Anda di halaman 1dari 19

A. Pemahaman Konseptual Mengenai Pers 1.

Pengertian Pers Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pers memiliki beberapa arti, yaitu : usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita, penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, medium penyiaran berita, dan orang yang bekerja dalam penyiaran berita. Sebenarnya kata pers berasal dari bahasa Belanda, yakni persen atau press dari bahasa Inggris yang keduanya mengandung arti menekan. Makna tersebut merujuk pada wahana komunikasi massa yakni media cetak, seperti surat kabar dan majalah. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 1 butir 1 menyebutkan : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

2. Macam-macam Media Massa Media komunikasi massa atau wahana komunikasi massa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan informasi atau berita dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas. Misalnya, koran, majalah, tabloid, buletin, dan lain sebagainya. b. Media massa elektronik, yaitu media massa yang menyajikan informasi atau berita melalui peralatan elektronik. Contoh media massa elektonik adalah radio, televisi, dan internet.

Berikut adalah gambaran sekilas mengenai gambaran media cetak (Koran, majalah, tabloid), dan elektronik (radio, televise, dan internet). Surat kabar/Koran Surat kabar atau Koran berasal dari bahasa Belanda, yakni dari kata krant, sedangkan dari bahasa Prancis disebut dengan courant. Koran atau surat kabar

adalah suatu penerbitan ringan dan mudah dibuang, biasanya mudah dibuang karena didalamnya berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.

Majalah Majalah merupakan media komunikasi dalam bentuk cetak dan biasanya diterbitkan secara berkala.

Tabloid Tabloid adalah istilah untuk sebuah format surat kabar yang ukurannya lebih kecil dari koran standar harian, yakni 597 mm x 375 mm.

Radio Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik.

Televisi Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televise berasal dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti masing-masing tele artinya jauh dan vision artinya tampak. Jadi, televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh.

Internet Di Indonesia, internet dikenal pada tahun 1990-an. Penyebarannya mulai efektif pada tahun 1994, yakni dengan dibukanya Internet Service Provider (ISP) pertama yaitu oleh PT Indo Internet (IndoNet) di Jakarta.

B. Perkembangan Pers di Indonesia 1. Pers pada Masa Kolonial (1744-1900) Pada tanggal 7 Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) terbitlah sebuah surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Neuvelles en Politique Raisonnementen . Saat itu masa pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Dalam perjalanan pers Indonesia, menurut Effendy (2003) Bataviasche Neuvelles en Politique Raisonnementen merupakan surat kabar yang pertama kali terbit sekaligus pertama kali dihentikan penerbitan dan peredarannya secara paksa. Pada tahun 1842 terbitlah surat kabar pertama sebagai bacaan kaum pribumi, yaitu majalah Bianglala, disusul kemudian Bromartani pada tahun 1855 yang keduanya Weltevrede, dan pada tahun 1856 terbitlah surat kabar berbahasa Melayu, Slompret Melajoe di Semarang.

2. Pers pada Masa Perjuangan Kaum Nasionalis (1900-1942) Sejarah pers pada abad ke-20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertama milik bangsa Indonesia untuk bangsa Indonesia sendiri, yaitu Medan Prijaji. Surat kabar ini dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono yang pada awal mulanya berbentuk mingguan menjadi harian. Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakkan dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia. Pada tahun 1911, Medan Prijaji dijadikan surat kabar harian. Para pemuda dan pelajar yang ada di tanah air juga tidak ketinggalan untuk menerbitkan surat kabar. Pada tahun 1914, mereka membuat penerbitan surat kabar Jong Java. Dengan berhasil diselenggarakannya

Kongres Pemuda II, maka berdirilah organisasi Indonesia Moeda yang menerbitkan surat kabar Soeara Indonesia Moeda yang membawa pengaruh terhadap organisasi-organisasi lain. Sikap pemerintah penjajah waktu itu sangat waspada dan cenderung curiga terhadap pemberitaan di media massa, oleh karenanya pertumbuhan pers diawasi dengan ketat. Akhirnya, diterbitkanlah aturan Persbreidel Ordonantie, yaitu aturan atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers.

