1. Pengertian Pers
Pers berasal dari bahasa Belanda, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut press, atau bahasa
Perancisnya presse yang artinya tekan atau cetak. Istilah pers menurut UU Pers jelas berbeda
dengan jurnalistik, hubungan kemasyarakatan, atau reporter. Di bawah ini pengertian pers menurut
para ahli.
Dengan demikian, teori ini memandang sensor merupakan tindakan yang inkonstitusional terhadap
kemerdekaan pers. Menurut Krisna Harahap, pers libertarian mempunyai tigas sebagai berikut:
1. Melayani kebutuhan kehidupan ekonomi (iklan)
2. Melayani kebutuhan kehidupan politik
3. Mencari keuntungan (demi kelangsungan hidupnya).
4. Menjaga hak warga negara.
5. Memberi hiburan.
Selanjutnya Krisna Harahap menyebutkan ciri-ciri pers yang merdeka (libertarian) adalah:
1. Publikasi bebas dari setiap penyensoran pendahuluan,
2. Penerbitan dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin atau
lisensi,
3. Kecaman terhadap pemerintah, pejabat atau partai politik tidak dapat dipidana,
4. Tidak ada kewajiban mempublikasikan segala hal,
5. Publikasi ”kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran dalam hal-hal
yang berkaitan dengan opini dan keyakinan,
6. Tidak ada batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan
publikasi,
7. Wartawan mempunyai otonomi profesional dalam organisasimereka.
c. Teori tanggung jawab sosial
Awal abad ke- 20 lahirlah teori pers lain, yaitu teori tanggung jawab sosial (social responsibility)
sebagai protes terhadap teori libertarian yang mengfajarkan kebebasan mutlak, yang dianggap telah
menimbulkan kemerosotan moralmasyarakat.
Teori ini mengemukakan dasar pemikiran bahwa kebebasan pers harus disertai dengan tanggung
jawab kepda masyarakat.
Prinsip utama teori tanggung jawab sosial menurut Krisna Harahap adalah sebagai berikut:
1. Media mempunyai kewajiban tertentu kepada masyarakat.
2. Kewajiban tersebut dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional
tentang keinformasian, kebenaran, obyektifitas, keseimbangan dan sebagainya.
3. Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan,
yang berdampak ketidaktertiban atau penghinaan terhadapminoritas etnik atau agama.
4. Media hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan.
5. Masyarakat diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan berbagai sudut
pandang dan hak untuk menjawab.
6. Masyarakat memiliki hak menghrapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensidapat
dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
Komisi Kemerdekaan Pers menyatakan bahwa pers itu harus diberi arti :
1. Bahwa kebebasan tersebut tidaklah berarti bebas untuk melanggar kepentingan-
kepentingan individu yang lain.
2. Bahwa kebebasan harus memperhatikan segi-segi keamanan negara.
3. Bahwa pelanggaran terhadap kemerdekaan pers membawa konsekuensi/tanggung
jawab terhadap ukuran yang berlaku.
d. Teori pers komunis
Menurut ajaran Karl Marx, yaitu Marxisme/Komunisme mengemukakan bahwa teori pers
komunis merupakan alat pemerintah (partai yang berkuasa) dan bagian integral dari negara
sehingga pers harus tunduk kepeda pemerintah.
Pers komunis berfungsi sebagai alat untuk melakukan ”indoktrinasi massa” sehubungan
dengan itu F. Rachmadi dalam bukunya ”Perbandingan Sistem Pers” (1990), menyatakan
bahwa dalam hubungan dengan fungsi dan peranan pers komunis sebagai alat pemerintah
dan partai, pers harus menjadi suatu collective propagandist, collective agitation, dan
collective organizer. Ciri-ciri pers komunis adalah :
1. Media berada di bawah pengendalian kelas pekerja, karenanya ia melayani kepentingan
kelas tersebut.
2. Media tidak dimiliki secara pribadi.
3. Masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah
atau menghukum setelah terjadinya peristiwa publikasi anti masyrakat.
3. Sistem Pers di Beberapa Negara
a. Sistem pers barat (USA)
Di negara-negara barat yang diwakili oleh Amerika dan Eropa, kebebasan pers diyakini
sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dimiliki oleh setiap individu. Pers Amerika
Serikat bebas dari campur tangan pemerintahnya dan demikian pula sebaliknya sehingga
terdapat persaiangan diantara pers dan pemerintah, terutama dalam hal mengembangkan diri
dan kepemimpinan.
Di sisi lain perlu dipahami pula bahwa hubungan antara pers, pemerintah, dan
masyarakat di Amerika dan Eropa sesungguhnya dapat digambarkan sebagai ”upaya saling
mengontrol”. Artinya walaupun kebebasan yang dianut memberi kemerdekaan berekspresi,
tetapi bukan berarti semua tanpa kontrol.
Kode Etik Pers yang disebut Canon Journalism antara lain :
1. Tanggung jawab yaitu hak koran untuk menarik pembaca tidak dibatasi.
2. Ketulusan, kebenaran, ketepatan yaitu kepercayaan pembaca adalah dasar bagi semua
yang dinamakan jurnalisme.
3. Netral/adil yaitu memisahkan laporan berita dengan pernyataan pendapat.
4. Fair play yaitu berisi larangan untuk mencampuri urusan pribadi atau perasaan
seseorang tanpa pembenaran undang-undang dan harus mengadakan koreksi lengkap
berkenaan dengan kesalahan serius mengenai fakta atau opini yang mereka buat,
apapun masalahnya.
b. Sistem pers komunis (Rusia)
Di dalam sistem pers komunius dikenal adanya lembaga kontrol atau lembaga sensor yang diberi
nama Glavit, yang bertugas mengawasi bahan-bahan pers yang akan dipublikasikan dan tugas-tugas
untuk mengamankan politik ideologis dan keamanan.
