Anda di halaman 1dari 21

Kelompok VI Man.

Keperawatan Perioperatif Mayor


“ Bedah Orthopedi Dengan Kasus Fraktur “

Dibuat Oleh :
Dian Ayu Juniar K 1807011
Elsa Yuliani 1807015
Juliya 1807020
Dela Intan N 1807008
Tri Harjanta Janu 1807048
Nanda Rahma 1807028
Muzayyanah 1807027
Yunita Eka P 1807051
Widya Ningsih 1807102

STIKES KARYA HUSADA KELAS C


S1 KEPERAWATAN TRANSFER SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan pada pasien perioperatif merupakan suatu tantangan dan bidang khusus yang
memberikan kebahagiaan pada pasien. Sejak pertengahan tahun 1970-an para peneliti
menyumbangkan penelitiannya dan telah membuat kemajuan besar dalam intervensi bedah
dan perawatan post operatif. Prosedur bedah dan prosedur invasif lainnya merupakan salah
satu hal yang harus dipertimbangkan dalam kondisi sekarang ini. Dulu pasien tidak
menghabiska waktu yang lama setelah pembedahan. Kemajuan dalam bidang anastesi teknik
bedah membuat klien sembuh secara cepat dari pembedahan dan kembali kerumah untuk
menjalani hidup yang produktif.
Perubahan besar pada dekade yang lalu telah timbul pusat pembedahan rawt jalan dan
pembedahan ambulatory. Perkembangan yang merubah fokus perawatan bedah bervariasi,
tetapi sesuai sama dalam beberapa hal analisis yaitu, lebih dari 60% semua peraawatan bedah
sekarang tersedia pada pusat ambulatori. Pengetahuan akan proses perawatan, kemampuan
tehik dan tanggung jawab untuk semua fase perioperatif klien merupakan komponen yang
esensial dalam pelayanan keperawatan pada pasien yang mengalami pembedahan.
Fase perioperatif dimuali ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir
pada pemindahan klien ketempat operasi. Aktifitas keperawatan mulai dari pengkajian dasar
klien slama wawancara preoperatif diklinik, antar dokter atau melalui telepon dan berlanjut
sampai dengan pengkajian di unit sebelum masuk ruang bedah, ruang klien, atau di ruang
pembedahan.
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh Gavriel
Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “
Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov. Metode
itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan istilah
osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke dalam.
''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih besar, proses
penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang disebut dengan
metode “ Fitbone “.Berbeda dengan Ilizarov, metode fitbone dilakukan pertama kali di
Singapura pada Tahun 2001, teknik fitbone ini merupakan teknik dengan teknologi tinggi dan
efek samping yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa membuat pasien kembali
beraktivitas seperti semula.
Menurut Prof Sarbijt Singh, seorang ahli bedah orthopedi di Moun Elizabeth Medical
Centre, Singapura, Metode Fitbone merupkaan implant orthopedi pertama, teknik terbaru dan
satu-satunya di dunia yang dikendalikan oleh computer yang bertujuan untuk perbaikan
struktur tulang. Teknik terbaru ini menggunakan teknologi yang dapat dikendalikan sendiri
oleh si pasien dengan alat pengendali jarak jauh.
Metode ini tidak menimbulkan rasa sakit, dan tanpa infeksi, Fitbone bisa diaplikasikan
