Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN KEBENCANAAN


“Peran Kesehatan Lingkungan dalam Bencana Banjir”

Disusun Oleh :
Mustika Bakri K062221002
Vivi Sri Saputri K062221004
Jufri K062221006
Awalia Nurrahmah K062221008
Andi Uaiz Syahputra K062222017

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI MAGISTER KESEHATAN LINGKUNGAN
MAKASSAR
2023
PRA BENCANA

Bencana merupakan suatu proses alam atau bukan alam yang

menyebabkan korban jiwa, harta dan mengganggu tatanan kehidupan. Indonesia

merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Bencana alam merupakan

peristiwa yang dapat mengakibatkan berbagai kerusakan dan kehancuran bahkan

dapat mengakibatkan korban jiwa. Bencana alam yang sering terjadi di Sulawesi

Selatan yaitu bencana banjir. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Luwu

Utara pada tanggal 13 Juli 2020 terjadi banjir bandang yang mengakibatkan

kerusakan rumah warga dan infrastruktur umum, sehingga warga harus

mengungsi dan mengalami kerugian materi maupun korban jiwa (BNPB, 2015)

Banjir terjadi pada saat volume air dalam suatu badan air seperti sungai

atau danau meluap hingga keluar dari batas alaminya. Menurut Undang-Undang

No. 27 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan

penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan

kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan

bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam pasal 33 disebutkan bahwa

penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahap yakni prabencana, tanggap darurat,

dan pascabencana (Mirahesti, 2016).

Pada saat terjadinya bencana banjir orang mengkonsentrasikan pemikiran

untuk mendapatkan tempat tinggal yang dapat menjadi tempat berteduh terhindar

dari banjir, bagaimana mendapatkan makanan dan minuman yang cukup secara

kwantitativ dan dalam keadaan darurat keyehatan Lingkungan/sanitasi terabaikan.


Kita tidak menyadari bahwa kodisi yang buruk dapat mengungkit

terjadinya kasus penyakit diare, infeksi saluran pernapasan, penyakit kulit, baik

pada saat, maupun pasca banjir. Apalagi bila bencana terjadi dalam durasi waktu

yang cukup panjang atau lebih dari satu hari saja masalah sanitasi akan semakin

nampak dan mendesak. Semakin lama durasi bencana semakin jelas peningkatan

kasus penyakit yang berhubungan dengan sanitasi.

Pada pasca banjir potensi konflik akibat topik sanitasi juga berpotensi

tinggi untuk muncul , kemampuan ekonomi menurun bahkan ada yang hartanya

habis, untuk memenuhi kebutuhan dasar pun sulit, masalah sanitasi siapa yang

harus mengatasi, dimana harus membuang, orang sudah sangat lelah, sibuk, dan

mengutamakan untuk mengelola rumah masing masing, cenderung melupakan

bahwa masalah sanitasi di lingkungannya sangat memerlukan koordinasi dan

kegotong royongan. Penanggulangan bencana ditujukan pada tahap sebelum

terjadinya bencana yang meliputi kegiatan pencegahan, dan kesiapsiagaan untuk

memperkecil, dan mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh bencana.

Penanggulangan bencana merupakan bagian dari kegiatan pembangunan yang

bertujuan untuk mengurangi penderitaan masyarakat dan meningkatkan kehidupan

dan penghidupan masyarakat secara lahir batin (Fadillah, Setiawati dan Arfah,

2022).

Prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana :

a. Cepat dan tepat. Kegiatan dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan

secara cepat dan tepat sesuai dengan keadaan lokasi bencana.


b. Prioritas. Ketika terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat

prioritas dan diutamakan pada kegiatan evakuasi korban bencana.

c. Koordinasikan dan keterpaduan. Penanggulangan bencana didasarkan pada

koordinasi yang baik dan saling mendukung oleh tim relawan yang

bersangkutan. Sedangkan keterpaduan adalah penanggulangan bencana

dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja

sama yang baik dan saling mendukung.

d. Berdaya guna dan berhasil guna. Maksudnya yaitu dengan berdaya guna

adalah dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak

membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan dilokasi pengungsian

korban. Sedangkan berhasil guna adalah kegiatan penanggulangan bencana

yang dilakukan harus berhasil guna dalam mengatasi kesulitan dan trauma

pada masyarakat yang terdampak.

