Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu
sesuatu hal yang berada di luar kontrol manusia, oleh karena itu,
untuk meminimalisir terjadinya korban akibat bencana diperlukan kesadaran
dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kesadaran dan
kesiapan menghadapi bencana ini idealnya sudah dimiliki oleh masyarakat
melalui kearifan lokal daerah setempat, karena mengingat wilayah Indonesia
merupakan daerah yang mempuyai risiko terhadap bencana.
Secara geografis indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua asia, benua austarlia,
lempeng samudra hindia dan samudra pasifik. Pada bagian selatan dan timur
indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari pulau
sumatera – jawa – nusa tenggara - sulawesi yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa - rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung merapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Termasuk dalam
hal ini adalah provinsi sumatera barat.
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Pada
umumnya resiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa
bumi, tsunami, dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi (banjir,
tanah longsor, kekeringan , angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia, penyakit tanaman atau ternak, hama tanaman) serta kegagalan
teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik
antar manusia akibat perebutan sumber daya yang terbatas, alasan ideologi,
religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari
situasi bencana pada suatu daerah konflik (Perka 4, 2008).
Selama tahun 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana, naik 35% jika
dibandingkan dengan jumlah bencana pada 2015. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) membuat rekapitulasi berbagai peristiwa
bencana di Indonesia, data yang dikumpulkan terlihat bahwa jumlah bencana pada
2016 mencapai 2.342 peristiwa. Sebagai perbandingan jumlah kejadian bencana
selama 10 tahun terakhir adalah tahun 2007 (816 bencana), 2008 (1.073), 2009
(1.246), 2010 (1.941), 2011 (1.633), 2012 (1.811), 2013 (1.674), 2014 (1.967),
dan 2015 (1.677).
Sumatera barat merupakan salah satu wilayah Indone’sia yang rawan
bencana, baik karena bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, tanah
longsor, banjir bandang dan tsunasi maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya bencana ini adalah kondisi geografis dan
geologisnya yang memiliki gu ung api aktif, sebagian besar wilayah berada di
pinggiran pantai dan terdapatnya aliran sungai, serta iklim tropisnya yang
menyebabkan curah hujan yang tinggi disamping itu keragaman sosial budaya dan
politik turut memperberat kondisi ini.
Di wilayah sumatera barat, kejadian bencana alam yang sering terjadi pada
tahun 2017 yaitu banjir dan longsor. Kejadian ini diakibatkan karena adanya
cuaca ekstrim yang menyebabkan empat wilayah Kabupaten dan kota yang
memiliki cakupan terdampak luas diantaranya; Kabupaten 50 Kota, Kabupaten
Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Sawahlunto dan kota
Bukitiinggi.
Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur
sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung
Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter
di atas permukaan laut, dan memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar
antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat
ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan
sisanya merupakan hutan lindung. Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan
berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di
antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit
Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang,
Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal
dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang
di dasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.
Kayu Kubu adalah salah satu kelurahan di kecamatan Guguk Panjang,
Bukittinggi, Sumatera Barat. Kelurahan kayu kubu mempunyai empat wilayah
rawan bencana yaitu Panorama, Ngarai, Belakang lapangan dan Banto laweh
Berdasarkan hasil observasi lokasi yang dilakukan oleh kelompok bersama
pegawai kelurahan dan kader setempat tanggal 9 – 10 Maret 2017 bahwa
kelurahan ini memiliki probabilitas potensi bencana derajat 5 pada gempa bumi,
probabilitas potensi derajat 4 pada longsor dan probabiliti potensi derajat 3 pada
banjir. Munculnya probabilitas potensi bencana tersebut menuntut setiap
kelurahan di kota Bukittinggi harus aktif sebagai ujung tombak penanggulangan
bencana di wilayah setempat, yang juga merupakan mata rantai SPGDT. Kesiapan
setiap kelurahan tercapai bila ditindaklanjuti dengan terbentuknya satgas
penanggulangan bencana dikelurahan, bekerja sama dengan RS (Dinkes,
ambulance, bank darah, PMI, media, RS lain, dll) adalah tidak tepat bila
beranggapan bahwa kelurahan tidak memiliki peran dalam penatalaksanaan
kegawat bencana sehari-hari, bencana yang selalu unik bukan hanya
menyebabkan perubahan kuantitatif tetapi juga kualitatif (komunikasi, kerusakan
jalur transportasi dan tidak berfungsinya fasilitas lain).
Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan
dukungan berbagai pihak termasuk kererlibatan perawat. Peran perawat dapat
dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana dalam fase
pre hospital dan hospital, hingga tahap recovery.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan utama adalah untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat
dalam menangani masalah yang mengancam kehidupan dan
mempertahankan kesatbilan kondisi masyarakat setelah bencana terjadi
serta dapat melaksanakan tindakan spesifik pada pengelolaan kebencanaan
mulai dari tahap mitigasi preparednes, respon dan pemulihan juga
memenuhi tugas praktek profesi disaster nursing di kelurahan kayu kubu.
2. Tujuan khusus
Untuk mencapai tujuan tersebut maka kelurahan kayu kubu harus
melaksakan kesiapsiagaan penatalaksanaan bencana antara lain :
a. Melakukan identifikasi resiko bencana dikelurahan kayu kubu kota
bukittinggi
b. Menganalisa kemungkinan dampak bencana dikelurahan kayu kubu
kota bukittinggi
c. Membuat mitigasi, kontogency dan recovery plandi keluruhan kayu
kubu kota bukittinggi
d. Membuat mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana
serta alokasi tugas dan peran instansidi kelurahan kayu kubu kota
bukittinggi.

C. Ruang Lingkup
1. Mitigasi
Menyikapi musim pancaroba cuaca masih terjadi hingga saat ini disertai
terjadinya cuaca ekstrim yang ditandai dengan hujan badai, longsor,
kebakaran, serta kemungkinan terjadinya gempa bumi yang berpotensi
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan mengancam serta
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, untuk itu diminta
kepada warga kelurahan kayu kubu untuk selalu waspada terhadap bencana
selalu mengintai terutama terhadap longsor. Dengan harus memperhatikan

2. Contigency/ Kesiapan
Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search
and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan saat terjadi
bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan
perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak
yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan
tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya
merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat dan
terjadi efisiensi.
Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa secara tepat sistem yang
memadai untuk bencana, prosedur dan sumber-sumber daya berada di
tempat kejadian dan bisa membantu mereka yang tertimpa oleh bencana dan
memingkinkan mereka untuk bisa menolong diri mereka sendiri.
Ini berguna untuk meminimalisir pengaruh-pengaruh yang merugikan
dari satu bahaya lewat tindakan – tindakan yang efektif, dan untuk
menjamin secara tepat, organisasi yang tepat dan efisien dan pengiriman
respon emergensi yang menindak lanjuti dampak dari suatu bencana.

3. Recovery Plan/ Pemulihan


Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana
dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatoikan
adalah bahwa rehabilitasi dan rekontruksi yang akan dilaksanakan harus
memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan
rehabilitasi fisik saja, tetapi juga diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang
terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa titik lemah dalam siklus manajemen
bencana adalah pada tahapan sebelum/ pra bencana, sehingga hal inilah
yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

D. Landasan Hukum
1. UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No 4723).
2. Perpres No 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
3. Permendagri No 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata
Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
4. PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia 2008 No. 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 4828).

