim, Demokrasi & Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Madinah & Undang-

Undang Dasar 1945 cetakan pertama, Yogyakarta: 2001.

Samsul Wahidin, Hukum Pers, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia

Publishing, 2012.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Juniver Girsang, Penyelesaian Sangketa Pers, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.

https://www.liputan6.com/news/read/4719686/4-fakta-kasus-jurnalis-palopo-angkat-kasus-
dugaan-korupsi-yang-berujung-bui , diakses pada Senin, 5 Juni 2023

https://icjr.or.id/pidana-3-bulan-terhadap-jurnalis-muhammad-asrul-bukti-nyata-kebebasan-
pers-terancam/ . diakses pada Selasa, 6 Juni 2023.

Anda mungkin juga menyukai