Anda di halaman 1dari 16

BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI

INDONESIA

Disusun Oleh :

AKBAR KABUL F1D014041

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU POLITIK
2017
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Pendahuluan
Istilah budaya politik mulai dikenal terutama sejak aliran perilaku
(behavioralism). Namun istilah ini mengandung kontroversial karena tidak jelas
konsepnya. Para pengkritiknya menyebutkan, penggabungan dua konsep budaya
dan politik saja sudah mengandung kebingungan apalagi jika dijadikan konsep
menjelaskan fenomena politik. Namun demikian dalam literatur politik khususnya
pendekatan perilaku, istilah ini kerapkali digunakan untuk menjelaskan fakta yang
hanya dilakukan dengan pendekatan kelembagaan atau pendekatan sistemik.
Dengan kata lain menjelaskan dengan pendekatan budaya politik adalah upaya
menembus secara lebih dalam perilaku politik seseorang atau sebuah kelompok.
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau
negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu sistem dan
melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Kehidupan suatu negara tidak terlepas dari
kegiatan politik. Kegiatan politik yang identik dengan kekuasaan dalam
kehidupan bernegara dilaksanakan untuk mencapai tujuan bersama.
Perkembangan politik dalam suatu negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan
budaya yang ada dalam masyarakat negara tersebut. Pendidikan dan pemahaman
politik masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan budaya politik di
Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda pada masa Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi. Perkembangan budaya politik di wujudkan dengan terciptanya
partai-partai politik. Partai politik selalu berusaha untuk merebut simpati rakyat
dalam kegiatan pemilu yang bertujuan untuk menempatkan orang-orang partainya
dalam pemerintahan yang tidak bertentangan dengan ideologi negara dan UUD
1945. Untuk itu, agar masyarakat memiliki pandangan politik yang sesuai,
sosialisasi politik dilakukan sesuai dengan kondisi dan perkembangan lingkungan
yang ada.
Semakin stabil pemerintahan, semakin mudah untuk melakukan sosialisasi
politik. Pada prinsipnya, tidak ada perubahan yang sempurna, tetapi kita harus
berusaha agar perkembangan budaya politik berkembang sesuai dengan yang
diharapkan, untuk mencapai kepentingan bersama, sehingga masyarakat yang
memegang peranan penting dalam perkembangan budaya politik suatu negara
mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik. Partisipasi politik adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik, dengan jalan memilih memilih pempinan negara dan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat
umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan
pendekatan atau hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota
parlemen dan sebagainya. Partisipasi politik masyarakat angatmembantu
berkembangnya budaya politik dalam suatu negara.

BAB II
RUMUSAN MASALAH

PENGERTIAN BUDAYA POLITIK


Untuk memahami tentang budaya politik, terlebih dahulu harus dipahami
tentang pengertian budaya dan politik. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal, Kebudayaan diartikan
sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Kebudayaan adalah
segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya. Ciri-ciri
umum dari kebudayaan adalah dipelajari, diwariskan dan diteruskan, hidup dalam
masyarakat, dikembangkan dan berubah, dan terintegrasi.
Secara etimologis, istilah kebudayaan berasal dari beberapa bahasa, antara
lain: Culture (Bahasa Inggris) artinya budaya, Colore (Bahasa Latin) artinya
budaya, dan Akhlaq (Bahasa Arab) artinya peradaban atau budi.
Kata kebudayaan berasala dari bahasa Sanskerta yaitu buddhaya yang
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, artinya akal. Selanjutnya
dikembangkan menjadi kata budidaya yang artinya kemampuan akal budi
seseorang ataupun sekelompok orang.
Beberapa pengertian tentang politik menurut beberapa ahli :
1. Miriam Budiardjo, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari suatu sistem dan melaksanakan tujuan-
tujuan tersebut.
2. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H., sifat terpenting dari bidang politik
adalah penggunaan kekuasaan (macht) oleh suatu golongan anggota
masyarakat terhadap golongan lain. Pokoknya selalu ada
kekuatan/kekuasaan.
3. Joyce Mitchell, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau
pembuat kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya.
Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang
berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana jaman saat itu dan
tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Artinya, budaya politik yang
berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi dan
pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki
kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik
yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari
waktu ke waktu.
Budaya politik (kebudayaan politik) menurut Almond dan Verba
merupakan dimensi psikologis dari sistem politik, maksudnya adalah budaya
politik bukan lagi sebagai sebuah sistem normatif yang ada di luar masyarakat,
melainkan kultur politik yang berkembang dan dipraktekkan oleh suatu
masyarakat tertentu. Dalam setiap masyarakat terdapat budaya politik yang
menggambarkan pandangan masyarakat tersebut mengenai proses politik yang
berlangsung di lingkungannya. Tingkat kesadaran dan partisipasi mereka biasanya
menjadi hal penting untuk mengukur kemajuan budaya politik yang berkembang.
Perbedaan budaya politik dalam masyarakat secara garis besar dapat
dibedakan dalam tiga budaya politik, yaitu :
1. Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif)
2. Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi)
3. Budaya politik partisipatif (aktif)