3. Pers pada Masa Transisi Pertama (1942-1945) Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan pers diatur pemerintah penjajah dengan Undang-Undang No. 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan sensor preventif. Pasal 1 dalam UU tersebut menyatakan bahwa semua jenis barang cetakan harus memiliki izin publikasi atau izin terbit. Pasal 2 melarang semua penerbitan yang sebelumnya memusuhi Jepang untuk meneruskan penerbitannya. Dapat disimpulkan pada masa penjajahan Jepang, pers sepenuhnya diarahkan untuk melayani kepentingan pemerintah penjajah Jepang.

4. Pers pada Masa Revolusi Insan pers pada masa itu merasa mempunyai tanggung jawab berjuang bersama-sama rakyat melalui pers demi mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, tegak, dan berdaulat. Pers terutama berfungsi menyebarluaskan berita tentang proklamasi kemerdekaan dan mengobarkan semangat perjuangan. Akan tetapi pada akhirnya terjadilah konflik, dan pers selanjutnya dipaksa tunduk di bawah kekuasaan pemerintah. Untuk menangani masalah-masalah pers, pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1950. Adapun usahausaha yang dilakukan pemerintah adalah : a. Penggantian undang-undang pers kolonial. b. Pemberian dasar sosial ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia. c. Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.

d. Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hokum bagi wartawan Indonesia.

5. Pers pada Masa Demokrasi Liberal Pers Indonesia kembali mengalami pertumbuhan/perkembangan dan mereka mencari coraknya masing-masing. Bahkan pada masa pergolakan di daerah-daerah ada surat kabar yang dinilai pemberitaannya berpihak atau simpati kepada pemberontak, misalnya koran Indonesia Raya. Landasan kemerdekaan pers di era Demokrasi Liberal adalah konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Kebebasan pers pada zaman Liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik yang berlaku pada saat itu, lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada positif.

6. Pers pada Masa Orde Lama atau Pers Terpimpin Pada zaman Orde Lama atau zaman Demokrasi Terpimpin, pers merupakan alat penguasa dari pada alat penyambung lidah rakyat. Pers ditekan dengan adanya peraturanperaturan dan sanksi-sanksi terhadap pers. Penekanan pers oleh penguasa Orde Lama bertambah bersamaan dengan meningkatnya ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan-tindakan penekanan terhadap pers merosot, ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun.

7. Pers di Era Demokrasi Pancasila dan Orde Baru Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, seolah dunia pers Indonesia menghirup alam kebebasan, setelah sebelumnya mengalami bentuk-bentuk penekanan yang hebat pada pemerintahan Orde Lama. Dengan kebebasan semacam itu kemudian banyak bermunculan penerbitan-penerbitan baru. Keadaan ini hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat. Pers Indonesia adalah pers Pancasila dalam arti yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakikat pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi.

8. Pers di Era Reformasi (1999-sekarang) Pers di era Reformasi benar-benar merasakan kebebasannya. Pada masa Reformasi pers tidak perlu takut lagi dengan tindakan pembredelan. Kebijakan pers itu tidak disia-siakan oleh para pekerja jurnalistik. Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah sosok fenomenal bagi perkembangan dan kebebasan dunia pers di Indonesia. Kebebasan pers di Indonesia tersebut sangat diapresiasi oleh masyarakat dunia internasional. Satu hal yang menjadi sisi negatifnya adalah akibat kebebasan tersebut banyak para pekerja pers yang ternyata tidak dibarengi dengan tanggung jawab besar terhadap pekerjaannya itu. Untuk menghindari adanya penyalahgunaan kebebasan pers tersebut, Dewan Pers bersama sejumlah organisasi wartawan berupaya merumuskan kode etik bersama.

C. Fungsi dan Peranan Pers 1. Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Otoriter dan Demokrasi Pers merupakan pilar keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif bagi sebuah negara demokrasi. Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran informasi, mempunyai misi sebagai berikut. a. Ikut mencerdaskan masyarakat. b. Menegakkan keadilan. c. Sebagai kontrol sosial.

d. Sebagai agen perubah masyarakat.

