Anda di halaman 1dari 14

BAB 8

PERANAN PERS DI INDONESIA

1.      Pengertian Pers
      Pers berasal dari bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut press, atau bahasa
Perancisnya presse yang artinya tekan atau cetak. Istilah pers menurut UU Pers jelas berbeda
dengan jurnalistik, hubungan kemasyarakatan, atau reporter. Di bawah ini pengertian pers menurut
para ahli.

a. Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers adalah :


1. Alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
2. Alat untuk menjepit, memadatkan
3. Surat kabar dan majalah yang berisi berita
4. Orang yang bekerja di bidang persuratkbaran.
b. Ensiklopedi Indonesia, pers merupakan nama seluruh penerbitan berkala yaitu koran,
majalah, dan kantor berita.
c. Ensiklopedi Pers Indonesia, pers merupakan sebutan bagi penerbit/perusahaan/kalangan
yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Segala barang yang dikerjakan dengan
mesin cetak disebut pers.
d. Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang dimaksud dengan pers adalah
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
e. Prof. Oemar Seno Adji
1. Pers dalam arti sempit adalah penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita
dengan kata tertulis.
2. Pers dalam arti luas adalah memasukkan di dalamnya semau media mass
communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-
kata tertulis maupun dengan lisan.
f. L. Taufik
1. Pers dalam arti sempit diartikan sebagai surat kabar, koran,majalah, tabloid, dan
buletin-buletin kantor berita. Jadi pers terbatas pada media cetak.
2. Pers dalam arti luas mencakup semua media massa, termasuk radio, televisi, film, dan
internet.
g. Leksikon Komunikasi, pers berarti:
1. usaha percetakan dan penerbitan
2. usaha pengumpulan dan penyiaran berita
3. penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi

2.      Teori-teori tentang Pers


a.      Teori pers otoritarian
      Pers merupakan alat penguasa untuk menyampaikan keinginanya kepada rakyat. Menurut
pendapat Mc. Quail, di dalam teori pers otoritarian disebutkan prinsip-prinsip dasar
pelaksanaan sebagai berikut :
1. Media selamanya (akhirnya) harus tunduk kepada penguasa yang ada.
2. Penyensoran dapat dibenarkan.
3. Kecaman terhadap penguasa atau terhadap penyimpangan dari kebijakan resmi tidak
dapat diterima.
4. Wartawan tidak mempunyai kebebasan di dalam organisasinya.
b.      Teori pers libertarian
Menurut teori libertarian, pers merupakan sarana penyalur hati nurani rakyat untuk
mengawasi dan menentukan sikap terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, pers
bukanlah alat kekuasaan pemerintah, sehingga ia harus bebas dari pengaruh dan pengawasan
pemerintah.

Dengan demikian, teori ini memandang sensor merupakan tindakan yang inkonstitusional terhadap
kemerdekaan pers. Menurut Krisna Harahap, pers libertarian mempunyai tigas sebagai berikut:
1. Melayani kebutuhan kehidupan ekonomi (iklan)
2. Melayani kebutuhan kehidupan politik
3. Mencari keuntungan (demi kelangsungan hidupnya).
4. Menjaga hak warga negara.
5. Memberi hiburan.

