Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi emergensi dan disaster merupakan suatu peristiwa yang
membutuhkan kompetensi yang unik dalam penanganannya. Dalam setiap
tahapan penanganan bencana, perawat membutuhkan kompetensi yang
berbeda-beda. Pada tahap mitigasi - prevention and preparedness
competencies, kompetensi yang dibutuhkan adalah public health promotion
and education. Pada tahap ini perawat memiliki peran untuk memberikan
pendidikan dan promosi kesehatan terkait pencegahan bencana, tanda-tanda
bencana, penanggulangan bencana oleh masyarakat dan juga respon
masyarakat saat terjadi bencana (WHO dan ICN, 2009).

Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu


peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan
penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun manusia, ataupun
keduanya (Toha, 2007). Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat
bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat.
Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam
penanganan bencana di Indonesia.

Melihat betapa besarnya peran perawat dan pentingnya kebutuhan akan


keperawatan bencana dalam kurikulum maka penulis tertarik mengangkat
masalah kompetensi perawat dalam penanganan bencana; implikasi
keperawatan bencana dalam kurikulum pendidikan keperawatan. Terdapat
beberapa pertanyaan yang ingin diulas dalam kajian ini yaitu kompetensi yang
harus dimiliki perawat dalam penanganan bencana, pembuatan kurikulum
disaster nursing, dan aplikasinya di Indonesia.
1.2 Tujuan
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat dalam
kesiapsiagaan bencana (preparedness) serta menyelidiki hubungan antara
keparahan dan risiko yang dirasakan, pengalaman klinis, pelatihan dan
pendidikan dan juga kehadiran perawat dalam simulasi manajemen bencana di
rumah sakit serta pengetahuan dan keterampilan kesiapan perawat dalam
merawat pasien

1.3 Manfaat
Adanya persiapan dalam menghadapi bencana, langkah-langkah yang harus
diambil saat terjadi bencana, mempersiapkan sejak dini untuk mencegah
terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap
rekonstruksi.
2.1.1 Tahapan Pra Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai
saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap
ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena
pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap
bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada
petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya
korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan
kepada masyarakat pada tahap pra bencana. Dengan pertimbangan
bahwa, yang pertama kali menolong saat terjadi bencana adalah
masyarakat awam atau awam khusus (first responder), maka masyarakat
awam khusus perlu segera dilatih oleh pemerintah kabapaten kota.
Latihan yang perlu diberikan kepada masyarakat awam khusus dapat
berupa : Kemampuan minta tolong, kempuan menolong diri sendiri,
menentukan arah evakuasi yang tepat, memberikan pertolongan serta
melakukan transportasi Peran tenaga kesehatan dalam fase Pra Disaster
adalah:
2.1.1.1 Tenaga kesehatan mengikuti pelatihan dan
pendidikan yang berhubungan dengan penanggulangan ancaman
bencana untuk tiap fasenya.
2.1.1.2 Tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembagalembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana kepada
masyarakat
2.1.1.3 Tenaga kesehatan terlibat dalam program
promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut ini:
a Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
b Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain
c Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan
nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit
dan ambulance
2.1.2 Tahapan Bencana (Impact)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase), waktunya
bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan.
Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.
Waktu serangan yang singkat misalnya: serangan angin puting beliung,
serangan gempa di Jogyakarta atau ledakan bom, waktunya hanya
beberapa detik saja tetapi kerusakannya bisa sangat dahsyat. Waktu
serangan yang lama misalnya : saat serangan tsunami di Aceh terjadi
secara periodik dan berulang-ulang, serangan semburan lumpur lapindo
sampai setahun lebih bahkan sampai sekarang belum berhenti yang
mengakibatkan jumlah kerugian yang sangat besar.
Peran tenaga kesehatan pada fase Impact adalah :
2.1.2.1 Bertindak cepat
2.1.2.2 Do not promise, tenaga kesehatan seharusnya tidak menjanjikan
apapun secara pasti dengan maksud memberikan harapan yang
besar pada korban selamat
2.1.2.3 Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
2.1.2.4 Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan untuk setiap
kelompok yang menanggulangi terjadinya bencana
2.1.3 Tahapan Emergency
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama, bila serangan bencana terjadi secara periodik seperti di Aceh
dan semburan lumpur Lapindo sampai terjadi-nya rekonstruksi. Tahap
emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada
tahap emergensi ini, korban memerlukan bantu-an dari tenaga medis
spesialis, tenaga kesehatan gawat darurat, awam khusus yang terampil
dan tersertifikasi. Di perlukan bantuan obat-obatan, balut bidai
dan alat evakuasi, alat transportasi yang efisien dan efektif, alat
komunikasi, makanan, pakaian dan lebih khusus pakaian anakanak,
pakaian wanita terutama celana dalam, BH, pembalut wanita yang
kadang malah hampir tidak ada. Diperlukan mini hospital dilapangan,
dapur umum dan manajemen perkemahan yang baik agar kesegaran
udara dan sanitasi lingkung-an terpelihara dengan baik. Peran tenaga
kesehatan ketika fase emergency adalah :
2.1.3.1 Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
kesehatan sehari-hari
2.1.3.2 Tetap menyusun rencana prioritas asuhan ketenaga kesehatan
harian
2.1.3.3 Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang
memerlukan penanganan kesehatan di RS
2.1.3.4 Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
2.1.3.5 Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan
khusus bayi, peralatan kesehatan
2.1.3.6 Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan
penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga
membahayakan diri dan lingkungannya.
2.1.3.7 Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban
(ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya
menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik
(hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan
kelemahan otot)
2.1.3.8 Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat
dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan
terapi bermain.
2.1.3.9 Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para
psikolog dan psikiater
2.1.3.10 Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai
pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak
mengungsi.

