Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS HUKUM

KEKERASAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA


Dosen Pengampu : Sutrisno, S.H.,M.H.

Oleh : Carana Talingan

PRODI HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2021
Analisis Kasus Menurut Sosiologi Hukum

A. Kasus
“Kekerasan Seksual di Tempat Kerja”

1. Pengertian Kekerasan Seksual

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk
melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau
perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung,
dipermalukan dan/atau terintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam situasi
dan kondisi yang ada, dan tindakan tersebut mengganggu kerja, dijadikan persyaratan kerja atau
menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau tidak sopan.

Dengan kata lain pelecehan seksual adalah


 Penyalahgunaan perilaku seksual,
 Permintaan untuk melakukan perbuatan seksual (undangan untuk melakukan perbuatan
seksual, permintaan untuk berkencan).
 Pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual,
(pesan yang menampilkan konten seksual eksplisit dalam bentuk cetak atau bentuk
elektronik (SMS, Email, Layar, Poster, CD, dll)
 Tindakan kearah seksual yang tidak diinginkan
1) penerima telah menyatakan bahwa perilaku itu tidak diinginkan;
2) penerima merasa dihina, tersinggung dan/atau tertekan oleh perbuatan itu; atau
3) pelaku seharusnya sudah dapat merasakan bahwa yang menjadi sasarannya (korban) akan
tersinggung, merasa terhina dan/atau tertekan oleh perbuatan itu.
 Perilaku fisik (seperti menyentuh, mencium, menepuk, mencubit, atau kekerasan fisik
seperti perkosaan dll)
 Sikap seksual yang merendahkan (seperti melirik atau menatap bagian tubuh seseorang).
 Pelecehan seksual dapat mengakibatkan kesulitan dalam pelaksanaan tugas yang
diberikan atau menyebabkan pekerja merasa dirinya bekerja dalam iklim perusahaan
yang tidak harmonis, yang juga dapat menyebabkan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan.

2. Jenis Kekerasan Seksual

Pelecehan seksual memiliki berbagai jenis. Secara luas, terdapat lima bentuk pelecehan
seksual yaitu:
1) Pelecehan fisik termasuk sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual
seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu.
2) Pelecehan lisan termasuk ucapan verbal/ komentar yang tidak diinginkan tentang
kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar
bernada seksual
3) Pelecehan isyarat termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual,
kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir
4) Pelecehan tertulis atau gambar  termasuk menampilkan bahan pornografi ,
gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan moda
komunikasi elektronik lainnya
5) Pelecehan psikologis/emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan
yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan,
penghinaan atau celaan yang bersifat seksual
 
.
Pelecehan seksual dapat terjadi pada semua orang.  Baik laki-laki maupun perempuan
dapat menjadi korban ataupun pelaku atas perilaku yang  dianggap tidak sopan, memalukan atau
mengintimidasi merupakan sebuah pengujian yang obyektif, berdasarkan pertanyaan apakah
seorang yang berakal sehat akan mampu mengantisipasi bahwa perilaku tersebut dapat
menimbulkan efek seperti itu. Tindakan ini dapat berlangsung antara pekerja/atasan dan seorang
pekerja lain (hubungan vertikal) atau antara pekerja dengan pekerja (hubungan horizontal),
antara pemberi kerja dengan pekerja kontrak atau pekerja outsourcing dan antara
pekerja/penyedia jasa dengan klien/pihak ketiga. Perilaku yang tidak diingkan tersebut tidak
harus berulang-ulang atau terus-menerus dan dapat berupa insiden tunggal dapat menjadi sebuah
pelecehan seksual.

B. Faktor yang mempengarui penegakan hukum


Indonesia mempunyai peraturan Undang-Undang yang mengatur perihal masalah pelecehan
seksual di tempat kerja secara umum. Namun, tidak ada ketentuan yang secara spesifik mengatur
mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual, sanksi maupun cara untuk menanggulangi pelecehan
seksual khususnya di tempat kerja.
Dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja yaitu dalam Pasal 86 ayat (1) yang isinya adalah
“ setiap buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) keselamatan dan
kesehatan; (b) moral dan kesusilaan; dan (c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama.”
Unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada
apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Apabila perbuatan tidak dikehendaki oleh
si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual
sebagaimana diatur dalam pasal percabulan.
“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara umum (Lex Generalis) juga dapat
dijadikan landasan dengan ancaman hukuman seperti yang diatur dalam Pasal
pencabulan 289-299. Mengenai perbuatan cabul di tempat kerja, terutama bila dilakukan
oleh atasan dapat kita temui ketentuannya dalam Pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP yaitu
diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun pejabat yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan
orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.”
C. Keadaan Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pembentukan Hukum

