Anda di halaman 1dari 10

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK PADA RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH HAJI KOTA MAKASSAR

Evaluation the Implementation of Non-Smoking Areas Policy in Local Hospital Haji


Makassar City

Andi Nurnaningsih, Alimin Maidin, Nur Arifah


Departemen Manajemen Rumah Sakit FKM Universitas Hasanuddin
(andinurnaningsihandi@gmail.com, nur.arifah@gmail.com. 081294071622)

ABSTRAK
Implementasi merupakan sebuah tindak lanjut yang dilakukan terhadap peraturan,
kebijakan atau suatu kesepakatan bersama untuk mendukung pencapaian tujuan. Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) adalah salah satu upaya pemerintah dalam melindungi orang yang tidak merokok dari
paparan asap rokok. KTR merupakan tempat di mana orang-orang tidak di izinkan untuk merokok di
tempat tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi atau pelaksanaan kebijakan
KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar.Jenis penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Informan dipilih menggunakan teknik
snowball sampling dan diperoleh informan dari Kabag Yanmas, Kepala K3, Staf PPI, Satpam dan
Pengunjung Rumah Sakit. Pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan observasi.
Keabsahan data dilakukan triangulasi data dan Analisis data menggunakan content analysis. Hasil
penelitian ini menunujukkan bahwa informan mengetahui tentang KTR dan wajib di terapkan di
Rumah Sakit. Akan tetapi tidak maksimalnya sosialisasi dan komunikasi dari pemerintah kota
Makassar terkait peraturan daerah kota Makassar tentang KTR, sehingga informan tidak
mengetahui isi dari peraturan daerah tersebut. Dari segi sumber daya yang dimiliki rumah sakit
sudah cukup mendukung adanya KTR namun masih perlu ditingkatkan dari segi pengawasan
karena tidak terdapat tim satgas kawasan tanpa rokok di RSUD Haji Kota Makassar.
Kata Kunci : Implementasi, aturan, KTR

ABSTRACT
Implementation is a follow-up carried out on regulations, policies or a collective
agreement to support the achievement of goals. The Non-Smoking Area (KTR) is one of the
government's efforts to protect non-smokers from exposure to secondhand smoke. KTR is a place
where people are not allowed to smoke in certain places. This study aims to determine the
implementation or implementation of the KTR policy at the Hajj General Hospital of Makassar
City. The type of research used is qualitative research with phenomenology design. Informants
were selected using snowball sampling technique and obtained informants from Kabag Yanmas,
Head of K3, PPI Staff, Security Guard and Visitor Hospital. Data collection is in-depth interview
and observation. Data validity is done by data triangulation and data analysis using content
analysis. The results of this study showed that informants know about KTR and must be applied in
the hospital. But not maximally socialization and communication from city government of
Makassar related to regulation of city of Makassar about KTR, so informant do not know contents
of regulation of area. In terms of resources owned by the hospital is enough to support the
presence of KTR but still needs to be improved in terms of supervision because there is no team
task force area without smoking in hospitals Haji Makassar City.
Keywords:Implementation, regulation, Non-Smoking Areas

1
PENDAHULUAN
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan sebuah kebijakan yang membutuhkan
pengimplementasian dari setiap pemangku kebijakan agar tujuannya dapat terwujud. Kesehatan
merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Pembangunan nasional merupakan usaha meningkatkan kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan. Pengendalian asap rokok dari para
perokok merupakan solusi dalam menjaga kesehatan perokok aktif, maupun perokok pasif agar dapat
menghirup udara bersih yang bebas dari paparan asap rokok dengan melakukan penerapan KTR. 1
Ditinjau dari aspek kesehatan tidak kurang dari 70 ribu artikel ilmiah yang menyebutkan bahwa
merokok membahayakan kesehatan, baik perokok aktif maupun perokok pasif. Kebiasaan merokok
kini merupakan penyebab kematian 10 persen penduduk dunia. Artinya, satu dari sepuluh penghuni
bumi kita meninggal akibat asap rokok.2 Diperkirakan hingga menjelang 2030 kematian akibat
merokok akan mencapai 10 juta per-tahunnya dan di negara-negara berkembang diperkirakan tidak
kurang sekitar 70% kematian yang disebabkan oleh rokok..3