Perbedaan budaya politik yang berkembang dalam masyarakat,


dipengaruhi oleh beberapa faktor, dianta ranya :
1. Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan
budaya politik masyarakat.
2. Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera
masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar.
3. Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem
politik yang lebih baik).
4. Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan
bebas).
5. Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial,
bebas, dan mandiri).

BAB III
PEMBAHASAN

TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK YANG BERKEMBANG DI DALAM


MASAYARAKAT INDONESIA
Menurut Aristoteles (384 322 M) manusia adalah zoon politicon atau
manusia yang pada dasarnya selalu bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia lainnya. Manusia saling ketergantungan satu sama lain untuk
mememnuhi kebutuhannya. Pada dasarnya anggota masyarakat saling terkait
sebagai satu kesatuan sosial melalui perasaan solidaritas yang dikarenakan latar
belakang sejarah, politik dan kebudayaan.
Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar politik atau masyarakat
yang keikutsetaan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai
warga negara. Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik
menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen
masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi.
Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, hal ini
di pengaruhi oleh karakter budaya politiknya masing-masing. Untuk mengetahui
karakter budaya politik suatu bangsa dapat diukur melaui beberapa dimensi yang
berkembang dalam masyarakat, yaitu :
1. Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki oleh masyarakat mengenai
sistem politik negaranya, seperti pengetahuan tentang sejarah, letak
geografis, dan konstitusi negaranya
2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah
dalam membuat suatu kebijakan.
3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan
opini dari masyarakat dan media massa kepada pemerintah.
4. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik dan bernegara, serta
pemahmanya akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai
warga negara.
Clifford Geerts, seorang antropolog berkebangsaan Amerika
mengemukakan tentang tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :
1. Budaya Politik Abangan, yaitu budaya politik masyarakat yang lebih
menekankan pada aspek-aspek animisme atau kepercayaan terhadap
roh halus yang dapat mempengaruhi hidup manusia. Ciri khas dari
budaya politik abangan ini adalah tradisi selamatan, yang berkembang
pada kelompok masyarakat petani pada era tahun 60-an, diyakini dapat
mengusir roh-roh jahat yang mengganggu manusia. Kelompok
masyarakat abangan sering kali berafiliasi dengan partai semacam PKI
dan PNI.
2. Budaya Politik Santri, yaitu budaya politik masyarakat yang
menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya agama Islam
sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Kelompok masyarakat
santri biasanya diidentikan dengan kelompok masyarakat yang sudah
menjalankan ibadah atau ritual agama Islam. Pendidikan mereka
ditempuh melalui pendidikan pesantren , madrasah, atau mesjid.
Kelompok masyarakat santri biasanya memiliki jenis pekerjaan
sebagai pedagang. Kelompok masyarakat santri pada masa lalu sering
kali berafiliasi dengan partai NU atau Masyumi, namun pada masa
sekarang mereka berafiliasi pada partai, seperti PKS, PKB, PPP, atau
partai-partai lainnya yang menjadikan Islam sebagai dasarnya.
3. Budaya Politik Priyayi, yaitu budaya politik masyarakat yang
menekankan pada keluhuran tradisi. Kelompok priyayi sering kali
dikontraskan dengan kelompok petani, dimana kelompok priyayi
dianggap sebagai kelompok atas yang menempati pekerjaan sebagai
birokrat (pegawai pemerintah). Pada masa lalu kelompok masyarakat
priyayi berafiliasi dengan partai PNI, sekarang mereka berafiliasi
dengan partai Golkar
Dalam perkembangannya tipe-tipe budaya politik dalam masyarakat
Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkemabngan sistem politik yang berlaku.
Oleh karena itu tipe-tipe dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Masa Orde Lama
Pemilu nasional pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama,
dilaksanakan secara bertingkat, tanggal 29 September 1955 Pemilu untuk memilih
anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante
(Dewan Pembentuk Undang-Undang Dasar). Jumlah kursi yang diperebutkan
adalah anggota DPR adalah 260 orang untuk anggota DPR dan 520 orang Badan
Konstituante ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu 1955 berdasarkan pada UU No. 27 Tahun 1948 jo. UU No. 12 Tahun 1949
tentang Pemilu yang diikuti oleh lebih dari 170 partai politik, termasuk
perseorangan calon independent yang terbagi dalam 15 distrik pemilih,
disesuaikan dengan wilayah provinsi yang ada pada saat itu. Yang memiliki hak