Selanjutnya Krisna Harahap menyebutkan ciri-ciri pers yang merdeka (libertarian) adalah:
1. Publikasi bebas dari setiap penyensoran pendahuluan,
2. Penerbitan dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau
lisensi,
3. Kecaman terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat dipidana,
4. Tidak ada kewajiban mempublikasikan segala hal,
5. Publikasi ”kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal
yang berkaitan dengan opini dan keyakinan,
6. Tidak ada batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan
publikasi,
7. Wartawan mempunyai otonomi profesional dalam organisasimereka.
c.       Teori tanggung jawab sosial
      Awal abad ke- 20 lahirlah teori pers lain, yaitu teori tanggung jawab sosial (social responsibility)
sebagai protes terhadap teori libertarian yang mengfajarkan kebebasan mutlak, yang dianggap telah
menimbulkan kemerosotan moralmasyarakat.  
Teori ini mengemukakan dasar pemikiran bahwa kebebasan pers harus disertai dengan tanggung
jawab kepda masyarakat.
Prinsip utama teori tanggung jawab sosial menurut Krisna Harahap adalah sebagai berikut:
1. Media mempunyai kewajiban tertentu kepada masyarakat.
2. Kewajiban tersebut dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional
tentang keinformasian, kebenaran, obyektifitas, keseimbangan dan sebagainya.
3. Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan,
yang berdampak ketidaktertiban atau penghinaan terhadapminoritas etnik atau agama.
4. Media hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan.
5. Masyarakat diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan berbagai sudut
pandang dan hak untuk menjawab.
6. Masyarakat memiliki hak menghrapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensidapat
dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
Komisi Kemerdekaan Pers menyatakan bahwa pers itu harus diberi arti :
1. Bahwa kebebasan tersebut tidaklah berarti bebas untuk melanggar kepentingan-
kepentingan individu yang lain.
2. Bahwa kebebasan harus memperhatikan segi-segi keamanan negara.
3. Bahwa pelanggaran terhadap kemerdekaan pers membawa konsekuensi/tanggung
jawab terhadap ukuran yang berlaku.
d.      Teori pers komunis
      Menurut ajaran Karl Marx, yaitu Marxisme/Komunisme mengemukakan bahwa teori pers
komunis merupakan alat pemerintah (partai yang berkuasa) dan bagian integral dari negara
sehingga pers harus tunduk kepeda pemerintah.
      Pers komunis berfungsi sebagai alat untuk melakukan ”indoktrinasi massa” sehubungan
dengan itu F. Rachmadi dalam bukunya ”Perbandingan Sistem Pers” (1990), menyatakan
bahwa dalam hubungan dengan fungsi dan peranan pers komunis sebagai alat pemerintah
dan partai, pers harus menjadi suatu collective propagandist, collective agitation, dan
collective organizer. Ciri-ciri pers komunis adalah :
1. Media berada di bawah pengendalian kelas pekerja, karenanya ia melayani kepentingan
kelas tersebut.
2. Media tidak dimiliki secara pribadi.
3. Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah
atau menghukum setelah terjadinya peristiwa publikasi anti masyrakat.
3.      Sistem Pers di Beberapa Negara
a.      Sistem pers barat  (USA)
Di negara-negara barat yang diwakili oleh Amerika dan Eropa, kebebasan pers diyakini
sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh setiap individu. Pers Amerika
Serikat bebas dari campur tangan pemerintahnya dan demikian pula sebaliknya sehingga
terdapat persaiangan diantara pers dan pemerintah, terutama dalam hal mengembangkan diri
dan kepemimpinan.
Di sisi lain perlu dipahami pula bahwa hubungan antara pers, pemerintah, dan
masyarakat di Amerika dan Eropa sesungguhnya dapat digambarkan sebagai ”upaya saling
mengontrol”. Artinya walaupun kebebasan yang dianut memberi kemerdekaan berekspresi,
tetapi bukan berarti semua tanpa kontrol.
Kode Etik Pers yang disebut Canon Journalism antara lain :
1. Tanggung jawab yaitu hak koran untuk menarik pembaca tidak dibatasi.
2. Ketulusan, kebenaran, ketepatan yaitu kepercayaan pembaca adalah dasar bagi semua
yang dinamakan jurnalisme.
3. Netral/adil yaitu memisahkan laporan berita dengan pernyataan pendapat.
4. Fair play yaitu berisi larangan untuk mencampuri urusan pribadi atau perasaan
seseorang tanpa pembenaran undang-undang dan harus mengadakan koreksi lengkap
berkenaan dengan kesalahan serius mengenai fakta atau opini yang mereka buat,
apapun masalahnya.
b.      Sistem pers komunis (Rusia)
Di dalam sistem pers komunius dikenal adanya lembaga kontrol atau lembaga sensor yang diberi
nama Glavit, yang bertugas mengawasi bahan-bahan pers yang akan dipublikasikan dan tugas-tugas
untuk mengamankan politik ideologis dan keamanan.
Sistem pers Uni Soviet (Rusia) tidak dapat terlepas dari tiga nama tokoh yang meletakkan dasar
sistem pers Soviet. Mereka adalah Lenin, Stalin, dan Khrushchev. Menurut Lenin pers harus melayani
kepentingan kaum buruh yang merupakan kelompok mayoritas. Lenin adalah pencetus teori pers
komunis dan Stalin adalah orang yang menerapkan ajaran Lenin. Stalin adalah yang pribadi
membuat lembaga sensor, penekanan-penekanan. Khrushchev lebih menyadari bahwa pers ternyata
dapat juga menjadi forum pertukaran pendapat. 
Fungsi pers di bekas negara Uni Soviet (Rusia) yang ditulisn F. Rachmadi adalah :
1. Pers sebagai alat propaganda, agitator, dan organisator kolektif.
2. Per merupakan tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan massa.
3. Per bertugas sebagai lembaga yang memobilisasi dan mengorganisir massa untuk
pembangunan ekonomi.
4. Per menerapkan dan menyiarkan semua dekrit, keputusan, instruksi yang dikeluarkan oleh
komite sentral partai atau oleh pemerintah Rusia serta bahan publikasi lain daripemerintah.
5. Alat untuk melakukan kontrol dan kritik.