E. Pengertian
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi Bencana
adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.
Bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu
yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
a. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada
permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat
gempa. Energi yang dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam
bentuk gelombang getaran. Gelombang getaran yang sampai ke permukaan
bumi disebut gempa bumi.
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang bernama
seismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum dimana
gempa bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala
besarnya lokal 5 magnitude. Biasanya gempa bumi terjadi pada daerah –
daerah yang dekat dengan patahan lempengan bumi. Gempa adalah
bencana alam yang tidak dapat diperkirakan, oleh karena itu gempa
merupakan bencana alam yang sangat berbahaya. Ada berbagai cara untuk
mengurangi kerugian akibat dampak gempa bumi, seperti membangun
bangunan yang dapat meredam getaran gempa, memperkuat pondasi
bangunan dan masih banyak yang lain.

b. Tsunami
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan
oleh macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa
gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak
kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai
wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin
membesar.

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya


gempa bumi dilaut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran laut.
Namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami.
Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan
bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam skala yang luas) dibawah laut. Terdapat empat faktor
pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami yaitu : 1) pusat gempa
bumi terjadi dilaurt, 2) gempa bumi memiliki magnitude besar, 3)
kedalaman gempa bumi dangkal, 4) terjadi deformasi vertikal pada lantai
dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800
km/jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 meter.

c. Letusan Gunung Merapi


Gunung meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi
yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan
seperti inilah gunung berapi terbentuk. Letusannya yang membawa abu dan
batu menyembur dengan keras sejauh radius 18 km atau lebih, sedang
lavanya bisa membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi
bisa menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar sampai ribuan
kilometer jauhnya dan bahkan bias mempengaruhi putaran iklim di bumi ini.

Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan


material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api, dan
bencana sekunder berupa aliran lahar.
Luas daerah rawan bencana gunung api diseluruh indonesia sekitar
17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang bermukim dikawasan rawan
bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data
frekuensi letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar
585.000 orang terancam bencana letusan gunung api.

d. Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan
yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat
didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga
menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.

Indonesia dengan rawan bencana, baik karena alam maupun ulah


manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di indonesia, yang paling
dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai
fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat
akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah
huju, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.

Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat ini
disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air,
pelanggaran tata ruang wilayah pelanggaran hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang
rendah.

e. Tanah Longsor
Vernes (1978) mengartikan longsor sebagai pergerakan material ke
bawah dan ke luar lereng karena pengaruh dari gravitasi. Longsor yang
lebih dikenal dengan tanah longsor (landslide) juga dapat didefinisikan
sebagai perpindahan massa berbagai jenis batuan atau tanah yang tidak
membutuhkan media berpindah seperti air atau udara.
Longsor merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan,
ataupun pencampuran keduannya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi
serta kelereng tebing. Bencana tanah longsor sering terjadi diindonesia
yang mengakibatkan kerugian uang dan harta benda. Untuk itu perlu
ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana ini.

f. Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat
yang tidak kitakehendaki, merugikan pada umumnya sukar dikendalikan
(Perda DKI, 1992).

Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar.


Hampir setiap musim kemarau indonesia menghadapi bahaya kebakaran
lahan dan hutan dimana berdampak sangat luas tidak hanya kehilangan
keanekaragaman hayati tetapi juga timbulnya gangguan asap di wilayah
sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara tetangga.

g. Wabah Penyakit/ epidermi


Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.

Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar melalui


populasi manusia didalam ruang lingkup yang besar, misalnya antar Negara
atau seluruh dunia. Contoh wabah terburuk yang memakan korban jiwa
jumlah besar adalah penderita flu, cacar, dan tuberculosis.

F. Sistematika
Komponen kesiapan bencana, ada sembilan komponen utama yang
tercakup dalam kesiapan bencana yaitu :
a. Mengkaji kerentanan
Mendasar untuk semua aspek manajemen bencana adalah informasi. Hal ini
merupakan satu point yang nampak jelas, akan tetapi sering kali di lupakan.
Manejer bencana mungkin tau bahwa komunitas atau daerah geografis
tertentu rentan terhadap dampak dari serangan bahaya yang bersifat
mendadak ataupun yang lamban. Keputusan dibuat untuk mengumpulkan
dan menilai informasi mengenai kerentanan terhadap bencana.

b. Perencanaan
Semua aktifitas yang diracang untuk mempromosikan kesiapan bencana,
tujuan yang paling utama adalah mempunyai rencana-rencana yamg siap
yang sudah disepakati, yang dapat diimplementasikan dan untuk komitmen
mana dan sumber-sumber daya yang relatif terjamin.

c. Kerangka kerja institusi


Kesiapan bencana yang terkoordinir dan sistem tanggapan adalah satu
prasarat terhadap setiap rencana kesiapan bencana. Setiap rancangan sistem
akan tergantung pada tradisi-tradisi dan struktur pemerintahan dari
negara.diperlukan koordinasi horizontal pada level-level pemerintah pusat
dan badan-badan pemerintahan khusus serta koordinasi veartikal antara
otoritas lokal dan pusat.

d. Sitem informasi
Rencana kesiapan harus mempunyai sistem informasi untuk serangan
bencana yang lambat hal ini harus terdiri dari proses pengumpulan data
yang dibuat secara resmi dan sistem peringatan dini, sistem monitoring
untuk memperbaharui informasi peringatan dini. Untuk serangan bencana
yang mendadak sistem yang sama harus tersedia untuk meprediksi, memberi
peringatan, dan komunikasi evakuasi.

e. Basis sumber daya


Persyaratan-persyaratan untuk memenuhi satu situasi emegensi akan jelas
tergantung pada tipe-tipe bahaya dan diantisipasi oleh rencana tersebut.
Persyaratan semacam itu harus dibuat secara exsplisit , dan harus mencakup
semua aspek bantuan bencana dan implementasi pemulihan. Beberapa
persyaratan utama:
 Tempat berlindung
 Obat-obatan
 Makanan
 Makanan tambahan
 Sistem komunikasi
 Sistem logistik
 Peralatan
 Pekerja pemulihan

f. Sistem peringatan
Untuk sebagian besar tipe serangan bencana yang cepat, sistem peringatan
dapat menyelamatkan banyak kehidupan. Dengan memberi pemberitahuan
yang memadai terhadap msyarakat yang rentan akan datangnya satu
bencana, mereka dapat meloloskan diri dari kejadian itu atau mengambil
tindakan berjga-jaga untuk mengurangi bahaya. Harus dipertimbangkan
pula jenis perlengkapan komunikasi apakah yang akan dibutuhkan dan
berkelanjutan jika jalur-jalur pembangkit listrik dan stasiun penerima rusak.
Peringatan juga penting untuk serangan bencana yang lambat dan
pemindahan populasi.

g. Mekanisme tanggapan
Tes yang paling mutlak dari suatu bencana adalah keefektifan tanggapan
terhadap peringatan dan dampak bencana. Pada tahapan tertenu dalam
proses peringatan, berbagai tanggapan harus dimobilisir. Pentahapan
tanggapan menjadi satu faktor yng penting dalam merancang rencana
kesiapan.

h. Pelatihan dan pendidikan umum


Salah satu bagian penting dari kesiapan bencana adalah pendidikan untuk
masyarakat yng mungkin terncam oleh bencana. Pendidikan semacam itu
bisa terdiri dari banyak bentuk, seperti:
 Pendidikan umum disekolah-sekolah untuk anak remaja, yang
menekankan tindakan-tindakan apa yang harus dilakukan jika ada
ancaman bencana.
 Kursus-kursus atau pelatihan khusus yang dirancang untuk orang dewasa,
seperti tindakan kesehatan preventif atau program kesehatan ibu dan
anak.
 Program pengembangan, dimana komunitas diinstruksikan untuk
menyediakan informasi yang relevan dan dilatih untuk tugas-tugas yang
harus dijalani selama kejadian bencana.

