3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.
Kompetensi Dasar 3.1. Medeskripsikan pengertian, fungsi dan peran srta perkembangan pers di Indon esia. 3.2. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggungjawab sesuai kode etik jurnali stik dalam masyarakat demokratis di Indonesia. 3.3. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalahgunaan kebebasan media massa dalam masyarakat demokratis di Indonesia. I. PENGERTIAN PERS A. Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggri s, yang berarti menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan de ngan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas. B. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk me ncetak buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat k abar dan majalah yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat ka baran. C. Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wah ana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencar i, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik da lam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupu n dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan seg ala jenis saluran yang tersedia. II. FUNGSI PERS Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah sebagai berikut : A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi te ntang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat ka bar karena memerlukan informasi. B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Educat ion), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyaraka t bertambah pengetahuan dan wawasannya. C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. B erbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, p ojok, dan karikatur. D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat u nsur-unsur sebagai berikut: 1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan. 2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat. 3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah. 4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah . E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dib idang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prod duksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri. III. PERANAN PERS Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adal;ah sebagai b erikut : 1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. 2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum , hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan. 3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan bena r. 4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaita n dengan kepentingan umum. 5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indo nesia, karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pe rs Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi. Menuru Suruhum pemeri ntah mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda mengeluarkan atruan yang bernama P ersbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untu k menghentikan penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap berba haya. Kemudian belanda juga mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekel en, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam hukuman terhadap siapapun yang menye barkan perasaan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nede rland dan Hindia Belanda, serta terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda. Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana orang -orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, p olitik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain : 1. Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda. 2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas. 3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disa jikanoleh sumber-sumber resmi Jepang. B. Di Masa Orde Lama Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah kons titusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awl pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartaw an terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers ter us berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan â ¦..Ha k kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsadalam melaksan akan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh pengh asilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya yaitu keamanan negar a, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung jawab kepa da Tuhan YME. C. PERS DI MASA ORDE BARU Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokras i terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positi f dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menu rut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dal am arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-ni lai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar i nformasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial y ang konstruktif. Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya pristi wa malari (Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lam a. Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas . Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa , pemerintah atau negara. Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat itu . Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang haru s diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik. D. PERS DI ERA REFORMASI Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi war ga negara (pasal 4) dan terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pe mbreidelan, dan pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawa bkan pemberitaan di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber i nformasi, kecuali hak tolak gugur apabila demimkepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan. V. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK JURNALISTIK A. Landasan Hukum Pers Indonesia 1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarka n pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Unda ng. 2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memp eroleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta ber hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan i nformasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21 yang bebunyi : -Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi unt uk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya. -Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yan g tersedia. 4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 : -Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi u ntuk mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya. -Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan , mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran y ang tersedia. 5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 : -Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yan g berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. -pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara. B. DEWAN PERS Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan Pers yang independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan men ingkatkan kehidupan pers nasional. Fungsi-fungsi dewan pers adalah : 1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. 2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers. 3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. 4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat at as kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. 5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah. 7. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. 8. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2). C. ANGGOTA DEWAN PERS Keangotaan dewan pers terdiri dari : 1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan 2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers. 3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi dan bidang lainnya yang d ipilih oleh arganisasi perusahaan pers; 4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata. 5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden. 6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode . D. LANDASAN PERS NASIONAL : 1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945). 2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945 3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999. 4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik 6. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat. VI. KEBEBASAN PERS Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru sehingga rawan gangguan. S ecara umum ada dua macam gangguan : 1. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka denga n adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan pers. 2. Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang di milikinya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi d an peranan yang diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartwan ada lah kebebasan pers itu sendiri. Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya peng endalian kebebasan pers, yaitu : a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah s angat jelas menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar dapat malakukan perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966). Namun muncu l UU No. 21 tahun 1982 tentang pokok pers. Di dalamnya mengatur tentang Surat I jin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) serta menteri penerangan dapat membatalkan SIU PP walaupun tidak menggunakan istilah breidel. b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengiri mkan teguran tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah , kekerasan fisik pada wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartaw an. c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapa t menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, mentero r, penculikan pengrusakan kantor media massa, dll. d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-imi ng keuntungan yang lebih besar. Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi yan g tidak akurat, tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitn ah, menyebarkan kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi kekerasan, dll. VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS 1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertingg i dari pada kelompok manusia, yang mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal yang sangat penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutu hnya anpa Negara manusia menjadi primitif tidak mencapai tujuan hidupnya. Oleh karena itu pers adalat alat penguasa untuk menyampaikan keinginannya kepada raky at. Prinsip-prinsipnya : a. Media selamanya tunduk pada penguasa b. Sensor dibenarkan tak dapat diterima. c. Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya d. Wartawan tidak memiliki kebebasannya 2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana penya lur hati nurani rakyat untuk mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan p emerintah. Pers berhadapan dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemer intah. Teori ini menganggab sensor sebagai hal yang Inkonstitusional. Tugas-tugasnya : a. Melayani kebutuhan ekonomi (iklan) b. Melayani kehidupan politik c. Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya) d. Menjaga hak warga Negara (control social) e. Memberi hiburan. Ciri-cirinya : a. Publikasi bebas dari penyensoran b.Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian c. Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana d.Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala hal . e. Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang menyangkut opini dan keyakinan. f. Tidak ada batas hukum dalam mencari berita g. Wartawan mempunyai otonomi professional. 3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai dengan tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasa r moral, etika dan hati nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus diser tai tanggung jawab kepada masyarakat. 4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang b erkuasa dan bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara. Ciri-ciri pers Komunis adalah : a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut. b. Media tidak dimiliki secara pribadi. c. Masyarakat berhak melakukan sensor. VIII. KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dil indungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi M anusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas keh idupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga m enyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyaraka t, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranann ya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesiona l dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informa si yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi se bagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integr itas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan me naati Kode Etik Jurnalisti: Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimba ng, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran : Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hat i nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk p emilik perusahaan pers. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terj adi. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran: Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan d an pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tent ang sumber dan ditampilkan secara berimbang; menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, su ara; tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain seb agai karya sendiri; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita i nvestigasi bagi kepentingan publik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tida k mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga ta k bersalah. Penafsiran Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran info rmasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masin g pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda deng an opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fa kta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, s uara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pen gambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan s usila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yan g memudahkan orang lain untuk melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pri badi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menj adi pengetahuan umum. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pi hak lain yang mempengaruhi independensi. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak ber sedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, in formasi latar belakang, dan â off the recordâ sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan nara sumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permin taan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber y ang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. â Off the recordâ adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka at au diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, m iskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetah ui secara jelas. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecu ali untuk kepentingan publik. Penafsiran Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya sel ain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok . Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tangga pan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya . Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informa si yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.