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Riskesdas (2010) jumlah kematian terkait rokok
diperkirakansebanyak 190.260 kasus. Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan tahun 2010, di
Indonesia tercatat perokok aktif sebesar 34,7%. Artinya, sepertiga orang Indonesia adalah perokok
aktif yang mengkhawatirkan prevalensi merokok penduduk dewasa yang berusia antara 15 hingga 19
tahun makin meningkat tajam. Pada 1995 perokok remaja masih sekitar 7,1%, namun pada 2007
angkanya melonjak lebih dua kali lipat menjadi 18,8%. Peningkatan prevalensi perokok ini tidak
mengherankan, karena Indonesia adalah salah satu negara yang paling di incar industri rokok. 4 Bahaya
merokok telah menjadi perhatian khusus di Indonesia terbukti dengan dikeluarkannya peraturan-
peraturan tentang rokok, misalnya ketentuan kawasan tanpa rokok, pembatasan penjualan rokok,
pembatasan promosi dan iklan rokok, pembatasan kandungan nikotin dan tar dalam rokok dengan
maksud memberikan perlindungan kesehatan pada masyarakat terhadap bahaya merokok. 5

Dilihat dari banyaknya penyakit yang ditimbulkan oleh rokok dan untuk memberikan
perlindungan kesehatan masyarakat terhadap perokok dan bukan perokok, maka pemerintah daerah
(Pemda) kota Makassar mengeluarkan peraturan mengenai KTR dimana terdapat kawasan-kawasan
tertentu yang bebas dari asap rokok (Peraturan Walikota Makassar No. 13 tahun 2011). Kawasan tanpa
asap rokok ini merupakan amanah dari undang-undang RI no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan di
atur melalui Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan
Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 dan No. 7 tahun 2011). Penetapan KTR
merupakan salah satu solusi untuk menjamin udara bersih dan sehat tanpa adanya paparan asap rokok. 1

2
pada tahun 2004 melaporkan penurunan signifikan pada admisi rumah sakit karena infark miokard di
Montana, Amerika setelah pemberlakuan pelarangan merokok di tempat-tempat umum.6

Tahun 2011, di Indonesia tercatat sudah ada 21 provinsi dan 50 kabupaten/kota diwilayah
kerjanya yang memiliki peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan dampak merokok
bagi kesehatan. Sedangkan ditahun 2012, daerah yang memiliki atau melaksanakan aturan KTR
meningkat menjadi 10 provinsi dan 226 kabupaten/kota se-Indonesia.7 Salah satu area yang dinyatakan
dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan dan mempromosikan rokok adalah area
rumah sakit.Fungsi rumah sakit adalah mengobati orang-orang yang sakit.Tidak dipungkiri, dengan
banyaknya pengunjung yang datang, masih ada saja orang-orang yang dengan santainya merokok di
area rumah sakit meskipun sudah ada tanda peringatan dilarang merokok, termasuk RSUD Kota Haji
Makassar.
Namun jelas terlihat dari hasil observasi di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar
bahwa penegasan dalam bentuk sanksi bagi para pelanggar kebijakan belum sampai kepada sanksi
yang tegas dan belum adanya sanksi tertulis. Dari pembahasan di atas, maka perlu adanya evaluasi
implementasi KTR di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Kota Makassar untuk mengetahui sejauh apa
pelaksanaan KTR telah di laksanakan serta untuk mengetahui seberapa besar dukungan agar dapat
memperkuat pelaksanaan KTR agar dapat dijadikan sebagai suatu program.