untuk orang yang mengalami kecelakaan yang menyebabkan tungkai kaki mengalami cacat,
atau kelainan tulang sejak kecil karena penyakit seperti polio dengan kondisi kaki berbentuk
O atau X dan bahkan bisa dilakukan untuk bedah kosmetika bagi mereka yang kurang tinggi.
Pada tungkai kaki atas bisa dipanjangkan hingga 9 cm, sedangkan pada tulang kering bisa
memanjang maksimal hingga 6 cm, jadi jika ditotal, Anda bisa bertambah tinggi sekitar 15
cm.
Metode fitbone sangat berguna untuk kelainan tulang bawaan atau kerusakan tulang
akibat kecelakaan. Kelainan bawaan, misalnya, penyakit kaki berbentuk O dan X atau lantaran
terinfeksi polio. Bisa pula untuk meninggikan kaki. Teknik Fitbone diperuntukkan untuk anak
usia 16 tahun keatas, karena kondisi lempeng pertumbuhan tulangnya sudah terbentuk dan
teknik ini tidak dapat dilakukan pada penderita dengan osteoporosis.
Metode ini diterapkan dengan terlebih dahulu melakukan foto rontgen pada pasien. Ini
untuk melihat bentuk tulang yang akan diterapi dan ukuran rongga yang memungkinkan
dimasukkannya alat fitbone. Dari gambaran tadi bisa direka-reka panjang gagang baja yang
akan dimasukkan ke tubuh pasien di samping tulang. Lalu dokter membuat sayatan di lengan
atau tulang paha. Sayatan itu digunakan untuk memotong tulang. Kemudian alat berupa
gagang yang terbuat dari stainless steel dimasukkan diantara tulang
Dan beberapa komponennya diletakkan dibawah kulit, sehingga luka tidak terlihat
dimasukkan. Selanjutnya dokter menancapkan pen untuk menyangga alat itu di bagian atas
dan bawah tulang. Di bagian ujung atas gagang tadi terpasang kabel dan pemancar yang
ditaruh di bawah kulit. Lalu ada kabel lagi yang menghubungkannya dengan sensor. Lewat
sensor inilah, pasien mengetahui pertumbuhan tulang barunya. Sedangkan gagang itu bekerja
mendorong tulang untuk segera menyatu. Bila tulang sudah menyatu, alarm akan berbunyi.
Dalam pembedahan ini, pasien dibius total karena operasi ini merupakan operasi besar karena
harus memotong tulang.
Kejadian bedah Ortopedi kerap dilakukan pada Cedera tulang keras dapat menyebabkan
patah tulang dan anak-anak relatif paling umum untuk mendapatkan fraktur . Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan , tulang rawan epifisis , baik total atau parsial .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik patah tulang pada anak-anak mereka
yang dirawat . Penelitian ini merupakan studi retrospektif deskriptif yang dilakukan di Arifin
Achmad General Hospital Pekanbaru . Berdasarkan hasil studi dari 214 kasus patah tulang
pada anak-anak , kejadian patahan paling sering ditemukan dalam adolecents ( 60,3 % ) ,
persentase anak laki-laki ( 75,2 % ) lebih tinggi dibandingkan anak perempuan . Lokasi yang
paling umum dari fraktur adalah ekstremitas bawah yang Os femur ( 21,5 % ) . Klasifikasi
yang paling umum dari fraktur adalah fraktur lengkap ( 18,5 % ) . Sebagian besar patah tulang
pada anak-anak dirawat oleh bedah ( 45,8 % ) dan panjang rawat inap adalah sekitar 1-7 hari
( 53,7 % ) tapi itu tidak spesifik untuk kasus patah tulang .Kondisi pasien untuk pulang
menunjukkan tanda-tanda perbaikan sebanyak 52,3 %. (Azmi , Siti Budianggi, 2013)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Bedah Orthopedi


