Anda di halaman 1dari 17

perlindungan hukum bagi wartawan di indonesia (berdasarkan

undang-undang no. 40 tahun 1999 tentang pers)

Pendahuluan
Indonesia menjamin setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dalam
hukum (equality before the Law). Tidak ada perbedaan perlakuan antara si kaya
dengan si Miskin didepan hukum. Hal ini ditegaskan dalam konstitusi Negara
yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum (recht state) dan
dijalankan sepenuhnya berdasarkan Undang-Undang. Tidak terkecuali orang-
orang yang berkecimpung dalam dunia pemberitaan atau yang dikenal dengan
wartawan. Kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk
mengintegrasikan dan mengordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa
bertentangan satu sama lainnya, berkaitan dengan itu, hukum harus mampu
mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dilakukan
dengan membantu dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. Menurut
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH seperti dikutip Hermansyah dalam bukunya
Hukum Perbankan Nasional Indonesia, bahwa hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya, untuk
kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan
kedalamannya.Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak, dengan
demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak,
melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum
kepada seseorang.Salah satu contohnya adalah wartawan, dalam pasal 4 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang bunyinya adalah :
“Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak” (Sentosa Sembiring, 2005:185), yang tujuan utama dari
hak tolak itu sendiri adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber
informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber rahasia. Walaupun
diakui hak tolak sekarang, dikatakan bahwa hak tersebut tidak absolut sifatnya,
melainkan ia adalah nisbi (relatif) dengan memungkinkan adanya suatu restriksi
apabila ada perkara yang bersangkutan dengan keselamatan Negara (Oemar Seno
Adji, 1990: 8).Dalam hal ini hukum kita bersumber pada Pancasila yang
dimaksudkan untuk suatu keseimbangan antara kepentingan perorangan dan
kepentingan masyarakat dalam wujud perlindungan hukumnya, seperti yang
tertuang dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yakni kemerdekaan
menyatakan atau mengeluarkan pikiran dan pendapat (Oemar Seno Adji, 1990:
16).
Pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan
suara gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers. (Sentosa Sembiring, 2005:183)
Ihwal perlindungan hukum dalam profesi jurnalistik (khususnya media
cetak)sebenarnya berhubungan erat dengan dua kebutuhan dasar: (1) terkait
dengan perlindungan hukum terhadap pekerja pers dengan segala kompleksitas
permasalahannya; (2) menyangkut perlindungan hukum terhadap masyarakat
akibat arogansi pers. Dua masalah ini idealnya diletakkan dalam perspektif
bersamaan dan diimplementasikan dalam makna yang sama pula, sehingga sajian
pers akan mencerminkan nilai keadilan dan perlindu-ngan terhadap HAM. Jadi,
tak semata menitikberatkan pada perlindungan terhadap para pekerja pers dengan
menyampingkan perlindu-ngan terhadap masyarakat. Sebenarnya banyak efek