c.       Karakteristik pokok pers Barat dan pers Komunis


Perbandingan Karakteristik Sistem Pers
Pers Barat Pers Komunis
1.      Mengagung-agungkan kebebasan pers yang 1.      sistem pers komunis/sosialis didadsari oleh
seluas-luasnya, karena mereka merasa bahwa ajaran Marxisme/leninisme.
kebebasan pers berkaitan erat dengan 2.      Pers di tangan partai komunis dan menjadi
kebebasan politik. organ propaganda dan agitasi partai untuk
2.      Hubungan pers dan pemerintah adalah mencapai masyarakat komunis
saling berhadapan dengan persaingan yang internmasional.kekuasaan ada di tangan satu
sama partai, yaitu partai komunis dengan sistem
3.      Media massa, khususnya pers, menjadi ajang pengendalian media massa secara sentral.
bisnis besar. Pers bebas dari campur tangan 3.      Kebebasan pers secara formal dijamin dalam
pemerintah, demikian sebaliknya. konstitusi, tetapi di dalam prakteknya
4.      Angka sirkulasi surat kabat sangat terdapat penekanan-penekanan  dengan
tinggi. Ratio antara surat kabar dengan diciptakannya lembaga sensor  yang disebut
penduduk 1 : 3 bahkan ada yang mencapai 1 : GLAVIT.
2 4.      Kebebasan hanya ada pada kaum proletar,
5.      Mempunyai pengaruh yang sangat kuat yaitu kaum buruh, menurut lenin sistem pers
terhadap kehidupan sosial dan politik dalam yang berlaku di Soviet adalah pers yang
masyarakat. melayani kepentingan kaum buruh.
6.      Reading habit masyarakat tinggi, ditunjang 5.      Kebebasan individu dibatasi dan
inkam perkapita yang tinggi. masyarakatnya bersifat tertutup.
7.      Teknik persurtkbaran sangat modern,
ditunjang teknologi komunikasi yang canggih.