Menurut Mochtar Lubis (1993), sedikitnya ada lima fungsi pers bagi negaranegara dalam kategori berkembang, yaitu : a. Fungsi pemersatu Fungsi pemersatu, artinya memperlemah tendensi perpecahan, baik perpecahan sosial maupun kultural. b. Fungsi pendidik Fungsi pendidik, artinya pers memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), disamping menunjukkan betapa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual. c. Fungsi penjaga kepentingan umum Fungsi penjaga kepentingan umum, dalam hal ini pers harus melawan setiap penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, menentang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, serta menyuarakan kepentingan kelompok kecil atau rakyat yang tidak dapat menyuarakan kehendaknya. d. Pers mempunyai fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik negara-negara berkembang. e. Pers mempunyai fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah-masalah politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar timbul pemecahan masalah yang dihadapi bersama. Menurut Kusman Hidayat dalam buku berjudul Dasar-dasar Jurnalistik/Pers bahwa pers mempunyai empat fungsi sebagai berikut.

a. Fungsi pendidik Melalui karya-karya tercetaknya dengan segala isi, baik langsung ataupun tidak langsung dengan sifat keterbukaannya, pers membantu masyarakat

meningkatkan budayanya. Melalui rubrik khusus, seperti ruang kebudayaan atau ruang ilmu pengetahuan, pers dapat menambah pengetahuan masyarakat. b. Fungsi penghubung Melalui pers akan tumbuh saling pengertian, atau dapat digunakan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk menumbuhkan kontak antarmanusia agar tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia. c. Fungsi pembentuk pendapat umum Rubrik-rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk rencana, pikiran pembaca, pojok, dan lain-lain merupakan suatu ruang untuk memberikan pandangan atau pikiran kepada khalayak pembaca. d. Fungsi kontrol Pers berusaha melakukan bimbingan dan pengawasan kepada masyarakat tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh masyarakat.

Pers sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena pers merupakan lembaga sekaligus media penting sumber informasi. Dalam masyarakat otoriter, pers sepenuhnya dikuasai dan tunduk kepada pemerintah. Pers diarahkan oleh pemerintah untuk mendukung dan menyukseskan berbagai kebijakan pemerintah. Dalam masyarakat demokrasi, pers tidak dikendalikan oleh pemerintah. Insan pers memiliki kebebasan dan keleluasan dalam melaksanakan pekerjaan jurnalistiknya. Jadi, pers memiliki jaminan hukum yang kuat dalam bersikap kritis terhadap pemerintah. Pers bertindak sebagai pemberi atau

sumber informasi alternatif bagi masyarakat. Pers merupakan kekuatan keempat yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama dengan kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif.

Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebar gagasan, cita-cita, serta pikiran manusia. Dalam bukunya Democracy and the Mass Media, M. Gurevitch dan JG. Blumler (1990) mengungkapkan fungsi dan peran pers dalam masyarakat demokrasi adalah : a. Memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik. b. Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi perhatian masyarakat. c. Menyediakan wahana untuk melakukan debat publik antara berbagai sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat. d. Membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam menggunakan kekuasaan. e. Memberikan sumbangan kepada masyarakat untuk belajar, memilih, dan terlibat dalam kehidupan bersama, termasuk proses politik.

2. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia Fungsi pers selain melakukan pemberitahuan yang objektif kepada masyarakat juga berperan sebagai alat pendidik, alat kontrol sosial, dan alat penyalur serta pembentuk pendapat umum, bahkan dapat berperan aktif dalam peningkatan kesadaran politik rakyat dan dalam menegakkan disiplin nasional. Fungsi tersebut selanjutnya sebagaimana termuat dalam Undang-Undang (UU) Pers No. 40 Tahun 1999, Pasal 3 ayat 1 dan 2 yaitu : a. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. b. Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Sementara itu, peranan pers menurut Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers adalah : a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar

d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Sedangkan fungsi pers di Indonesia berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 adalah sebagai berikut. a. Pers sebagai media informasi Fungsi pers juga sebagai media atau sarana informasi, pendidikan, dan kontrol sosial yang sangat relevan dengan kehidupan masyarakat demokratis. Informasi pers diperoleh dari dua sumber, yaitu peristiwa dan manusia. Bahan-bahan ini dicari oleh para wartawan dengan cara observasi, wawancara, dan konferensi pers. Berdasarkan fakta, berita dapat kelompokkan menjadi beberapa kategori sebagai berikut. 1. Berita fakta peristiwa, yang berisi fakta yang benar-benar berasal dari suatu peristiwa yang dapat disaksikan. 2. Berita fakta pendapat, yaitu berita yang diperoleh dari komunikator atau responden yang menyampaikan pendapat kepada wartawan yang biasanya bertindak sebagai medium. 3. Berita fakta peristiwa ditambah pendapat. Berita ini mengandung unsur peristiwa sebagaimana fakta yang disaksikan di lapangan ditambah dengan pendapat atau keterangan pihak lain yang berhubungan dengan peristiwa itu. 4. Interpreted news, yaitu suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah dengan penjelasan-penjelasan lain. 5. Interpretatif news, suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah dengan penjelasan-penjelasan lain dan untuk bentuk berita ini, seorang wartawan diperkenankan memberikan uraian ataupun komentar yang sifatnya menduga apa yang akan terjadi pada peristiwa yang akan terjadi berikutnya. 6. Investigatif news, yaitu berita yang membutuhkan penyelidikan dari seorang wartawan. Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk memperoleh berita. 7. Reportase, suatu berita yang biasanya cukup panjang karena isinya bersifat melaporkan sesuatu baik yang berupa peristiwa, pendapat, atau hal-hal lain yang layak untuk dijadikan laporan khusus dan cukup diketahui pembaca.

8. Feature, yaitu karangan penting dengan penulisan secara teknik jurnalistik dengan menempatkan pokok utama dari sebuah berita yang dikemukakan.

b. Pers sebagai media pendidikan Pers mempunyai andil yang besar dalam partisipasi membina sikap mental dan sikap hidup masyarakat. Dengan fugsi ini pers diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada pembentukan karakter yang positf bagi bangsa Indonesia melalui informasi-informasi yang mendidik. Informasi pers sebagai media pendidikan terkait pula dengan fungsinya sebagai penyampai informasi kepada masyarakat, sehingga mereka mengalami melek media (media literary). Melek media dipersepsikan sebagai kemampuan memahami informasi dan sifat komunikasi melalui media massa. Gerakan ini merupakan upaya meningkatkan kecerdasan kecerdasan khalayak untuk mengkonsumsi informasi yang sehat dan berguna.

c. Pers sebagai media hiburan / entertainment Pers sebagai media hiburan dimaksudkan agar dapat memberikan kesenangan kepada para pembaca, sebagai upaya relaksasi dari kejenuhan. Dalam hal ini, hiburan yang disuguhkan oleh pers berkenaan dengan bagaimana pers itu dapat mengembalikan manusia pada sisi kemanusiaan yang seutuhnya.

d. Pers sebagai media kontrol sosial Masud pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi. Pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut Penyampai berita buruk. Sebagai media/sarana kontrol sosial pers berperan melakukan pengawasan, kritik, saran, dan koreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan mengawasi sistem pemeritahan dalam mewujudkan good governance.

e. Pers sebagai lembaga ekonomi Pers perlu berorientasi secara ekonomi atau komersial, karena ia membutuhkan cost untuk menjalankan hidup matinya roda operasioanal redaksi dan perusahaan.

D. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Untuk menjaga tanggung jawab keprofesionalan, kualitas, dan kebebasan pers agar tidak kebablasan, maka pelu adanya norma-norma yang menjadi pedoman pers dalam berkarya dan berekspresi.

1. Teori Pers Teori ini dikemukakan oleh Frederick S. Siebert (1963). Menurunya, pers tidak akan hidup dalam situasi yang kosong atau vacuum, tetapi pers hidup dalam sebuah masyarakat atau negara yang menggunakan sistem politik tertentu. Ia membagi pers ke dalam 4 teori yang terkenal dengan sebutan Empat Teori Siebert yaitu : a. Teori otoritarian Pers merupakan media penguasa untuk menyampaikan informasi yang

dianggap perlu diketahui oleh masyarakat. Teori ini muncul dari filsafat kekuasaa monarki absolut, kekuasaan pemerntahan absolut, atau keduaduanya. Tujuan utama teori ini adalah mendukung dan memajuan kebijakan pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara. Teori ini dapat diterapkan di negara-negara yang berideologi komunis seperti Uni soviet, RRC, Vietnam dan Junta Militer Myanmar.