negatif langsung maupun tidak, yang harus ditanggung warga masyarakat akibat
arogansi pers. Namun kea-daan itu tak cukup menyadarkan kita, dan lebih banyak
tertutup oleh aspek positif yang disampaikan pers. Yang dimaksud dengan
perlindungan hukum, berkait dengan upaya penegakan hukum pers, diawali
dengan terjadinya interaksi sosiologis antara pers dan masyarakat.
Pers sebagai lembaga sosial memiliki kemerdekaan untuk mencari dan
menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi
Manusia yang dijamin dengan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara
lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh
informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 19 bahwa: (Sentosa Sembiring, 2005:194)
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapatan tanpa
gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah
pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas-batas wilayah”.
Kebebasan pers dapat dijadikan salah satu kriteria yang penting dalam
menelusuri seberapa jauh Hak Asasi Manusia dijamin dan dilindungi dalam
pelaksanaannya. Pers yang bebas sekaligus merupakan perwujudan dari
kebebasan pers tidak hanya penting untuk dibicarakan dalam kaitan dengan Hak
Asasi Manusia, tapi sekaligus juga penting untuk demokrasi, kebebasan pers
sering disebut sebagai pilar keempat dari demokrasi (H.M. Ridhwan Indra
Ahadian, 1991: 45)
Menurut Drs. Oka Kusumayudha, kebebasan pers ini didasarkan atas
tanggung jawab nasional dan pelaksanaan hak dan kewajiban pers. Apabila ini
dapat dilaksanakan dengan tepat akan dicapai upaya menghilangkan atau setidak-
tidaknya mengurangi seminimum mungkin adanya akar permasalahan kondisi
sosial yang mengambang di masyarakat, sehingga dapat dijamin tercapainya
stabilitas yang dinamis, menurutnya pula bahwa sesungguhnya dalam kebebasan
pers itu sendiri, sebagaimana halnya profesi yang lain, kebebasan, tetapi dibatasi
dengan nilai-nilai kode etik persnya (Oka Kusumayudha, 1987:82). Mengingat
begitu pentingnya informasi, peranan wartawan pun menjadi penting, merekalah
yang memburu berita (fakta atau kejadian), meliput berbagai peristiwa, dan
menuliskannya untuk dikonsumsi khalayak (Asep Syamsul M. Romli, 2005:1).
Wartawan dalam menjalankan profesinya memerlukan adanya suatu
“Perlindungan hukum”, pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers. Akan tetapi sekarang ini, bila diamati entah karena kurang saling mengerti,
entah kurang penghargaan atau berburuk sangka terhadap wartawan, timbullah
keadaan dimana wartawan merasa diri agak terbatas dalam gerak dan ruang
lingkupnya.Bahkan lebih beratnya lagi wartawan dikejar dan dibayangi oleh
kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya (Floyd G. Arpan.
1970:38)
Untuk itu sangat diperlukan sekali adanya suatu perlindungan hukum bagi
wartawan yang menjalankan profesinya, khususnya. Perlindungan hukum yang
dimaksud disini adalah adanya jaminan dari pemerintah dan atau masyarakat
kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebebasan
seorang wartawan disini harus disertai dengan rasa tanggung jawab penuh dalam
mencari informasi kebenaran akan suatu berita yang didasarkan pada fakta yang
dibuat-buat oleh si wartawan.

