Anda di halaman 1dari 5

Empat teori pers dunia

Pers yang menyangkut media massa kini memang sudah berkembang sangat pesat, dimulai sejak media cetak sederhana zaman romawi, sekarang media massa sudah mendunia dengan berbagai jenisnya, meliputi media cetak dan elektronik. Pertumbuhan pers tidak berjalan sendiri, tetapi sangat terkait dengan zaman dan negeri tempatnya tumbuh dan berkembang. Bahkan, konsep dan pengembangan teori pers bila di teliti dengan seksama, juga sesuai dengan masa tumbuh dan berkembangnya pers atau media massa tersebut. Perjalanan pers sejak dulu hingga sekarang mengikuti perkembangan zaman yang dilaluinya. Kondisi pers sangat terkait dengan falsafah pers tersebut, namun semua itu juga terkait dengan sistem politik Negara atau masyarakat yang menjadi wilayah pers itu disiarkan. Dalam era pembangunan, pers menduduki posisi dan peranan yang sangat penting dalam perjuangan bangsa untuk membangun masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Tuntutan utama pembangunan adalah keterlibatan semua unsur dalam masyarakat termasuk pers dalam teori pembangunan. 1. Teori Pers Otoritarian Teori ini muncul di iklim otoritarian, akhir jaman Renaisans pada abad 16 dan 17, setelah ditemukannya mesin cetak. Teori ini menganggap bahwa raja atau penguasa adalah pemilik kebenaran karena mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tuhan. Kebenaran bukan berasal dari masyarakat, melainkan dari orang-orang bijak yang membimbing dan mengarahkan pengikutnya. Oleh karena itu, setiap orang yang menentang atau pun meragukan ideologi dari penguasa dapat dikenai hukuman. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol pers ada tiga, yaitu menyensor materi yang akan dicetak atau disiarkan, menyuap editor agar mau mengikuti kemauan pemerintah, dan mengancam pers dengan hukuman penjara. Pers di jaman ini pun menjadi sangat pasif. Mereka hanya digunakan sebagai alat untuk menyampaikan informasi tentang kebijakan pemerintah untuk mendukung posisi kepemimpinannya sendiri. Sehingga pers kehilangan fungsinya sebagai pengawas

pemerintahan dan hanya mengabdi pada kepentingan penguasa. Dan yang boleh memiliki pers hanyalah kelompok atau orang tertentu yang mendapat ijin khusus dari penguasa itu sendiri. 2. Teori Pers Libertarian Teori ini disebut juga teori kebebasan pers, di mana pers menuntut kebebasan yang sepenuhnya. Teori ini mengungkapkan bahwa manusia sudah dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan yang buruk. Kebenaran bukan lagi milik penguasa, melainkan merupakan hak asasi manusia untuk mencarinya. Oleh karena itu, di sini pers berfungsi sebagai mitra untuk mencari kebenaran dengan cara memberikan bukti dan argumen untuk landasan dalam mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap. Sehingga pers sendiri memiliki tujuan untuk menemukan kebenaran, memberi informasi, menafsirkan, dan menghibur masyarakat.

Munculnya teori ini pun didasari oleh asumsi-asumsi dasar filosofis sebagai berikut : - Hakikat manusia Manusia memiliki pemikiran yang rasional dan memiliki tujuan sendiri, serta mampu membuat keputusan. Kemampuannya digunakan untuk berpikir dan mengingat, sedangkan pengalamannya digunakan untuk membuat keputusan. - Hakikat masyarakat Masyarakat memiliki tujuan untuk menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Sedangkan fungsinya adalah untuk memajukan kepentingan anggota dan menciptakan perlindungan agar masyarakat tidak mengambil alih peran utama dan menjadi tujuan itu sendiri. - Hakikat negara

