Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEBEBASAN MEDIA

Untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ekonomi Politik Budaya Media

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Siti Solikhati, MA

Disusun oleh kelompok 9 :

Ulinnuha Muhammad Firdaus (2001026067)

KELAS KPI-B4
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Media adalah segala bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau
pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.1
Sedangkan Kebebasan adalah kemampuan untuk melakukan apa yang
diinginkan, dengan anugerah dan kelebihan yang dimiliki. Kebebasan juga dapat
diartikan memiliki kemampuan untuk bertindak atau berubah tanpa batasan. Dalam
filsafat dan agama, kebebasan dikaitkan dengan memiliki kehendak bebas dan
keberadaan tanpa batasan yang tidak semestinya atau tidak adil, atau perbudakan, dan
merupakan ide yang terkait erat dengan konsep kebebasan.
Pada makalah ilmiah ini, pemateri akan membahas tentang prinsip kebebasan
media, sikap objektif terhadap kebebasan media, dan relevansi kebebasan media
dengan politik yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan media?
2. Bagaimana penerapan prinsip kebebasan bereksprsi dalam media?
3. Bagaimana sikap objektif terhadap kebebasan media dan pers?
4. Independensi media terhadap politik?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebebasan media
2. Mengetahui penerapan prinsip kebebasan berekspresi dalam media
3. Mengetahui sikap objektif terhadap kebebasan media dan pers
4. Mengetahui Independensi media terhadap politik

1
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, vol. 1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebebasan Media
Media adalah segala bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau
pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.2
Sedangkan Kebebasan adalah kemampuan untuk melakukan apa yang
diinginkan, dengan anugerah dan kelebihan yang dimiliki. Kebebasan juga dapat
diartikan memiliki kemampuan untuk bertindak atau berubah tanpa batasan. Dalam
filsafat dan agama, kebebasan dikaitkan dengan memiliki kehendak bebas dan
keberadaan tanpa batasan yang tidak semestinya atau tidak adil, atau perbudakan, dan
merupakan ide yang terkait erat dengan konsep kebebasan.
Jika diartikan secara menyeluruh, kebebasan media atau biasa juga disebut
dengan istilah freedom opinion and expression dan freedom of the speech adalah
suatu kondisi ril yang memungkinkan para pekerja pers bisa memilih, menentukan
dan mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka, bebas melakukan sesuatu tanpa
paksaan. Pada dasarnya kebebasan media adalah norma yang menjamin salah satu
dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara
bebas. Bahwa setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan menyatakan pendapat
dalam media.
Kebebasan media dan kebebasan pers merupakan satu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan. Cakupan media yang lebih luas menjadikan sebuah kebebasan dalam
menyebarkan informasi bisa dimiliki oleh banyak orang tanpa harus melalui media
massa seeperti koran, majalah, dan lain sebagainya.
B. Prinsip Kebebasan Berekspresi Media
Kebebasaan berekspresi merupakan sebuah hal yang penting, setiap manusia
memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, ide, opini dan perasaannya agar
didengar oleh pihak lain dalam usaha memenuhi keinginannya yang hakiki,
kebebasan berekspresi juga merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.
Namun demikian meskipun kebebasan berekspresi merupakan hak bagi setiap
orang, ada baiknya jika sebuah kebebasan tersebut juga didasari oleh perbuatan atau
perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga dalam
2
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, vol. 1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).

2
menyampaikan sebuah ide atau pendapat tetap menekankan prinsip sopan santun
dalam bermedia. Adapun beberapa prinsip kebebasan berekspresi media di antaranya
sebagai berikut :
1. Peran dan tanggung jawab media
Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan sosial, media seharusnya bisa
menegakkan standar yang tinggi terhadap penyediaan informasi yang
memenuhi standar profesional dan etika yang yang berlaku di masyarakat.
Media sebaiknya memainkan peran untuk memerangi diskriminasi dan
mempromosikan rasa saling memahami antarbudaya,
2. Hak koreksi dan hak jawab
Hak koreksi dan hak jawab sebaiknya dijamin agar melindungi hak atas
kesetaraan dan non diskriminasi, dan arus informasi yang bebas.
3. Penyebarluasan informasi
Media sebaiknya tidak memberlakukan pembatasan atas kebebasan
berekspresi. Pembatasan yang berlaku sebaiknya diatur dalam undang-
undang, bertujuan untuk melindungi hak atau reputasi orang lain, atau
kesehatan dan moral masyarakat, dan dibutuhkan oleh masyarakat
demokratis untuk melindungi kepentingan-kepentingan tertentu.
4. Menghindari berita bernada kebencian
Media sebaiknya mengadopsi legislasi yang melarang advokasi kebencian
antarbangsa, ras atau agama yang mengandung penyebarluasan
diskriminasi, kebencian atau kekerasan (ungkapan kebencian).
C. Sikap Objektif terhadap Kebebeasan Media dan Pers
Seiring dengan semakin bertumbuhnya perkembangan pers atau media massa,
bertambah pula minat mayarakat terhadap informasi yang disajikan oleh berbagai
macam perusahaan pers. Pentingnya sebuah informasi yang kini telah menjadi
kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak dapat terpisahkan lagi oleh masyarakat itu
sendiri. Namun untuk mendapatkan sebuah informasi yang baik, terpercaya, faktual
dan objektif, tentu harus didukung oleh perusahaan pers dan para pekerjanya yang
selalu menaati UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Saat ini banyak ditemui media pers yang tidak mampu memenuhi fungsi dan
perannya sebagai media massa yang di era kebebasan pers saat ini tentunya sangat