Sistem pers Uni Soviet (Rusia) tidak dapat terlepas dari tiga nama tokoh yang meletakkan dasar
sistem pers Soviet. Mereka adalah Lenin, Stalin, dan Khrushchev. Menurut Lenin pers harus melayani
kepentingan kaum buruh yang merupakan kelompok mayoritas. Lenin adalah pencetus teori pers
komunis dan Stalin adalah orang yang menerapkan ajaran Lenin. Stalin adalah yang pribadi
membuat lembaga sensor, penekanan-penekanan. Khrushchev lebih menyadari bahwa pers ternyata
dapat juga menjadi forum pertukaran pendapat.
Fungsi pers di bekas negara Uni Soviet (Rusia) yang ditulisn F. Rachmadi adalah :
1. Pers sebagai alat propaganda, agitator, dan organisator kolektif.
2. Per merupakan tempat pendidikan kader-kader komunis di kalangan massa.
3. Per bertugas sebagai lembaga yang memobilisasi dan mengorganisir massa untuk
pembangunan ekonomi.
4. Per menerapkan dan menyiarkan semua dekrit, keputusan, instruksi yang dikeluarkan oleh
komite sentral partai atau oleh pemerintah Rusia serta bahan publikasi lain daripemerintah.
5. Alat untuk melakukan kontrol dan kritik.
Sedangkan menurut Jacob Oetama, dalam konteks masyarakat Indonesia pers mempunyai peranan
khusus sebagai berikut :
1. Tugas untuk memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional.
2. Pers perlu mengenali masalah-masalah sosial yang peka dalam masyarakatnya.
3. Pers perlu menggerakan prakarsa masyarakat, memperkenalkan usaha-usahanya sendiri,
dan menemukn potensi-potensi yang kreatif dalam usaha memperbaiki
perikehidupannya.
4. Pers menyebarluaskan dan memperkuat rasa mampu masyarakat untuk mengubah
nasibnya.
5. Kekurangan, kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan untuk merusak dan
membangunkan pesimin, tetapi untuk koreksi dn membangkitkn kegairahan dan selalu
melangkah maju.
6. Perkembangan Pres di Indonesia
a. Pers zaman penjajahan Belanda
Sarahum, dalam tulisannya yang berjudul ”Perjuangan Surat Kabar Indonesia” yang dimuat
dalam sekilas ” Perjuangan Surat Kabar”, menyatakan :” Maka untuk membatasi pengaruh momok
in, pemerintah Hindia Belanda memandang tidak cukup mengancamnya saja dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Setelah ternyata dengan KUHP itu saja tidak mempan, maka diadakanlah
pula aritkel-artikel tambahan seperti artikel 153 bis dan ter. 161 bis dan te. Dan artikel 154 KUHP.
Hal itu pun belum dianggap cukup, sehingga diadakan pula Persbreidel Ordonantie,yamg
memberikan hak kepada pemerintah penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/
majalah Indonesia yang dinggap berbahaya”.
Tindakan lain di samping Persbreidel Ordonantie adalah Haatzai Artikelen, karena pasal-pasalnya
mengancam hukuman terhadap siapa pun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian
serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda. Akibatnya banyak korban
berjatuhan, antara lain S.K. Trimurti.
b. Pers di masa pergerakan
Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada pada detik-detik terakhir penjajahan
Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers pada masa itu tidak bisa
dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan penjajahan.
Setelah muncul pergerakan modern Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat kabar lebih banyak
berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers menyuarakan kepedihan,penderitaan, dan merupakan
refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan
memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa.
Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan:
1. Harian ”Sedio Tomo” sebagai kelanjutan harian Budi Utomo yang terbit di Yogyakarta,
didirikan bulan Juni 1920.
2. Harian ”Darmo Kondo” terbit di Solo, yang dipimpin oleh Sudarya Cokrosisworo.
3. Harian ”Utusan Hindia” terbit di Surabaya, yang dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto.
4. Harian ”Fadjar Asia” terbit di Jakarta, dipimpin oleh Haji Agus Salim.
5. Majalah minguan ”Pikiran Rakyat” terbit di Bandung, didirikan oleh Ir. Soekarno.
6. Majalah berkala ” Daulah Rakyat” dipimpin oleh Moch. Hatta dan Sutan Syahrir.
7.
Karena sifat dan isi pers pergerakan antipenjajahan, pers mendapat tekanan dari pemerintah
Hindia Belanda. Pada masa pergerakan itu berdirilah Kantor Berita nasional Antara pada tanggal 13
Desember 1937.
c. Pers di masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, boleh dikatakan pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers
nasional yang pernah hidup di jaman pergerakan secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk
tujuan yang sama yaitu mendukung kepentingan Jepang.
Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro-
Jepang. Beberapa harian yang muncul pada masa itu, antara lain :
1. Asia Raya di Jakarta
2. Sinar Baru di Semarang
3. Suara Asia di Surabaya
4. Tjahya di Bandung
B. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawa sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam masyarakat
demokratis di Indonesia
1. Landasan Hukum Pers Indonesia
a. Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945
b. Pasal 28 F UUD NRI Tahun 1945
c. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
d. Undang-Undang No. 40 tahun 1999
e. Undang-Undang No. 38 tahun 2000