BAB II
Gambaran Umum Wilayah

A. Kondisi Fisik

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur


sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung
Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter
di atas permukaan laut, dan memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar
antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat
ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan
sisanya merupakan hutan lindung. Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan
berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di
antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit
Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang,
Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal
dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang
di dasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.kota
bukittinggi ini memiliki tiga kecamatan yaitu kecamatan air birugo tiga baleh,
kecamatan guguk panjang dan kecamatan mandiangin kota selayan. Pada
kecamatan guguk panjang terdiri tujuh kelurahan, salah satunya adalah kelurahan
kayu kubu.
Kelurahan kayu kubu memiliki luas 116 Ha/m dan memiliki batas daerah
sebelah utara kelurahan bukit apik puhun, sebelah selatan berbatas dengan
kelurahan bukik cangan kayu raman, sebe;a timur berbatas dengan kelurahan
benteng pasar atas dan sebelah barat berbatas dengan kelurahan lambah/ koto
gadang. Kondisi wilayah kayu kubu pada umumnya terdiri dari pemukiman,
persawahan dan juga dekat dengan tempat wisata yang ada di bukittinggi. kondisi
selokan dan parit yang ada di desa tampak airnya bersih kecuali ketika air bersih ,
sedangkan sampah setiap pagi petugas kebersihan mengangkat sampah melalui
truk sampah.
Batas Wilayah
Batas Desa/ Kelurahan Kecamatan
Sebelah utara Bukit Apik Puhun Guguak Panjang
Sebelah selatan Bukik Cangang Kayu Ramang Guguak Panjang
Sebelah timur Benteng Pasar Atas Guguak Panjang
Sebelah barat Lambah/ Koto Gadang IV Koto Agam

Luas Wilayah menurut penggunaan


Luas permukiman 59,24 ha/m2
Luas persawahan 3, 64 ha/m2
Luas perkebunan 1, 09 ha/m2
Luas kuburan 0,64 ha/m2
Luias perkarangan 9,56 ha/m2
Luas taman 4, 55 ha/m2
Perkantoran 2,73 ha/m2
Luas prasarana umum lainnya 9,55 ha/m2
Total luas 91,00 ha/m2

B. Kondisi Sosial Ekonomi


Menurut pendataan penduduk di kelurahan kayu kubu pada tahun 2015
penduduknya berjumlah 4.
Jenis pekerjaan Laki-laki Perempuan
Petani 8 orang 1 orang
Buruh tani 8 orang 0 orang
Pegawai negri sipil 72 orang 79 orang
Pedagang keliling 10 orang 15 orang
Peternak 3 orang 0 orang
Montir 14 orang 1 orang
Dokter swasta 4 orang 3 orang
Perawat swasta 0 orang 2 orang
TNI 3 orang 0 orang
Polri 3 orang 0 orang
Pensiunan PNS/ TNI/ Polri 49 orang 44 orang
Notaris 2 orang 41 orang
Dosen swasta 0 orang 4 orang
Asitektur 1 orang 0 orang
Seniman/ artis 5 orang 0 orang
Karyawan perusahaan swasta 245 orang 97 orang
Karyawan perusahaan pemerintah 13 orang 4 orang
Karyawan BUMD 4 orang 0 orang
Pedagang/ perdagangan 354 orang 122 orang
Jumlah penduduk yang bekerja 798 orang 373 orang

C. Kebijakan penanggulan bencana (Legislasi dan Kelembagaan)


Peraturan penanggulangan bencana daerah, kesatuan bangsa dan politik kota
Bukittinggi ditetapkan dengan peraturan pemerintah Nomor 21 tahun 2010
tentang pembentukan organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana
daerah. Adapun peraturan yang menyangkut peraturan penanggulangan bencana
berdasarkan UU No. 24 tahun 2007 pasal 18 dan 19 bahwa untuk melaksanakan
tugas dan fungsi penanggulangan bencana di daerah dibentuk Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Berpedoman pada peratuaran menteri
dalam negeri No. 4 tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja BPBD
dan Perka BNPB No. Tahun 2008 tentang pedoman pembentukan BPBD, maka
provinsi Sumatera Barat telah mempunyai BPBD yang dibentuk berdasarkan
Perda No. 9 tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja badan
penanggulangan bencana daerah. Begitu juga dengan kabupaten dan kota. Hingga
saat ini (2017) hanya dua kota yang belum membentuk BPBD yaitu kota Solok
dan kota Payakumbuh. Maka dengan adanya badan atau lembaga penanggulangan
bencan yang dimiliki daerah, diharapkan potensi bencana maupun resiko yang
dihadapi daerah (Sumbar) juga dapat berkurang, sehingga masyarakat dapat aman
dan nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.

D. Kebijakan dan strategi


Dalam upaya penanganan darurat benjcana, seluruh aspek terkena dampak
perlu dipulihkan fungsinya dengan segera, sehingga kepulihan fungsi tersebut
menjadi parameter untuk pengakhiran status darurat bencana. Berdasarkan
pertimbngn tersebut, perlu disusun kebijakan dan strategi untuk mendorong
lahirnya kegiatan-kegiatan yang mempercepat proses pemulihan darurat bencana
(early recovery).
Adapun beberapa kebijakan penting yang harus diambil serta strategi yang dapat
dilakukan dalam penanganan darurat bencana, yaitu sebagai berikut:
 Mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki daerah dan menjamin
terpenuhinya kebutuhan dasar korban serta perlindungan terhdap kelompok
rentan dalam penanganan darurat bencana tsunami.
a. Membuat nota kesepahaman dengan pihak swasta terkait pengerahn sumber
daya yang dibutuhkan pada saat terjadi bencana seperti: adanya SPBU
khusus untuk pelaku tanggap darurat, pengerahan alat berat dan disertai
aturan tertulis mengenai tata layanan.
b. Memobilisasi segenap kekuatan personil, sarana prasarana yang ada.
c. Pada pemerintah provinsi, kab/kota, TNI/POLRI, swasta, perguruan tinggi,
PMI, dan relawan.
d. Menugaskan tim reaksi cepat atau TRC ke lokasi bencana secara cepat dan
akurat serta melaporkan kepada pihak terkait, baik untuk tingkat provinsi
maupun pusat serta berbagai pihak yang membutuhkan untuk penggalangan
dukungn bantun dari luar.
e. Mengoptimalkan manajemen data dan informasi dalam hal pencatatan
bantuan yang diterim dan dikeluarkn (diberikan) kepada korban.
f. Mempersiapkan sarana transportasi yang dapat menjangkau seluruh lokasi
bencana.
g. Memberikan pelayanan keamanan kepada lembaga pemberi bantuan agar
selamat sampai tujuan (lokasi bencana).
h. Melakukan pengawasan dan pengendalian, analisa serta evaluasi terhadap
setiap penanganan darurat.
i. Keluar masuk informasi atau data harus melaului satu pintu, yaitu dari
posko utama.
j. Memprioritaskan lansia, bumil, anak-anak, dan masyarakat yang
berkebutuhan khusus.
 Mengkoordinasikan kegiatan (adanya manajemen koordinasi) penangnn
darurat bencana yang dilakukan oleh semua pihak terkait, baik lembaga atau
instansi pemerintah, swasta dan relawan.
a. Mengaktifkan sistem komando dan kendali tanggap darurat.
b. Memnfaatkan sistem dan manajemen informasi dan komunikasi, bauik
tingkat lokal, nasional dan internasional.
c. Mengerahkan relawan sesuai keahlian yang dibutuhkan pada saat
penanganan darurat dan memiliki izin sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
 Menetapkan desentralisasi kewenangan kepada wilayah kab/kota hanya dalam
hal pemenuhan kebutuhan berdasarkan zona wilayah masing-masing serta
menetapkan komando khusus (tiap zona terdiri dari 2- kab/kota dan dibantu
oleh satu daerah tetangga). Namun tetap dalam struktur dan komando provinsi
yang telah dibentuk, yaitu:
a. Membagi daerah kab/kot yng terkena dampak bencana berdasarkn zona-
zona yang diidentifikasikan berdasarkan keadaan geografis wilayah (jarak
dan luas wilayah tsb).
b. Membentuk komando yang berfungsi untuk mempermudah akses
pemerintah dalam memberikan bantun atau kebutuhan daerah nantinya.
BAB III
PENILAIAN RESIKO BENCANA

A. Ancaman
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bahaya yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam,
bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut
antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran perkotaan dan pemungkiman,
angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi dan konflik sosial.
Jenis ancaman bahaya yang terdapat diwilayah atau didaerah yang diperoleh
dari data kejadian bencana di daerah yang bersangkutan.

1) Gempa Bumi
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang bernama
seismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum dimana
gempa bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala besarnya
lokal 5 magnitude. Biasanya gempa bumi terjadi pada daerah – daerah yang
dekat dengan patahan lempengan bumi. Gempa adalah bencana alam yang
tidak dapat diperkirakan, oleh karena itu gempa merupakan bencana alam
yang sangat berbahaya. Ada berbagai cara untuk mengurangi kerugian akibat
dampak gempa bumi, seperti membangun bangunan yang dapat meredam
getaran gempa, memperkuat pondasi bangunan dan masih banyak yang lain.
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan
atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit, dan bangunan
umum lainnya). Dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan,
pelabuhan, laut atau udara, jaringan listrik dan telekomunikasi dan lain-lain),
serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya
kepanikan.

Segmen Patahan Sumatera 7 diantaranya terdapat di wilayah Provinsi


Sumatera Barat dan akan berdampak langsung terhadap masyarakat yang berada
pada zona-zona rentan. Adapun ketujuh segmen tersebut adalah segmen Siulak
(2.25°S ~ 1.7°S), segmen Suliti (1.75°S ~ 1.0°S), segmen Sumani (1.0°S ~ 0.5°S),
segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N), segmen Sumpur (0.1°N ~ 0.3°N), Segmen
Barumun (0.3°N ~ 1.2°N) dan Angkola sedangkan potensi gempa masing-masing
segmen tersebut dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Data dan Parameter sumber gempa pada segmen-segmen Sesar


Sumatera (Tim revisi Peta Gempa Indonesia, 2010).
1. Segmen Angkola
Ujung utara segmen ini bermula pada lembag Batang Toru, menyisir
lembah Sungai Batang Angkola dan Batang Gadis di wilayah Sumatera Utara.
Sementara ujung Selaatnnya berada di wilayah Sumatera Barat di dekat
Lembah Batang Pasaman. Panjang segmen 160 km dengan Potensi kekuat
gempa maksimum pada segmen ini adalah M 7,6.

Kerusakan serius dilaporkan pernah terjadi pada tahun 1892 disepanjang


lembah Batang Gadis dan Sungai Angkola diantara Malintang dan Lubuk Raya
Volcanoes (Visser, 1922 dalam D. Hilman dan K Sieh, 2000).

2. Segmen Barumun
Ujung Utara Berada di Wilayah Sosopan Julu, Sumatera Utara,
menyusuri Lembah Sungai Barumun. Bagian Selatan Segmen ini berada di
Wilayah Provinsi Sumatera Barat. Panjang segmen 125 km dengan potensi
kuat gempa maksimum pada segmen ini adalah M 7,6.
Lembah Aliran Batang Asik dan hamparan lembah (depresi) Batang
Sumpur di daerah Panti dan Sitompa hingga Sunpadang merupakan bukti dari
adanya pergeseran vertikal berupa amblasan pada bagian segmen ini.

3. Segmen Sumpur
Segmen Sumpur di bagian Utara burujung pada sisi Selatan Depresi
Sumpur, di Selatan Panti, kemudian menyisir Lembah Batang Sumpur ke
Tenggara, Salabawan, hingga Bonjol, menyusuri S. Silasung. Panjang segmen
35 km dengan potensi kuat gempa maksimum pada segmen ini adalah M 6,9.

4. Segmen Sianok
Segmen ini memanjang dari sisi Timur Luat D. Singkarak, melewati sisi
Barat Daya G. Marapi hingga Ngarai Sianok. Panjang segmen 90 km dengan
potensi kuat gempa maksimum pada segmen ini adalah M 7,3.

Gempa terbesar pernah tercatat pada segmen ini yaitu pada 4 Agustus
1926 dengan pusat hancuran antara Bukit Tinggi dan D. Singkarak. Data
terbaru mencatat bahwa 6 Maret 2007 (M 6,4 dan 6,3) juga terjadi gempa
merusak pada segmen ini bersama sama dengan segmen Sumani dan
mengakibatkan banyak kerusakan di daerah Batu Sangkar dan Solok.
5. Segmen Sumani
Ujung Utara segmen ini berada di sisi Utara D. Singkarak, menyirisi sisi
Barat Daya danau tersebut melintasi daerah Kota Solok, Sumani, Selayo dan
berakhir di Utara D. Diateh Tenggara Gunung Talang. Panjang segmen 90 km
dengan potensi 65 km kuat gempa maksimum pada segmen ini adalah M 7,2.
Gempa merusak tercatat terjadi pada 9 Juni 1943, M 7.4, di bawah D.
Singkarak dan menghasilkan pergeseran horizontal sejauh 1 m 4 (D. Hilaman
Natawijaya dkk. 1995), dan gempa pada 6 Maret 2007 juga telah menyebabkan
banyak kerusakan di sepanjang segmen ini dari Sumani hingga Selayo.

6. Segmen Suliti
Ujung Utara segmen berada pada D. Diatas dan D. Dibawah dengan lebar
zona 4 km pada wilayah tersebut. Patahan Sumatera pada segmen ini
menelusuri lembah S. Suliti ke Tenggara hingga anak-anak Sungai Liki di
Barat Laut G. Kerinci, dengan panjang total 90 km. Potensi kuat gempa
maksimum pada segmen ini adalah M 7,4.
Gempa merusak pada segmen ini pernah terjadi pada 9 Juni 1943, M 7,1
(Pacheco dan Sykes, 1992). Menyebabkan kerusakan parah pada bagian Utara
Segmen hingga Muarolabuh.

7. Segmen Siulak
Ujung Selatan Segmen ini berada di wilayah Jambi menyusuri lembah di
Barat Daya hingga Barat Laut G. Kerinci, overlap dengan segmen Suliti di
wilayah Solok Selatan dengan panjang total 70 km. Potensi kuat gempa
maksimum pada segmen ini adalah M 7,2.
Gempa merusak pernah terjadi pada segmen ini pada 9 Juni 1909 dan
diyakini berkekuatan 7,7 (Abe, 1981) dan menyebabkan kerusakan parah
hampir di sepanjang segmen. Kerusakan pada gempa 6 Oktober 1995, M 7,0
diberitakan terjadi pada area yang cukup luas di lembah Barat Laut Danau
Kerinci (Kompas 7 Oktober 1995).
Kelurahan kayu kubu adalah salah satu dari dua puluh empat kelurahan
yang terdapat di kota bukittinggi. berdasarkan geografis dan topografinya kota
bukittinggi merupakan salah satu dari 18 kabupaten atau kota, di provinsi
sumatera barat hidup dalam bayang-bayang ancaman bencana gempa bumi
besar. Topografi sumatera barat yang mirip dengan negara nepal dengan
banyak lokasi terjal dan perbukitan bagian dari jejeran bukit barisan menambah
besar resiko ancaman bencana gempa bumi diwilayah ini. Gempa bumi adalah
guncangan atau getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan
energi dari dalam secara tiba-tiba lalu menciptakan gelombang seismik. Gempa
bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).
Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat yang bernama
seismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum dimana
gempa bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala besarnya
lokal 5 magnitude. Biasanya gempa bumi terjadi pada daerah – daerah yang
dekat dengan patahan lempengan bumi. Gempa adalah bencana alam yang
tidak dapat diperkirakan, oleh karena itu gempa merupakan bencana alam
yang sangat berbahaya. Ada berbagai cara untuk mengurangi kerugian akibat
dampak gempa bumi, seperti membangun bangunan yang dapat meredam
getaran gempa, memperkuat pondasi bangunan dan masih banyak yang lain.

2) Banjir
Banjir adalah bencana alam yang diakibatkan oleh curah hujan yang
cukup tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran-saluran pembuangan air
yang memadai, sehingga banjir dapat meredam berbagai wilayah – wilayah
yang cukup luas. Pada umumnya banjir terjadi karena luapan sungai yang
tidak mampu menghadang derasnya air yang datang sehingga menyebabkan
jebolnya sitem perairan disuatu daerah.
Banjir juga diakibatkan oleh manusia itu sendiri karena membuang
sampah sembarangan ke saluran-saluran pembuangan air dan nenebang
pohon secara liar, pohon bermanfaat sebagai penyerap air dikala datangnya
hujan.

3) Letusan gunung Api


Gunung api adalah bukit atau gunung yang mempunyai lubang
kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan batuan
(magma) dan gas kepermukaan bumi lubang tersebut dinamakan kawah bila
ber-diameter < 2.000 m dan di sebut kaldera bila ber-diameter > 2.000 m.
Gunung meletus bisa terjadi karena endapan magma di dalam perut bumi
yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan
seperti itulah gunung merapi bisa terbentuk. Letusan gunung merapi bisa
merenggut korban jiwa dan menghabiskan harta benda yang besar. Gunung
meletus merupakan salah satu bencana alam yang sangat dahsyat karena
diakibatkan meningkatnya aktivitas magma yang ada dalam perut bumi. Jika
gunung akan meletus maka dapat dideteksi dengan cara melihat aktivitas
perkembangannya., mulai dari siaga, waspada, awas dan hingga puncaknya
itu meletus. Ketika suatu gunung meletus maka akan mengeluarkan material-
material yang ada dalam bumi, mulai dari debu, batu, kerikil, awan panas,
krikil hingga magmanya. Karena waktu terjadinya gunung meletus dapat
diperediksi, maka bisa diberi peringatan kepada warga agar segera mengungsi
ke tempat ynag lebih aman. Magma adalah cairan panas yang keluar dari
dalam perut bumi dengan suhu yang sangat tinggi, diperkirakan lebih dari
1.000 derajat celcius. Magma yang sudah keluar dalam perut bumu disebut
lava. Gunung meletus ternyata berdampakbaik bagi masyarakat, karena 1-2
bulan terjadinya bencana tumbuh-tumbuhan menjadi lebih subur, karena
debu, dan material-material yang dikeluarkan memiliki zat harta yang sangat
tinggi.

4) Longsor
Longsor atau disebut juga gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi
yang terjadi karena pergerakan masa bantuan atau tanah dengan berbagai tipe
dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
longsor bisa terjadi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan
faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi material itu sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Bencana longsor terjadi karena
setelah hujan yang cukup lebat dan tanah tersebut tidak sama sekali
ditumbuhi tanaman maka terjadilah longsor itu. Tanaman berguna untuk
menahan tanah-tanah agar tidak mudah longsur atau terseret. Ada juga bencan
longsor yang terjadi secara alami, karena memang tanah yang kurang padat,
curah hujan yang cukup tinggi dan kemiringa yang cukup curang

5) Kebakaran
Kebakarn bisa terjadi dikaitkan oleh wilayah itu sendiri, bisa juga
dikaitkan oleh ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Jika
kebakarn sampai terjadi maka cukup sulit untuk memadamkannya, karena
kerapatan hunian, luasnya daerah yang terbakar dan lokasinya yang jauh dari
kejangkauann tempat penanggulangan bencana. Bahay yang tibul karena
kebakaran adalah asap yang dihasilkan daoat merusak pernafasan. Kebakaran
secara liar adalah kebakaran yang terjadi dialam liar. Jika bencana tersebut
disebabkan oleh alam itu sendiri, kemungkinan karena petir yang menyambar.
Jika ulah manusia, maka bisa dipastikan karena keserakahan manusia dalam
membuka lahan tanpa melihat akibat yang ditimbulkan.

6) Epidemi dan wabah penyakit


Wabah adalah suatu istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya
penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk
menyebut penyakit yang menyebatr tersebut. Wabah dipelajari dalam
epidemilogi. Epidemilogi berasal dari bahasa yunani epi berarti pada dan
demos berarti rakyat adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada
suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan
laju yang melampaui laju” ekspektasi” (dugaan), yang didasarka pada
pengalaman yang muktakhir. Dengan kata lain epidemi adalah wabah yang
terjadi lebih cepat dari pada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit
didalam suatu populasi dalam periode tertentu disebut insidence rate =” laju
timbulnya penyakit “.

B. Kerentanan
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya : kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada didaerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman
banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantara sungai dan sebagainya.

2. Kerentanan ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap
bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk
melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

3. Kerentanan sosial
Kondisi masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang resiko
bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula
tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
menghadapi bahaya.

4. Kerentanan lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal didaerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal dilereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap bencana tanah longsor dan sebagainya.