Pada saat ini telah terdapat banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi. Tidak hanya
ditempat umum di tempat kerja yang digunakan sebagai jembatan dalam mencari rezeki pun
kerap kali terjadi kekerasan seksual. Kekerasan seksual di tempat kerja ini apabila dibiarkan akan
membuat trauma tersendiri bagi para pekerja. Atau yang lebih fatal adalah maraknya atau
banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh tenaga kerja yang mendapatkan perlakuan
kekerasan seksual.
Contoh dari kasus kekerasan seksual di temat kerja misalnya yang terjadi di Jakarta utara.
Kasus ini dilakukan oleh Bos dari sebuah perusahaan yang melakukan tindak kekerasan seksual
terhadap rekan bisnisnya.
Dari kasus tersebut pembentukan hukum yang dapat melindungi tenaga kerja ini diperlukan,
karena dengan adanya hukum ini nantinya akan membuat pelaku mendapat ganjaran atau
hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya terhadap korban.
D. Faktor dari Masyarakat Terdekat/Cara Pencegahan

Pencegahan merupakan  alat paling efektif yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk
menangani pelecehan seksual di tempat kerja. Tindakan pencegahan termasuk:
1) Komunikasi : dilakukan dengan sosialisasi tentang pelecehan seksual melalui LKS
Bipartit, LKS Tripartit dan berbagai media cetak dan elektronik.
2) Edukasi : dilakukan melalui  program orientasi dan pengenalan kepada staff baru,
ceramah agama, atau kegiatan-kegiatan tertentu seperti yang terprogram.
3) Pelatihan : menyediakan pelatihan khusus di tingkat penyelia dan managerial dan pelatih
untuk mengenali masalah-masalah pelecehan dan pencegahan, pelatihan bagi Tim
Penanggulangan Pelecahan Seksual.
4) Mendorong perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan
Seksual di lingkungan kerja termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin lainnya
dengan adanya :
a) Kebijakan Perusahaan
b) Perjanjian Kerja/Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama
Penyebar luasan informasi mengenai kebijakan dan mekanisme pencegahan pelecehan
seksual kepada pekerja dan penyelia merupakan hal yang penting. Selain itu, pengusaha
diharapkan menyediakan suatu program untuk pekerja/buruh dan penyelia agar dapat diberi
edukasi mengenai pelecehan seksual.  Untuk itu, semua pihak harus mempunyai kepedulian yang
tinggi  terhadap cara-cara untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan bebas dari
pelecehan seksual.
Pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah memastikan adanya petunjuk tentang
pedoman ini dan contoh-contoh kebijakan penanganan pelecehan seksual di perusahaan yang
dapat diakses oleh para pemberi kerja.  Sementara itu, pemberi kerja perlu menyertakan
informasi tentang pelecehan seksual dalam program-program orientasi, pendidikan dan pelatihan
bagi pekerja/buruh. Sedangkan Serikat Pekerja harus menyampaikan informasi tentang
pelecehan seksual dalam program-program pendidikan dan latihan yang dimilik bagi
anggotanya.

Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual?
Sebelum masuk kerja, kita akan diberikan Surat Perjanjian Kerja Bersama dan Peraturan
perusahaan. BACA baik – baik! Biasanya dalam peraturan perusahaan tertulis peraturan yang
jelas mengenai pelecehan seksual (pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pelecehan
seksual, prosedur pengaduan, dan sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan kepada para pelaku,
bantuan yang bisa diperoleh si korban dan jaminan bahwa pengaduan yang dilakukan bersifat
rahasia).
Berani katakan TIDAK untuk setiap ajakan yang berkonotasi seksual.

 Ada kalanya laki – laki tergugah untuk melakukan pelecehan seksual karena perempuan.
Jadi pastikan anda memakai pakaian yang sopan dan tertutup saat bekerja, gunakan
bahasa yang santun dalam berbicara, jangan melakukan kegiatan yang mengundang para
lelaki untuk melakukan pelecehan seksual.
 Bila pelecehan telah terjadi catat semua bukti komunikasi (sms,surat,log handphone),
waktu,tempat,saksi. Laporkan pada pihak yang berwenang di perusahaan. Bila tidak
mendapat jawaban/reaksi, laporkan ke pihak yang berwajib/kepolisian.
Simpulan:

Kasus kekerasan seksual ditempat kerja seringkali terjadi dan bisa terjadi kapan saja, pada siapa
saja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu produk hukum untuk melindungi para pekerja. Di
Indonesia sendiri sudah ada hukum yang mengatur yaitu di Dalam UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan .Pasal 86 ayat (1) ,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 289-
299 tentang pencabulan. Dan mengenai perbuatan cabul di tempat kerja, terutama bila dilakukan
oleh atasan dapat kita temui ketentuannya dalam Pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP.
Selain itu kita juga dapat melaporkan kasus kekerasan seksual dengan mudah yang telah
sesuai dengan prosedur yakni sebagai berikut :

Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu:

 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Surat
 Petunjuk
 Keterangan terdakwa.

Sehingga, apabila terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti di atas dapat digunakan sebagai alat
bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat
bukti surat berupa Visum et repertum sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP dan
Pasal 133 ayat 1 KUHAP.

Visum et repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil
pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan
untuk pembuktian di pengadilan.

Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat
bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, Hakim yang akan
memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan

Sumber:

 International Labor Organization (ILO) : Pedoman Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.


 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No.73)
 https://www.merdeka.com/jakarta/kasus-pelecehan-seksual-bos-perusahaan-di-jakut-
rekan-bisnis-turut-jadi-korban.html diakses pada Rabu, 8 Desember 2021

Anda mungkin juga menyukai