BAHAN DAN METODE

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif
dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di RSUD Haji Kota Makassar pada bulan
Mei-Juni 2018. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Pelayanan Masyarakat selaku informan
yang diberi wewenang untuk mewakili Direktur selaku informan kunci. Dalam penelitian ini informan
dipilih menggunakan teknik snowball sampling. Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni
melalui wawancara mendalam kepada informan yang telah ditentukan dan observasi. Data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan catatan lapangan dikumpulkan kemudian dianalisis dengan metode
content analysis kemudian disajikan dalam bentuk narasi.

HASIL

Hasil penelitian menunjukan sebanyak 9 informan yaitu bagian pelayanan masyarakat yaitu
kepala yanmas, kapala humas dan pemasaran, kepala penelitian dan pengembangan. Dan 4 pegawai
antara lain orang yaitu kepala K3, staf PPI, staf Humas dan Satpam. Dan 2 orang pengunjung rumah
sakit dengan usia terendah adalah 26 tahun dan tertinggi adalah 54 tahun Penelitian ini menggunakan
teori George C Edward tentang implementasi kebijakan publik untuk mengevaluasi Implementasi KTR
pada Rumah Sakit Daerah Haji Kota Makassar. Teori ini menyatakan bahwa terdapat 4 faktor yang

3
harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan yaitu Komunikasi, Sikap, Sumber Daya, dan
Struktur Birokrasi.

Komunikasi terkait dengan bentuk komunikasi pemerintah kota dengan pihak rumah sakit,
sebagian besar informan menjawab belum ada secara langsung pemberian informasi atau sosialisasi
dari Pemerintah Kota Makassar tentang adanya perda Kota Makassar diperoleh yaitu:

“Secara langsung belum ada pemerintah datang ke rumah sakit Haji untuk memberikan
sosialisasi”
(Informan 1, 41 tahun)

Berdasarakan hasil wawancara Informan semua pernah mendengar dan membaca terkait
informasi tentang adanya perda KTR di kota Makassar melalui media.
“Iya saya pernah mendengar dan membaca tentang Perda

(Informan 3, 44 tahun)

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan sebagian besar menyatakan
bahwa belum ada penyeruan secara langsung atau resmi yang dilakukan oleh pemerintah kota.

“Kalau pemerintah kota belum ada secara langsung ke rumah sakit, kalau sosialisasi kita
diundang untuk ikut sosialisasi tentang Perda”

(Informan 7, 46 tahun)

Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki rumah sakit, Berdasarkan wawancara
mendalam sebagian besar informan mengungkapkan bahwa SDM yang tersedia saat ini sudah
cukup, cukup melibatkan pegawai atau SDM yang ada untuk mengawasi. Berikut pernyataan
beberapa responden:
“Sudah cukup untuk mengawasai KTR, kalau kami melihat ada karyawan yang merokok pasti
ditegur”
(Informan 1, 41 tahun)

Kesiapan Sumber Daya lainnya Berdasarkan wawancara mendalam, Sebagian besar informan
menganggap bahwa sudah cukup Sumber Daya yang ada di rumah sakit seperti papan wicara yang
sudah ada, stiker-stiker himbauan ktr juga sudah ada di setiap ruangan.
“Sumber Daya memadahi, Spanduk dan stiker-siker yang ditempel juga sudah ada”
(Informan 2, 43 tahun)

Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan informan mengatakan tidak pernah


mendapatkan bantuan biaya atau dana dari pemerintah, dan sebagian besar menggunakan dana
operasional rumah sakit.

4
“Hanya memakai dana operasioal rumah sakit saja tidak ada bantuan dari pihak manapun.”
(Informan 1, 41 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap sikap informan terkait dengan adanya
perda kota Makassar No.4 tahun 2013 tentang KTR, semua informan mengatakan bahwa hadirnya
perda KTR.