suara adalah WNI, keturuanan Arab, Cina dan Eropa, serta anggota tentara dan
polisi.
Pada masa ini budaya politik yang berkembang berada dibawah pengaruh
dominasi agama Islam yang merupakan agama mayoritas dari masyarakat
Indonesia. Namun demikiran, menurut Deliar Noer, umat Islam di Indonesia
secara politis sering terlibat kontroversi teoritis dan ideologis, baik dengan pihak
nasionalis sekuler maupun antarsesama umat Islam sendiri. Perpecahan komunitas
muslim ini melahirkan kebangkitan berbagai partai politik. Dengan pola multi
partai, partai politik yang ada saat itu terbagi menjadi dua, yaitu yang menganut
asas politik agama, seperti Partai keagamaaseperti Majelis Syuro Muslim
Indonesia (Masyumi), Nahdatul Ulama (NU) Partai Serikat Islam Indonesia
(PSII), Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai PersatuanTarekat Islam Indonesia,
dan Angkatan Kesatuan Umat Islam, partai nasionalis dan yang menganut asas
politik sekuler seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) dan partai komunis adalah
Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyaknya partai tidak menguntungkan
berkembangnya pemerintahan yang stabil. Namun kenyataannya partai partai
politik tersebut tidak menyelenggarakan fungsi sebagaimana yang diharapkan.
Kondisi seperti ini sangat rentan, sehingga menimbulkan banyaknya
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
2. Masa Orde Baru
Pemilu pertama pada Masa Orde Baru dilaksanakan pada tahun 1971 yang
didasarkan pada UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Pemilu pada tahun 1971
lahir sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang dianggap telah
melakukan penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Pemilu berikutnya
dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 1977 berdasarkan UU Pemilu No. 4 Tahun 1975
dengan sistem proporsional di daerah pemilihan. Pada masa Orde Baru, partai
politik diberi kesempatan untuk bergerak lebih leluasa, walaupun masih dengan
pola multi partai. Pelaksanaan Pemilu pada tahun 1977 terjadi penyederhanaan
partai politik peserta pemilu berdasarkan UU No 3 Tahun 1975 tentang Partai
Politik dan Golkar yaitu sebagai berikut :
a. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari
NU, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam, dan Perti.
b. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari
Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik,
Partai Murba
c. Golongan Karya (Golkar) yang merupakan kumpulan dari berbagai
golongan masyarakat Indonesia dari berbagai profesi. Kedua partai
politik dan satu golongan ini tetap bertahan sejak pelaksanaan Pemilu
tahun 1982 berdasarkan UU Pemilu No. 2 Tahun 1980, 1987
berdasarkan UU Pemilu No. 1 Tahun 1985 dan terus dipakai sampai
pelaksanaan Pemilu tahun 1992.
Perolehan suara mulai tahun 1977 selalu didominasi oleh Golkar. Dalam
perkembangannya, ternyata Orde Baru pun masih melakukan
penyimpanganpenyimpangan yang hampir sama dengan pemerintahan Orde
Lama, bahkan dalam kaitannya dengan masalah rasial terjadi kesalahan yang lebih
besar. Hal ini terjadi karena budaya politik yang berkembang pada masa Orde
Baru lebih bersifat pada nilai sentralistik dan budaya politik yang tertutup.
Pemerintahan Orde Baru dianggap telah gagal dalam melakukan koreksi terhadap
apa yang telah terjadi pada pemerintahan yang lalu.
3. Masa Reformasi
Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama setelah Presiden Suharto lengser
yang merupakan babak baru yang dikenal dengan reformasi. Pemilu tahun 1999
dilaksanakan berdasarkan UU Pemilu No. 3 tahun 1999 yang dilaksanakan pada
tanggal 7 Juni 1999 di bawah pemerintahan B.J. Habiebie yang diikui oleh 48
partai politik. Awal terjadinya reformasi di Indonesia dipicu dengan adanya
praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Reformasi lahir di Indonesia
sebagai upaya untuk melakukan perubahan terhadap kekeliruan-kekeliruan politik
yang terjadi dalam perkembangan politik di Indonesia dan berupaya merubah
tatanan kehidupan budaya politik yang kondusif, transparan dan inklusif. Dengan
tetap mempertahankan pola multi partai, bahkan lebih banyak dibandingkan
dengan partai politik pada masa Orde Baru, pada pelaksanaan Pemilu pada tahun
1997 diikuti oleh 48 partai politik.
Dalam pelaksanannya reformasi malah melahirkan euphoria politik yang
kebablasan sehingga melahirkan perubahan perilaku politik yang anarkis, peranan
legislatif yang lebih dominan dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh
karena itu, semua pihak dituntut untuk lebih menyadari akan pentingnya nilai-
nilai kesatuan, karena dengan adanya berbagai kepentingan yang berbeda sangat
memungkinkan lahirnya berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Perilaku
politik yang dijalankan harus sesuai dengan tata aturan yang berlaku, termasuk
pendayagunaan lembaga-lembaga negara yang ada sesuai dengan fungsi dan
perannya masing-masing, sehingga diharapkan dapat melahirkan budaya politik
yang diharapkan.