3
memungkinkan bagi siapa saja dapat menyebarkan sebuah berita atau bahkan
mendirikan perusahaan pers tanpa mengerti atau memahami Undang-Undang Pers.
Perkembangannya saat ini perusahaan pers atau media banyak dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti untuk kepentingan ekonomi,
pribadi, saling menjatuhkan nama baik, beritikad buruk, dan produk beritanya sangat
jauh dari produk jurnalistik yang mengedepankan akurasi dan faktualitas.
Dalam upaya mewujudkan kebebasan pers yang profesional Dewan Pers
selaku lembaga independen mengamanatkan pemberlakuan verifikasi terhadap
perusahaan pers. Verifikasi perusahaan pers yang telah diamanatkan oleh Dewan Pers
saat ini, merupakan amanat undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan
sesuai dengan pasal 15 (2) g yaitu mendata setiap perusahaan pers. Demi
terwujudnya kemerdekaan pers, setiap perusahaan pers harus mampu menjalankan
peran dan fungsinya secara baik berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional.
Profesional dalam arti menaati UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers
sebagai lembaga independen yang kini melaksanakan verifikasi terhadap setiap
media adalah bagian dari pelaksanaan fungsi Dewan Pers untuk melindungi
kemerdekaan pers dari penumpang gelap, yakni media yang tidak berbadan hukum
atau media abal-abal.
Menurut Dewan Pers, media abal-abal sangat mengganggu jalannya
kebebasan dan kemerdekaan pers. Sebagai lembaga independen, Dewan Pers merasa
prihatin kebebasan pers saat ini tidak dibarengi oleh tanggung jawab terhadap
masyarakat, sebagaimana fungsi dari perusahaan pers. Keberpihakan media dalam
memberitakan kasus yang mencerminkan konflik perlu dihindari. Seperti pada
Pemilihan Umum (pemilu) Legislatif maupun Pemilihan Kepala Daerah (pilkada),
tokoh politik bekerja sama dengan media untuk memberitakan siapa calon yang
paling unggul dan tak jarang media seakan berpihak pada satu pihak. Media
seharusnya berada di pihak netral, seperti yang dikatakan Burns (Rahayu, 2006: 132),
harus menjaga sikap objektif, berimbang, akurat, dan benar sehingga dalam posisi
independen.3 Kebebasan pers merupakan satu unsur penting dalam pembentukan
sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan.
Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang
berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam

3
Fayza Rahmadea, “Kebebasan Pers Dan Verifikasi Media Massa” 7, no. 2 (2019): 54–68.

4
suatu negara. Oleh karena itu, sudah seharusnya pers sebagai media informasi
menjadi media koreksi dijaminnya kebebasannya dalam menjalankan profesi
kewartawanannya. Hal ini penting untuk menjaga objektifitas dan transparansi dalam
dunia pers sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara sebenar-benarnya tanpa ada
rasa takut atau di bawah ancaman sebagaiman masa Orde Baru berkuasa (self-
censorship).
D. Independensi Media terhadap Politik
Independensi media adalah sebuah konsep yang sangat rumit. Menurut
Meadow (1980) sebuah berita tidak mungkin objektif dan tidak mungkin bebas dari
kepentingan- kepentingan tertentu. Sebuah berita tidak mungkin menyajikan seluruh
fakta sosial dalam halaman surat kabar yang terbatas dan terdapat proses seleksi
terhadap fakta-fakta yang disajikan namun tidak semua peristiwa layak untuk
dijadikan berita. Dan berita politik memang dianggap dapat menjangkau berbagai
lapisan masyarakat penikmat berita. Dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang
menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Faktor pertama adalah saat ini politik berada
di era mediasi (politics in the age of mediation), yakni media massa, sehingga hampir
mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Oleh karena itu yang terjadi
adalah para tokoh politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan dan awak
media agar meliput kegiatan politik yang mereka lakukan. Faktor kedua, peristiwa
politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu
mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka, seperti
rapat partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para pendukungnya (Ibnu
Hamad: 2004).
Secara umum independensi adalah ide bahwa wartawan harus bebas dari
bentuk campur tangan apapun ketika menjalankan dan mempraktekan profesinya. Di
berbagai negara, pemilik media yang terbesar (umumnya pemilik stasiun televisi dan
radio terkemuka) adalah pemerintah sendiri. Upaya yang perlu dijalankan untuk
memperkuat independensi media dengan cara menjadikan media milik pemerintah
atau yang dikendalikan oleh pemerintah milik swasta. Menurut William L. Rivers
tidak ada media yang netral karena pers ataupun media akan selalu berpihak terutama
pada kepentingan pemiliknya.4 Rivers juga mengatakan bahwa kebebasan pers yang
berlaku di dunia adalah kebebasan pemilik pers (freedom for media owner).“Pemilik