“Tentunya sangat bagus, karena biasanya kalau perokok sudah liat ada aturan dilarang merokok
otomatis perokok menjadi tidak merokok karena takut ditegur, apa lagi Perda sudah jelas
sanksinya”
(Informan 1, 41 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap sikap informan terhadap dukungan


pelaksanaan kawasan tanpa rokok di rumah sakit, semua informan sangat mendukung pelaksanaan
KTR di rumah sakit.

“Sangat mendukung dengan adanya KTR di rumah sakit, karena di rumah sakit itu tempatnya
orang sakit jadi saya mendukung sekali”
(Informan 2, 43 tahun)

Berdasarkan wawancara mendalam sebagian besar informan mengungkapkan bahwa sudah


sepantasnya tidak boleh ada iklan apalagi penjualan rokok di lingkungan rumah sakit.
“Tidak ada iklan rokok yang tertempel di dalam rumah sakit karena memang tidak boleh,
penjualan rokok juga tidak ada disini karena dilarang”
(Informan 7, 46 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam semua informan dari kalangan pelayanan masyarakat
mengatakan bahwa tidak perlu ada struktur birokrasi khusus cukup kita tugaskan saja beberapa
pegawai apakah satpam,
“seharusnya memang ada tim khusus terkait dengan kawasan tanpa rokok di rumah sakit ini.”
(Informan 4, 54 tahun)

PEMBAHASAN

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang diiakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat. Salah satu cara untuk
pengendalian tembakau adalah dengan menerapkan kawasan tanpa rokok. Ini dianjurkan agar dapat
menjaga para perokok aktif maupun pasif, sehingga para perokok pasif merasa nyaman dengan
lingkungan yang segar bebas dari asap rokok.8
Komunikasi, sumber daya, fasilitas, anggaran, sikap dan struktur birokrasi menjelaskan bahwa
variabel tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan dari penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) di

5
rumah sakit.Komunikasi merupakan suatu penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain untuk
mempengaruhi perilaku dan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi
adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan, informasi dari seseorang ke orang lain. 9
Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan
jelas.10
Di negara-negara di mana rokok banyak dihisap, hampir separuh kematian akibat penyakit
jantung koroner penyakit sebelum usia 65, 85-90% kematian akibat kanker paru-paru, hampir 80%
obstruktif kronik penyakit paru-paru hasil dari merokok rokok. Rokok, dengan nikotin di dalamnya,
suatu zat yang dapat menyebabkan kecanduan dalam waktu singkat, adalah barang berbahaya yang
dapat membawa beban ekonomi mereka yang merokok, mempengaruhi organisme secara negatif
dengan zat berbahaya yang dikandungnya, dan menyebabkan membahayakan kesehatan mereka yang
merokok. Karena kemudahan yang diperolehnya di setiap bagiandunia, jumlah perokok dan tingkat
merokok meningkat dari hari ke hari. Kenaikan ini lebih cepat terutama di kalangan anak muda di
negara berkembang.11

Fasilitas Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu dari tujuh tempat yang menjadi prioritas
Kawasan Tanpa Rokok, seperti pada RSUD Haji Kota Makassar yang telah mendukung Perda
Kawasan Tanpa Rokok. Dengan adanya Perda KTR di Fasilitas Pelayanan Kesehatan khususnya pada
RSUD Haji kota makassar dapat mendukung pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok secara efektif. Salah
satu upaya kesehatan yang dilakukan rumah sakit adalah melindungi dan menjamin hak setiap orang
dilingkungan rumah sakit untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok. Bentuk upaya
yang dilakukan yaitu menerapkan KTR berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar No. 4 Tahun
2013.

Strategi yang diterapkan dalam implementasi juga akan menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan seperti dilakukannya sosialisasi untuk meningkatkan kualitas aktor implementasi khususnya
pihak rumah sakit, sosialisasi yang dimaksud adalah menjelaskan mengenai tugas yang harus
dilakukan oleh pimpinan rumah sakit dalam mejalankan tugas. Dengan adanya strategi tersebut maka
diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan kebijakan Perda KTR sesuai dengan tujuan yang
direncanakan.