PENTINGNYA SOSIALISASI PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK


1. Cara-cara Berpolitik dalam Masyarakat
Perkembangan demokrasi dewasa ini mempunyai dampak bagi kehidupan
politik di Indonesia. Munculnya partai-partai politik turut menyemarakkan proses
demokrasi. Akan tetapi, banyak hal yang harus dikaji ketika hubungan antara elit
poltik dan massa pendukungnya belakangan ini seolah sekedar hubungan antara
anak dan bapak yang belum dijiwai oleh semangat demokrasi itu sendiri.
Masyarakat dalam menentukan figure-figur pemimpin bangsa kurang berpikir
secara rasional karena masih bersikap paternalistis dan feodalistis. Hal ini sangat
membahayakan bagi perkembangan suatu bangsa yang sarat dengan heterogenitas
seperti Indonesia yang sangat membutuhkan ketahanan dan stabilitas politik.
Guna mewujudkan ketahanan politik sebagai kondisi kehidupan politik
bangsa yang sehat, dinamis, dan mampu memelihara stabilitas politik perlu
diupayakan adanya tata cara berpolitik yang didasarkan pada kenyataan obyektif
bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara. Oleh karena itu, kehidupan politik
dalam Negara harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat
manusia.dalam system politik, Negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar
kemanusiaan yang dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut Hak Asasi
Manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas martabat kemanusiaan sehingga
system politik Negara harus mampu menciptakan system yang menjamin hak-hak
tersebut. Pengembangan politik Negara, terutama dalam proses reformasi dewasa
ini harus berdasarkan pada moralitas yang mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, seperti halnya UU No. 31 Tahun 2002 tentang partai
politik dan UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum.
Pembentukan, pemeliharaan, dan pengembangan partai politik pada
dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga Negara untuk berkumpul,
berserikat, dan menyatakan pendapat. Melalui partai politik, rakyat dapat
mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan
masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik merupakan
komponen yang sangat penting dalam system politik demokrasi. Dengan
demikian, penataan kepartaian harus bertumpu pada kaidah-kaidah kedaulatan
rakyat, yaitu memberikan kebebasan, kesetaraan, dan kebersamaan. Melalui
kebebasan yang bertanggung jawab, segenap warga Negara memiliki hak untuk
berkumpul dan berserikat guna mewujudkan cita-cita politiknya secara nyata.
2. Penerapan Budaya Politik
Pelaksanaan budaya poltik secara demokratis perlu dipahami oleh setiap
warga Negara Indonesia agar mampu mewujudkan cita-cita Negara. Menurut
Miriam Budiardjo, penerapan budaya politik dapat dilakukan dengan menerapkan
nilai-nilai berikut :
Menyelesaikan perselaisihan secara damai dan melembanga. Dalam setiap
masyarakat terdapat beda pendapat serta kepentingan yang dalam alam
demokrasi dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan harus dapat
diselesaikan melalui perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai
kompromi, consensus, atau mufakat.
Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu
masyarakat yang sedang berubah. Perubahan social terjadi karena
beberapa factor, seperti kemajuan teknologi, kepadatan penduduk, dan
pola perdagangan. Pemerintah harus dapat menyesuaikan
kebijaksanaannya terhadap perubahan-perubahan dan mengendalikannya.
Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur. Dalam masyarakat
demokratis, pergantian pimpinan atas dasar turunan, mengangkat diri
sendiri, coup d etat dianggap tidak wajar.
Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan minoritas