4.     Sistem Pers di Negara-negara Berkembang


Penduduk di negara-negara sedang berkembang dengan jumlah lebih kurang 70% dari penduduk
dunia, hanya sekitar 26% yang mengonsumsi surat kabar dari total sirkulasi surat kabar di dunia. Hal
ini menunjukkan bahwa minat baca (reading habit) penduduk negara-negara berkembang sangat
rendah yang disebabkan karena angka tuna aksara (buta huruf) masih tinggi dan pendapatan per
kapita masih rewndah pula.
Ciri-ciri khusus sistem pers negara-negara berkembang
a. Sistem persnya  cenderung mengikuti sistem pers negara bekas penjajah.
b. Pers di negara berkembang sampai saat ini berada dalam bentuk transisi. Ia masih berusaha
mencari bentuk yang tepat atau mencari identitas.
c. Negara berkembang umumnya sedang membangun, sehingga pers dituntut untuk berperan
sebagai agent of social change.
d. Pada umumnya, sistem persnya menganut sistem tanggung jawab sosial (social
responsibility).
e. Pada umumnya, pers negara berkembang mengalami maslah yang sama di bidang
komunikasi
5.      Sifat, Fungsi, dan Peranan Pers
a.       Sifat
Ada 6 (enam) sifat pers yang penerapannya berbeda, diantaranya :
1. Liberal Democration Press yaitu kebebasan yang tanpa batas (Amerika Serikat, Inggris,
dan negara-negara Eropa).
2. Communist Press yaitu ada di negara-negara sosialis yang menganut ideologi komunis
atau Marxisme. (Rusia, Cina, Kuba, korea Utara)
3. Authoritarian Press yaitu pers hanya untuk kepentingan penguasa dan negara yang
menganut politik fasis dimana pemerintah berkuasa secara mutlak. (Jerman masa Adolf
Hitler, Italia masa Musolini)
4. Freedom and Responsibility Press yaitu pers bebas dan bertanggung jawab yang semula
merupakan slogan negara-negara barat.
5. Development press (pers pembangunan) yaitu gagasan para jurnalis dari negara-negara
yang sedang berkembang (developing Countries) dengan alasan karena sedang giat-
gitnya melakukan pembangunan. (Indonesia, Asia, Afrika, dan Amerika latin)
6. Five Foundation Press (Pers Pancasila) yaitu mencari keseimbangan dalam berita atau
tulisannya. Sifat pers Pancasila melihat segala sesuatu secara proporsional.
b.      Fungsi
Menurut Kusman Hidayat dalam tulisanya yang berjudul ”Dasar-dasar Jurnalistik/Pers” ada 4
fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi pendidik
2. Fungsi penghubung
3. Fungsi pembentuk pendapat umum
4. Fungsi kontrol
Menurut Mochtar Lubis, di negara-negara berkembang, pers mempunyai 5 (lima) fungsi, yaitu :
1. Fungsi pemersatu
2. Fungsi pendidik
3. Fungsi ”public watchdog” atau penjaga kepentingan umum
4. Fungsi menghapuskan mitos dan mistik
5. Fungsi sebagai forum
Menurut Undang-Undang Nomor 40/1999 adalah sebagai berikut :
1. Fungsi informasi
2. Fungsi pendidikan
3. Fungsi menghibur
4. Fungsi kontrol sosial
5. Pers sebagai lembaga ekonomi
c.     Peranan Pers
Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa pers nasional
melaksanakan peran sebgai berikut :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum
dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan, kritik,koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
5. Memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Sedangkan menurut Jacob Oetama, dalam konteks masyarakat Indonesia pers mempunyai peranan
khusus sebagai berikut :
1. Tugas untuk memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional.
2. Pers perlu mengenali masalah-masalah sosial yang peka dalam masyarakatnya.
3. Pers perlu menggerakan prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri,
dan menemukn potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki
perikehidupannya.
4. Pers menyebarluaskan dan memperkuat rasa mampu masyarakat untuk mengubah
nasibnya.
5. Kekurangan, kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan untuk merusak dan
membangunkan pesimin, tetapi untuk koreksi dn membangkitkn kegairahan dan selalu
melangkah maju.
6.       Perkembangan Pres di Indonesia
a.       Pers zaman penjajahan Belanda
      Sarahum, dalam tulisannya yang berjudul ”Perjuangan Surat Kabar Indonesia” yang dimuat
dalam sekilas ” Perjuangan Surat Kabar”, menyatakan :” Maka untuk membatasi pengaruh momok
in, pemerintah Hindia Belanda memandang tidak cukup mengancamnya saja dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Setelah ternyata dengan KUHP itu saja tidak mempan, maka diadakanlah
pula aritkel-artikel tambahan seperti artikel 153 bis dan ter. 161 bis dan te. Dan artikel 154 KUHP.
Hal itu pun belum dianggap cukup, sehingga diadakan pula Persbreidel Ordonantie,yamg
memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/
majalah Indonesia yang dinggap berbahaya”.
      Tindakan lain di samping Persbreidel Ordonantie adalah Haatzai Artikelen, karena pasal-pasalnya
mengancam hukuman terhadap siapa pun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian
serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda. Akibatnya banyak korban
berjatuhan, antara lain S.K. Trimurti.
b.      Pers di masa pergerakan
      Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada pada detik-detik terakhir penjajahan
Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers pada masa itu tidak bisa
dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan penjajahan.
      Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar lebih banyak
berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers menyuarakan kepedihan,penderitaan, dan merupakan
refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan
memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.
Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan:
1. Harian ”Sedio Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta,
didirikan bulan Juni 1920.
2. Harian ”Darmo Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo.
3. Harian ”Utusan Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto.
4. Harian ”Fadjar Asia” terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
5. Majalah minguan ”Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
6. Majalah berkala ” Daulah Rakyat” dipimpin oleh Moch. Hatta dan Sutan Syahrir.
7.
      Karena sifat dan isi pers pergerakan antipenjajahan, pers mendapat tekanan dari pemerintah
Hindia Belanda. Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor Berita nasional Antara pada tanggal 13
Desember 1937.
c.       Pers di masa penjajahan Jepang
      Pada masa penjajahan Jepang, boleh dikatakan pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers
nasional yang pernah hidup di jaman pergerakan secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk
tujuan yang sama yaitu mendukung kepentingan Jepang.
      Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro-
Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain :
1. Asia Raya di Jakarta
2. Sinar Baru di Semarang
3. Suara Asia di Surabaya
4. Tjahya di Bandung