C. Analisis kemungkinan dampak bencana


a. Skala Probabilitas
 Angka 5 pasti (hampir pasti 80% - 99%)
 Angka 4 kemungkinan besar (60% - 80%, terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 10 tahun mendatang).
 Angka kemungkinan terjadi (40% - 60%, terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 100 tahun).
 Angka 2 kemungkinan kecil (20% - 40%, terjadi tahun depan atau sekali
lebih dari 100 tahun).
 Angka 1 kemungkinan sangat kecil (hingga 20%).

b. Dampak Kejadian yang Menimbulkan:


 Angka 5 sangat parah (80% - 99%, wilayah hancur dan lumpuh total).
 Angka 4 parah (60% - 80%, hancur).
 Angka 3 sedang (40% - 60%, wilyah terkena rusak).
 Angka 2 ringan (20% - 40%, wilayah yang rusak).
 Angka 1 sangat ringan (kurang dari 20%, wilayah rusak).
NO JENIS ANCAMAN BAHAYA P D
1. GEMPA BUMI 5 4
2. LONGSOR 3 4
3. BANJIR 2 1
4. KEBAKARAN 2 3
5. LETUSAN GUNUNG API 2 3
6. EPIDEMI DAN WABAH PENYAKIT 2 2

5 Gempa
POTENSI

4
p

3 Kebakaran Longsor
2 Banjir Epidemi/wabah Letusan gunung api
1

DAMPAK

KETERANGAN :

P : Probabiliti

D : Dampak

Berdasarkan gambar matriks diatas tergambarkan bahwa dampak bencana


dari gempa bumi adalah parah yaitu 60-80% hancur seperti halnya pada longsor
sedangkan banjir memiliki dampak sangat ringan yaitu 20%.
BAB IV

MEKANISME PENANGGULANGAN BENCANA

A. Pra Bencana
Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan
bencana,jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik publik lewat
artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer,
digemari dan mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik
dengan target antara lain :
1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana,
mekanisme quick respon, langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan
tepat untuk meminimalisasi korban serta menekan kerugian harta/ benda.
2. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan
artikel tematis yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap
potensi, jenis dan sifat bencana).
3. Perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang.
4. Pelestarian lingkungan.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa:


 Pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness)
 Latihan penanggulangan bencana (disaster drill)
 Penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof)
 Membangun sistem sosial yang tanggap bencana
 Perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster
management policies).

Prosedur dan Tahapan Penanggulangan Pra Bencana :


 Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Ronda (pemantauan, informasi
dan komunikasi).
 Mengamati perkembangan bencana, saling menginformasikan dan
mengkomunikasikan perkembangan.
 Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan tanda bahaya :
Kentongan, sirine, peluit atau apa yang disepakati.
 Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan jalur evakuasi :
Disepakati jalur mana yang akan dilewati untuk penyelamatan.
 Merencanakan dan mensosialisaasikan kesepakatan tujuan/ tempat
pengungsian : disepakati tujuan pengungsian ke tempat yang lebih aman.
 Mensosialisasikan persiapan masing-masing keluarga : Yang
diselamatkan : surat-surat berharga, ternak, pakaian secukupnya.

Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat/ Komunitas Yang Ada Pada Pra


Bencana
a. Perangkat Komunikasi & Informasi :
 Peralatan Komunikasi (HT, Telepon Dll)
 Denah Jalur Pengungsian yang dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.
 Alat Penyampaian Tanda Bahaya Yang di Sepakati (kentongan, sirene, dll)
 Tempat Tujuan Pengungsian Yang di Sepakati
 Sosialisasi Melalui Selebaran, Penyuluhan, Pelatihan Sederhana.
 Menginformasikan Bahaya Merapi.

b. Membantu Pengorganisasian Masyarakat


 Siskamling + Pengamatan bencana
 Kerjasama dengan Perangkat Desa Setempat, PEMDA, LSM
 Mempersiapkan/ Membuat Alat Penyampai Tanda Bahaya Yang di
Sepakati
 Mempersiapkan Alat Bantu Transportasi
 Mempersiapkan/Membuat Alat Bantu Penerangan (obor, senter, dll)

Pada tahap pra bencana ini meliputi 2 keadaan yaitu :


a. Dalam situasi tidak terjadi bencana
b. Dalam situasi terhadap potensi bencana

Situasi tidak terjadi bencana


Situasi tidak ada potensi bencan yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

a. Perencanaan penanggulangan bencana


Dalam perencanaan siaga bencana ada lima komponen kesiapsiagaan
penanggulangan bencana yang harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan
jasa penanggulangan bencana dapat di lakukan dengan baik.

Komponen-komponen tersebut antara lain :


1. Organisasi, merupakan struktur organisasi penanggulangan bencana,
meliputi aspek pengarahan unsur, koordinasi, komando, dan pengendalian,
kewenangan, lingkup penugasan dan tanggung jawab penanggulangan
bencana
2. Komunikasi, sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya
bencana,fungsi komando, pengendalian operasi dan koordinasi selama
operasi penaggulangan bencana.
3. Fasilitas, adalah komponen unsur, peralatan atau perlengkapan serata
fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi atau misi
penanggulangan bencana.
4. Pertolongan darurat adalah kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadiann bencana untuk menanagani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemenuhan sarana dan prasarana.
5. Dokumentasi berupa pendataan laporan, analisa, serta data kemampuan
operasi penanggulangan bencana guna kepentingan misi penaggulangan
bencana yang akan datang

b. Pengurangan resiko bencana


Penanggulangan resiko bencana adalah salah satu sistem pendekatan
untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi resiko yang diakibatkan
oleh bencan tujuan utamanya untuk mengurangi resiko fatal dibidang sosial,
ekonomi, juga lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana : PRB sangat
dipengaruhi oleh penelitian masal pada hal-hal yang mematikan dan telah di
cetak dan dipublikasikan pada pertengahan tahun 1970.

Ini merupakan bentuk tanggung jawab dan perkembangan dari badan


penyelamat, dan seharusnya kegiatan ini berkesinambungan, serta menjadi
bagian dari kesatuan organisasi ini, tidak hanya melakukannya secara musiman
pada saat terjadi bencana. Oleh karennya jangkauan PRB sangat jelas.
Cakupannya luas dan dalam, dibandingkan managemen penaggulangan
bencana darurat yang biasa, PRB dapat melakukan inisiatif kegiatan dalam
segala bidang pembangunan dan kemanusiaan.

c. Pencegahan
Pencegahan adalah bagaimana cara mencegah atau menghundar dari
bencana kita tahu bahwa da beberapa bencana tidak dapat dicegah, khususnya
bencana alam,. Namun resiko kehilangan nyawa atau cedera dapat dikutrangi
engan rencan evakuasi yang baik, perencanaan lingkungan yang baik dan
sebagainya. Upaya pencehgahan bencana ini merupakan satu hal yang sangat
penting, harus dilakukan terus menerus dan berkelanjutan oleh kita semua.

Situasi terdapat potensi bencana


Pada situasi ini perlu adanya kesiapsiagaan, peringntan ini dan mitigasi
bencana dalam penanggulangan bencana.
a. Kesiapsiagaan
b. Peringatan dini
c. Mitigasi bencana
Kegiatan – kegiatan pra bencana ini dilakukan secara lintas sektor dan
multitakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB / BPBD adalah fungsi koordinasi.

B. Saat Bencana (Tanggap darurat)


Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana yang bertujuan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Meliputi kegiatan :
 Penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta benda
 Pemenuhan kebutuhan dasar
 Perlindungan
 Pengurusan pengungsi
 Penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

C.Pasca Bencana (Recovery)


Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses
pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa
yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam hal upaya untyuk
mengembalikan tatanan masyarakat seperti semula sebelum terjadinya bencana.
Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana bencana ini adalah
kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal :
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Livelyhood recovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stakeholders yang terlibat

Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu


rehabilitasi dan rekonstruksi.
 Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

 Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,


kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

D. Mekanisme penanggulangan bencana


Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini adalah
mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan
Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas,
dinyatakan bahwa mekanisme tersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
2. Pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

Koordinasi
dan
Pelaksanaa Koordinasi,
n komando
dan Koordinasi
Pelaksanaa dan
n Pelaksanaa
n

Pencegahan Tanggap Darurat Pemulihan


Mitigasi
Kesiapsiagaan

Sebelum Pada saat Sesudah


BAB V

TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

Bencana ini bersifat tidak dapat diprediksi kapan terjadinya. Gempa bumi
dapat menimbulkan dampak korban jiwa, luka, maupun kerusakan infrastruktur
yang sangat signifikan, mengidentifikasi potensi bahaya dalam perencanaan yang
berstandar aman dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi korban jiwa maupun
infrastruktur.

A. Apa yang dilakukan sebelum terjadi gempa bumi


Kita tidak dapat mengetahui kapan gempa akan terjadi sehingga persiapan
menjadi sangat penting untuk menyelamatkan jiwa, mengurangi korban luka,
maupun kerusakan infrasruktur.

Langkah untuk persiapan (mitigasi aktif) yaitu meningkatkan kewaspadaan


masyarakat.
1. Cek potensi bahaya dirumah
a) Lekatkan lemari secara aman pada dinding
b) Tempatkan barang besar dan berat pada bagian bawah lemari
c) Letakkan barang pecah belah pada bagan yang lebih rendah dan dibagian
tertutup.
d) Gantungkan barang yang berat seperti pigura foto atau cermin, jauh dari
tempat tidur, sofa ataupun tempat dimana orang duduk
e) Pastikan lampu langit-langi terpasang dengan kuat
f) Perbaiki apabila ada kerusakan listrik atau gas
g) Amankan pemanas air yang terpasang dengan baik pada dinding
h) Perbaiki keretakan pada langit-langit atau pondasi. Konsultasikan dengan
ahli bangunan apabila membutuhkan informasi mengenai struktur bangunan
yang kurang kuat.
i) Tempatkan bahan-bahan yang mudah terbakar dalam lemari tertutup dan
letakan paling bawah.

2. Identifikasi tempat aman didalam dan diluar rumah


a) Dibawah perabot yang kuat, seperti meja dan kursi
b) Merapat pada dinding, seperti berdiri pada siku bangunan
c) Menjauh dari kaca atau cermin ataupun barang – barang berat yang
berpotensi jatuh
d) Diluar rumah, jauhi bangunan, pohon, dan jaringan telfon atau listri, atau
bangunan yang mungkin runtuh

3. Bekali pengetahuan diri sendiri dan anggota keluarga


a) Memiliki daftar kontak yang dibutuhkan, seperti badan penanggulangan
daerah (BPBD) propinsi, kabupaten, kota, TNI, POLISI, rumah sakit, PMI,
dianas pemadam kebakaran.
b) Bekali anak-anak bagaimana dan kapan harus menghubungi pihak-pihak
diatas, dan mencari stasiun radio untuk mencari informasi darurat.
c) Bekali semua anggota keluarga bagaimana dan kapan harus mematikan gas

4. Merencanakan mekanisme komunikasi darurat


a) Pada kasus apabila anggota keluarga terpisah pada saat bencana, rencanakan
cara untuk mengumpulkan anggota keluarga setelah bencana di area titik
berkumpul evakuasi bencana.
b) Menanyakan kepada saudara atau teman yang berlokasi diluar area tempat
tinggal kita untuk bersedia sebagai penghubung keluarga

5. Tetap berada di tempat yang menurut kita aman selama terjadi gempa
a) Waspadai gempa susulan yang terkadang guncangannya lebih kuat.
Perhatikan langkah kita ketempat aman yang lain dan tetap berada disekitar
tempat itu sebagai guncangan berhenti dan kita dapat keluar dengan aman.
b) Tahap kesiapsiagaan atau kontigensi plan yaitu inventarisasi sumber daya
pendukung serta penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
Ketika di dalam ruangan
1. Merunduk hingga menyentuh lantai, cari perlindungan dibawah meja atau
perabot lain yang kuat dan tunggu sampai guncangan berhenti. Apabila tidak
ada meja atau perabot untuk berlindung, lindungi kepala dengan lengan
kemudian merayap menuju ruangan
2. Jauhi gelas, jendela ataupun yang mungkin menjatuhi kita
3. Tetap ditempat tidur apabila terjadi gempa, lindungi kepala kita dengan bantal.
Apabila ada kemungkinan benda berat akan menimpa kita, segera menuju
kesisi terdekat yang aman.
4. Tetap didalam ruang hingga guncangan berhenti, dan keluarlah ketika sudah
aman. Penelitian menunjukan bahwa banyak orang terluka karena mereka
berusaha untuk menuju kelokasi yang berbeda atau berusa keluar banguanan.
5. Waspadai semua kemungkinan yang timbul akibat arus pendek
6. Jangan menggunakan lift

Ketika diluar ruangan


1. Tetaplah diluar
2. Jauhi dari gedung lampu jalan, atau jaringan berkabel
3. Ketika diluar, tetaplah diluar hingga guncangan berhenti bahaya paling besar
berada langgsung diluar bangunan, pada pintu keluar, eksterior sepanjang
dinding luar

Jika didalam kendaraan


1. Menepi dan berhenti segera. Tetap tinggal didalam kendaraan. Hindari berhenti
dekat atau dibawah bangunan, pohon, jembatan, ataupun jaringan berkabel.
2. Lanjutkan berkendara setelah gempa berhenti. Hindari jalan, jembatan, atau
halangan yang telah rusak akibat gempa.

Ketika terjebak di dalam reruntuhan


1. Jangan menyalakan api
2. Jangan bergerak atau apapun yang menimbulkan debu.
3. Tutupi mulut anda dengan sapu tangan atau kain.
4. Munculkan suara pada pipa atau dinding sehingga tim SAR dapat mencari
posisi anda. Gunakan pluit apabila tersedia. Berteriak adalah jalan terakhir
yang dapat dilakukan., tetapi hal ini dapat menyebabkan akan menghirup debu.

Tahap tanggap darurat dan tahap pemulihan yaitu : pemenuhan kebutuhan


dasar dan pemulihan sosial psikologis.

Bantu korban luka atau yang terjebak. Ingat untuk selalu membantu
tetangga atau siapapun yang membutuhkan pertolongan khusus seperti anak-anak,
orangtua, atau orang cacat. Berikan pertolongan pertama secara tepat. Jangan
pindahkan korban yang terluka serius untuk menghindari luka yang lebih parah.
Carilah bantuan kepada tim medis atau yang lebih ahli. Selain dari segi fisik
bencana juga meninggalkan traima psikologis terhadap korban bencana.
Rehabilitasi psikologis lebih difokuskan kepada penanganan rasa trauma
psikologis korban bencana. Gangguan stress pasca trauma merupakan gangguan
mental pada seseorang yang muncul setelah mengalami sesuatu pengalaman
traumtik dalam kehidupan, jika tidak diobati bisa memperburuk gangguan stres
pasca trauma atau post traumatik stres dissolder (PTSD). Sebagai perawat kita
harus menyiapkan keahlian dalam penanganan keahlian disaster salah satunya
dalam penanganan mental health atau PTSD.