1. Pengertian
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur yang berkaitan. Berhubungan
dengan koreksi deformitas sistem muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik
(Dorland, 1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi
muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan
nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal (Brunner &
Suddart).
Dalam bedah orthopedi meliputi proses keperawatan Preoperatif Ortopedi dan
Pascaoperatif Ortopedi.

2. Preoperatif Orthopedic
Umumnya individu yang akan mengalami beragam ketakutan, rasa ketidaknyamanan,
ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan dengan pesiapan operasi.
Periode preoperasi adalah waktu untuk menghilangkan ketakutan klien dengan
mempersiapkan mental dan fisik untuk menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika
klien pertama kali mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi.
Persiapan Administrasi preoperasi institusi mempunyai bentuk beragam dalam
administrasi preoperasi. Perawat bertanggung jawab dalam mempersiapkan klien,
meyakinkan bahwa klien telah dipersiapkan dengan baik untuk menjalani operasi maupun
tahap selanjutnya. Berikut ini diuraikan implementasi dan rasionalisasi pada tahap
persiapan operasi ( Lukman Nurnaningsih,2012 ).
No Implementasi Rasional
1 Mencuci tangan Mengurangi pergerakan
mikroorganisme.
2 Periksa kembali surat izin pembedahan Memberikan informasi akutan dan
(informed contcent), berbagai resiko sebagai data dasar.
dan perlengkapan klien.
3 Periksa kembali nama klien, nama Melindungi keabsahan dan melengkapi
belakang dan nama panggilan. kenyamanan klien.
4 Tanyakan apakah klien memiliki Mengurangi kecemasan, mungkin klien
pertanyaan lain tentang pembedaan dan tidak tahu resiko komplikasi.
jelaskan prosedur.
5 Lengkapi data preoperasi, termasuk Melengkapi data dasar.
riwayat dahulu, pengkajian fisik, dan
ketepatan pemeriksaan.
6 Pengkajian persarafan, termasuk Melengkapi data dasar, untuk
genggaman tangan, menekuk lutut, pengkajian pascaoperasi.
serta plantar dan dorsolfleksi pada
kaki.
7 Mengakaji nadi, tekanan darah nadi Melengkapi data dasar, bila ada
apikal, nadi perifer, suhu badan, dan beberapa yang tidak lazim beri catatan.
dibandingkan dengan informasi yang
sudah didapat. Lebih dar 50% klien
mmbutuhkan daa dasar EKG.
8 Auskultasi paru-paru kiri dan kanan, Melengkapi data dan adanya resiko
bagian depan dan belakang. komplikasi.
9 Kaji sistem gastrointestinal, makan Melengkapi data dasar, mencegah mual
terakhir, alergi makanan, bising usus, pascaoperasi,muntah. Biasanya instruksi
BAB/BAK terakhir. puasa ( nothing per-oral-NPO ) dimulai
dini hari.
10 Kaji alat genitalia/sistem perkemihan ( Melengkapi data dasar
menstruasi terakhir ).
11 Mengkaji kekencangan kulit dan Melengkapi data dasar
kekuatan otot
12 Pastikan tidak ada alergi atau reaksi Khususnya alergi iodin, karena povidon
merugikan selama pembedahan / iodine adalah antiseptik umum yang
penggunaan anastesi dipakai pada perlengkapan untuk
pembedahan.
13 Dapatkan riwayat pengobat Menghindari interaksi dalam
pengobatan
14 Pastikan riayat penggunaan alkohol, Penggunakan alkhohol bisa mengubah
kapan terhir penggunakan. rasa nyeri.
15 Periksa / timbang beratbadan. Untuk pengkajian pascaoperasi.
16 Periksa keluarga dan status perannya Keberadaan keluarga atau orang dekat,
dalam keluarga. bisa menurunkan kecemasan, dan
menambah dukungan.
17 Pastikan klien siap untuk dioperasi dan Melengkapi data, permintaan akan
permintaan lagsung akan pembedahan diteruskan/disampaikan kepada
(misalnya ingin hidup setelah operasi) keluarga sebagai wali.

18 Lepaskan semua benda-benda yang Menjaga keamanan barang-barang milik


dipakai. Untuk barang berharga klien
disimpan ditempat khusus dan
terkunciatau diberikan kepada keluarga
(misal cincin kawin)
19 Bila ada kacamata atau gigi Menjaga keamanan barang-barang milik
palsu,tempatkan di tempat khusus dan klien.
diberi label.

20 Catat cairan intravena, termasuk Mengikuti pesanan dan panduan/


pesanan cairan. prosedur.
21 Catat pengobatan termasuk order. Melaksanakan panduan dan order.
Pastikan ceklist preoperasi sudah
lengkap.