Pengertiann Pers dan Wartawan Serta Peranannya dalam Pembangunan

A. Pengertian Pers dan Peranannya dalam Pembangunan


Pengertian pers dirumuskan dalam Undang-Undang Pers yakni Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1) bahwa :

“Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan


jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan suara gambar, suara dan
gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”. (Sentosa
Sembiring, 2005:183)

Pengertian pers dalam arti sempit diketahui mengandung penyiaran-


penyiaran pikiran, gagasan ataupun berita-berita dengan jalan kata tertulis,
sebaliknya pers dalam arti yang luas memasukkan di dalamnya semua media
komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik
dengan kata-kata tulisan maupun dengan kata-kata lisan.(Oemar Seno Adji,
1977:13) Kata pers berasal dari bahasa Inggris Pers, yang dipinjam pula oleh
Inggris dari kata Press yang berarti tekanan, jepitan atau pipitan.( Ermanto, 2005)
Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam kebebasan pres,
sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya dalam pemilihan
presiden, segala urusan izin terbit dipermudah dan diperlancar, tetapi oleh
Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 surat izin tidak lagi
diperlukan.(Jacob Oetama, Jacob Oetama, 2001: 75)
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pers dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pers, menunjukkan Undang-Undang yang menetapkan kemerdekaan pers
justru mengikat kemerdekaan itu, amandemen yang diusulkan secara eksplisit
memberikan jaminan bahwa Undang-Undang haruslah menjamin dan melindungi
kebebasan pers. Tetapi Undang-Undang itupun mengandung kelemahan, misalnya
saja ketentuan etik masuk ke dalam Undang-Undang, seharusnya ketentuan etik
pers lebih tepat masuk dalam kode etik (Jacob Oetama, Jacob Oetama, 2001: 76).
Kebebasan demokrasi memerlukan kebebasan berekspresikan karena itu juga
memerlukan kebebasan Pers, demokrasi adalah suatu sistem politik yang
bersendikan kedaulatan rakyat, rakyat memilih, rakyat juga berpartisipasi dalam
proses politik. (Jacob Oetama, Jacob Oetama, 2001: 77) Untuk menjalankan hak
dan kewajibannya, rakyat memerlukan perangkat diantaranya adalah media
massa, bagi masyarakat pers dan masyarakat luas, apa yang menjadi fungsi pers
diketahui cukup luas, matatelinga, sebagai pemberi tanda-tanda dini dan sebagai
pembentuk pendapat umum serta pengaruh agenda.
Pasal 6 Undang-Undang Pers Nomor 40Tahun 1999 Tentang pers
mengamanatkan 5 (lima) peranan yakni :
1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui,
2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum dan hak-hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan (pluralisme),
3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,
dan benar,
4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum,
5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Untuk dapat melakukan peranannya dengan tepat, pers senantiasa harus
selalu mengikuti dengan peka dan cermat perkembangan masyarakat sesuai
dengan tanggung jawabnya, bahkan harus sanggup membuat antisipasi terhadap
perkembangan keadaan dengan mencoba kecenderungan trend. (Jacob Oetama,
Jacob Oetama, 2001: 430) Sebagai lembaga kemasyarakatan yang telah
menempatkan diri sebagai “alat penggerak pembangunan bangsa (maupun)
pencerminan yang aktif dan kreatif dari penghidupan dan kehidupan bangsa
berdasarkan demokrasi Pancasila”, maka sebenarnya tidak ada masalah bagi pers
Indonesia untuk dapat secara positif dan konstruktif menjalankan peranannya bagi
keberhasilan pembangunan nasional, karena adanya hubungan korelatif antara
pers dan pembangunan, maka keberhasilan pembangunan sepenuhnya turut
memberikan garansi bagi keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan pers dan
wartawan itu sendiri.( Tjuk Atmadi, 1986:314)
Agar pers dapat berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal
28 Undang-Undang Dasar 1945amandemenke – 4, maka perlu dibentuk Undang-
Undang tentang Pers.Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers
adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur perwujudan
kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.( Sentosa Sembiring,
2005:196). Dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 3 ayat
(1)dan ayat (2) dinyatakan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Disamping fungsi-fungsi
tersebut pada ayat (1) pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi
(Ermanto, 2005:40).

B. Pengertian Wartawan dan Peranannya dalam Pembangunan


Jurnalistik sebagai salah satu bagian dari ilmu komunikasi massa (ilmu
publistik) dalam bidang prakteknya, mempunyai arti penting dalam usaha
melancarkan sistem komunikasi antar manusia di dunia ini. Karena adanya
kemampuan jurnalistik itulah, maka setiap hari kita bisa membaca berita,
reportase, feature, dan lain-lain, yang menyangkut berbagai peristiwa yang terjadi
di dalam maupun di luar negeri, semua sudah tersaji sedemikian rupa di dalam
halaman-halaman surat kabar dan majalah.( Ach. Basuni. 2003: 9)
Menurut Prof.Dr. Astrid S. Susanto dalam Ach Basuni, pengertian
komunikasi adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti
antar individu. Sedangkan pengertian jurnalistik adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mempelajari bagaimana cara atau teknik mencari bahan berita hingga
menyusunnya menjadi berita atau laporan yang menarik di dalam media massa
cetak maupun elektronik. Pengertian wartawan dirumuskan dalam Undang-
Undang Pers yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (4) yang
berbunyi :

“Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.(


Sentosa Sembiring, 2005186)

Menurut Jakob Oetama, bahwa pengertian wartawan adalah jenis pekerjaan


yang tidak saja berhubungan dengan perusahaan tempat dia (wartawan) bekerja,
tetapi juga dan terutama berhubungan dengan suatu publik pembaca. (Jacob
Oetama. 2001: 3) Jurnalistik itu merupakan suatu profesi yang mulia.Para ahli-
ahli sosiologi mengemukakan pendapatnya bahwa suatu profesi umumnya
dikenali sebagai suatu pekerjaan yang berurusan dengan cara yang sangat etik
denganhal-hal yang istimewa penting bagi seorang langganan atau bagi suatu
komunitas. H. Rosihan Anwar, 1977:4) Seorang yang profesional adalah
mendahulukan kepentingan umum di atas memikirkan kepentingan diri sendiri.
Unsur-unsur utama yang mewujudkan suatu profesi, menurut ahli sosiologi ada
empat (4) macam atribut profesional yaitu:
1. Otonomi dan dalam hal ini dimaksudkan kebebasan melaksanakan
pertimbangan sendiri dan perkembangan suatu organisasi yang dapat
mengatur diri sendiri,
2. Komitmen yaitu menitik-beratkan pada pelayanan dan bukan pada
keuntungan ekonomi pribadi,
3. Keahlian yaitu menjalankan suatu jasa yang unik dan essensial, titik-berat
pada teknik intelektual, periode panjang dari pada latihan khusus supaya
memperoleh pengetahuan yang sistematik berdasarkan penelitian,
4. Tanggung jawab yaitu kemampuan memenuhi kewajiban-kewajiban atau
bertindak tanpa kewibawaan atau penuntunan dari atasan, penciptaan serta
penerapan suatu kode etik.
Dalam bahasa Belanda “Jurnalistiek is een Vrij baantje” yang artinya
kewartawanan itu suatu pekerjaan (profesi) yang besar. (H. Rosihan
Anwar,1977:5). Wartawan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang
jurnalistik memerlukan etika profesi dalam setiap pekerjaannya.Maksudnya
adalah wartawan menulis untuk orang lain, untuk khalayak pembaca, untuk
masyarakat sekaligus wartawan menulis untuk diri sendiri. Dalam arti, tulisan
ialah juga ekspresi diri wartawan. Wartawan mempertaruhkan diri lewat
tulisannya, standar yang diterapkan dalam proses penulisannya bukan hanya
menyangkut orang lain tetapi juga sekaligus dirinya (standar diri sang
wartawan).(Jacob Oetama, 2001:80)
Wartawan memiliki etika profesinya sendiri, yaitu kode etik jurnalistik,
secara sederhana kode etik jurnalistik ini mengisyaratkan tanggung jawab yang
besar dikalangan wartawan, artinya wartawan yang bertanggung jawab adalah
wartawan yang menggunakan kebebasan menyajikan berita untuk kepentingan
masyarakat luas, tidak untuk kepentingan diri sendiri. Karena itu, cara yang
dianggap konstruktif menggunakan kebebasan menyajikan berita adalah
penggunaan kebebasan secara etis.(Ana Nadhya Abrar, 1995:26) Kemerdekaan
persmerupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi, untuk mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan
Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta
keberagamanmasyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta
terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi
yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan
profesionalitas wartawan. Atas dasar itu wartawan Indonesia menetapkan kode
etik :

1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh


informasi yang benar,
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etik untuk memperoleh dan
menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber
informasi,
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti
kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat,
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,
fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan
susila,
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan
profesi,
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan,
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melayani Hak Jawab (Jacob Oetama, 2001:81).

C. Hakikat Perlindungan Hukum


Pengertian perlindungan hukum bagi rakyat berkaitan dengan rumusan yang
dalam kepustakaan berbahasa belanda berbunyi “rechtsbesceherming van de
burgers tegen de over heid” dan dalam keputusan berbahasa inggris “legal
protection of the individual in relation to acts of administrative authorities”.
Philipus Hadjon (1987 : 1-3) membedakan dua macam perlindungan hukum
bagi rakyat, yaitu: perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum
yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan
kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum
suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dengan demikian,
perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan
untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar
artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak
karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong
untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada
diskresi. dengan pengertian yang demikian, penaganan perlindungan hukum bagi,
rakyat oleh peradilan umum di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum
yang represif; demikian juga halnya dengan peradilan administrasi Negara
andaikata satu-satunya fungsi peradilan administrasi Negara adalah
fungsi”peradilan” (justitiele functie-judical function).
Dalam ilmu Hukum terdapat beberapa pengertian dari hukum yang
dijadikan bahan rujukan yang konkret terhadap pengertian perlindungan hukum
bagi wartawan, meliputi definisi hukum, sifat dan tujuan hukum pada umumnya.
Menurut J.C.T. Simorangkir, SH Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-
peraturan tadi mengakibatkan timbulnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
(C.S.T. Kansil, 1986: 36)
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun1999, bahwa : “Dalam
melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”. Yang
dimaksud dengan “Perlindungan Hukum”adalah jaminan perlindungan dari
pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

D. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Wartawan Dalam Menjalankan Profesinya


Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat
perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang
tersedia.sebagaimana yang dimuat dalam pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun
1999 tentang pers. Perlindungan hukum yang dimaksud disini tak lain adalah
jaminan perlindungan dari pemerintah dan atau masyarakat yang diberikan kepada
wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun1999, secara eksplisit hanya
dinyatakan dua organisasi pers. Pada pasal 1 ayat 5 berbunyi : Organisasi pers
adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam pasal 1 ayat 2
dijelaskan bahwa perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik,
dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Empat organisasi
pers yang sampai sekarang masih menyelenggarakan pers adalah :

1. Organisasi wartawan seperti : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),


2. Organisasi perusahaan pers seperti : Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS),
3. Organisasi grafika pers seperti : Serikat Grafika Pers (SGP),
4. Organisasi media periklanan seperti : Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (PPPI).Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi
wartawan Indonesia yang tertua, didirikan tanggal 9 Februari 1946 di Kota
Solo, Jawa Tengah dalam kongres pertamanya tanggal 9 – 10 Februari
1946,sesuaidengan Keputusan Presiden No. 5tahun 1985 ditetapkan hari
jadi Persatuan Wartawan Indonesiatanggal 9 Februari 1946 sebagai Hari
Pers Nasional.
Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan
dibayangi oleh kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan
sering mendapat ancaman serta kekerasan fisik yang dialami oleh wartawan, yang
dilakukan oleh masyarakat dan warga yang merasa dirugikan akibat pemberitaan
yang ditulis oleh wartawan tersebut sehingga melakukan perhitungan diluar
hukum (main hakim).oleh sebab itu undang-undang nomor 40 tahun 1999 ini
dibuat yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Dalam pasal 1 angka 11
dan angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 bahwa adanya hak jawab
dan hak koreksi yang dapat dijadikan langkah bagi masyarakat atau warga yang
dirugikan oleh pemberitaan dengan menggunakan hak jawab dan hak koreksi
yakni hak untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan atas suatu informasi,
data, fakta, opini atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh
wartawan.maka dari itu dalam memberitakan peristiwa dan opini harus
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta praduga
tak bersalah, dan melayani hak jawab dan hak tolak sebagaimana yang terdapat
didalam pasal 5 ayat (1),(2),(3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) adalah merupakan wadah dari
lembaga organisasi bagi wartawan –wartawan yang ada.sebenarnya ada 4
organisasi wartawan yang ada, namun karena PWI (Persatuan Wartawan
Indonesia) lebih eksis dan banyak dikenal oleh masyarakat. Pemberian
perlindungan hukum bagi wartawan adalah salah satu wujud dari hak asasi
manusia untuk mendapatkan perlindungan hukum. Peran PWI selain memberikan
bantuan hukum kepada anggotanya dalam menjalankan profesi kewartawanannya,
juga membantu perselisihan dengan manajemen media massa dimana tempatnya
bekerja. Adapun tugas, wewenang dan tanggung jawab dari Ketua Tim Pembelaan
Wartawan yakni diantaranya :
1. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus delik
pers, baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap persidangan di tingkat
pengadilan negeri sampai dengan kasasi dan grasi,
2. Mewakili PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam menyelesaikan
perselisihan antara wartawan dengan manajemen media tempatnya bekerja,
termasuk pemberian bantuan hukum,
3. Mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan yang menghambat
tugas-tugas jurnalistik,
4. Membentuk kelompok kerja bantuan hukum yang bersifat permanen atau
sementara dan mengusulkan pengangkatannya kepada ketua umum,
5. Melaksanakan hal-hal lain yang dilimpahkankan oleh ketua umum kepadanya.
Dari hal diatas menunjukkan bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999bahwa kemerdekaan pers yakni sebagai wujud kedaulatan
rakyatyang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum
(Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999). Dalam hal ini wartawan yang
menjalankan profesinya perlu mendapat perlindungan dari pemerintah dan atau
masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan
peranannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yakni
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, jadi wujud pelaksanaan perlindungan
hukum bagi wartawan oleh Perusahaan Media Cetak adalah dengan adanya
pemberian bantuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi wartawan yang
terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar
pengadilan. Namun selain memberikan perlindungan hukum bagi wartawannya,
ada sanksi terhadap wartawan yang memuatberita tidak sesuai serta dianggap
melanggar kode etik jurnalistik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Media massa cetak merupakan salah satu sarana dalam memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum,
dengan menyamaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Untuk itu
peran wartawan sangat penting sekali dalam memenuhi hak masyarakat
tersebut dan pada saat menjalankan pekerjaan atau profesinya tadi
tentunya harus mendapatkan perlindungan hukum, sebagaimana tertuang
dalam pasal 8 undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dimana
para wartawan sangat membutuhkan sekali perlindungan hukum dari
tempatnya bekerja agar pada saat bertugas tidak dikejar-kejar maupun
dibayangi rasa takut terhadap ancaman, teror, maupun kekerasan.
Bentuk dari upaya perlindungan hukum yang diberikan perusahaan
media massa cetak kepada wartawannya adalah dengan adanya pemberian
batuan hukum yakni pengacara untuk mendampingi wartawan yang
terkena kasus baik itu mendampingi pada saat di dalam pengadilan
maupun di luar pengadilan. Namun selain memberikan perlindungan
hukum bagi wartawan, ada sanksi terhadap wartawan yang memuat berita
yang tidak sesuai serta dianggap melanggar kode etik jurnalistik.
Daftar Pustaka

Arpan, G. Floyd,Wartawan Pembina Masyarakat, Bandung, Penerbit Bina Cipta. 1970.

Atmadi, Tjuk, Persuratkabaran Indonesia Dalam Era Informasi, Jakarta, Penerbit Sinar
Harapan, 1986.

Adji, Oemar Seno, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, Jakarta, Penerbit Erlangga,
1990.

Abrar, Ana Nadhya, Mengurangi Permasalahan Jurnalisme, Jakarta, Penerbit Pustaka


Sinar Harapan, 1995.

Anwar, Rosihan .H, Profil Wartawan Indonesia, Jakarta, Penerbit Deppen RI, 1977.

Ahadian, Ridwan Indra H.M, Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Jakarta, Penerbit CV. Haji Masagung, 1991.

Basuni, Ach. Dasar-Dasar Jurnalistik, Surabaya, Penerbit Kartika, 2003.

Ermanto, Wawasan Jurnalistik Praktis (Peluang Dan Tantangan Wartawan Kreatif),


Yogyakarta, PenerbitCinta Pena, 2005.

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Penerbit Balai
Pustaka, 1986.
Kansil, C.S.T. dan Kansil, S.T. Christine, Pokok–Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta,
Penerbit Pradnya Paramita, 2003.

Kusumayudha, Oka, Pemasyarakatan Pers Nasional Sebagai Pers Pancasila, Jakarta,


Penerbit Departemen Penerangan RI, 1987.

Romli, M. Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung, Penerbit PT.
Remaja Rosdakarya, 2005.

Oetama, Jacob, Pers Indonesia (Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus), Jakarta,
Penerbit Buku Kompas, 2001.

Sumaryono, E, Etika Profesi Hukum (Norma-Norma Bagi Penegak Hukum), Yogyakarta,


Penerbit Kanisius, 1995.

Sembiring, Sentosa, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia


TentangPenyiaran dan Pers, Bandung, Penerbit Nuansa Aulia, 2005.

Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi Notaris (Dalam Penegakan Hukum Pidana),


Yogyakarta, Penerbit Bigraf Publishing, 1995.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika,
1991.

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke–4 Tahun 2002. Sebagai Landasan


Konstitusional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun1999 Tentang Pers.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) atau Kode Etik Jurnalistik.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Penerbit Balai Pustaka, Tahun 1995.

Anda mungkin juga menyukai