2.1.4 Tahap Rekonstruksi


Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal,sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada
tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi
yang lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita
perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai
dan norma norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Deng-an
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita
berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi
bencana. Situasi ini seharus-nya bisa dijadikan momentum oleh
pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih
beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya, lebih memiliki daya saing
di dunia internasional. Hal ini yang nampaknya kita rindukan, karena
yang seringkali kita baca dan kita dengar adalah penyalahgunaan bantuan
untuk korban bencana dan saling tunggu antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat. Peran tenaga kesehatan pada fase rekonstruksi
adalah:
2.1.4.1 tenaga kesehatanan pada pasien post traumatic stress
disorder(PTSD)
2.1.4.2 tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan unsur lintas sector menangani masalah
kesehatan masyarakat pasca gawat darurat serta mempercepat
fase pemulihan (Recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

2.2 Definisi Kompetensi Perawat


kompetensi dasar yang harus dimiliki perawat dalam penanganan emergensi,
trauma dan bencana yaitu: pengkajian kardiovaskuler, pengkajian luka bakar,
pengkajian status mental, management crush injury dan fraktur. Kompetensi-
kompetensi tersebut dapat dimasukkan ke dalam kurikulum keprawatan gawat
darurat mauapun medical bedah sebagi pendukung. Untuk meningkatkan
psikomotor mahasiswa, dapat dilanjutkan dengan mengikuti pelatihan-peltihan
yang mendukung kompetensi dalam penanganan bencana.

Kompetensi seorang tenaga kesehatan dalam manajemen bencana merupakan


kemampuan mengarahkan dan memobilisasi (respon eksternal multisektoral),
dengan mengakses kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan secara
cepat, tepat dan terpadu dalam kondisi bencana. Berikut ini merupakan gambar
strategi operasional penyelenggaraan penaggulangan bencana:

Tenaga kesehatan bukanlah satu-satunya tim yang terlibat dalam proses


penanggulangan bencana, berikut ini merupakan tim penanggulangan bencana
terpadu yang terlibat dalam penanggulangan bencana di Indonesia berdasarkan
jenis kompetensi yang dimiliki.

Tabel 2.1 Kompetensi Yang Diperlukan untuk Tim Penanggulangan Bencana


Terpadu
NO KOMPETENSI
1 Pelatihan Managemen Bencana
2 Pelatihan Radio Komunikasi
3 Pelatihan Rumah Sakit Lapangan
4 Pelatihan Pengelolaan Obat dan Logistik
5 Pelatihan Emergensi Nursing
6 Pelatihan ATLS
7 Pelatihan ACLS
8 Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu

2.2.1 Pelatihan Managemen Bencana


Manajemen Bencana adalah kegiatankegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan
kerangka kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko tinggi
agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana. Skala dan
status bencana menurut UU nomor 24 tahun 2007, ditentukan oleh
presiden. Penentuan skala dan status bencana ditentukan berdasarkan
kriteria jumlah korban dan material yang dibawa oleh bencana,
infrastruktur yang rusak, luas area yang terkena, sarana umum yang tidak
berfungsi, pengaruh terhadap sosial ekonomi dan kemampuan sumber
daya lokal untuk mengatasinya.

Tujuan dari manajemen bencana:


2.2.1.1 Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi
maupun jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara.
2.2.1.2 Mengurangi penderitaan korban bencana
2.2.1.3 Mempercepat pemulihan
2.2.1.4 Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang
kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam
2.2.2 Pelatihan Radio Komunikasi
Team Manajemen Informasi Bagian aktifitas dari kelompok manajemen
informasi selama bencana, adalah meliputi
2.2.2.1 Waspada terhadap kondisi yang mungkin bisa terjadi saat itu.
2.2.2.2 Menyediakan informasi dan panduan untuk pasien dan personal
rumah sakit lainnya
2.2.2.3 Mengatur informasi dan menghubungkan
2.2.2.4 informasi tersebut pada setiap team pencarian, penampungan,
pemadam kebakaran serta team pendukung
2.2.2.5 Memeriksa setiap pintu keluar darurat serta jalan-jalan yang saling
digunakan
2.2.2.6 Kewaspadaan publik melalui media massa
2.2.2.7 Memberikan list dari nomer telepon darurat untuk kepentingan
pasien yang membutuhkan
2.2.2.8 Melaporkan segala akibat dari bencana

2.2.3 Pelatihan Rumah Sakit Lapangan


Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang
diciptakan untuk membantu fungsi pelayanan esehatan rujukan (rawat
jalan, rawat inap, UGD, kamar operasi, laboratorium, dll) yang
dilaksanakan dalam kondisi darurat. Dalam pengorganisasian, unit
pelayanan tersebut terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja sama di
dalam memberikan pelayanan medik dasar dan spesialistik baik untuk
perorangan maupun kelompok korban bencana.

2.2.4 Pelatihan Pengelolaan Obat dan Logistik


Pendukung utama pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah Obat dan
Logistik Medik (OLM). Hal ini terlihat bila ketersediaan dan sistem
pelayanan obat tidak memadai akan sangat menurunkan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh puskesmas, balai pengobatan, klinik ibu dan
anak maupun rumah sakit. Ibarat kita memiliki senjata tanpa peluru,
sedangkan disisi lain kita menghadapi penyakit-penyakit yang seharusnya
dapat dicegah atau dibasmi. Fungsi manajemen obat tidak berfungsi
dengan optimal sehingga perencanaan tidak atas dasar penggunaan OLM
sehingga sistem dijalankan tidak sesuai dengan prosedur yang dianjurkan
oleh DepKes RI maupun WHO, distribusi obat tidak lancar serta harus
diambil oleh pengguna (puskesmas), dan penggunaan masih jauh dari
rasional.

2.2.5 Pelatihan Emergency Nursing


Pelatihan Emergency Nursing merupakan pelatihan yang khusus didesain
bagi perawat untuk menangani masalah kegawatdaruratan. Pelatihan ini
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan
keperawatan pada area kegawatdaruratan. Sehingga diharapkan dengan
mengikuti pelatihan Emergency Nursing, peserta pelatihan dapat
melakukan penyelamatan jiwa dan/atau meminimalisir kerusakan organ
serta mengurangi angka kematian dan kecacatan penderita dengan
landasan keilmuan dan proses keperawatan. Kurikulum pelatihan
Emergency Nursing yang saat ini dikembangkan terdiri dari 3 tingkat
kompetensi yaitu Basic, Intermediate dan Advance. Kompetensi Basic
merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh semua perawat terutama
di sarana kesehatan. Sedangkan Intermediate dan Advance merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat yang bekerja di Unit Gawat
Darurat.

