THERAPY (E C T)
DI SUSUN
PRODI : KEPERAWATAN
SEMESTER : V (LIMA)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah
hidayah, rahmat dan lindungan-Nya akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan
dengan lancar.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembinbing mata
kulia yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat
dalam dalam penyusunan makalah ini, rasa terima kasih juga kami sampaikan
kepada rekan-rekan mahasiswa/i yang telah membantu kami dalam penyusunan
makalah ini
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kami, selain itu untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang “Electro Convulsive
Therapy”. Mungkin makalah yang kami buat ini belum sempurna karena kami juga
masih dalam proses belajar oleh karena itu kami meminta para pembaca untuk
memberikan saran/kritikan yang membangun dalam penyusunan makalah ini.
Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan
yang kurang berkenan kami mohon maaf sebesar-besarnya, semoga makalah ini
bermanfaat buat kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ECT
B. Indikasi Pemberian ECT
C. Kontraindikasi Pemberian ECT
D. Efek Samping Pemberian ECT
E. Persiapan Pasien
F. Persiapan Alat
G. Cara pemberian ECT
H. Peran Perawat
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
- Bagi para pembaca, sebagai bahan bacaan dan referensi terapi ECT.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ECT
ECT atau yang lebih dikenal dengan elektroshock atau terapi kejut listrik
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam
usaha pengobatannya. Diperkirakan hampir 1 juta orang di dunia mendapat
terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT
efektif pada hampir 75% pasien yang menjalankan prosedur dengan benar.
Pada saat terapi ini dijalankan, pasien akan kejang-kejang dan kehilangan
kesadaran, kemudian kejang-kejang lambat laun hilang. Sebelum ECT, pasien
diberi relaksan otot setelah anestesi umum. Bila ECT dilakukan dengan benar,
akan menyebabkan pasien kejang, dan relaksasi otot diberikan untuk
membatasi respon otot selama episode. Karena otot rileks, penyitaan biasanya
akan terbatas pada gerakan kecil tangan dan kaki. Pasien dimonitor secara hati-
hati selama perawatan. Pasien terbangun beberapa menit kemudian, tidak ingat
kejadian seputar perlakuan atau perawatan, dan sering bingung.
ECT adalah suatu prosedur yang serius, gunakan hanya pada keadaan yang
direkomendasikan. Sangat tidak bijaksana jika kita melakukannya pada setiap
pasien yang tidak membaik.
1. Gangguan afek yang berat : pasien dengan penyakit depresi berat atau
penyakit mental lainnya dan gangguan bipolar (mania) yang tidak berespon
terhadap obat anti depresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan
obat karena cukup beresiko (terutama pada orang tua yang memiliki kondisi
medis).
6
ECT adalah salah satu cara tercepat untuk mengurangi gejala pada orang
yang menderita mania atau depresi berat. ECT umumnya digunakan sebagai
langkah terakhir ketika penyakit tidak merespon obat atau psikoterapi.
Pasien dengan depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT 80-
90% dibandingkan dengan antidepresan 70% atau lebih). Terapi ECT
biasanya tidak efektif untuk mengobati depresi yang lebih ringan, yaitu
gangguan disritmik atau gangguan penyesuaian dengan perasaan alam
depresi.
3. Pasien dengan bunuh diri yang aktif dan tidak mungkin menunggu
pengobatan untuk dapat mencapai efek terapeutik.
ECT juga digunakan ketika pasien parah menimbulkan ancaman bagi diri
mereka sendiri atau orang lain dan itu berbahaya bila menunggu sampai
obat-obatan berpengaruh.
4. Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek
terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung/ gangguan
hantaran jantung yang sudah ada sebelumnya dan selama masa kehamilan
khususnya trimester pertama (ECT lebih aman untuk kehamilan). Namun
diperlukan pertimbangan khusus jika ingin melakukan ECT bagi ibu hamil,
anak-anak dan lansia karena terkait dengan efek samping yang mungkin
ditimbulkannya.
2. Resiko sedang
Efek Cardiovaskuler :
Efek Cerebral :
Efek lain :
9
1. Peningkatan tekanan intra okuler
5. Fraktur vertebral dan ekstremitas dan Rahang sakit. Efek ini dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jarang terjadi bila
relaksasi otot baik.
E. Persiapan Pasien
1. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan
yang akan di lakukan.
2. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi
adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
3. Siapkan surat persetujuan.
4. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT.
5. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang
mungkin dipakai klien
6. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
7. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum
ECT.
8. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnoyik,
dan antikonvulsan harus di hentikan beberapa hari sebelumnya karena
beresiko organic.
9. Premedikasi dengan injeksi SA (Sulfat Atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam
sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal
dan menurunkan sekresi gastrointestinal.
10
F. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah
sebagai berikut:
1. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
2. Tounge spatel atau karet mentah di bungkus kain
3. Kain kasa
4. Cairan NaCl secukupnya
5. Spuit disposibel
6. Obat SA injeksi 1 ampul
7. Tensimeter
8. Stetoskop
9. Slim suiger
10. Set konvulsator
11
7. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan di lapisi kain.
8. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang.
9. Pasang elektroda di pelipis kain kassa basah kemudian tekan tombol
sampai timer berhenti dan di lepas.
10. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat)
11. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
difragma.
12. Bila banyak lendir, di bersihkan dengan slim siger.
13. Kepala dimiringkan.
14. Observasi sampai klien sadar.
15. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan.
H. Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapka kecemasan
klien dengan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu
klien dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah di
modifikasi dari pendapat Stuart (2007) dan townsmen (1998). Menurut
pendapat Stuart (2007) memantau klien dalam masa pemulihan yaitu dengan
cara sebagai berikut :
1. Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai
sadar. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
4. Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
5. Ambulansikan pasien dengan bantuan, setelah memeriksa adanya
hipotensial postural.
6. Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
7. Berikan makanan ringan.
12
8. Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien
sesuai kebutuhan.
9. Tawarkan analgesic untuk sakit kepala jika diperlukan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan meggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita tonik maupun klonik. Tindakan ini adalah
bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang di tempelkan pada pelipis pasien untuk membangkitkan kejang grand
mall. Terapi ECT merupakan perubahan untuk penderita psikiatrik berat,
dimana pemberian arus listrik singkat di kepala di gunakan untuk
menghasilkan kejang tonik klonik umum. Pada terapi ECT ini, ada efek
samping yang di hasilkan. Oleh karena itu perawat harus memperhatikan efek
samping yang akan terjadi. Dan peran perawat dalam terapi ECT yaitu sebelum
melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan mengantisipasi
kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan di lakukan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, Willy F dan Albert Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya: Airlangga University Press.
15