d.      Pers di masa revolusi fisik


      Periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. masa itu adalah masa bangsa
Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus
1945. belanda ingin kembali menduduki Indonesia sehingga terjadilah perang mempertahankan
kemerdekaan. Pada saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan, yaitu :
1)      Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang
selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda).
2)      Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik.
      Beberapa contoh koran Republik yang muncul pada masa itu, antara lain: harian ”Merdeka”,
”Sumber”, ”Pemandangan”, ”Kedaulatan Rakyat”, ”Nasional”, dan ”Pedoman”. Jawatan
Penerangan Belanda menerbitkan Pers Nica, antara lain: ”Warta Indonesia” di Jakarta,
”Persatuan” di Bandung, ”Suluh Rakyat” di Semarang, ”Pelita Rakyat” di Surabaya, dan
”Mustika” di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan
Serikat Pengusaha Surat Kabara (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting
dalam sejarah pers Indonesia.
e.       Pers di era demokrasi liberal (1949-1959)
      Di era demokrasi liberal, landasan kemerdekaan pers adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat
(RIS 1949) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Dalam Konstitusi RIS-yang isinya banyak
diambil dari Piagam Pernyataan Hak Asasi Manusia sedunia (Universal Declaration of Human Rights)-
pada pasal 19 disebutkan ”Setiap orangberhak atas kebebasan yang mempunyai dan mengeluarkan
pendapat”. Isi pasal ini kemudian dicantumkan kembali dalam Undang-Undang Dasar Sementara
(1950).
      Pers di zaman liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik yang berlaku pada waktu itu,
lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada positif. Selama periode tahun 1952-1959
menurut catatan Edward C. Smith, terjadi tindakan antipers sebanyak 374 kali, dan yang terbanyak
selama tahun 1957, yaitu mencapai angka 125 kali.

f.        Pers di zaman Orde Lama atau Pers Terpimpin (1956-1966)


      Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI yang menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan
tekanan terhadap pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor
berita PIA dan Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po yang dilakukan oleh
penguasa perang Jakarta.
      Upaya untuk membatasi kebebasan pers itu tercermin dari pidato Menteri Muda
Penerangan  Maladi katika menyambut HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-14, antara lain ia
menyatakan: ”...Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam
malaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh
penghasilan sebagaimana yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945 harus ada Batasnya: keamanan
negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan
Yang Maha Esa”.

g.       Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde Baru


      Memasuki era Orde Baru, pers menyambutnya dengan penuh suka cita, karena pemerintah
memberi kebebasan penuh kepada pers setelah mengalami masa traumatik selama tujuh tahun di
zaman Orde Lama. Apalagi pemberitaan menyoroti kebobrokan Orde Lama.
Peristiwa Malari tahun 1974 menyebabkan beberapa surat kabar dilarang terbit tujuh surat kabar
terkemuka di Jakarta (termasuk Kompas) diberangus untuk beberapa waktu dan baru diijinkan terbit
kembali setelah pemimpin redaksinya menandatangani surat pernyataan maaf.
      Pers pasca-Malari merupakan pers yang cenderung mewakili kepentingan penguasa, pemerintah,
atau negara. Pada saat itui, pers jarang, tidak pernah melakukan kontrol sosial secara kritis, tegas
dan berani.

h.      Kebebasan pers di Era Reformasi


      Pada tanggal 21 Mei 1998 Orde Baru tumbang dan mulailah Era Reformasi. Tuntutan reformasi
bergema di semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim Orde Lama dan
ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim Orde Baru, Pers Indonesia tidak berdaya karena
senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutan surat izin terbit.
Kalangan pers mulai bernafas lega ketika di Era Reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers. Kendati belum sepenuhnya memenuhi keinginan kalangan pers, kelahiran
undang-undang pers tersebut disambut gembira karena tercatat beberapa kemajuan penting
dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982
tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).