Pemerintah

Pers

b. Teori libertarian Teori ini disebut juga teori pers bebas, yakni kebalikan dari teori otoritarian. Teori ini muncul akibat dari adanya filsafat umum tentang rasionalisme, hakhak manuia dan tulisan-tulisan John Milton pada abad ke-17, yang menyatakan bahwa manusi pasti memilih ide-ide dan nilai-nilai terbaik.

Perbedaan utama dengan teori lainnya, menurut teori ini media massa adalah alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuan-kebutuhan masyarakat lainnya.

Pemerintah

Pers

c. Teori soviet Teori ini muncul dari pemikiran Marxis-Leninis-Stalin dengan campuran pikiran Hegel, dan pandangan orang Rusia pada abad ke-19. Oleh karena itu, teori ini sering disebut teori Marxis-Lennis. Hal ini terjadi ketika Revolusi Rusia pada tahun 1917. Teori ini hampir mirip dengan teori otoritarian. Perbedaan dengan teori otoritarian adalah sebagai beikut. Dalam teori soviet, pers dapat mengatur sendiri isi pesn-pesan yang akan disampaikan kepada publik. Dalam teori soviet, memiliki tanggung jawab tertentu untuk memenuhi harapan politik, namun tetap berpegangan pada prinsip Marxis-Lennis.

Pemerintah

Pers

d. Teori tanggung jawab sosial Kebebasan pers di Amerika mengajukan model pers yang memiliki kewajiban tertentu kepada masyarakat yakni dalam semboyan: informatif, benar, akurat, objektif, dan berimbang. Teori ini menunjukkan bahwa ada kesetaraan antara pemerintah dan pers. Hal ini ditandai dengan adanya kemampuan interaksi

keduanya dal mengkritik, memberi masukan satu sama lain dalam memerbaiki, dan meningkatkan kualitas masing-masing.

2. Kebebasan Pers Di Indonesia, kebebasan pers lebih condong menganut teori tanggung jawab sosial daripada libertarian. Hal ini tampak jelas, sebagaimana diatur dalam UU Pers No.40 Tahun 1999. UU tersebut menyebutkan apa itu yang dinamakan kebebasan atau kepercayaan pers sebagai berikut. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang

berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat 1) Terhadap pers nasional tidak dikenaka penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan infomasi (pasal 4 ayat 3) Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak (pasal 4 ayat 4) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan dan ddalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum (pasal 6)

3. Tanggung Jawab Pers Kebebasan pers harus diimbangi dengan kewajiban tertentu, yaitu : Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama da rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (penjelasan pasal 5 ayat 1) Pers wajib melayani hak jawab (pasal 5 ayat 2) Pers wajib melayani hak koreksi (pasal 5 ayat 3) Wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik (pasal 7 ayat 2)

4. Dewan Pers Dewan pers pertama kali dibentuk tahun 1968. Pembentukannya berdasarkanUU Np. 11 Tahun 1966 tentang ketentuaan-ketentuan pokok pers yang ditandatanganipresiden Soekarno pada 12 Desember 1966. Dewan pers kala itu mendampingi pemerintah, bersama-sama membina pertumbuhan dan perkembangan oers nasional (pasal 6 ayat 1 UU No. 11/1966). Ketua Dewan dijabat oleh menteri penerangan (pasal 7 ayat 1). Perubahan fundamental terjadi pada tahun 1999, yakni dengan terjadinya pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Melalui UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang digunakan pada 23 September 1999 dan ditandatangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers berubah menjadi dewan pers yang independen. Fungsi dewan pers independen tidak lagi menjadi penasihat

pemerintah tapi pelindung kemerdekaan pers. Menurut UU Pers Pasal 15 ayat 3, anggota Dewan Pers yang independen dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari : Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; Tokoh masyarakat, yang ahli dalam bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Fungsi-fungsi yang dilaksanakan dewan Pers menurut pasal 15 ayat 2 adalah : Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; Melakukan pengkajian untuk pengembangan

kehidupan pers; Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik; Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atau kasuskasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; Mengembangkan komunikasi antara pers, masayarakat dan pemerintah;

Memfasilitasi organisasi-orgnisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi

kewartawanan; Mendata perusaahaan pers.