Menurut Edward, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa
mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka harus lakukan. Setiap
keputusan dari suatu kebijakan harus diteruskan kepada personil yang akan menjalankan kebijakan
tersebut. Tentunya komunikasi sangat berperan penting dalam mencegah terjadinya berbagai macam
interpretasi terhadap setiap kebijakan yang telah dikeluarkan, agar mampu meminimalisir dampak
yang mungkin timbul akibat tidak terjalinya komunikasi dengan baik antara pemberi pesan dengan
penerima pesan.12

6
Berdasarkan hasil penelitian ini terkait komunikasi yang terjalin antara pemerintah kota
Makassar dengan pihak rumah sakit dalam implementasi peraturan daerah kota Makassar No. 4 tahun
2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di RSUD Haji Kota Makassar menunjukkan tidak berjalan
dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada
informan yang hasilnya sebagian besar informan mengatakan bahwa tidak pernah menerima sosialisasi
secara langsung dari pemerintah kota Makassar terkait adanya Perda Kawasan Tanpa Rokok tersebut.
Informan juga mengungkapkan bahwa selama ini belum ada penyeruan dari pemerintah kota Makassar
dalam bentuk surat secara resmi untuk implementasi Perda Kawasan Tanpa Rokok RSUD Haji Kota
Makassar. Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnnya Zulaeha (2015) menjelaskan bahwa
berdasarkan hubungan implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dengan beberapa dimensi
variabel komunikasi menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan KTR disebabkan oleh
adanya pelaksanaan sosialisasi kebijakan KTR. Sosialisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu,
verbal dengan memberikan informasi kepada masyarakat atau pimpinan dari setiap institusi secara
langsung dengan melakukan sosialisasi dan nonverbal yaitu, dengan menggunakan media seperti di
koran, papan pengumuman, media sosial dan sebagainya. 11

Sebaik apapun konsep dan tujuan terhadap suatu kebijakan serta kemauan atau sikap untuk
menjalankannya dengan serius, akan tetapi tidak didukung oleh sumber daya yang baik, maka
implementasi dari sebuah kebijakan akan tidak berjalan maksimal. Sumber daya mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menyukseskan suatu implementasi kebijakan. Sebab dengan ketersediaan
sumber daya yang cukup, akan memudahkan tujuan dari suatu kebijakan tercapai. Sumber daya yang
dimaksud adalah mulai dari sumber daya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-
manusia (non human resources).12 Sumber Daya Manusia adalah merupakan hal yang terpenting dalam
efektifitas implementasi suatu kebijakan. Banyak program yang gagal diimplementasikan dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki atau kurangnya skill dan pengetahuan sumber daya
manusia tersebut sehingga implementasi suatu kebijakan kurang berjalan dengan maksimal.

Hasil dari penelitian ini yang dilakukan melalui wawancara mendalam kepada informan,
tentang kesiapan sumber daya manusia yang dimiliki oleh rumah sakit adalah, sebagian besar informan
mengatakan sumber daya manusia yang dimiliki saat ini sudah siap, tidak membutuhkan tambahan
sumber daya manusia lagi, cukup menugaskan beberapa pegawai untuk menjadi pengawas dalam
mengefektifkan implementasi Kawasan Tanpa Rokok di rumah sakit, tetapi ada juga informan yang
mengatakan bahwa agar lebih efektif pengawasan KTR sebaiknya di sediakan tim SATGAS.
Berdasarkan hasil penelitian dari Fitriani Sukardi (2015), mengungkapkan bahwa sebanyak 169
responden (69,3%) pegawai merokok di Kawasan Tanpa Rokok yang telah diterapkan dan hanya 75
responden atau sekitar 30,7% saja yang merokok di luar dari Kawasan Tanpa Rokok. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan pada kantor tersebut sehingga masih banyak orang yang
tidak mematuhi aturan Kawasan Tanpa Rokok yang diberlakukan. 15 Kurangnya pengawasan berarti

