Anda di halaman 1dari 16

Pengurangan Resiko, Pencegahan penyakit, Promosi

Kesehatan, Komunikasi dan Penyebaran Informasi

Nama Kelompok :
1. Yunita Eka Puspitasari (1807051)
2. Arny Quriatuz Zahro (1807100)
3. Desi Putri Utami (1807101)
4. Widiya Ningsih (1807102)
5. Aina Nur Mazidah (1807103)
6. Josue Da Conciecao (1807104)
7. Nindya Nurulia (1807105)
8. Aditya Fandi Achmad (1807106)
9. Riyantoko (1807107)
LATAR BELAKANG
 Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali resiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik.
Bencana terjadi secara takterduga-duga. Dampak paling awal terjadinya bencana adalah
kondisi darurat, dimana terjadi penurunan drastis dalam kualitas hidup komunitas
korban yang menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan –kebutuhan
dasarnya dengan kapasitasnya sendiri.

 Bencana harus ditangani secara menyeluruh setelah situasi darurat itu direspon. Setiap
akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah akibat pasti
punya sebab dan dampaknya. Situasi penanganan antara setiap bencana memang
sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan teknik
dalam menghadapi kondisi seperti ini. Kegiatan pertolongan medis dan perawatan
dalam bencana dapat dilakukan oleh proesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana
dalam berbagai bentuk.
Pengurangan Resiko Bencana

 Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari


konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap
bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakan dan korban
harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari penanggulangan
bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency).

 Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma relief atau
bantuan darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat
berupa : pangan, penampungan darurat, kesehatan dan pengatasan krisis.
Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan
tingkat kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan.
 Paradigma yang berkembang berikutnya adalah paradigma mitigasi, yang
tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana,
mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan melakukan
kegiatan –kegiatan mitigasi yang bersifat struktural (seperti membangun
konstruksi) maupun non struktural seperti penataan ruang, building code dan
sebagainya
 Selanjutnya paradigma penanggulangan bencana berkembang lagi mengarah
kepada faktor- faktor kerentanan di dalam masyarakat yang ini disebut dengan
paradigma pembangunan. Upaya- upaya yang dilakukan lebih bersifat
mengintegrasikan upaya penangulangan bencana dengan program pembangunan.
Misalnya melalui penguatan ekonomi, penerapan teknologi.
 Paradigma yang terkhir adalah paradigma pengurangan resiko. Pendekatan ini
merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian
kepada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan
pengurangan bencana. Dalam paradigma ini penanggulangan bencana bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan
resiko terjadinya bencana
Tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma ini, yaitu :
1. Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat
tetapi lebih pada keseluruhan manejemen risiko.
2. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan
wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban
pemerintah.
3. Penangulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga
menjadi penanggung jawab utamanya.
Substansi Dasar Prioritas Kegiatan

1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun


daerah yang pelaksanaanya harus di dukung oleh kelembagaan yang kuat.
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan
sistem peringatan dini.
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun
kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua
tingkatan masyarakat.
4. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana.
5. Memperkuat kesepian menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat
agar respons yang dilakukan lebih efektif.
Tahapan Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana

1. Pra Bencana
2. Tanggap Darurat
3. Pasca Bencana
Pencegahan Penyakit Dan Promosi Kesehatan
Dalam Penanggulangan Bencana

Bencana dapat merusakkan kehidupan kelarga dan melumpuhkan tatanan


sosial. Terlebih lagi jika terjadi pada masyarakat dengan sosial ekobomi rendah.
Potensial terjadi diskriminasi, kejahatan dan tindak kekerasan lainnya. Selain hal
tersebut bencana juga akan menyebabkan masalah kesehatan seperti diare,
influenza, tyfus, dan penyakit yang lainnya. Sehubungan dengan kondisi tersebut
maka perlu dilakukan promosi kesehatan agar :
a) Kesehatan dapat terjaga
b) Mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
c) Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d) Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e) Mengurangi stress.
Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan :
 Kajian dan analisis data
 Perencanaan
 Implementasi kegiatan
Komunikasi dan Penyebaran Informasi dalam
Bencana

1. PRA BENCANA
a) Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.
b) Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan geofisika
c) Informasi nomor telepon, faksimili (kantor dan rumah) serta nomor telepon
genggam/mobile dari petugas yang telah ditunjuk untuk bertanggung jawab
dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana baik dari lintas
program maupun lintas sektor untuk membangun jaringan informasi dan
komunikasi ( contact person)
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut
kemudian dilakukan pengolahan, dengan melakukan :

1) Penyusunan tabel bencana.


2) Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat bencana.
3) Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang berisi
informasi tentang sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam rangka
penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain.
4) Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang pernah
terjadi.
5) Pembuatan website.
6) Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah rawan bencana (ring 1, ring
2 dan ring 3)
7) Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan
teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh pengguna
yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif murah.
2. SAAT BENCANA
Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah
a) Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form B1
dan B4 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat
Bencana).
b) Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain
(Form B2 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat
Bencana).

 Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi terkait, masyarakat,
media cetak dan media elektronik. Berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan melakukan :
a) Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.
b) Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
3. PASCA BENCANA
Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah :
a) Informasi pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi
sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan.
b) Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit
menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan
pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak.
c) Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan
stress pasca trauma dan memberikan konseling pada individu yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma.
d) Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
e) Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan
membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan
melakukan :
a) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi sarana/prasarana
kesehatan yang mengalami kerusakan.
b) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya pelayanan kesehatan
(pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan
surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi
sekitarnya yang terkena dampak.
c) Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya relawan, kader dan
petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada masyarakat luas, bimbingan
pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan
memberikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress
pasca trauma.
d) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya pelayanan
kesehatan rujukan dan penunjang.
e) Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya rujukan korban
yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling
lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik.
KESIMPULAN

Dibeberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Dengan


banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap bencana harus dilakukan
dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan bencana tidaklah sederhana, maka
penanganan korban bencana harus dilakukan dengan terkoordinasi dengan baik,
sehingga korban yang mengalami berbagai sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat
ditangani dengan baik dan manusiawi.

Anda mungkin juga menyukai