e. Transparansi dan akuntabilitas. transparansi pada penanggulangan bencana

dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan oleh pihak yang

bersangkutan, sedangkan akuntabilitas yaitu dapat dipertanggung jawabkan

secara etik dan hukum.

f. Kemandiriaan. Bahwa penanggulangan bencana utamanya harus dilakukan

oleh masyarakat didaerah rawan bencana secara sukarela.

g. Nondiskriminasi dalam penanggulangan bencana tidak membenarkan

perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras dan aliran

politik apapun.
h. Nonproletisi. Dalam penanggulangan bencana dilarang menyebarkan agama

atau kenyakinan terutama pada saat pemberian bantuan dan pelayanan darurat

bencana

Dalam kedaruratan bencana banjir ini sangat tepat bila sanitarian berperan,

baik di lingkungannya sendiri maupun di tingkat pusat dan daerah. Sumbangan

yang dapat di berikan berupa pemikiran , kemampuan dan tenaganya dalam tahap

kesiagaan bencana banjir, saat terjadi banjir dan pasca banjir.

Peran kesehatan lingkungan :

1. Mendorong diadakannya kesiagaan sanitasi bencana banjir oleh pemerintah , pusat

dan daerah, swasta pengembang , industri, rumah sakit, hotel, penduduk terutama

didaerah yang berpotensi banjir.

2. Menghimpun sumber daya dan sumber dana untuk kegiatan sanitasi dalam

kesiagaan, pada saat, pasca banjir.

3. Memberikan informasi teknis penyelenggaraan sanitasi kesiagaan, saat terjadi dan

pasca banjir.

4. Menggerakan masyarakat untuk menyelenggarakan sanitasi pada saat dan pasca

banjir.

5. Memantau kodisi sanitasi pada saat dan pasca banjir.

6. Memotivasi untuk memperhitungkan aspek sanitasi pada pemulihan sarana setelah

terjadinya banjir.

7. Melatih SatGas penanggulangan banjir dalam aspek sanitasi.

8. Melaksanakan Surveilence Penyakit Pasca Banjir.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 145 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan, kegiatan prabencana tingkat


Kabupaten dilakukan oleh Dinas kesehatan Kabupaten setempat. Dalam upaya

pencegahan terjadinya bencanya maupun upaya untuk mengurangi resiko ketika

terjadi bencana maka sangat di perlukan adanya perencanaan yang matang.

Manajemen bencana merupakan salah satu wujud pelayanan bagi publik dimana

dalam pelaksanaannya harus dikelola dengan baik untuk mengurangi penderitaan

dan kerugian akibat bencana (Faturahman, 2017)

Bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana Banjir.

Bencana banjir sangat erat hubungannya dengan aktifitas manusia itu sendiri

seperti membuat sampah sembarangan, melakukan penggundulan hutan yang

berlebihan, membangun atau mendirikan bangunan diarea sekitar aliran air dan

sebagainya. Sampah yang dibuang sembarangan akan menumpuk sehingga dapat

menyumbat aliran air sehingga pada saat peningkatan volume air maka akan

terjadi banjir di sekitar kawasan tersebut.

Sudah sewajarnya hal ini menjadikan bencana banjir sebagai isu nasional

yang harus ditanggulangi. Dalam upaya menyikapi hal tersebut membentuk suatu

badan yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana yaitu badan atau

lembaga yang bertugas untuk menanggulangi bencana yaitu Badan

Penanggulangan baik itu tingkat Nasional maupun tingkat daerah (Agisni Aulia

Silfa Putri, Khaerul Umam Noer, Mawar, 2022)

Wilayah yang mempunyai banyak aliran sungai dengan tingkat curah

hujan yang sangat tinggi dan berada diwilayah dataran rendah akan menjadi

wilayah langganan banjir. Hak tersebut merupakan kondisi alamiah yang tidak

bisa dihindari maka diperulkan upaya – upaya agar pada saat kejadian bencana
Banjir tidak menimbulkan kerugian yang terlalu banyak apa lagi sampai

menimbulkan korban jiwa.

Dalam upaya pra bencana banjir dapat dilakukan simulasi yang melibatkan

seluruh lapisan masyarakat di dearah kawasan banjir. Hal tersebut bertujuan agar

masyarakat dapat mengetahui hal- hal yang perlu dipersipakan dan dilakukan pada

saat bencana banjir terjadi. Membiasakan masyarakat dengan memperkenalkan

kepada masyarakat tentang bahaya banjir, peralatan yang diperlukan diharapkan

dapat mengurangi kepanikan pada masyarakat pada saat terjadi bencana (Saputra,

Rifai dan Marsingga, 2020).