B.    Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawa sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam masyarakat
demokratis di Indonesia
1.        Landasan Hukum Pers Indonesia
a.       Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945
b.       Pasal 28 F UUD NRI Tahun 1945
c.       Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
d.      Undang-Undang No. 40 tahun 1999
e.       Undang-Undang No. 38 tahun 2000

2.       Norama-norma Pers Nasional


      Berdasarkan norma-norma keserasian sosiologis yang berpedoman kepada Pancasila, pers
Indonesia dalam pola berpikir dan bekerjanya tidak akan melepaskan diri dari nilai-nilai gotong
royong yang telah menjadi ciri khas dari pandangan dan sikap bangsa dan masyarakat.
      Dalam melaksanakan fungsinya sehari-hari, partisipasi pers dalam pembangunan melibatkan
lembaga-lembaga masyarakat lainnya yang lingkup hubungannya dapat dibagi dua golongan yaitu,
hubungan antara pers dan pemerintah, dan hubungan antara pers dan masyarakat cq. Golongan-
golongan dalam masyarakat.
      Pers dalam menjhalankan fungsinya sebagai sarana penerangan, pendidikan umum, kontrol
sosial, dan hiburan, pers menjadi wahana bagi pembinaan pendapat umum yang sehat. di sisi lain
pers ikut menajamkan daya tangkap dan daya tanggap masyarakat terhadap langkah-langkah yang
diambil pemerintah
3.       Organisasi Pers
Organisasi Pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Organisasi ini
mempunyai latar belakang sejarah, alur perjuangan, dan penentuan tata krama profesional berupa
kode etik masing-masing. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) lahir di Surakarta yang konggresnya
berlangsung tanggal 8-9 Februari 1946 dan Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) yang lahir di Serambi
Kepatihan Yogyakarta pada hari Sabtu tanggal 8 Juni 1946, merupakan komponen penting dalam
pembinaan pers Indonesia
Komponen sistem pers nasional adalah Dewan Pers sebagai lembaga tertinggi dalam sistem
pembinaan pers di Indonesia dan memegang peranan penting dalam membangunn institusi bagi
pertumbuhan dan perkembangan pers.
Dewan pers melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai berikut :
a.       Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihaklain;
b.       Melakukan pengkajian untuk pengembang pers;
c.       Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
d.      Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e.       Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f.        Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dalam
meningkatkan kualitas profesional kewartawanan;
g.       Mendata perusahaan pers.
   
Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a.       Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b.       Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c.       Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komuniukasi dipilih organisais perusahaan pers;
d.      Ketua dn wakil ketua dewan pers dipilih dari dan oleh anggota;
e.       Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan presiden;
f.        Keanggotaan dewan pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih
kembali untuk satu periode berikut.
4.       Sistem Pers Indonesia
Sistemn pers merupakan subsistem dari sistem komunikasi, sedangkan sistem komunikasi itu
sendiri merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan. Sistem komunikasi adalah sebuah pola tetap
tentang hubungan manusia yang berkaitan dengan proses pertukaran lambang-lambang yang berarti
untuk mencapai saling pengertian dan saling mempengaruhi dalam rangka memuwujudkan suatu
masyarakat yang harmonis.
Ciri khas sistem pers adalah sebagai berikut :
a.       integrasi (integration)
b.       keteratutran (regularity)
c.       keutuhan (wholeness)
d.      organisasi (organization)
e.       koherensi (coherence)
f.        ketergantungan (interdependence) bagian-bagiannya.