yang biasanya terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi
kesempatan turut serta dalam merumuskan kebijaksanaan.
Mengakui dan menanggap wajar adanya kenekaragaman.
Keanekaragaman tercermin dalam keanekaragaman pendapat,
kepentingan, dan tingkah laku, perlu terselengaranya masyarakat yang
terbuka dan kebebasan politik yang memungkinkan timbulnya fleksibilitas
dan tersedianya berbagai alternative dalam tindakan politik. Namun
demikian, keanekaragaman tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa
dan Negara.
Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis keadilan
merupakan cita-cita bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada
yang merasa diperlakukan tidak adil.
System politik demokrasi Indonesia termasuk didalamnya adalah
pembangunan partai politik, harus mengacu dan berpedoman kepada pancasila
dan UUD 1945 sebagai pedoman sikap dan perilaku berpolitik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pembangunan partai politk harus memperhatikan
pembangunan karakter politik karena sperti kita ketahui, politik berkarakter atau
berwatak positif maupun negative. Berwatak positif, yaitu menghendaki
terjadinya atau terwujudnya keadilan dan kebenaran. Berwatak negative, yaitu
dalam usaha mewujudkan keadilan dan kebenaran kadang-kadang bersifat
destruktif dan menggunakan segala cara asal tujuan tercapai. Didalam
pembangnan partai politik juga menyangkut pembangunan fungsi partai politik itu
sendiri, yaitu memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat, baik kepentingan
politik, social, ekonomi, dan budaya baik didalam infrastruktur maupun
suprastruktur.

PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN


1. Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan suatu hubungan timbal balik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dimana rakyat merupakan
sumber aspirasi dan sumber pimpinan nasional. Komunikasi politik secara vertical
maupun horizontal baik didalam suprastruktur maupun infrastruktur dimaksudkan
untuk mewujudkan adanya pengertian-pengertian politik yang dapat diterima oleh
semua pihak untuk terwujudnya tujuan politik. Adapun tujuan politik tidak dapat
dilepaskan dari tujuan partai politik dan tujuan partai politik juga seharudnya
adalah sama dengan tujuan politik yang termaktub dalam UUD Negara.
Tujuan politik yang sama antara partai politik denga tujuan Negara
diharakan tidak akan terjadi kompetisi politik yang tidak sehat antar partai politik,
mengingat tiap partai politik akan mempunyai disiplin politik, disiplin social, dan
disiplin nasional. Setiap kegiatan partai politik tidak akan mengorbankan
kepentingan-kepentingan nasional, ideology, dan Negara.
2. Partisipasi Politik
Demokrasi merupakan salah satu bentuk pelaksanaan budaya politik.
Budaya politik di Indonesia pada hakikatnya telah melekat dalam system politik
yang berlaku di Indonesia. Pada norma-norma, nilai-nilai serta ketentuan yang ada
di Negara kita budaya politik selalu terkait dengan system politik yang berlaku
yaitu demokrasi pancasila.
Peran serta masyarakat dalam budaya politik partisipan dapat diwujudkan
melalui tindakan-tindakan berikut :
Kemampuan berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik dengan
menggunakan hak poltitk dalam pemilu.
Mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga Negara.
Memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan pendapat
Berjiwa besar menerima kelebihan orang lain dan berlapang dada
menerima kekalahan.
Mengutamakan musyawarah yang menyangkut kepentingan bersama.
Menyampaikan hak demokrasinya sebagaimana diatur dalam UU.
Kemampuan berpartisipasi terhadap kegiatan dilingkungan
KESIMPULAN

Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang


berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana jaman saat itu dan
tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Budaya politik yang berkembang
dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi dan pendidikan dari
masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki kewenangan dan
kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik yang berkembang
dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Jadi perbedaan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat akan menimbulkan
perbedaan budaya politik yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar politik atau masyarakat
yang keikutsetaan hidup bernegara menjadi penting dalam kehidupannya sebagai
warga negara. Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik
menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen
masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi. Tipe-tipe budaya
politik berkembang dipengaruhi oleh karakteristik yang ada dalam masyarakat.
Tipe-tipe budaya politik ini dapat dibedakan dalam (1) Budaya Politik Parokil, (2)
Budaya Politik Subjek dan (3) Budaya Politik Partisipan. Tipe-tipe budaya politik
yang berkembang di Indonesia menurut Clifford Geerts adalah (1) Budaya Politik
Abangan, (2) Budaya Politik Santri, dan (3) Budaya Politik Priyayi.
Dalam perkembangannya tipe budaya politik yang berkembang di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan sistem politik yang berlaku,
sehingga di Indonesia terbagi dalam tiga kelompok (1) Orde lama, (2) Orde Baru,
dan (3) Reformasi, dengan melaksanakan multi partai yang berkembang sesuai
dengan aspirasi masyarakat.
Sosialisasi politik dilakukan sesuai dengan kondisi perkembangan
lingkungan yang ada, semakin stabil pemerintahan, semakin mudah untuk
melakukan sosialisasi politik. Sosialisasi politik memperhatikan aspek
homogenitas dan heterogenitas. Di negara Indonesia fungsi kontrol atau
pengawasan terhadap kinerja pemerintah oleh rakyat melalui lembaga legislatif
mempunyai kewajiban untuk menjamin terlaksananya perlindungan dan jaminan
hak asasi manusia. Sistem politik yang diharapkan merupakan penjabaran dari
nilai-nilai luhur Pancasila secara keseluruhan dalam praktek ketatanegaraan, mulai
dari penyelenggaran pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatannya dalam
rakngka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih memilih
pempinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy). Bentuk partisipasi politik yang
dikembangkan di negara Indonesia adalah partisipasi yang mendukung terciptanya
tujuan pembangunan nasional dan di wujudkan dengan menampilkan perilaku-
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

SARAN
Dalam berpolitik sebaiknya dilakukan menurut kaidah-kaidah dan aturan-
aturan yang sesuai agar tercipta integrasi nasional. Karena bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya.

DAFTAR PUSTAKA
Almond, Gabriel A. and G Bingham Powell, Jr., Comparative Politics: A
Developmental Approach . New Delhi, Oxford & IBH Publishing Co,
1976Anderson, Benedict,

R. OG., Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia . Ithaca:


Cornell University Press, 1990.

Emmerson, Donald, K., Indonesias Elite: Political Culture and Cultural Politics.
London: Cornell University Press, 1976.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pokok-pokok pikiran sekitar


penyelenggaraan pemilu 1987: Laporan Kedua, Bagian I, Transformasi Budaya
Politik. Jakarta: LIPI, 1987.

Rosenbaum, Wolter, A., Political Culture, Princeton. Praeger, 1975.

Suryadinata, Leo, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik . Jakarta:
LP3ES, 1992.

Widjaya, Albert, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: LP3ES,


1982

Anda mungkin juga menyukai