Negara menyediakan lingkungan bagi masyarakat dan individu agar mereka dapat menggunakan kemampuannya untuk mencapai tujuan. - Hakikat pengetahuan dan kebenaran Manusia diberi kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah untuk memperoleh kebenaran. Sedangkan, kebenaran itu sendiri adalah sesuatu yang dapat ditemukan dan diperlihatkan kepada manusia lain untuk diperdebatkan dan melalui musyawarah akan dapat mengakhiri perdebatan dan hasilnya dapat diterima oleh akal. Ada tiga hal yang menyebabkan pers sangat menentang adanya proses penyensoran, yaitu : - Sensor melanggar hak alamiah manusia untuk berekspresi dengan bebas. - Sensor bisa menguntungkan salah satu pihak dengan mengorbankan kepentingan masyarakat. - Sensor menghalangi masyarakat untuk mencari kebenaran. 3. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial Teori ini muncul pada abad ke-20 di Amerika Serikat. Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa kebebasan itu juga mengandung tanggung jawab yang sepadan, di mana pers memiliki tanggung jawab untuk menginformasikan, mendidik, dan memajukan masyarakat. Dan di sini, media berperan dalam mengindikasikan sebuah cerminan tentang keanekaragaman dalam masyarakat dan juga sebagai akses untuk melihat dari berbagai sudut pandang. Sehingga, opini masyarakat, etika, dan reaksi konsumen lah yang menjadi kontrol atas kinerja pers. Selain itu, tak jarang terjadi munculnya konflik yang dapat membawa masyarakat ke forum diskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Di Amerika Serikat, amandemen pertama dalam konstitusi AS tahun 1774 telah melarang pemerintah atau negara untuk membuat aturan yang membatasi atau menghalangi kebebasan

pers. Dan komisi kebebasan pers yang dimiliki oleh AS telah memberikan daftar materi yang harus diperhatikan sebagai kewajiban pers terhadap masyarakat, yaitu adanya berita yang bersifat informatif, mengandung kebenaran, keakuratan, objektifitas, dan memiliki komposisi yang seimbang atau proporsional. Ada enam tugas pokok yang harus dilakukan oleh pers dalam teori tanggung jawab sosial ini, yaitu : - Melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi, dan perdebatan dalam masyarakat. - Memberi penerangan agar masyarakat dapat mengambil sikap atas fenomena yang terjadi di sekelilingnya. - Menjaga hak perorangan dengan cara mengawasi jalannya pemerintahan. - Melayani sistem ekonomi melalui penayangan iklan untuk mempertemukan penjual dengan pembeli secara tidak langsung. - Hiburan - Mengupayakan biaya sendiri agar tidak tergantung terhadap orang atau kelompok tertentu. 4. Teori Pers Soviet Komunis Teori ini muncul saat Uni Soviet masih berdiri, disertai dengan tradisi Marxis. Teori ini menganggap bahwa dalam suatu masyarakat, orang-orang seharusnya tidak berbeda pandangan, musyawarah tanda kelemahan, dan hanya ada satu pandangan yang benar yang dapat dipertemukan dan dipertahankan, disebarkan, dan digalakkan. Sesungguhnya kekuasaan bersifat sosial dan berada pada pribadi tiap orang, tersembunyi di lembaga sosial, dan dipancarkan dalam tindakan masyarakat. Namun, pers sendiri hanya digunakan sebagai alat propaganda dan agitasi yang selalu terkait dengan kekuasaan dan

pengaruh partai. Sehingga tidak dimungkinkan adanya kepemilikan pers yang bersifat privat. Selain empat teori pers yang diungkapkan oleh Fred. S. Siebert, Theodore B. Peterson, dan Wilbur Schram dalam karangannya yang berjudul Four Theories of The Press, yang terbit pada tahun 1965, ada pula Willian A.Hachten yang mengungkapkan adanya lima sistem pers yang berlaku di dunia. Hal ini diungkapkannya dalam bukunya yang berjudul The World News Prism, yang terbit pada tahun 1981. Lima sistem pers tersebut adalah sebagai berikut : 1. Otoritarian 2. Komunis 3. Revolusioner 4. Konsep Barat : Merupakan gabungan dari sistem libetarian dan tanggung jawab sosial 5. Pembangunan : Merupakan gabungan dari sistem otoritarian, komunis, dan tanggung jawab sosial Kesimpulan 1. Ada 4 sistem pers besar : sistem pers otoritarian, pers Libertarian, pers Tanggung Jawab sosial dan pers Soviet Komunis. 2. sistem pers Soviet Komunis dipandang sebagai perwujudan lain dari system pers otoritarian; sementara system tanggung jawab sosial merupakan respons dari system libertarian. 3. Teori Pers Otoritarian : hanya Negara yang berhak bersuara 4. Teori Pers Libertarian : Kebenaran tidak lagi dianggap milik penguasa, mencari kebenaran merupakan salah satu hak asasi manusia. 5. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial : dalam kebebasan ada tanggung jawab yang seimbang 6. Teori Pers Soviet Komunis : tanggung jawab utama pengawasan pers Soviet ada di tangan partai, bukan pada pemerintah

Anda mungkin juga menyukai