Sistem manajemen pra bencana memiliki 7 indikator yaitu membuat peta

geomedik daerah rawan bencana, membuat jalur evakuasi, mengadakan pelatihan,

inventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang mungkin terjadi,

menerima dan menindaklanjuti informasi peringatan dini untuk kesiapsiagaan

bidang kesehatan, membentuk tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam

satgas, dan mengadakan koordinasi dengan lintas sektor.

Namun secara khusus kegiatan pra bencana banjir yang perlu diketahui

oleh Masyarakat menurut (BPDB, 2019) adalah :

1. Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan dengan bahaya

banjir, seperti Siaga I sampai dengan Siaga IV dan langkah-langkah apa yang

harus dilakukan.

2. Mengetahui tingkat kerentanan tempat tinggal kita, apakah di zona rawan

banjir (bisa menggunakan aplikasi inarisk)

3. Mengetahui cara-cara untuk melindungi rumah kita dari banjir


4. Mengetahui saluran dan jalur yang sering dilalui air banjir dan apa

dampaknya untuk rumah kita

5. Melakukan persiapan untuk evakuasi, termasuk memahami rute evakuasi dan

daerah yang lebih tinggi

6. Membicarakan dengan anggota keluarga mengenai ancaman banjir dan

merencanakan tempat pertemuan apabila anggota keluarga terpencar-pencar

7. Mengetahui bantuan apa yang bisa diberikan apabila ada anggota keluarga

yang terkena banjir.

8. Mengetahui kebutuhan-kebutuhan khusus anggota keluarga dan tetangga

apabila banjir terjadi

9. Membuat persiapan untuk hidup mandiri selama sekurangnya tiga hari,

misalnya persiapan tas siaga bencana, penyediaan makanan dan air minum

10. Mengetahui bagaimana mematikan air, listrik dan gas

11. Mempertimbangkan asuransi banjir

12. Berkaitan dengan harta dan kepemilikan, maka anda bisa membuat catatan

harta kita, mendokumentasikan dalam foto, dan simpan dokumen tersebut di

tempat yang aman

13. Menyimpan berbagai dokumen penting ditempat yang aman.

14. Hindari membangun di tempat rawan banjir kecuali ada upaya penguatan dan

peninggian bangunan rumah

15. Perhatikan berbagai instrumen listrik yang dapat memicu bahaya saat

bersentuhan dengan air banjir

16. Turut serta mendirikan tenda pengungsian dan pembuatan dapur umum
17. Melibatkan diri dalam pendistribusian bantuan

18. Menggunakan air bersih dengan efisien

TANGGAP DARURAT

Fase Saat Bencana (Tanggap Darurat). Pada fase ini kegiatan yang

dilakukan dengan cepat dan tepat pada saat kejadian bencana yang bertujuan

untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang akan ditimbulkan

(Fadillah, Setiawati dan Arfah, 2022).

Tanggap darurat adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan secepat

mungkin pada saat bencana terjadi untuk mencegah potensi buruk terhadap

masyarakat. Dalam tanggap darurat bencana ini, dibutuhkan tenaga kesehatan

yang memiliki pengetahuan dan pengalaman pelatihan terkait tanggap darurat

bencana banjir. Dampak kesehatan yang terjadi dikarenakan tenaga kesehatan

tidak memberikan pelayanan kesehatan pada saat terjadi bencana terutama

bencana banjir dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk apabila korban tidak

segera ditangani seperti memperparah potensi kejadian luar biasa (KLB) atau

penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti diare,

leptospirosis, dan penyakit-penyakit lainnya yang diakibatkan bencana banjir

(Departemen Kesehatan RI, 2001).