7
berhubungan dengan minimnya sumber daya manusia yang dimiliki untuk menjaga implementasi
Kawasan Tanpa Rokok tersebut.14

Selain sumber daya manusia, yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan sumber daya
non manusia seperti fasilitas penunjang, aturan, dan sebagainya. Implementasi suatu kebijakan tidak
mampu berjalan dengan maksimal jika tidak di tunjang dengan fasilitas atau sumber daya lainnya yang
mendukung efektifitas pelaksanaan kebijakan tersebut. Dari wawancara yang dilakukan kepada
informan terkait ketersediaan sumber daya non manusia di rumah sakit untuk efektifitas implementasi
KTR sebagian besar informan mengungkapkan bahwa masih membutuhkan tambahan seperti, CCTV,
tambahan spanduk pelaksanaan KTR dan ada beberapa informan yang mengusulkan untuk di
sediakannya alat komunikasi berupa speaker untuk larangan merokok dirumah sakit.Selain itu salah
satu sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk efektifitas implementasi suatu kebijakan adalah
sumber daya finansial.

Salah satu yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sikap implementator dalam
melaksanakan sebuah kebijakan.Implementator yang dimaksud adalah mulai dari pucuk pimpinan
tertinggi dalam suatu unit kerja dan seluruh orang yang tergabung dalam unit kerja tersebut, semuanya
harus saling mendukung dan bersama dalam menjalankan suatu kebijakan demi kepentingan
bersama.15 Menurut Winarno (2012), jika para implementator bersikap baik dan peduli, dalam artian
mendukung suatu kebijkan tersebut maka sangat berkemungkinan mereka melaksanakan kebijakan
sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikan pula sebaliknya, jika sikap
atau perspektif para implementator berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan
suatu kebijakan semakin sulit.16 Hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada
informan untuk mengetahui sikap informan terhadap adanya peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok,
semua informan menyatakan sikap mendukung adanya Perda di rumah sakit. Selain itu peneliti juga
menggali tanggapan dari informan terkait sikap informan tehadap iklan dan penjualan rokok sebagian
besar informan mengungkapkan bahwa sudah sepantasnya tidak boleh ada iklan apalagi penjualan
rokok di lingkungan rumah sakit karena sudah menjadi sebuah aturan rumah sakit yang menerapkan
KTR, tapi ada juga informan yang memperboleh hal tersebut. Dan berdasarkan hasil observasi tidak
ada iklan rokok di lingkungan rumah sakit tetapi ada kantin yang menjual rokok.

Walaupun para implementator merasa sudah mengetahui apa dan bagaimna cara melakukannya,
memiliki keinginan untuk menjalankannya dan memiliki sumber daya yang cukup, implementasi
masih gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam
melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang,
pemborosan sumber daya berpotensi mempengaruhi individu dan secara umum akan mempengaruhi
hasil implementasi. Perubahan yang dilakukan tentunya akan mempengaruhi individu dan secara
umum akan mempengaruhi sistem dalam birokrasi.17

8
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, informan mengungkapkan belum memiliki
struktur birokrasi dalam penerapan KTR di RSUD Haji Kota Makassar, Informan berpendapat bahwa
lebih efektif jika dibentuk tim satuan pegawasan untuk kawasan tanpa rokok di rumah sakit walaupun
sekarang rumah sakit hanya menugaskan beberapa pegawai seperti satpam, Adapun yang mengatakan
bahwa kita cukup saling mengawasi saja.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi Perturan Daerah Kota Makassar No. 4 tahun

2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di RSUD Haji Kota Makassar belum berjalan dengan baik dilihat

dari factor komunikasi yang tidak berjalan dengan baik karena tidak adanya Juklak Juknis, sumber

daya manusia yang dimiliki saat ini belum cukup dan belum memadai, dan untuk sumber daya lainnya

masih butuh adanya tambahan seperti CCTV, Spanduk Larangan Merokok atau papan wicara

penyampaian informasi speaker di rumah sakit, dan darifaktor struktur birokrasi yang selama ini belum

memiliki birokrasi khusus dan belum memiliki SOP. Informan mengatakan bahwa perlu ada tim

Satgas untuk mengawasi KTR. Penelitian ini menyarankan Sebaiknya pemerintah kota Makassar

memaksimalkan komunikasi dengan pihak rumah sakit terkait implementasi peraturan daerah kota

Makassar No 4 tahun 2013 terhadap KTR di RSUD Haji Kota Makassar dengan melakukan sosialisasi

dan imbauan secara langsung untuk menerapkan KTR di lingkungan rumah sakit sebagai upaya

mewujudkan salah satu indikator kota sehat membentuk SATGAS dan sebaiknya pihak rumah sakit

menetepkan Sanksi bagi perokok yang merokok di RSUD Haji Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes. Peraturan bersama menteri kesehatan dan menteri dalam negeri RI nomor 188/ pb/i/
2011 atau permenkes nomor 7 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok, jakarta; 2011.
2 Habibi, H., Surahmawati, S., & Sompo, H. Gambaran Implementasi Peraturan Daerah Tentang
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Pada Rsud Haji Dan Rumah Sakit Stella Maris Di Kota Makassar
Tahun 2015. Al-Sihah: The Public Health Science Journal, 8(2), 161–170; 2016.
3. Tjandra dkk. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia. Department of Pulmonology &
Respiratory Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia. Jakarta; 2006.
4. MulikuTingkat iii robert wolter mongisidi manado masalah merokok saat ini telah menjadi masalah
serius berbagai negara di dunia , karena sangat berbahaya bagi kesehatan . Selain itu ada juga
masalah kebiasaan merokok di tempat umum. Program pasca sarjana universitas sam ratulangi, 3,
13–29; 2013.

9
5. Rahayu, R. N. B. Terhadap Sikap Merokok Pengaruh Metode 5as Terhadap Sikap Merokok, 56–
117; 2010
6. Prabandari, Y. S. Rokok Terhadap Perilaku Dan Status Merokok Mahasiswa. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, 12(4), 218–225; 2009.
7. InfoDATIN. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Perilaku
Merokok Masyarakat Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014
8. Siregar, E. P. Analisis Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Rsud Dr.
Pirngadi Medan; 2015.
9. Handoko TH. Managemen ; Edisi Kedua, Cetakan Ketigabelas Yokyakarta: BPFE; 2002.
10. Winarno B. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Studi Kasus. Yokyakarta: CAPS; 2012 .
11. Hodgetts, Broers, and Godwin. Smoking Behavior, Knowledge And Attitudes Among Family
Medicine Physicians and Nurses in Bosnia and Herzegovina. BMC Family Practice; 2004.

12. Tria Febriani. Pengaruh Persepsi Mahasiswa Terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan
Dukungan PenerapannyaDi Universitas Sumatera Utara; 2014.
13. Suriyanti, A. I. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Terminal Regional
Daya Kota Makassar. Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muslim
Indonesia. Makassar; 2016.
14. Retsy, A., & Wati, A. Implementation Of Metro City Regulation No 4 Year 2014 About No
Smoking Area; 2017.
15. Sukardi F. Analisis Epidemiologi Kepatuhan Karyawan dan Manajemen Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) Kota Makassar : Studi Kasus Balaikota dan Lantor DPRD; 2015.
16. Winarno, B. Kebijakan Publik dan Teori. Yokyakarta: Penerbit Media Presindo; 2002.

17. Suriyanti, A. I. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Terminal Regional
Daya Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muslim Indonesia Makassar;
2016.

10

Anda mungkin juga menyukai