2.2.6 Pelatihan ATLS


ATLS (Advanced Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan
atau kursus tentang penanganan terhadap pasien korban kecelakaan.
Pelatihan ini semacam review praktis yang bertujuan agar peserta (khusus
dokter) dapat melakukan diagnose secara tepat dan akurat terhadap pasien
trauma, dapat mengerjakan pertolongan secara benar dan sistematis serta
mampu menstabilkan pasien untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Sertifikat course ATLS saat ini semakin dicari karena sebagian besar
klinik atau rumah sakit dan instansi layanan kesehatan menetapkannya
sebagai salah satu syarat untuk mempekerjakan seorang dokter. Dari
Depkes pun telah menetapkan sertifikasi pelatihan ini sebagai standard
dalam penilain akreditasi rumah sakit.
ATLS adalah sebuah program pelatihan bagi dokter medis dalam
pengelolaan trauma akut, yang dikembangkan oleh American College of
Surgeons. Tujuan dari program ini adalah menerapkan ilmu dan teknologi
ATLS dari American College of Surgeons Committee on Trauma ke dalam
sistem Pelayanan Medis Gawat Darurat yang dapat meningkatkan
pelayanan dan keterampilan para dokter dalam upaya penanganan
penderita trauma dengan metode ATLS. Materi yang diberikan
diantaranya initial assessment and management; airway & ventilator
management; shock management; trauma pada bagian tubuh tertentu,
dan trauma pada pediatric, geriatric, serta wanita; cara stabilisasi dan
transportasi;,dan manajemen dalam bencana.

2.2.7 Pelatihan ACLS


ACLS (Advanced Cardiac Life Support) Pelatihan ACLS ditujukan bagi
dokter umum, dokter spesialis dan perawat (terutama perawat ICU, ICCU,
Unit Gawat Darurat atau Ambulans) untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilam dan sertifikasi penanganan kasus-kasus kegawatdaruratan
kardiovaskular. Materi yang diberikan diantaranya
Bradycardia/PEA/Asystole/VF/Pulseless VT, Pharmacology, Ischemic
Chest Pain/ACS, Airway Management, Skill station (Arrhythmia
Recognition, BLS/PEA & Asystole, VF & Pilseless VT, Airway
management), Acute Pulmonary Edema, Hypotension & Shock,
Tachycardia Algorithm, dan Megacode Team.

2.2.8 Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu


Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) Merupakan
suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat
multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi
disiplin dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu
bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan
sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa.
Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub
sistem yaitu : sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan
pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga
sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat saling
terkait dalam pelaksanaan sistem.

Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan


tepat, dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah
kecacatan (time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan
sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.
SPGDT dibagi menjadi :

1 SPGDT-S (Sehari-Hari)
2 SPGDT-B (Bencana)

2.2.8.1 SPGDT-S (Sehari-Hari)


SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang
saling terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di
Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem.
Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai
rangkaian kegiatan sebagai berikut :
a Pra Rumah Sakit
1 Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
2 Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi
pelayanan penderita gawat darurat untuk mendapatkan
pertolongan medik
3 Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat
awam atau awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan
lain-lain)
4 Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan
lanjutan dari tempat kejadian ke rumah sakit (sistim
pelayanan ambulan)

b Dalam Rumah Sakit


1 Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2 Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3 Pertolongan di ICU/ICCU
c Antar Rumah Sakit
1 Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
2 Organisasi dan komunikasi

2.2.8.2 SPGDT-B (Bencana)


SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit
dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu
sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan
peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan
umum untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :

a Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi


kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
b Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang lebih memadai.
c Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :


1. Kecepatan menemukan penderita.
2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :


1. Ditempat kejadian.
2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4


Kecepatan :
1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
2. kecepatan Dan Respon Petugas
3. Kemampuan dan Kualitas
4. Kecepatan Minta Tolong
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disaster atau bencana dibagi 4tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergency dan tahap
rekonstruksi. Kompetensi dasar yang harus dimiliki perawat dalam
penanganan emergensi, trauma dan bencana yaitu: pengkajian
kardiovaskuler, pengkajian luka bakar, pengkajian status mental,
management crush injury dan fraktur. Kompetensi seorang tenaga kesehatan
dalam manajemen bencana merupakan kemampuan mengarahkan dan
memobilisasi (respon eksternal multisektoral), dengan mengakses
kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan secara cepat, tepat dan
terpadu dalam kondisi bencana.

3.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh
perhatian dan mengulurkan bantuan baik tenaga, moril maupun material.
Kita sebagai tenaga kesehatan khususnya keperawatan hendaknya dapat
memanajemen hal tersebut agar dapat terkelola dengan baik, sehingga setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan
efesien. Serta mencapai kompetensi kita sebagai tenaga kesehatan dalam
penanganan bencana agar kedepannya saat terjadinya bencana kita siap dan
sigap dalam melaksanakan kewajiban kita sebagai tenaga kesehatan.
Daftar Rujukan

Anda mungkin juga menyukai