Pada saat banjir datang tenaga kesehatan lingkungan ikut andil. Sehabis

banjir, tenaga kesehatan lingkungan mengadakan lisolisasi atau pembersihan

lingkungan sekitar yang terkena banjir. Kementerian Kesehatan RI dalam Buku

Penanggulangan Pusat Krisis Kesehatan tahun 2016 bahwa terdapat beberapa


penyakit yang timbul dikarenakan bencana banjir yaitu seperti penyakit diare,

leptospirosis, DBD, penyakit kulit, dan penyakit-penyakit lainnya yang

disebabkan karena bencana banjir.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat bahwa lokasi puskesmas harus

memenuhi persyaratan dengan letak geografis yang strategis, terdapat aksesibilitas

bagi jalur transportasi, dan lain-lain. Kepala Puskesmas juga mempunyai peran

dalam menanggulangi bencana banjir yang terjadi. Menurut Surat Keputusan (SK)

Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/112007 tentang Pedoman

Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan bahwa peran puskesmas dalam

menanggulangi bencana banjir pada saat terjadinya bencana yaitu peran

puskesmas di lokasi bencana : menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan

yang diperlukan untuk melaksanakan triase, memberikan pertolongan pertama

pada korban, melaporkan kejadian bencana kepada Kepala Dinas Kesehatan

(Kadinkes) Kabupaten/Kota, melakukan penilaian cepat masalah kesehatan awal

(initial rapid health assessment), serta menyerahkan tanggung jawab kepada

Kadinkes Kabupaten/Kota bila telah tiba di lokasi. Peran puskesmas di sekitar

lokasi bencana : mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta

ambulans/transportasi lain ke lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi,

membantu perawatan, evakuasi korban, serta pelayanan kesehatan pengungsi

(Departemen Kesehatan, 2007).

Sikap tenaga kesehatan yang telah didasari dengan pengetahuan tanggap

darurat dapat melakukan tindakan dengan menerapkan tanggap darurat pada saat
bencana banjir yaitu sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (2008) bahwa tanggap darurat merupakan tindakan

yang dilakukan dengan secepat mungkin pada saat terjadinya bencana untuk

menangani dampak buruk yang akan terjadi. Tindakan tersebut terdiri dari

evakuasi dan penyelamatan korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar

korban pengungsi, perlindungan dan pengurusan korban pengungsi, dan

pemulihan sarana dan prasarana (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2007).

Masalah Sanitasi Potensial Saat terjadi Banjir

a. Air Bersih. Tidak tersedia air bersih Sumber air tercemar Sarana rusak.

b. Sampah. Tidak adanya sarana penampungan Pengelolaan sampah tidak

dilaksanakan

Proses pembusukan terjadi setelah melampaui dua hari, bau dan cairan

leacet dan lalat muncul. Sampah dari luar/ sungai masuk ke dalam rumah.

c. Limbah: Saluran air limbah tidak berfungsi Masuknya limbah berbahaya ke

dalam rumah

Sarana pembuangan kotoran manusia terbatas atau tidak berfungsi.

d. Lingkungan fisik Sarana sanitasi lingkungan rusak/ tidak berfungsi

Lumpur masuk ke dalam rumah Kelembaban tinggi Suhu rendah.

e. Makanan dan minuman. Makanan masak yang diterima tidak terpantau

alamat yang memberi dan cara penyelenggaraannya Lamanya waktu dari

saat makanan masak sampai dikonsumsi. Tempat penyimpanan makanan

mentah tidak cukup aman.


f. Vektor penyakit dan binatang pengganggu Lalat, tikus, binatang berbisa,

masuk ke rumah/ pemukiman Tidak tersedia bahan dan alat pemusnah.

g. Kecelakaan Tenggelam/ hanyut Cedera ringan dan berat Terkena aliran

listrik

h. Kedinginan.

Strategi Sanitasi lingkungan

a. Pengadaan Air

Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan

menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk

keperluan minum pun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang

layak di konsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya masalah-

masalah kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya

persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat

tertentu.

 Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per

orang per hari.

 Volume aliran air di tiap sumber sedikitnya 0,125 liter per-detik.

 Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter.

 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang.

b. Kualitas air

Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya

untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan

pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabkan timbulnya risiko–risiko


besar terhadap kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran

kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek

Tolak ukur kunci

 Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman),

kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10

coliform per 100 mili liter.

 Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang

jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada

waktu ada risiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare,

air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga

mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air

0,2–0,5 miligram per-liter dan kejenuhan di bawah 5 NTU).

c. Prasarana dan Perlengkapan

 Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas

10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat

ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup.

 Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.

 Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus

cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari

pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari

yang untuk laki–laki.

 Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga

untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
d. Pengadaan jamban

Jumlah Jamban dan Akses Masyarakat korban bencana harus

memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari

pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan

saja diperlukan, siang ataupun malam.

 Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang.