5.       Kode Etik Jurnalistik dan Tanggung Jawab Profesi Kewartawanan


Pers Indonesia yang telah meletakkan dasar kebebasan yang bertanggung jawab dalam rangka
memainkan peranan strategis telah bergabung dalam satu wadah yaitu Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) yang merupakan orgnisasi wartawan di Indonesia yang dikukuhkan Pemerintah
melalui surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 47/Kep/Menpen/1975.
Penerapan pers yang bebas dan bertanggung jawb dikembangkan dan dibina dalam suasana
yang harmonisterhadaplingkungan, serta merangsang timbulnya kreatifitas, bukan sebaliknya
menimbulkan ketegangan-ketegangan yang bersifat antagonistis.
a.  Pertanggungjawaban
Pers dalam pengembangan kegiatan sehari-hari berada dalam konteks interaksi positif antara
pers dan pemerintah serta masyarakat. Jika ada masalah dalam masyarakat, maka pers berusaha
membantu menjernihkan persoalan, malah sebaliknya memperburuk persoalan di lingkungan
masyarakat.
1)      Guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pers perlu melakukan hal-hal
sebagai berikut :
2)      Menghimpun bahan-bahan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat.
3)      Mengamankan hak-hak peribadi untuk menghindari tirani dan membina kehidupan yang
demokratis.
4)      Mampu menampung dan menyalurkan kritik dan saran yang bagaimanapun pedasnya.
5)      Memberikan penerangan melalui iklan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat tentang
barang dan jasa yang berguna dan tepat guna dari produk-produk yang ada.
6)      Menghindari penyajian bahan berita yang sensitif baik berupa gambar,ulasan, karikatur dan
sebagainya yang dapat menimbulkan ganggunan stabilitas, seperti menyangkur suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA).
7)      Menghindari penulisan berita ulasan, ceritera, gambar, karikatur yang cenderung berifat
pornografi dan sadisme, kekejaman, kekerasan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral.
8)      Pers dapat menyajikan bahan siaran atau tulisan yang selalu menempatkan kepentingan
nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan.
      Dalam mempertanggungjawabkan suatu berita, pers wajib memberikan pengertian dan opini
dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat sert asas praduga
tak bersalah. Selain itu pers juga memiliki kewajiban melayani hak jawab dan hak koreksi serta
hak tolak.
1)      Hak jawab
      Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
2)      Hak koreksi
   Bahwa wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri berhak dan wajib secepatnya
mencabut dan meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat dan
memberi kesempatan hak jawab secara proposional pada sumber dan atau obyek berita.
3)      Hak tolak
Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapan nama
narasumber dan atau identitas sumber berita yang harus dirahasiakan.
b.      Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang
harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Diantaranya kode etik jurnalistik
adlah sebagai berikut :
1)      Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
2)      Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
3)      Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4)      Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5)      Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan
tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6)      Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7)      Wartawan Indonesia memiliki hak total untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi dari
belakang, dan ”off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8)      Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani.
9)      Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
10)  Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau penonton.
11)  Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional.
M. Alwi Dahlan, Ph.D., menyebutkan bahwa ada tiga unsur yang mempengaruhi pelaksanaan
Kode etik Jurnalistik yaitu :
1)      Etik Institusiuonal,yaitu sistem aturean,peraturan, kebijakan, kendala formal yang
dikembangkan oleh institusi yang memiliki media, maupun yang mengawasi media. Fungsinya
adalah untuk mencapai tujuan institusi yang bersangkutan, seperti penegakan ideologi,
keuntungan, kekuasaan, dan sebagainya.
2)      Etik Personel, yaitu sistem nilai dan moralitas perorangan yang merupakan hati nurani
wartawan, didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan pribadi yang menimbang tindakan yang
hendak dilakukan.
3)      Etik Profesional, yaitu menentukan cara pemberian yang paling tepat sehingga informasi
itumudah diterima oleh khalayak, dalam proporsi yang wajar.kode Etik Profesional ini adalah
tolak ukur perilaku dan petimbangan moral yang disepakati bersma oleh komunitas profesi
jurnalistik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan karya yang memenuhi kebutuhan khlayak
akan informasi, namun dilakukan dengan cara tanggung jawab sosial yang tinggi.
C.   Kebebasan Pers dan Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa dalam masyarakat
demokratis di Indonesia
1.       Kebebasan Pers Indonesia
      Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun
lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntun
tanggung jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban, dan keamanan dalam masyarakat,
bukan untuk merusaknya. Kebebasan harus disertai tanggung jawab sebab kekuasaan yang
besar dan bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-mena.
Demikian juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat
menguntungkan masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan bangsa.
Inilah segi tanggung jawab dari pers. Jadi, pers diberi kebebasan dengan disertai tnggung jawab
sosial.
      Selanjutnya, Komisi Kemerdekaan Pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan
masyarakat modern terhadap pers, yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers, yaitu
sebagai berikut:
a.       Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur, mendalam,
dan cerdas. Ini merupakan tuntutan kepada pers untuk menulis secara akurat dan tidak
berbohong.
b.       Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yang berarti pers
diminta untuk menjadi wadah diskusi di kalangan masyarakat, walaupun berbeda pendapat
dengan pengelola pers itu sendiri.
c.       Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran representatif dari kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Hal ini mengacu pada segelintir kelompok minoritas dalam masyarakat yang juga
memiliki hak yang sama dalam masyarakat untuk didengarkan.
d.      Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai
dalam masyarakat.
e.       Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita sehari-
hari. Ini berkaitan dengan kebebasan informasi  yang diminta masyarakat.
        