4
William L. Rivers, Media Massa Dan Masyarakat Modern (Yogyakarta: Pernada Media, 2003).

5
media masih bisa menempatkan berita yang penting untuknya –meskipun tidak
terlalu penting untuk umum di halaman pertama atau pada jam tayang utama (prime
time). Sebaliknya berita tertentu bisa saja ditahan atau batal dimuat. Hal ini
membuktikan, pemilik masih berkuasa” 7 (Rivers: 2003).Dengan demikian
independensi jurnalis atau wartawan akan terpasung oleh kepentingan pemilik atau
pemodal yaitu dengan menyelaraskan konten pemberitaan dengan visi, misi dan
kebijakan redaksi tempat jurnalis bekerja. Fenomena pemusatan kepemilikan media
massa pada sekelompok orang seakan telah menjadi hal lumrah di Indonesia. Hasil
penelitian Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) dan Hivos tentang
"Mapping the Landscape of the Media Industry in Contemporary Indonesia"
mencatat 12 kelompok besar yang mempengaruhi pangsa pasar media massa di
Indonesia. Mereka adalah Global Media Communication, Media Nusantara Citra
(MNC) milik Hary Tanoesoedibjo, Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan, Kompas
Gramedia milik Jacob Oetama, Mahaka Media miliki Erick Thohir, Elang Mahkota
Teknologi milik keluarga Sariaatmadja, CT Group milik Chaerul Tandjung, Visi
Media Asia milik kelompok Bakrie, Media Group milik Surya Paloh, MRA Media
milik keluarga Soetowo, Femina Group milik Pia Alisjahbana, Tempo Inti Media
milik Yayasan Tempo, dan Berita Satu Media Holding milik Lippo Group
Temuan berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan media massa
oleh satu pengurus partai politik yang ikut bertarung sudah menunjukkan
kecenderungan untuk mendukung kegiatan partai politik yang diusung oleh
pemiliknya. Setidaknya pemberitaan yang menekankan kegiatan pemilik media dan
afiliasinya terlihat memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan
pemberitaan saingan politiknya. Upaya media untuk menjaga kode etik, independensi
dan netralitas tetap diusahakan oleh para pekerjanya. Namun, intervensi dari pemilik
terkadang terjadi sehingga menimbulkan kesan media berpihak pada satu sisi secara
terbuka. Hasil wawancara menunjukkan bahwa intervensi adalah salah satu yang
menimbulkan ketegangan di kalangan para pekerja media dengan pemiliknya
walaupun mereka yang menjadi narasumber wawancara tidak pernah mengakuinya
secara terbuka.5

5
Vellayati Hajad, “MEDIA DAN POLITIK (Mencari Independensi Media Dalam Pemberitaan Politik),”
SOURCE : Jurnal Ilmu Komunikasi 2, no. 2 (2018): 1–10.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebebasan media atau biasa juga disebut dengan istilah freedom opinion and
expression dan freedom of the speech adalah suatu kondisi ril yang memungkinkan para
pekerja pers bisa memilih, menentukan dan mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka,
bebas melakukan sesuatu tanpa paksaan. Pada dasarnya kebebasan media adalah norma yang
menjamin salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk membentuk
pendapatnya secara bebas. Bahwa setiap orang berhak atas kebebasan memiliki dan
menyatakan pendapat dalam media.

Kebebasan media dan kebebasan pers merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Cakupan media yang lebih luas menjadikan sebuah kebebasan dalam
menyebarkan informasi bisa dimiliki oleh banyak orang tanpa harus melalui media massa
seeperti koran, majalah, dan lain sebagainya.

Kebebasaan berekspresi merupakan sebuah hal yang penting, setiap manusia


memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat, ide, opini dan perasaannya agar didengar
oleh pihak lain dalam usaha memenuhi keinginannya yang hakiki, kebebasan berekspresi
juga merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.

7
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Vol. 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Hajad, Vellayati. “MEDIA DAN POLITIK (Mencari Independensi Media Dalam Pemberitaan
Politik).” SOURCE : Jurnal Ilmu Komunikasi 2, no. 2 (2018): 1–10.

Rahmadea, Fayza. “Kebebasan Pers Dan Verifikasi Media Massa” 7, no. 2 (2019): 54–68.

Rivers, William L. Media Massa Dan Masyarakat Modern. Yogyakarta: Pernada Media, 2003.

Anda mungkin juga menyukai