Jakarta - Bencana dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Nah, dalam penanganan bencana,
profesi perawat juga memiliki peran penting.
Menurut Hiroko Minami RN, MPH, DNSc, mantan ketua Japan Society of Disaster Nursing,
perawat merupakan orang yang paling dekat dengan masyarakat di saat terjadi bencana maupun
tidak. Sebab, kata Hiroko, perawat memiliki hubungan dengan masyarakat yang menjadi kunci
dalam pemberian advokasi.
"Perawat merupakan orang pertama yang harus bekerja dalam keadaan bencana. Karena perawat
mengerti masalah yang sering terjadi seperti sulitnya air bersih, makanan, dan selimut," tutur
Hiroko dalam acara World Society Disaster Nursing (WSDN) Academic Conference 4th 2016 di
Hotel Sari Pan Pacific, Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
Namun, Hiroko mengatakan respons terhadap bencana yang terjadi tak bisa dilakukan seorang
diri oleh perawat. Untuk itu, diharapkan organisasi lain, termasuk organisasi keperawatan sendiri
turut bergabung.
"Meminimalisir risiko dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan melakukan program
kesehatan. Oleh karena itu perawat harus meningkatkan kesiapsiagaan, kemampuan dan motivasi
yang baik serta keamanan fasilitas kesehatan," ucap Hiroko.
Hiroko juga menambahkan ada tiga tahapan bantuan dalam strategi implementasi yang bisa
dilakukan profesi perawat. Yaitu penyelamatkan jiwa, rehabilitasi atau pemulihan, dan
rekonstruksi
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3309893/pentingnya-peran-perawat-dalam-penanganan-
bencana
peran perawat dalam bencana alam
Mei 1, 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi, dimana perawat tidak hanya
terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit saja melainkan juga dituntut mampu bekerja
dalam kondisi siaga tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan keadaan
normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik
dalam menghadapi kondisi seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga bencana dapat dilakukan oleh
proesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang perawat bisa
melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk.
Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan pentingnya peran perawat dalam situasi tanggap
bencana, bentuk dan peran yang bisa dilakukan perawat dalam keadaan tanggap bencana.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana Bencana?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bencana
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan
gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau
pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat dan
wilayah yang terkena.
Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dankondisi yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Jenis-jenis bencana:
1. Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan,
gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2. Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaiut kejadian-kejadian karena perbuatan
manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, ledakan, sabotase dan
lainnya.
1. Bencan Lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan,
misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran kimia dan lainnya.
2. Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis
yang cukup luas dan biasanya disebabkan leh faktor alam seperti alam, banjir, letusan gunung
dan lainnya.
Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase pre
impact,impact,dan post impact
1. Fase pre impact merupakan warning phase,tahap awal dari bencana.Informasi didapat
dari badan satelit dan meteorologi cuaca.Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan
dengan baik oleh pemerintah,lembaga dan masyarakat.
2. Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat dimana manusia
sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup.fase impact ini terus berlanjut hingga tejadi
kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase
darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas
normal.Secara umum pada fase post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi
mulai dari penolakan (denial),marah (angry),tawar –menawar (bargaing),depresi
(depression),hingga penerimaan (acceptance).
Secara umum masyarakat Indonesia termasuk aparat pemerintah didaerah memiliki keterbatasan
pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi bencana untuk mencegah,
menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
3. Kerentanan social, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan
tentang ancaman bahaya dan rsiko bencana.
Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigm dari konfensional yakni
anggapan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak terelakan dan korban harus segera
mendapatkan pertolongan, ke paradigm pendekatan holistic yakni menampakkan bencana dalam
tatak rangka menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan serta kemampuan masyarakat.
Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak dapat dihindari,
namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat diminimalisasi dengan mengurangi kerentanan
masyarakat yang ada dilokasi rawan bencan serta meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
pencegahan dan penangan bencana.
1. Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan,
persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan
serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana).
2. Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap loksi, kerusakan dan sumber
daya; penentuan status keadan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan
kebutuhan dasar; pelayanan psikososial dan kesehatan.
3. Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasaranan dan saran umum, bantuan perbaikan rumah, social, psikologis, pelayanan kesehatan,
keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan
sarana prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.
Perawat adalah salah satu profesi di bidang kesehatan , sesuai dengan makna dari profesi maka
seseorang yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan seyogyanya mempunyai
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan sesuai standar profesi serta sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya baik melalui pendidikan formal maupun informal, serta
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukannya (Nurachmah, E 2004)
Perry & Potter (2001), mendifinisikan bahwa seorang perawat dalam tugasnya harus berperan
sebagai:kolaborator, pendidik, konselor,change agent dan peneliti. Keperawatan mempunyai
karakteristik profesi yaitu memiliki body of knowledge yang berbeda dengan profesi lain,
altruistik, memiliki wadah profesi, mempunyai standar dan etika profesi, akontabilitas, otonomi
dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993 dalam Nurachmah, E, 2004)
Berdasarkan karakteristik di atas maka pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional
yang manusiawi untuk memenuhi kebutuhan klien yang unik dan individualistik diberikan oleh
tenaga keperawatan yang telah dipersiapkan melalui pendidikan lama dan pengalaman klinik
yang memadai. Perawat harus memiliki karakteristik sikap caring yaitu competence,confidence,
compassion, conscience and commitment (ANA, 1995 dalam Nurachmah, 2004). Pelayanan
keperawatan yang optimal dapat dicapai jika perawat sudah profesional.
Peran perawat
Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan dengan
fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. Tiap individu mempunyai berbagai peran yang
terintegrasi dalam pola fungsi individu. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain terhadap kedudukannya dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002,). Menurut Gaffar
(1995) peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan
saja, Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan darurat.
Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam
situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat tenaga
relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan dengan
perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.
Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan pertolongan medis dalam
keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting. Berikut beberapa
tnidakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam situasi tanggap bencana:
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan memakan korban dan kerusakan, baik itu
korban meninggal, korban luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan
menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para relawan. Hal yang paling urgen
dibutuhkan oleh korban saat itu adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Perawat bisa turut
andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga perawat atau pun tenaga kesehatan
profesional, ataupun juga melakukan pengobatan bersama perawat lainnya secara cepat,
menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan yang dilakukan pun bisa beragam, mulai
dari pemeriksaan fisik, pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan.
2. Pemberian bantuan
Perawatan dapat melakukan aksi galang dana bagi korban bencana, dengan menghimpun dana
dari berbagai kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan, keperluan sandang
dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut bisa dilakukan langsung oleh perawat secara
langsung di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal yang harus
difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai kebutuhan
yang di butuhkan oleh para korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak
mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat sasaran.
3. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis akibat kejadian yang
menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan
berat. Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam
massa pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan mengakibatkan
stress berat dan gangguan mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh
perawat. Pada orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan mendengarkan
segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya diberikan sebuah solusi dan diberi
penyemangat untuk tetap bangkit. Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan
mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah anak anak yang
berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan sebuah taman bermain, dimana anak anak
tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan
diri mereka akan kembali seperti sedia kala.
4. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya akan
menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat
kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah
dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut
adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill
yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan
keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak
dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu
membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang
perawat, diantaranya:
Sebagai perawat yang akan memberikan pertolongan dalam penanaganan bencana, haruslah
mumpunyai skill keperawatan, dengan bekal tersebut perawat akan mampu memberikan
pertolongan medis yang baik dan maksimal.
Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian dari setiap elemen masyarakat termasuk
perawat, kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau berkontribusi secara maksimal
dalam segala situasi bencana. Sehingga dengan jiwa dan semangat kepedulian tersebut akan
mampu meringankan beban penderitaan korban bencana.
Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang berbeda, segal hal yang terkait harus
didasarkan pada managemen yang baik, mengingat bencana datang secara tak terduga banyak hal
yang harus dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tindakan yang dilakukan salah dan sia
sia. Dalam melakukan tindakan di daerah bencana, perawat dituntut untuk mampu memilki
kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan
peralatan bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan baik dalam waktu yang
mendesak. Oleh karena itu, perawat harus mengerti konsep siaga bencana.
Managemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam setiap tindakan yang akan
dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan
pedoman, yaitu:
Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat kejadian, hal yang
terlebih dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti
melakukan pertolongan medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga
relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan mengenai alat alat, tenaga, dan
juga keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat serta medan
yang akan ditempuh.
Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala hal yang dipersiapkan
sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai jangka waktu yang disepakati.
3. Evaluasi kegiatan
Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan yang dilakukan,
evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil
setiap kegiatan yang dilakukan akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya.
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan
ancaman bencana.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang
merah nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.
a. Bertindak cepat
b. Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud
memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban
b. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress
disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti
dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback,
mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi,
perasaan bersalah dan gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan
unsure lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang dapat
dilakukan oleh perawat.
3.2 Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan tanggap
bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual namun harus
memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.
REFERENSI
3. Kholid, Ahmad S.Kep, Ns. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan Bencana.
MAKALAH
Tentang :
Peran Mahasiswa Keperawatan dalam Tanggap Bencana
Di susun Oleh :
NAMA : ANGGA RUSANDI
NIM : 10.20.1368
PRODI : KEPERAWATAN
SEMESTER : V (Lima)
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................... 3
BAB I : Pendahuluan ............................................................................. 4
1. 1. Latar belakang .................................................................... 4
2. Rumusan Masalah .............................................................. 5
3. Tujuan ................................................................................. 5
4. Manfaat .............................................................................. 5
BAB II : Pembahasan ............................................................................ 6
2. 1. Pengertian Tanggap Bencana ............................................. 6
2. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No.24 tahun 2007 6
3. Tahapan Penanggulangan Bencana..................................... 6 4. Defenisi Sistem Triase 9
5. Jenis – jenis Bencana/ Ancaman ......................................... 11
6. Fase – fase Bencana............................................................ 11
7. Peran mahasiswa Keperawatan .......................................... 12
BAB III : Penutup ................................................................................. 16
3.1. Kesimpulan .......................................................................... 16
.2. Saran – saran ...................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sementara Asian Disaster
Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam formulasi “The serious disruption of the
functioning of society, causing widespread human, material or environmental losses, which exceed the
ability of the affected communities to cope using their own resources” (Abarquez & Murshed, 2004).
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
· Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
· Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
· Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi
dengan sumber daya mereka.
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam
dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat
tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara
bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi
bencana.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Peran Mahasiswa Keperawatan dalam Tanggap Bencana ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. 1.Untuk mengetahui Peran Mahasiswa Keperawatan dalam Tanggap Bencana.
2. Melindungi masyarakat dari bencana alam dan melindungi dari dampak yang ditimbulkannya
BAB II
PEMBAHASAN
2 .1. Pengertian
Tanggap bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera saat ada kejadian bencana.
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya banyak korban
dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat,
pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya
karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya
untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas
(efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan
penanggulangan bencana.
Penanggulangan bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan
bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang mencakup pencegahan, pengurangan (mitigasi),
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan.
2.2. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No.24 tahun 2007):
Cepat dan tepat
Prioritas
Koordinasi dan keterpaduan
Berdaya guna dan berhasil guna
Transparansi dan akuntabilitas
Kemitraan
Pemberdayaan
Nondiskriminatif
Nonproletisi
2.3 Tahapan Penanggulangan Bencana
Tahap Pencegahan & Mitigasi
Tahap Kesiapsiagaan
Tahap Tanggap Darurat
Tahap Pasca Darurat
A. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi ancaman.
Contoh:
Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di suatu wilayah
Melarang atau menghentikan penebangan hutan
Menanam tanaman bahan pangan pokok alternatif
Menanam pepohonan di lereng gunung
Mitigasi
Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko.
Contoh :
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir; pembangunan tanggul sungai dan
lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan,
tempat membangun rumah, aturan bangunan
Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan
bencana
B. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang lebih baik
untuk menghadapi bencana
Contoh tindakan kesiapsiagaan:
Pembuatan sistem peringatan dini
Membuat sistem pemantauan ancaman
Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
Pembuatan rencana evakuasi
Membuat tempat dan sarana evakuasi
Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini
C. Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak
bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:
Evakuasi
Pencarian dan penyelamatan
Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan, konseling
Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan air untuk
mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat
D. Tahapan Pasca Darurat
Tahap rehabilitatif (pemulihan)
Contoh :
Memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan, ekonomi, sosial,
budaya, keamanan, lingkungan, prasarana transportasi, penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur
penanggulangan bencana di pemerintahan.
Tahap rekonstruksi (pembangunan berkelanjutan)
Contoh :
Membangun prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya,
keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang
memperhitungkan faktor risiko bencana.
2.4 Defenisi Sistem Triase
Triase merupakan kegiatan pemilahan korban-korban menurut kondisinya dalam kelompok untuk
mengutamakan perawatan bagi yang paling membutuhkan.
Defenisi lain :
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang
paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat
darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan).
Tindakan ini berdasarkan Prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang
pengelolaan gawat darurat medik.
A. Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi
dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasarkan
Tagging.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau
maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera
dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan
lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat
darurat psikologis).
Prioritas Keempat (Biru): Kelompok korban dengan cedera atau penyakit kritis dan berpotensi fatal yang
berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi.
B. Metode Triase
Sistem METTAG (Triage tagging system)
Sistem Triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
Sistem Kombinasi METTAG dan START
Triase Sistim METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.Resusitasi ditempat.
C. Triase Sistem Penuntun Lapangan START
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status
Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga
dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau
mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar
akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.
D. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START :
Sistem METTAG atau sistem tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari
Penuntun Lapangan START.Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya banyak korban
dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat,
pelaksanaan dan hasil pembangunan. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia.
Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan
korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk
mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana.
Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pada saat itu.
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak
bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
3.2 Saran
1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan agar tenaga keperawatan lebih memamahi dan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
yang lebih luas tentang Peran Mahasiswa Keperawatan dalam Tanggap Bencana sehingga dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah referensi dan pengetahuan tentang Peran Mahasiswa
Keperawatan dalam Tanggap Bencana. Sehingga mahasiswa dapat memahami tentang konsep kolaborasi
antar tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life Support (GELS) :
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan ketiga. Dirjen Bina Yanmed Depkes
RI, 2006.
2. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI, 2006