Adapun landasan hukum kebebasan pers Indonesia termaktub dalam :
a.       Undang-Undang No. 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.
b.       Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
c.       Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
2.       Pers, Masyarakat, dan Pemerintah
Hal terpenting yang harus diperhatikan berkaitan antara pers, masyarakat, dan pemerintah
adalah sebagai berikut:
a.       Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan pembangunan,
yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
b.       Negara-negara demokrasi liberal Barat berdasarkan kehidupan dan dinamikanya          pada
individu dan kompetisi secara antagonis, sedangkan negara-negara komunis   berdasarkan pada
pertentangan kelas yang bersifat dialektis materiil
c.       Pemerintah, pers, dan masyrakat harus dikembangkan hubungan fungsional sedemikian rupa,
sehingga menunjang tujuan bersama.
d.      Hubungan antara Pemerintah, pers, dan masyrakat sesungguhnya merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai Pancasila.
e.       Antara pemerintah, pers, dan masyrakat perlu dikembangkan kultur politik dan mekanisme
yang memungkinkan berfungsinya sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka.
f.        Adanya kekurangan merupakan gejalaumum yang harus kita terima bersama.
g.       Dalam hubungan antara Pemerintah, pers, dan masyrakat, otonomi masing-masing lembaga
sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila, dihormati dan perlu dikembangkan.
h.       Menurut Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat adalah Watcher, Forum and teacher
(pengmat, forum, dan guru), maksudnya bahwa setiap hari pers memberikan laporan dan ulasan
mengenai berbagai macam kejadian dalan dan luar negeri, menyediakan tempat (forum) bagi
masyarakat untuk mengeluarkan pendapat secara tertulis dan turut  mewariskan nilai-nilai
kemasyarakatan dan generasi ke generasi.
3.       Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media
     Buah kebebasan pers adalah ketika pemerintah menghapus peraturan
yang        menghapuskan setiap orang atau kelompok untuk memperolah izin sebelum
dapat       mencetak surat kabar. Akibatnya, ratusan tabloit dan koran tumbuh dalam
waktu singkat dan tidak sedikit diantara penerbitan yang baru menjual kebohongan dan   cerita-
cerita jahat. Namun, beberapa diantaranya gulung tikar setelah ditinggal   pembacanya.
      Kebebasan yang telah dibuka oleh pemerintah merupakan dambaan
masyarakat           khususnya insan pers untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya secara
cepat    dan tepat. Namun, dibalik itu semua ada oknum-oknum tertentu
yang   menyalahgunakan kebebasan pers, antara lain sebagai berikut :
1.       Digunakan sebagai alat politik dari oknum tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, dengan
mengeluarkan uang yang sedikit untuk membiayai pemberitaan tersebut. Dalam hal ini pers
tidak mampu lagi menjadi alat kontrol yang baik bahkan tidak lagi menyajikan sesuatu yang
benar dan obyektif.
2.       Dalam kolom opini/pendapat yang bersumber dari sms (Short Mesages Service) secara lugas
orang dapat menyampaikan pendapatnya. Bahkan isinya menhujat seseorang dengan tanpa
beban dan tanpa merasa bahwa apa yang ditulis itu dapat merugikan pihak-pihak tertentu.
3.       Media masa elektronik/TV menayangkan acara yang kadang-kadang jauh dari nilai-nilai
pendidikan dan hiburan itu sendiri bahkan bertabrakan dengan norma-norma masyarakat.
Contohnya: mengekspos berlebih artis yang bermaslah dalam keluarganya (perceraian),
penjahat yang melakukan sadisme.
4.       Pers digunakan sebagai alat untuk memeras pejabat atau orang kaya yang diduga melakukan
KKN untuk tidak memuat dalam media masa dengan imbalan tertentu.
Dampak negatif dari penyalahgunaan kebebasan media masa dapat secara intern    dan ekstern.
v  Secara Intern
a.       Pers tidak obyektif, menyampaikan berita bohong lambat atau cepat akan ditinggal oleh
pembacanya
b.       Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan hak jawab menimbulkan kejengkelan pihak-
pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers akan melakukan tindakan yang anarkis
dengan merusak kantor, bahkan tindakan fisik terhadap wartawan yang memberitakan.
v  Secara Ekstern
a.       Mempercepat kerusakan ahklak dan moral bangsa
b.       Menimbulkan ketegangan dalam masyarakat
c.       Menimbulkan sikap antipasi dan kejengkelan terhadap pers
d.      Menimbulkan sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat
e.       Mempersulit diadakannya islah/merukunkan kembali kelompok masyarakat yang sedang konflik

Anda mungkin juga menyukai