 Penggunaan jamban diatur per-rumah tangga dan/menurut

pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau

jamban laki–laki dan jamban perempuan)

 Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau

barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam

perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit

saja dengan berjalan kaki.

 Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik

pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.

 Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya

berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.

 Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah.

 Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air

mana pun, baik sumur maupun mata air, sungai, dan sebagainya 1

(satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.


PASCA BENCANA

Pasca Bencana (Recovery). Penanggulangan pasca bencana mencakup dua

tindakan utama yang dilakukan pasca terjadinya bencana yaitu rehabilitasi dan

rekonstruksi. Rehabilitasi adalah perbaikan serta pemulihan semua aspek

pelayanan publik atau kedudukan masyarakat sampai tingkat yang terdampak

pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau

berjalannya kembali semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat yang

mengalami gangguan psikologis pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi

adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana, instansi pemerintah

pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat

dengan sasaran utama untuk normalisasi serta tumbuh dan berkembangnya

kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan

bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat

pada wilayah pasca bencana (Fadillah, Setiawati dan Arfah, 2022).

Menurut (Warto, 2010) Penanganan bencana harus dilakukan sebelum

bencana dan setelah terjadinya bencana, rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk

kedalam penanganan setelah terjadinya bencana atau Recovery, untuk secara

berurut menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan

yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik

serta pelayanan masyarakat, pembangunan, hunian sementara, penyebaran

informasi publik, pendidikan kesehatan dan keselamatan, rekonstruksi, program

konseling dan studi mengenai dampak ekonomi yang ditimbulkan.


1. Penyediaan Air Bersih, Desinfeksi sumber air bersih, pemeriksaan sarana distribusi

dan penampungan dari kerusakan dan kemungkinan kontaminasi

perbaikan /memfungsikan kembali sarana prasarana

2. Sampah, Selama masih ada potensi banjir susulan sampah dan Lumpur tetap

disimpan dalam kantong dan dapat ditumpuk dimasukkan dalam bronjong

sebagai penghambat banjar. Pemanfatan sampah dan lumpur dalam upaya

perbaikan lingkungan misalnya untuk pengurukan daerah rendah atau

meninggikan tanggul. Pemilahan sampah dalam upaya daur ulang

Suply bahan kimia / bakteri dan teknologi sederhana untuk pengelolaan

sampah ditempat.

3. Limbah, pengembalian fungsi sarana pembuangan limbah dan tinja

Suply bahan dan alat

4. Lingkungan fisik, penyebaran informasi tentang cara membersihkan rumah

dan kebersihan diri pasca banjir

5. Suply bahan desinfeksi rumah

6. Memaksimalkan terjadinya penghawaan dan ventilasi alam

7. Mempercepat proses pengeringan didalam rumah terutama kamar tidur

8. Makanan Minuman

9. Penekanan kembali peyelenggaraan makanan yang sehat mengingat kondisi

lingkungan yang belum pulih bahkan mungkin memburuk

10. Vektor dan binatang pengganggu

11. Mewaspadai terdapatnya dan peningkatan perindukan vector dan binatang

pengganggu akibat dari banjir.

12. Penghapusan serangga dewasa secara masal dan serempak.


13. Kecelakaan. Pertolongan pertama pada kecelakaan yang mungkin timbul pada

saat orang melaksanakan pemulihan lingkungan.

Peran puskesmas dalam sistem manajemen bencana banjir ini dilihat

dari 3 hal yaitu pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana yang

meliputi 18 indikator. Indikator sistem manajemen bencana banjir berguna

untuk mengetahui membuat peta geomedik daerah rawan bencana,

membuat jalur evakuasi, mengadakan pelatihan, inventarisasi sumber daya sesuai

dengan potensi bahaya yang mungkin terjadi, menerima dan menindaklanjuti

informasi peringatan dini untuk kesiapsiagaan bidang kesehatan, membentuk

tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam satgas, mengadakan

koordinasi dengan lintas sektor, operasi pertolongan terhadap korban

berdasarkan triase, penilaian awal secara cepat, surveilans penyakit menular dan

gizi, bergabung dengan satgas kesehatan di pos lapangan,

pemberdayaan masyarakat, pelayanan kesehatan dasar di penampungan

dengan mendirikan pos kesehatan lapangan, pemeriksaan air bersih dan

pemantauan sanitasi lingkungan, surveilans penyakit menular dan gizi

buruk yang mungkin timbul, KLB penyakit menular dan gizi buruk, upaya

pemulihan masalah kesehatan jiwa dan masalah gizi pada kelompok

rentan, dan pemberdayaan masyarakat.

