Anda di halaman 1dari 4

NAMA:MUHAMMAD RIFQI AL HIBATULLAH

NIM:210904112
MATA KULIAH:DASAR DASAR JURNALISTIK
JURUSAN:ILMU KOMUNIKASI

1.(Authoritarian Theory) Teori Pers Otoriter adalah Teori pers yang pertama atau teori otoritarian.
Menurut teori ini pers mempunyai tugas yang mendukung dan membantu politik pemerintah
yangberkuasa untuk mengabdi kepada negara.

teori pers seperti ini, pers tidak diperbolehkan mengkritik alat alat negara dan penguasa. Ditambah lagi
pers jenis ini berada di bawah pengawasan dan kontrol pemerintah. Itu artinya rakyat tidak memiliki hak
penuh dalam mengaspirasikan pendapatnya, ia tidak bisa memberikan opininya melalui pers. Bila
diketahui pemerintah, mungkin akan diciduk dan dihukum oleh pemeritntah.
Teori ini tumbuh pada abad ke-15 hingga 16 saat mesin cetak diciptakan oleh Johannes Gutenberg pada
tahun 1454 dan masa itu kebanyakan negara otoriter .

teori pers otoriter ini, berfungsi hanya sekadar menyampaikan apa yang diingin penguasa, untuk
diketahui oleh rakyat. Posisi negara sangat sentral, dan pers menjadi alat untuk menopang dan
mempertahankan kekuasaan.

beberapa ciri pokok tentang teori pers otoriter ini. Antara lain, media selamanya harus tunduk kepada
penguasa, membenarnya berbagai bentuk penyensoran yang dinilai bisa mengancam kekuasaan, dan
wartawan tidak memiliki kebebadan penuh dalam mengekspresikan karya jurnalistiknya, terutama
apabila tidak seirama dengan keinginan penguasa.

2. (Libertarian Theory) Teori Pers Bebas adalah teori pers liberal. Teori jenis ini mempunyai tujuan untuk
melakukan pengawasan terhadap kinerja yang dilakukan oleh pemerintah. Liberal dikenal dengan
kebebasannya, namun sebebas bebasnya pers dalam negara yang menganut demokrasi liberal, pers
tidak bisa semena mena untuk “menfitnah”, menyiarkan tulisan cabul ataupun untuk menghasut.

Pers liberal beranggapan bahwa pers itu harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya, hal ini
bertujuan untuk membantu manusia dalam mencari kebenaran. Kebebasan pers dengan demikian dapat
menjadi ukuran atas kebebasan yang dimiliki oleh manusia.

Teori ini muncul pada abad ke-17 dan 18 yang disebabkan berkembangnya kebebasan politik, agama
dan ekonomi kala itu. Teori ini menekankan pada kemerdekaan dan kebebasan individu, dan
menghargai rasionalisme serta memandang manusia sebagai makhluk rasional.

Pers dalam pandangan teori Libertanian ini, harus memiliki kebebasan seluas-luasnya, untuk membantu
manusia dalam menemukan kebenaran hakiki.
Pers dipandang memiliki peran penting, dan merupakan cara efektif untuk menemukan kebenaran
hakiki, serta dianggap sebagai kontrol pemerintah atau disebut “The Fourth Estate” atau “Pilar
Kekuasaan Keempat” .

Tugas pers menurut teori Pers Liberal ini antara lain, melayani kebutuhan hidup ekonomi, politik,
mencari keuntungan demi kelangsungan hidup, menjaga hak warga negara dan memberi hiburan.
Sedangkan ciri pers yang merdeka berdasarkan teori Libertarian tersebut adalah, publikasi bebas dari
berbabagai bentuk penyinsoran, penertiban dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa
memerlukan izin.

Ciri berikutnya, bahwa berbagai jenis kecamatan terhadap pemerintah, pejabat dan partai politik tidak
dapat dipidana, dan melindungi publikasi yang bersifat kesalahan yang berkaitan dengan opini dan
keyakinan.

Ciri pers Libertarian ini, juga tidak ada batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk
kepentingan publikasi, dan wartawan punya otonomi profesional dalam organisasi.

3. (Marxis) Teori pers komunis adalah teori per komunis atau marxis. Teori pers yang satu ini mulai
berkembang sejak awal abad ke-20, sebagai akibat dari sistem komunis uni soviet. Media massa pada
pers teori ini berperan sebagai alat pemerintah (partai) dan bagian integral dari negara, dan media
massa mau tidak mau harus tunduk kepada pemerintah. Teori ini disebut juga dengan pers “totaliter
soviet” atau teori pers komunis soviet.

Teori Pers Komunis Soviet ini tumbuh di Rusia, dua tahun setelah revolusi Oktober 1917 dan teori ini
berakar pada teori pers otoriter atau penguasa (Authoritarian Theori) .

Pers Komunis, menuntut agar pers melakukan yang terbaik bagi pemerintah dan partai politik,
sedangkan apabila sebaliknya dianggap sebagai bentuk perlawanan atau “immoral”. Pers dijadikan
sebagai alat indoktrinasi massa oleh partai.

Teori Pers Komunis menekankan pada bimbingan dan pendidikan massa melalui propaganda dan agitasi,
sehingga dalam hubungan dengan fungsi dan peran pers sebagai alat pemerintah, pers dituntut agar
bisa menjadi “collective propagandist, collective agitation, dan collective organizer.

Dengan demikian ada beberapa ciri pokok dari Pers Komunis tersebut, yakni, pertama, media berada di
bawah pengendalian kelas pekerja karena itu harus melayani kepentingan kelas tersebut. Kedua, media
tidak dimilik secara pribadi, dan ketiga, masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum
lainnya untuk mencegah dan menghukum pers, apabila dinilai tidak sesuai atau melanggan ketentuan
yang telah menjadi komitmen nilai bersama dalam komunitas masyarakat tersebut.

Namun, Teori Pers Komunis ini berakhir, seiring dengan bubarnya negera Uni Republik Sosialis Soviet
pada 25 Desember 1991 yang kini menjadi negara persemakmuran, yang telah melepas sistem politik
komunisnya dan teori tersebut kini hanya dianut oleh RRC.

4. (Social Responsibility) Teori pers tanggung jawab sosial, Teori pers yang ke-empat adalah teori pers
tanggung jawab sosial. Pada teori ini pers adalah forum yang dijadikan sebagai tempat untuk
memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka tanggung jawab terhadap masyarakat/orang banyak
(sosial).

Teori ini muncul sekitar awal abad ke-20, teori ini muncul setelah adanya protes terhadap kebebasan
yang mutlak dari terori liberal. Teori liberal memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya, sehingga
terjadi kemerosotan moral pada masyarakat.
Teori tanggung jawab sosial berasumsi bahwa media massa khususnya televisi dan radio merupakan
frekuensi milik publik. Jadi, apabila media massa dijadikan kendaraan politik suatu partai atau orang
maka sudah melanggar aturan dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Teori ini sebagai upaya untuk mengatasi kontradiksi antara antara kebebasan pers media massa dan
tanggung jawab sosial dan diformulasikan
Sistem Pers di Indonesia Pers di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers.

Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis uraian yang tersedia.

5.“Pers” dalam konteks Undang undang Nomor 40 Tahun 1999, lebih menekankan pada lembaga dari
hanya sekedar percetakan, dan hal ini pula yang membuat, “pers” harus memiliki tanggung jawab sosial
sebagai sebuah lembaga.

Oleh Karena itu, kebasan yang ditekankan dalam ketentuan itu, adalah kebebasan berdautan dan
bertanggung jawab yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum dan
berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah,
menjadi keharusan bagi sistem pers di Indonesia sebagaimana tertuang pada Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers.

Peran lembaga ini juga secara detail dijelaskan, a). memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, b).
menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi
Manusia, serta menghormati kebhinnekaan, c). mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi
yang tepat, akurat, dan benar, d). melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum dan e). memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Karena orientasi Pers Pancasila pada nilai, kebhinnekaan dan manusiaan, tentunya hal itu, seirama dengan
konsep sembilan elemen jurnalisme dalam buku berjudul “Sembilan Elemen Jurnalisme” yang ditulis Bill
Kovach.

Kesembilan elemen itu meliputi; 1). Kewajiban jurnalisme pertama adalah (berpihak) pada kebenaran. 2).
Loyalitas (kesetiaan) pertamanya kepada warga (publik) 3). Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4). Harus menjaga independensi dari objek liputannya. 5). Jurnalis harus membuat dirinya sebagai
pemantau independen kekuasaan. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan
menemukan kompromi. 6). Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan
kompromi. 7). Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. 8). Jurnalis
harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. 9). Jurnalis harus diperbolehkan
mendengarkan hati nurani personalnya.
Inti sembilan elemen jurnalisme itu adalah wartawan atau media harus memegang teguh kebenaran.
Dalam jurnalistik, parameter kebenaran adalah fakta, data, atau peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dengan
demikian, manipulasi informasi bertentangan dengan kaidah jurnalistik, bahkan niat jelekpun dalam
menulis berita adalah terlarang

Anda mungkin juga menyukai