5. Kode Etik Jurnalistik Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang berisi kaidah peraturan dan penuntun untuk memberikan arah yang jelas kepada wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dalam kerja jurnalistik. Keerdekaan berpendapat, beekspresi dan kebebasan pers adalah hak asasi manusia yang dilindugi oleh pancasila, UUD 1945, dan deklarasI Universal Hak Asasi Manusia PBB. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan indonesia memerlukan landasan moral dan etika pprofesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan inegritas serta

profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik. Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesioanal dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara

berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta paduga tak bersalah.

Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan

cabul. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suapan. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitasmaupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latarbelakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orag yang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pibadinya, kecuali untuk kepentinagn publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan perimintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

E. Evaluasi Atas Kebebasan Pers di Indonesia 1. Penyalahgunaan Kebebasan Pers Penyalahgunaan kebebasan pers artinya, insan pers memanfaatkan kebebasan yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dari peranannya. Bentuk-bentuk

penyalahgunaan pers ini bermacam-macam, yakni penyajian informasi yang tidak akurat, tidak objektif, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan kebohongan dsb.

2. Pengendalian Kebebasan Pers Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers dapat menimbulkan dua kemungkinan akibat. Pertama, kebebasan pers akan terpasung. Kedua, kebebasan pers tetap terjamin dan semakin kuat tanggung jawab sosialnya. Kemungkinan pertama akan timbul jika tidak ada kebebasan pers dalam menyampaikan segala informasi. Sedangkan kemungkinan kedua akan terjadi jika ada apresiasi terhadap sikap positif dalam upaya pengendalian kebebasan pers.

F. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers di Indonesia 1. Masalah Bidang Manajemen Persaingan antarmedia untuk meraih sukses dan diminati masyarakat makin ketat, sehingga masing-masing media berupaya dengan segala cara untuk menarik simpati masyarakat. Akibatnya, ada beberapa media massa yang hanya berorientasi pada segi bisnis dan kurang memerhatikan kualitasnya.

2. Masalah Merebut Pangsa Pasar Demi meraih pangsa pasar, ada beberapa media yang mengumbar sensasionalisme, tidak berdasarkan fakta secara cermat. Dalam membuat laporan hanya spekulatif yang sekiranya diminati publik. Hal ini dilakukan demi memperoleh tampilan gambar yang bagus dan menarik perhatian, dilakukan dengan memaksa, dan mengabaikan norma-norma

kewartawanan.

3. Masalah Orientasi Isi Berita Era reformasi ini banyak memproduksi media massa yang berorientasi populis, mengangkat soal-soal yang digunjingkan masyarakat. Akibatnya, kualitas berita yang disampaikan kurang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Masalah Keberpihakan dan Kode Etik Ada beberapa media yang merilis berita dari daerah yang sedang bergejolak, akibatnya media tersebut diprotes oleh kelompok atau aliran yang merasa dirugikan. Hal ini juga berhubungan dengan masalah etika seorang wartawan dalam meliput dan menyiarkan setiap informasi kepada publik.

Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut telah dicetuskan tentang pers pancasila. Beberapa tokoh pers memberi perkiraan tentang pengertian pers pancasila sebagai berikut. Pers pancasila adalah pers yang melihat segala sesuatunya secara proporsional dan mencari keseimbangan dalam berita dan tulisannya demi kepentingan semua pihak demi konsensus demokrasi pancasila (Drs. Totok Juroto, M.Si, 2000). Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat, dan kontrol sosial konstruktif. Melalui pers pancasila maka akan mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka, demokrasi dan bertanggung jawab (Mumu Muchlisin, 2002).

Anda mungkin juga menyukai