Tahap pasca bencana meliputi usaha rehabilitasi dan rekonstruksi

sebagai upaya mengembalikan keadaan masyarakat pada situasi yang

kondusif, sehat, dan layak sehingga masyarakat dapat hidup seperti sedia

kala sebelum bencana terjadi, baik secara fisik dan psikologis (BPBD, 2018).
pemeriksaan air bersih dan pemantauan sanitasi lingkungan; dan pemberdayaan

masyarakat. Pemeriksaan air bersih dan pemantauan sanitasi lingkungan

dilakukann pemeriksaan air setelah itu hasilnya dibawa ke Dinas Kesehatan

untuk dilakukan laboratorium.

Kebijakan dalam bidang sanitasi saat penanganan pengungsi

adalah mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit melalui media

lingkungan akibat terbatasnya sarana kesehatan lingkungan yang ada di

tempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas kesehatan

lingkungan dan kecukupan air bersih (Suryani, 2017).

Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk

pengecekan sanitasi air serta melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Selain itu sanitarian melakukan perbaikan kualitas air dengan penjernihan.

Pelayanan kesehatan dasar di penampungan dengan mendirikan pos

kesehatan lapangan; surveilans penyakit menular dan gizi buruk yang mungkin

timbul KLB penyakit menular dan gizi buruk. Upaya pemulihan masalah

kesehatan jiwa dan masalah gizi pada kelompok rentan.

Petugas kesehatan mempunyai tugas untuk mengumpulkan data

mengenai data bencana, sumber daya sarana, tenaga dan dana, sanitasi dasar,

upaya kesehatan, penanggulangan bencana, status kesehatan dan gizi serta

data mengenai masalah pelayanan kesehatan, melakukan pengolahan data

mengenai masalah kesehatan untuk melihat besaran dan kecenderungan

permasalahan kesehatan untuk peningkatan pelayanan dan menyiapkan data

masalah kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan, dll untuk


dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Menyusun suatu

sistem pelaporan penyakit yang reliable untuk mengidentifikasi KLB dan

untuk memulai pengendalian sesegera mungkin (Tumenggung, 2017). Upaya

perlindungan seharusnya diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut, untuk

melakukan penyelamatan, evakuasi, pengamanan sampai dengan pelayanan

kesehatan dan psikososial (Hesti, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Agisni Aulia Silfa Putri, Khaerul Umam Noer, Mawar, D. G. P. (2022)
“Efektivitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Bekasi Dalam Penanggulangan Pra Bencana Banjir Agisni,” Braz Dent J.,
33(1), hal. 1–12.
BPDB (2019) Mitigasi Bencana Banjir.
Departemen Kesehatan RI.(2001). Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Kedaruratan Kompleks, Penanggulangan Kesehatan. Jakarta.
Departemen Kesehatan. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Jakarta.
Fadillah, N., Setiawati, B. dan Arfah, S. R. (2022) “Manajemen Bencana
Penanggulangan Pasca Banjir,” Journal Unismuh, 3(3), hal. 722–732.
Faturahman, B. M. (2017) “Reformasi Administrasi dalam Manajemen Bencana,”
Mimbar Yustitia, 1(2), hal. 185–201.
Indo Tekhno Plus. 2022. Sanitasi Darurat Daerah Bencana. Tangerang Selatan.
Mirahesti, E. S. M. (2016) “Evaluasi Perencanaan Prabencana Banjir Bengawan
Solo Kabupaten Bojonegoro Tahun 2014,” Jurnal Berkala Epidemiologi,
(24), hal. 262–274. doi: 10.20473/jbe.v4i2.2016.262.
Saputra, N. G., Rifai, M. dan Marsingga, P. (2020) “Strategi Penanggulangan
Bencana Banjir Kabupaten Karawang di Desa Karangligar sebagai Desa
Tangguh Bencana,” Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik,
8(1), hal. 62–76.
Sari R, Adella, dkk. 2020. Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Tenaga
Kesehatan dalam Tanggap Darurat Bencana Banjir di Puskesmas Bidara
Cina Jakarta Timur. Majalah Geografi Indonesia. 15-19.
Sugirilyati, Sri. 2005. Sanitasi Kedaruratan Bencana Banjir. Pokja AMPL.
http://hakli.or.id/. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007, Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai