Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan kecerdasan dan


produktivitas kerja. Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi
masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas
hidup dan produktivitas kerja

Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi,
mempunyai nilai yang sangat penting (tergantung dari macam-macam bahan makanannya)
untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari bagi para pekerja.
Termasuk dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu
penggantian sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara
menjaga keseimbangan cairan tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan
perkembangan yang terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang
dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya memiliki daya pikir dan daya kegiatan
fisik sehari-hari yang cukup tinggi (Adrianto Dan Ningrum, 2010).

Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan
standar kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk
yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka
menderita lapar pangan dan gizi, mereka menderita gizi kurang. Keadaan gizi seseorang
merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila
kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul
konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal
tersebut karena faktor gizi (Aziza, Dkk. 2015).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu;

1. Apa yang dimaksud gizi kerja?

2. Gizi apakah yang dibutuhkan pekerja?

3. Aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi gizi kerja?

4. Undang-undang apa saja yang mangatur gizi kerja?

5. Apa akibat kekurangan gizi pada pekerja?


C. Tujuan

1. Mengetahui tentang gizi kerja.

2. Mengetahui gizi yang dibutuhkan pekerja.

3. Mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi gizi pekerja.

4. Mengetahui undang-undang yang mengatur gizi kerja.

5. Mengetahui akibat kekurangan gizi pada pekerja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi
buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan
kebodohan dan keterbelakangan. Berbagai masalah yang timbul akibat gizi buruk antara
lain tingginya angka kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang
disebabkan jika ibu hamil menderita KEP akan berpengaruh pada gangguan fisik, mental
dan kecerdasan anak, juga meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi
yang kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang
dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Faktor penyebab gizi buruk dapat berupa
penyebab tak langsung seperti kurangnya jumlah dan kualitas makananyang dikonsumsi,
menderita penyakit infeksi, cacat bawaan, menderita penyakit kanker dan penyebab
langsung yaitu ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama
gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu, untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor.

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan (kondisi tubuh) sebagai hasil penyerapan zat-
zat gizi yang esensial dan ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat
gizi lain yang diperoleh dari pangan yang dampak fisiknya dapat diukur. Terdapat tiga
konsep pengertian status gizi.

1. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara gizi disatu pihak dan
pengeluaran organisme di lain pihak.

2. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses


pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan
untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi.

3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” yang terlihat pada
variabel tertentu. Oleh karena itu dalam mengacu tentang keadaan gizi seseorang
perlu disebutkan.

Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu
perbedaan, yaitu bahwa indikator memberikan refleksi tidak hanya status gizi tersebut tetapi
juga pengaruh non gizi, oleh karenanya indikator walaupun sensitif tetapi tidak selalu
spesifik

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas
fisik seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas
fisik yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas
fisik makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan
cadangan energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding
individu dengan status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa
semakin baik status gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya
kelelehan kerja. Penentuan status gizi meliputi:

1. Gejala klinik

2. Pemeriksaan antropometrik

3. Pemeriksaan biokimia.

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas
fisik seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas
fisik yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas
fisik makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan
cadangan energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding
individu dengan status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa
semakin baik status gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya
kelelehan kerja.

1) Faktor Ekonomi

Penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga
sehari-hari. Hendaklah dikesampingkan anggapan bahwa makanan yang memenuhi
persyaratan gizi hanya mungkin disajikan dikeluarga yang berpenghasilan tinggi,
memungkinkan keluarga yang berpenghasilan terbataspun mampu menghidangkan
makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi anggota keluarganya.

2) Faktor pengetahuan tentang gizi

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan dapat membantu
keluarga memilih makanan bergizi,murah dan dapat menjadi selera untuk semua anggota
keluarga.

3) Faktor prasangka buruk terhadap jenis makanan tertentu

Adanya orang berpikiran salah dengan menganggap bila makan sayuran banyak
mengandung vitamin dan mineral akan menurunkan harkat keluarga.

4) Faktor fadhisme

Yaitu kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu. Hal ini akan
mengakibatkan kurang bervariasinya makanan yang akhirnya tubuh tidak memperoleh
semua zat gizi yang diperlukan.

5) Faktor-faktor lingkungan kerja

Ini menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap keadaan gizi tenaga kerja yang
berlebihan maka penggunaan cadangan energipun akan bertambah besar. Dalam
penelitian ini, untuk menilai status gizi salah satu bentuk penilaiannya dengan indeks
anthropometri tubuh menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT).
Tabel 1. Kategori IMT, adalah sebagai berikut:

Status gizi Kategori IMT


Kurus Kurang berat badan yang berat <17,0
Kurang berat badan yang ringan 17,0-18,5
Normal Normal >18,5-25,0
Gemuk Lebih berat badan yang ringan >25,0-27,0

Lebih berat badan yang berat >27.0

Masalahnya hanya terletak pada kekurangan gizi, khususnya energi. Bagi orang
dewasa yang bekerja dengan energi yang melebihi dari kewajaran (membanting tulang demi
untuk memperoleh pendapatan yang lebih) umumnya ia menggunakan cadangan energi
dalam tubuhnya, akibat penggunaan tersebut dan tidak adanya penggantian energi dan
energi cadangan sehubungan dengan kurangnya pemasukan zat makanan ke dalam
tubuhnya, tentulah dari pekerja/orang dewasa yang bersangkutan tidak dapat diharapkan
adanya produktivitas kerja yang dikehendaki. Pada masa sekarang para pengusaha telah
memikirkan akan masalah yang dihadapi oleh para karyawannya. Oleh karena itu, bagi para
karyawan yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja atau menjalankan pekerjaan yang
dianggap berat, selalu disediakan jaminan makan (biasanya berupa makanan yang bergizi)
dan makanan tambahan (extra voiding). Pembatasan waktu kerja, pemberian jaminan
makan setiap hari kerja, merupakan suatu kebijaksanaan pengusaha utnuk
mempertahankan produktivitas kerja yang dikehendaki perusahaan dari para karyawannya

Gizi kerja adalah nutrisi atau zat makanan yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaannya dengan tujuan untuk meningkat
daya kerja dan kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya dengan tingkat gizi
seseorang kerja yang baik akan meningkat derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dan
akan mempengaruhi produktivitas perusahaan dan produktivitas nasional. Sedangkan gizi
kerja yang buruk akan menyebabkan:

1. Daya tahan tubuh menurun dan sering menderita sakit dengan akibat absensi yang
tinggi.

2. Daya kerja fisik turun sehingga prestasi rendah.

Dengan absensi tinggi ditambah lagi dengan prestasi kerja rendah maka akan
menyebabkan produktivitas rendah pula. Ada beberapa jenis atau unsur zat gizi yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut adalah karbohidrat, protein,
lemak, mineral, dan air. Enam unsur tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga
golongan besar, yaitu:

1. Unsur gizi pemberi energi, yaitu : karbohidrat, protein, dan lemak.

2. Unsur gizi pembangun sel-sel jaringan tubuh, yaitu : protein, mineral, dan air.

3. Unsur gizi pengatur fungsi faal tubuh, yaitu : mineral, vitamin, dan air.
Pengetahuan mengenai cara menyusun menu seimbang yang didasarkan “Empat Sehat
Lima Sempurna” sangat diperlukan karena dapat menjamin kesehatan dan gizi yang baik
(Kardjati 1985 diacu dalam Yusra 1998). Hampir semua negara yang mengikuti Kongres
Gizi Internasional menyadari perlunya disusun Nutritional Guidelines sebagai tindak lanjut
dari Kongres Gizi Internasional di Roma, Itali pada tahun 1992. Oleh karena itu, Indonesia
membuat pedoman umum gizi seimbang (PUGS) yang bertujuan untuk mencegah timbulnya
berbagai masalah gizi (Rai 1997 diacu dalam Yusra 1998).

Pada dasarnya kelahiran PUGS merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran
secara operasional dari slogan ”Empat Sehat Lima Sempurna”. Dalam PUGS terkandung 13
pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan dapat mencegah permasalahan gizi.
Adapun isi dari 13 pesan tersebut antara lain :

1. Makanlah aneka ragam makanan

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi

5. Gunakan garam beriodium

6. Makanlah makanan sumber zat besi

7. Biasakan makan pagi

8. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya

9. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur

10. Hindari minum minuman beralkohol

11. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

12. Bacalah label pada makanan yang dikemas


a. Makanlah aneka ragam makanan

Makanan yang beraneka ragam, yaitu makanan yang mengandung zat tenaga,
pembangun, dan pengatur. Makanan sumber zat tenaga antara lain : beras, jagung,
gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti, dan mie. Makanan sumber zat pembangun
merupakan makanan yang berasal dari pangan nabati dan hewani. Pangan nabati, seperti
kacang-kacangan, tempe, tahu dan pangan hewani, seperti telur, ikan, ayam, daging, susu
serta hasil olahannya, sedangkan makanan sumber zat pengatur, yaitu seluruh
sayursayuran dan buah-buahan (Depkes, 2005). Makanlah makanan yang beragam dalam
setiap kali makan sehari-hari. Setiap kali hidangan makan dianjurkan minimal terdapat satu
jenis pangan sumber zat tenaga, satu jenis pangan sumber pembangun, dan satu jenis
pangan sumber zat pengatur (Depkes 2005). Makan makanan yang beragam dapat
memelihara kesehatan karena kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur yang dibutuhkan tubuh terpenuhi. Oleh karena itu, perlu mengkonsumsi aneka
ragam jenis bahan makanan untuk mencapai konsumsi zat gizi secara lengkap dan
seimbang (Depkes 2005).

b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Energi dibutuhkan oleh seseorang untuk melakukan aktivitas. Energi didapatkan dari
makanan yang dikonsumsi. Makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi, yaitu
makanan sumber karbohidrat, protein, dan lemak (Depkes 2005). Menurut hasil analisis
estimasi energi basal metabolisme (EBM) berdasarkan berat badan Oxford Equation yang
dilakukan pada populasi ASIA, angka kecukupan energi (AKE) bagi orang dewasa
khususnya umur 19-29 tahun yang berjenis kelamin wanita adalah 1900 Kal. Sementara
angka kecukupan energi (AKE) pria pada kelompok umur 19-29 tahun adalah 2550 Kal
(Hardinsyah & Tambunan 2004). Berat badan dapat dijadikan indikator kecukupan energi
seseorang. Apabila seseorang memiliki berat badan yang normal, maka kecukupan asupan
energinya sudah terpenuhi. Asupan energi yang berlebihan akan menimbulkan dampak
kegemukan. Namun, apabila konsumsi energinya kurang, maka akan dapat menurunkan
produktivitas kerja seseorang serta dalam waktu yang lama akan menimbulkan kekurangan
gizi dan penurunan berat badan (Depkes 2005).

c. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

Karbohidrat terdiri dari karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat


sederhana, seperti gula. Konsumsi gula dibatasi sampai 5% atau sekitar 3-4 sendok makan
dari jumlah kecukupan energi per hari, sedangkan karbohidrat kompleks, yaitu padi-padian
(beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang), dan makanan lain,
seperti tepung, sagu, dan pisang (Depkes 2005). Karbohidrat kompleks sangat baik
dikonsumsi untuk tujuan pengendalian kadar glukosa darah (Whitney et al 1998 diacu dalam
Hardinsyah & Tambunan 2004). Makanan sumber energi utama yang biasa dikonsumsi
orang Indonesia adalah nasi, jagung, ubi atau sagu. Makanan sumber energi ini tidak
mengadung zat gizi yang lengkap. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengkonsumsi pangan
sumber karbohidrat hanya 50-60% dari kebutuhan energy.
d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi

Sebagian besar lemak (99%) dalam tubuh, yaitu trigliserida (Hardinsyah & Tambunan
2004). Lemak dan minyak merupakan sumber energi tertinggi dibanding bahan pangan
lainnya. Setiap 1 gram lemak menghasilkan 9 Kal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menyumbang 4 Kal (Depkes 2005). Oleh karena itu, proporsi konsumsi energi dari lemak
dan minyak yang dianjurkan adalah 20% dari total konsumsi energi dan tidak melebihi 30%
(Simopoulus et al 2000 diacu dalam Hardinsyah & Tambunan 2004). Apabila mengkonsumsi
lemak dalam jumlah yang berlebihan maka akan mengakibatkan kebutuhan zat gizi lain
tidak terpenuhi. Komposisi konsumsi lemak yang dianjurkan, yaitu 2:1 antara makanan
sumber lemak nabati dan makanan sumber lemak lemak nabati (Depkes 2005). Lemak dan
minyak yang terdapat dalam makanan selain befungsi untuk meningkatkan jumlah energi
juga dapat membantu penyerapan vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta
menambah cita rasa makanan. Lemak terdiri dari tiga kelompok, mulai dari yang paling
mudah dicerna hingga sulit dicerna, yaitu lemak yang mengandung asam lemat tak jenuh
ganda, lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh tunggal, dan lemak yang
mengandung asam lemak jenuh (Depkes 2005). Jenis lemak atau minyak yang banyak
mengandung lemak jenuh, yaitu lemak/gajih, minyak kelapa, mentega, minyak inti sawit, dan
coklat

e. Gunakan garam beriodium

Iodium berfungsi dalam produksi hormon tiroid. Hormon ini sangat dibutuhkan dalam
perkembangan dan pertumbuhan saraf otot pusat, pertumbuhan tulang, perkembangan
fungsi otak dan sebagian besar metabolisme sel tubuh, pengaturan suhu tubuh, sintesa
protein, reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan neuromuskular. Kekurangan iodium
akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan otak pada anak,
tekanan darah rendah, dan gondok. Kecukupan iodium menurut FAO/WHO (2001) untuk
kelompok umur diatas 12 tahun, pria dan wanita adalah 150 µg/. Anjuran pemenuhan
kebutuhan garam iodium, yaitu tidak boleh lebih dari 6 gram per hari atau satu sendok teh
setiap hari. Hal tersebut dikarenakan di dalam garam beriodium mengandung natrium.
Apabila konsumsi garam berlebihan, maka akan dapat memicu timbulnya penyakit, seperti
tekanan darah tinggi, stroke, dan lainnya (Depkes 2005). Pangan sumber iodium adalah
ikan dan kerang yang mengandung iodium tinggi, dan pangan nabati tinggi iodium, seperti
rumput laut. Menurut Kodyat (1998) diacu dalam Emilia (1998) penambahan garam pada
makanan sebaiknya dilakukan setelah makanan dimasak karena kandungan iodium mudah
rusak atau hilang saat makanan dimasak.

f. Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi merupakan salah satu unsur yang berfungsi dalam pembentukan sel darah
merah. Zat besi terdapat dalam makanan. Oleh karena itu, zat besi dapat diperoleh dari
makanan sehari-hari Apabila konsumsi pangan sumber zat besi rendah, maka dalam jangka
waktu yang lama akan menimbulkan penyakit anemia gizi atau penyakit kurang darah.
Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh, kemampuan kognitif, dan lainnya.

Dengan status gizi yang rendah akan sulit untuk hidup secara sehat, aktif, dan
produktif yang secara berkelanjutan, dan akan menjadi penyakit turunan. Manusia untuk
kehidupannya membutuhkan energi, hal ini demi berlangsungnya proses-proses dalam
tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran/sirkulasi darah, denyut jantung,
pernapasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya untuk melakukan
berbagai kegiatan atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh manusia dapat
dihasilkan dari pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar manusia
selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke
dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan-
pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang
diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi. Dan orang tidak dapat bekerja dengan
energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau
menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat
mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kurang gizi khususnya energi

Remaja adalah kelompok yang rentan terhadap perubahan-perubahan yang ada di


lingkungan sekitarnya, khususnya masalah konsumsi makanan. Masalah yang terkait
dengan konsumsi makanan yaitu kebiasaan remaja yang sangat beragam terhadap
makanan yang dikonsumsi, seperti acuh, terhadap pemilihan makanan yang dikonsumsinya
padahal tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, makan berlebih, mengikuti trend dengan
makanan cepat saji tanpa memperhatikan kecukupan gizi yang mereka butuhkan, lupa
waktu makan karena padatnya aktivitas dan sebagainya.

Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam


pemilihan makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang
bersangkutan. Penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara pengetahuan gizi
seimbang dengan status gizi remaja pada Madrasah Tsanawiyah ditemukan bahwa yang
mempunyai pengetahuan gizi baik 54,2% dan status gizi baik 57,3%.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat


yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang
mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya
pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut
atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu
waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak
langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat
menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat
timbul akibat pekerjaanya. Tujuan kesehatan kerja adalah:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua


lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun
kesehatan sosial.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan


oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya


yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai


dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara lain: metode
bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan,
penyakit ataupun perubahan dari kesehatan seseorang. Pada hakekatnya ilmu kesehatan
kerja mempelajari dinamika, akibat dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan
interaktif tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:

1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.

2. Beban kerja: fisik maupun mental.

3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:bising, panas, debu,
parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal.
Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktifitas kerja.

Penyusunan pesan-pesan dalam pedoman gizi seimbang adalah salah satu bentuk strategi
pendidikan gizi. Pesan-pesan dalam pedoman gizi seimbang tersebut tertuang dalam 13
Pesan Dasar Gizi Seimbang, yaitu:

1) Makanlah aneka ragam makanan.

2) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

3) Makanlah sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

4) Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi. 5)
Gunakan garam beriodium

6) Makanlah makanan sumber zat besi.

7) Berikan air susu ibu ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan.

8) Biasakan makan pagi

9) Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.

10) Lakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur.

11) Hindari minum minuman beralkohol.

12) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

13) Bacalah label pada makanan yang dikemas.


BAB III

PEMBAHASAN

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya manusia. Gizi
buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian tetapi juga
menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan
kebodohan dan keterbelakangan. Dalam studi literatur yang dilakukan bahwa gizi pekerja
diatur dalam perundang-undangan, dimana bagi pelanggar akan di berisangksi yang sesuai
dengan yang dilakukan. Adapun undang-undang yang mengatur yaitu:

1. UU No.1 th 51 dan UU No.12 th 1948, tentang kondisi fisik tenaga kerja setelah
bekerja terus menerus selama 4 jam harus diberi istirahat.

2. Surat Edaran Menteri TK dan Trans No. 01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin
dan Ruang makan

3. Keputusan Menteri TK dan Trans No. 608/Men/1089 tentang perush yang


memperkerjakan TK sembilan jam sehari wajib menyediakan makan dan minum
1400 kalori

4. Menteri Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 06/Kep/Menko/ Kesra/VIII/1989 ,


Program Pangan dan Gizi yang berhubungan dengan produktivitas kerja,

Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan bahwa dasarnya kelahiran PUGS
merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan ”Empat
Sehat Lima Sempurna”. Dalam PUGS terkandung 13 pesan dasar tentang perilaku makan
yang diharapkan dapat mencegah permasalahan gizi.

Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari akan
membawa akibat buruk terhadap tubuh, seperti:

1. Pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan fisik kurang,

1. Berat badan menurun,

2. Badan menjadi kurus,

3. Muka pucat kurang bersemangat,

4. Kurang motivasi,

5. Bereaksi lamban

6. Apatis dan lain sebagainya.

Dalam keadaan yang demikian itu tidak bisa diharapkan tercapainya efisiensi dan
produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian
dari kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan
dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen,
Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah
kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan
efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat
secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan,
oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan
masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Tujuan kesehatan kerja adalah:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua


lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental maupun
kesehatan sosial.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan


oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya


yang disebabkan olek faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai


dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Pengaruh tentang gizi kerja meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Kebutuhan gizi bagi tenaga kerja sebagai suatu kelompok dalam masyarakat.

2. Kalori yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.

3. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja.

4. Gizi kerja yang produktivitas.

Gizi kerja yang baik mempunyai pengaruh terhadap produktivitas kerja yang tinggi,
secara konkrit dapat dijabarkan beberapa fakta penting peranan status gizi baik secara
langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas tenaga kerja
sebagai berikut :

1. Kecukupan makanan secara kualitas dan kuantitas menurut “empat sehat lima
sempurna” diisyaratkan untuk mempertahankan kondisi fisik yang tangguh dan untuk
mencapai kesegaran jasmani.

2. Peranan zat gizi, disamping zat-zat gizi penting pada pekerjaan yang membutuhkan
tenaga otot juga jumlah atau prevalensi anemia gizi yang disebabkan oleh kurangnya
zat besi.

Gizi kerja dapat dikaitkan dengan pendidikan, pengadaan ruang makan, penilaian dan
perbaiakn kebutuhan kalori. Selain memenuhi kebutuhan kalori pekerja, juga masih perlu
dipenuhi kualitas makanan bagi tenaga kerja.

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan (kondisi tubuh) sebagai hasil penyerapan
zat-zat gizi yang esensial dan ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-
zat gizi lain yang diperoleh dari pangan yang dampak fisiknya dapat diukur. Terdapat tiga
konsep pengertian status gizi (Satriono, 1999).
1. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara gizi disatu pihak dan
pengeluaran organisme di lain pihak.

2. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses


pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan
untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi.

3. Tanda-tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh “nutriture” yang terlihat pada
variabel tertentu. Oleh karena itu dalam mengacu tentang keadaan gizi seseorang
perlu disebutkan.

Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan,
yaitu bahwa indikator memberikan refleksi tidak hanya status gizi tersebut tetapi juga
pengaruh non gizi, oleh karenanya indikator walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik

Status gizi merupakan salah satu unsur dalam menentukan kondisi fisik atau kualitas fisik
seseorang atau kelompok masyarakat tertentu. Pada dasarnya bekerja adalah aktivitas fisik
yang selalu memerlukan enegi yang bersumber dari asupan gizi. Makin banyak aktivitas fisik
makin banyak pula kebutuhan energi. Individu dengan status gizi baik menyimpan cadangan
energi lebih baik dan relative lebih lama bertahan dalam bekerja disbanding individu dengan
status gizi kurang. Dengan demikian, dapat dirumuskan asumsi bahwa semakin baik status
gizi seseorang, semakin bertahan di dalam mencegah timbulnya kelelehan kerja. Penentuan
status gizi meliputi :

1. Gejala klinik

2. Pemeriksaan antropometrik

3. Pemeriksaan biokimia.

Penentuan status gizi berdasarkan gejala klinik merupakan pemeriksaan yang mudah
dan murah. Sehingga timbul asumsi bahwa cara ini cepat dan mudah dipelajari oleh pemula
dan hasilnya mudah diintrepretasi. Tapi cara ini mempunyai keterbatasan seperti hanya
dapat dipakai pada kasus-kasus berat sementara pada kasus-kasus yang belum bergejala
sulit dilakukan. Pemeriksaan antropometrik merupakan pengukuran variasi dimensi fisik dan
komposisi tubuh pada tingkat umum dan derajat nutrisi yang berbeda. Cara-cara dan
pengukuran antropometrik sangat banyak sehingga cara yang dipilih akan tergantung pada
tujuan dan maksud suatu survey atau penelitian. Pengukuran antropometrik dilakukan
dengan mangukur bagian-bagian tubuh tertentu, yaitu berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, lingkar dada, jumlah gizi, lingkar lengan atas, dan tebal lipatan kulit yang
dihubungkan dengan umur dan jenis kelamin. Pengukuran status gizi secara antropometrik
dapat menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan, maka dengan mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Masalah
kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting, karena
selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas
kerja.
Penelitian yang dibuat oleh Suci Widiastuti (2011) berjudul Faktor Determinan
Produktivitas Kerja pada Pekerja Wanita didapatkan hasil adanya hubungan antara asupan
energi, persentase lemak tubuh, IMT, dan kadar hemoglobin dengan produktivitas kerja.
Variabel yang paling berhubungan dengan produktivitas adalah kadar hemoglobin pekerja
(Widiastuti, 2011). Penelitian tentang gizi kerja hubungannya dengan kelelahan dilakukan
oleh Dyahumi dan Nur Ulfah (2012) pada salah satu Perusahaan penghasil bulu mata palsu
di Purbalingga didapatkan hasil sebanyak 50% pekerja mengalami defisit konsumsi energi.
Setelah diuji dengan menggunakan analisis Regresi Logistik dapat disimpulkan bahwa
pekerja yang mempunyai tingkat konsumsi energi defisit akan mempunyai probabilitas
75,57% (apabila variabel yang dimasukkan hanya energi dan protein) atau 77,8 % (apabila
variabel yang dimasukkan energi, protein dan anemia) untuk terjadinya kelelahan.

Penelitian Chandola, dkk. mengenai hubungan stress kerja dan sindrom metabolik
10.308 orang subyek yang diikuti selama 14 tahun, didapatkan terdapat hubungan stres
kerja dan risiko sindrom metabolik. Paparan stres kerja yang kronis merupakan risiko yang
besarnya lebih dari dua kali untuk terjadi sindrom metabolik (OR 2,25; 95% CI: 1,31-3,85).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja merupakan faktor risiko penting terjadinya
sindrom metabolik. Stres kerja dapat menimbulkan perubahan metabolisme tubuh yang
kemudian dapat menimbulkan perubahan parameter status gizi. Penelitian Kouvonen, dkk.
mengenai hubungan stres kerja dan indeks massa tubuh (IMT) sebagai parameter status
gizi pada 45.810 orang subyek, didapatkan hubungan lemah antara stres kerja ringan
dengan IMT tinggi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan lemah antara stres
kerja dan IMT. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keadaan stres kerja, status gizi dan
sindrom metabolik antara lain jenis kelamin laki-laki, usia dewasa (30-55 tahun), sudah
menikah, merokok, minum alkohol, aktivitas fisik rendah dan terikat kontrak kerja 6-8.
BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Gizi kerja adalah bagian ilmu gizi yang diterapkan pada lingkungan kerja untuk
memenuhi kebutuhan gizi pekerja, memelihara dan meningkatkan status gizi dan
kesehatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya kerja dan produktivitas kerja.

2. Aspek-aspek yang mepengaruhi gizi kerja berupa kebutuhan gizi bagi tenaga kerja
sebagai suatu kelompok dalam masyarakat, kalori yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi status gizi
tenaga kerja, gizi kerja yang produktivitas.

3. Pada umumnya gizi yang dibutuhkan pekerja sama dengan yang dibutuhkan dalam
aktifitas sehari-hari yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan air.

4. Undang-undang yang mengatur gizi kerja yaitu UU No.1 th 51 dan UU No.12 th


1948, Surat Edaran Menteri TK dan Trans No. 01/Men/1979, Keputusan Menteri TK
dan Trans No. 608/Men/1089, dan Menteri Koord Bidang Kesejahteraan Rakyat No.
06/Kep/Menko/ Kesra/VIII/1989.

5. Akibat kekurang asupan gizi bagi pekerja yaitu pertahanan tubuh terhadap penyakit
menurun, kemampuan fisik kurang, berat badan menurun, badan menjadi kurus,
muka pucat kurang bersemangat, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis dan lain
sebagainya.

5.2 Saran

Adapun saran dapat diberiukan dalam pembuatan makalah ini yaitu mencari lebih
banyak rreferensi yang terbaru mengenai gizi kerja, serta lebih baik pada pembuatan
makalah ini dilakukan peninjauan lapangan secara langsung agar mendapatkan data yang
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, E. H. And D. N. A. Ningrum (2010). “Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani


Dan Status Gizi Dengan Produktivitas Kerja.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (Vol 5, No 2
(2010)).

Atikah Proverawati Dan Erna Kusuma Wati, Ilmu Gizi Untuk Keperawatan Dan Gizi
Kesehatan, (Yogyakarta: Nuhamedika, 2010)

Ari Agung, I. G. A. (2008). “Pengaruh Perbaikan Gizi Kesehatan Terhadap Produktivitas


Kerja.” Piramida (Vol. 4, No. 1 Juli 2008).

Aziza, Z. And F. F. Dieny (2015). “Perbedaan Aktivitas Fisik Intensitas Berat, Asupan Zat
Gizi Makro, Persentase Lemak Tubuh, Dan Lingkar Perut Antara Pekerja Bagian Produksi
Dan Administrasi Pt. Pupuk Kujang Cikampek.” Journal Of Nutrition College (Vol 4, No 2
(2015): (April 2015)): 96-103.

Ellyke, E. (2007). “Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi
Pekerja Wanita Di Sentra Industri Sandal, Sidoarjo.” Ikesma (Vol 3, No 1 (2007)).

Hidayat Syarief. 1997. Membangun Sdm Berkualitas. Suatu Telaahan Gizi Masyarakat Dan
Sumber Daya Keluarga. Ipb. Bogor.

Mahdar, D., Et Al. (1996). “Status Gizi Mikro (Tembaga, Seng Dan Kronium), Pengetahuan
Gizi Dan Keadaan Gizi Lebih Pada Pria Pekerja.” Jurnal Penelitian Gizi Dan Makanan (Jilid
19 (1996)).

Marsetyo, H Dan G. Kartasapoetra. 1991. Ilmu Gizi. Rineka Cipta. Jakarta.

Miagia I.S. & Hidayati T. (2010) Hubungan Pelaksanaan Prinsip Pemberian Menu Nurcahyo,
K. Dan Briawan, D. (2010) Konsumsi Pangan Penyakit Infeksi Dan Status Gizi Anak
Balita Pasca Perawatan Gizi Buruk, Jurnal Gizi Dan Pangan, Vol. 5 (3): Pp. 164-170

Mulyatiningsih, E. (2000). “Pengendalian Stres Pada Wanita (Tinjauan Dari Pekerjaan Dan
Status Gizi).” Humaniora (Vol 5, No 2: 2000).

Suma‟Mur, 1996. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Pt. Toko Gunung
Agung

Sunitaalmatsier, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, (Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama, 2009),
Hlm.296

Wijayanti, Reni, 2007. Materi Kuliah Gizi Kerja. Surakarta : D-Iii Hiperkes Dan Kk Fakultas
Kedokteran Uns.

Wulandari, P. D. A., Et Al. (2015). “Hubungan Antara Asupan Energi, Asupan Protein Dan
Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi Penduduk Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Upt Kesmas
Blahbatuh Ii, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.” E-Jurnal Medika Udayana(Vol 4
No 7(2015):E-Jurnal Medika Udayana).

Anda mungkin juga menyukai