Sebagai perawat kita bisa melakukan intervensi psikososial untuk


mengatasi trauma pasca bencana padda anak-anak dan remaja. Intervensi
psikososial dapat berupa pemberian terapi seni atau drama, sehingga gejala PTSD
dapat segera teratasi untuk rehabilitasi. Perawat juga bisa melakukan pemulihan
kesehatan mental melalui sharing dan mendengarkan semua keluhan yang
dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk
tetap bangkit. Sedangkan pada anak-anak cara efektif adalah dengan cara
mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak-
anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman
bermain, diman anak-anak akan mendaptkan permainan, cerita lucu, dan lain
sebagainya. Sehingga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
Selain itu, rehabilitasi dari segi komunitas perawat bisa melakukan kerja
sama dengan lintas sektoral dalam berbagai bidang ilmu untuk memeulihakan
kembali keadaan korban bencana. Kondis masyarakat sekitar daerah yang terkena
musibah pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung-katung tidak jelas akibat
memburuknya keadaan pasca bencana akibat kehilangan hartabenda yang mereka
miliki, sehingga banyak diantara mereka yang patah arah dalam menentukan
hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut
adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan
fasilitas dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat
melakukan pelatihan-pelatihan keterampilan yang di fasilitasi dan berkolabirasi
dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehingga
diharapkan masyarakat disekitar daerah bencana akan mampu membangun
kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
BAB VI

ALOKASI TUGAS DAN SUMBER DAYA

A. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

Sebagai gambaran lebih rinci, kegiatan rencana penanggulangan bencana daerah


dapat dilihat pada tabel berikut :
Istansi

TNI/POLRI
Dep.ESDM

Depdagri
Pilihan
Dep PU
Depkes
Depsos
BPBD
BMG

LSM

DLL
Tindakan Kegiatan

Pra 1. Pembuatan peta


bencana rawan
saat tidak2. Penyuluhan
terjadi 3. Pelatihan
bencana 4. Pengembangan
SDM
5. Analisi resiko dan
bahaya
6. Litbang
7. Dan lain-lain
1.Pembentukan
Pra
bencana POSKO
2. Peringatan
terdapat
3. Rencana
potensi
bencana kontigensi
4. Dan lain-lain
Pada saat 1.Pernyataan
tanggap bencana
darurat 2. Bantuan durarat
3. Dan lain –lain

Pasca 1. Kaji bencana


bencana 2. Rehabilitas
3. Rekonstruksi
Keterangan :

1 = Penanggung Jawab

S = Terlibat Langsung

: = Terlibat Tidak Langsun

B. PELAKU KEGIATAN
1. Instansi pemerintahan terkait
Dalam melaksanakan penganggulangan bencana didaerah akan memerlukan
koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor
sebagai berikut:
a. Sektor pemerintahan
Mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.
b. Sektor kesehatan
Merencanakan pelayanan kesehatan dan medik termasuk obat – obatan dan
para medis.
c. Sektor sosial
Merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya
untuk para pengungsi.
d. Sektor pekerjaan umum
Merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan
kebutuhan pemulihan saran dan prasarana.
e. Sektor perhubungan
Melakukan deteksi dini dan informasi cuaca / meteorologi dan
merencanakan kebutuhan transpotrasi dan komunikasi.
f. Sektor energi dan sumber daya mineral
Merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif dibidang bencana
geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana
geologi sebelumnya.
g. Sektor tenaga kerja dan trans migrasi
Merencanakan pengerahan dan pemindahan korban bencana kedaerah yang
aman bencana.
h. Sektor keuangan
Penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan
bencana dan masa pra bencana.
i. Sektor kehutanan
Merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif khususnya kebakaran
hutan atau lahan.
j. Sektor lingkungan hidup
Merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokatif,
dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.
k. Sektor kelautan
Merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif dibidang bencana
tsunami dan aprasi pantai.
l. Sektor lembaga penelitian dan pendidikan tinggi
Melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulngan bencana pada masa pra bencana, tanggap
darurat, rehabilitas dan rekontruksi.
m. TNI/POLRI
Membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk
pengamanan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

2. Potensi masyarakat
a. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban
bencana, harus mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga
diharapkan bencana tidak berkembang ke skala yang lebih besar.
b. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta baru cukup
menonjol pada saat kejadiaan bencana yang saat pemberian bantuan darurat.
Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini akan sangat berguna bagi
peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi bencana.
c. Lembaga non-pemerintahan
Lembaga-lembaga non-pemerintahan pada dasarnya memiliki kesebilitas
dan kemampuan yang memadai dalam upaya penaggulangan bencana.
Dengan koordinasi yang baik lembaga non-pemerintahan ini akan dapat
memberikan konstribusi dalam upaya penanggulangan bencana mulai dari
tahap sebeludmnya, pada saat dan pasca bencana.
d. Perguruab tinggi/lembaga penelitian
Penanggulngan bencana dan efektif dan efesien jika dilakukan berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan
kosntribusi pemikiran dari para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan
penelitian.
e. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk
itu peran media sangat penting dalam hal membangun ketahanan
masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan ketepatan dalam
memberikan inpormasi kebencanaan berupa peningkatan dini, kejadiaan
bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan
kepada masyarakat.
f. Lembaga internasional
Pada dasarnya pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
international, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurat serta pasca
bencana. Namun demikian harus mengikuti peraturan dan perundang-
undangan berlaku

C. SUMBER DANA

Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan


bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja nasional ,
provinsi atau kabupaten / kota. Kegiatan sektoral dibiayai dari anggaran
masing-masing sektor yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan khusus seperti
pelatihan, kesiapan, penyediaan peralatan khusus, dibiayai dari pos-pos khusus
dari anggran pendpatan dan belanja nasional, provinsi atau kabupaten/kota

Pemerintahan dapat menganggarkan dana kontigensi untuk


mengantisipasi untuk diperlukan dana tambahan untuk penanggulangan
kedaruratan. Besarnya tata cara akses serta penggunaanya diatur bersama DPR
yang bersangkutan. Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah,
termasuk badan-badan PBB dan masyrakat international, dikelola secara
transparan oleh unit-unit koordinasi.

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bencana adalah gangguan yang serius dari berfungsinya satu


masyarakat, yang menyebabkan kerugian-kerugian yang besar terhadap
lingkungan, material dan manusia, yang melebihi kemampuan dari masyarakat
yang tertimpa bencana untuk menanggulangi dengan hanya menggunakan
sumber-sumber daya masyarakat itu sendiri ( UNDP/UNDRO,1992 ).
Manajemen bencana merupakan seluruh kigiatan yang meliputi aspek
perencanaan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sudah terjadinya
bencana. ( rachmad, 2006 ).

Manajemen bencana/ pengelolaan bencana meliputi respon insiden dan


kegiatan pasca bencana, termasuk penilaian resiko, pencegahan, mitigasi,
respon dan kegiatan pemulihan.

B. SARAN

Dengan mempelajari manajemen bencana, maka kita sebagai perawat


dapat memahaminya serta dapat menerapkannya di lahan praktek nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik Dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Rachmat, Agus. 2006. Managemen dan Mitigasi Bencana. Jawa Barat : Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
Suryono. 2006. Peran Medik Pada Penanganan Korban Bencana ( Lesson
Learned From Earthquake May 27th 2006)
Veenema. 2007. Disaster Nursing and Emergency Preparedness. New york :
Springer Publishing Company

Anda mungkin juga menyukai