22 Antarkan klkien ke tempat operasi Melaksanakan prosedur baku.


yang nyaman

23 Beritahu anggotakeluarga dimana Melengkapi jaminan kepada klien dan


tempat menunggu dan keluarga.
tempatmemperoleh informasi ketika
pembedahans selesai.

3. Jenis – Jenis Pembedahan


a. Reduksi Terbuka
Melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih
dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
b. Fiksasi Internal
Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup, plat, paku, dan pin
logam.
Selain Fiksasi interna ada Fiksasi eksterna yaitu alat yang diletakkan diluar kulit
untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal
perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars.
Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan
pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid
bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur.
c. Graft Tulang
Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
d. Amputasi
Adalah pengangkatan / pemotongan / pembuangan sebagian anggota tubuh /
gerak yang disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis, kanker melalui tindakan pembedahan.
e. Artroplasti
Adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoprasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka.
f. Manisektomi
Adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g. Penggantian Sendi
Adalah penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis.
h. Penggantian Sendi Total
Penggantian permukaan artikuler dalam sendi dengan bahan logam atau sintetis.
i. Transfer Tendon
Adalah pemindahan insersi untuk memperbaiki fungsi.
j. Fasiotomi
Adalah pemotongan fascia otot untuk menghilangkan kontriksi otot atu mengurangi
kontraktur fascia.

4. Macam – Macam Gangguan Orthopedi


a. Fraktur
Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, 5
diantaranya adalah;
1) Inclomplete: fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah
satu sisi patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau greenstick.
2) Complete: garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
4) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensian untuk terjadi infeksi.
5) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker, osteoporosis,
dengan tak ada trauma atau hanya minimal.
b. Bedah rekrontuksi wajah
c. Amputasi: Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan
gangguan kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi adalah
pengangkatan melalui bedah atau traumatik pada tungkai. Amputasi ekstremitas
bawah dilakukan lebih sering dari pada amputasi ekstremitas atas. Terdapat dua tipe
amputasi:
1) Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan refisi lanjut.
2) Tertutup atau flaps.
d. Penggantian sendi total
Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang dan nyeri
yang tak hilang (contoh; degeneratif dan artritis reumatoid; fraktur tertentu (contoh,
leher femur), ketidakstabilan sendi panggul kongenital. Penggantian panggula dan
lutut dalam bedah paling umum. Prostase mungkin besi atau polietilen (atau
kombinasi) dan ditanam dengan semen akrilik, atau mungkin sesuatu yang berpori-
pori, implan bersalut yang mendorong pertumbuhan tulang kedalam (Doengoes
Marilyn. 2000.)

5. Komplikasi
a. Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat
mengakibatakan syok hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan bila
klien mengalami syok hipovoemik. Identifikasi tanda dan gejala awal syok, misal
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah dan keluaran urin kurang dari 30
ml/jam, gelisah, perubahan kesadaran, rasa haus, penurunan kadar hemoglobin dan
hematokrit darah.
b. Atelaktasis dan pnemonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan.
Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernafasan dan
terjadinya atelaktasis dan pnemonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam an batuk efektif serta pantau suara paru.
Pengembangan paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernapasan
dan terjadinya atelektasis serta pneumonia. Bila diindikasikan menggunakan
spirometri intensif, anjurkan klien untuk menggunakannya. Bila muncul tanda
gangguan pernapasan misalpeningkatan frekuensi pernapasa, batuk produktif, suara
napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke dokter ahli bedah.
c. Retensi urine
Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan klien
untuk BAK 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urin dan distensi kandung
kemih. Berikan privasi selama klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan
pispot khusus, misalnya untuk klien fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding
dengan pispot jenis lain.
d. Infeksi
Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua tindakan
invasif. Resiko Infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%. Infeksi merupakan
perhatian khusus terutama pada klien pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko
osteomielitis. Ostheomilitis sering memerlukan pemberian antibiotikintravena
jangka panjang.
Segera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi hrus
diangkat. Itulah sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama perioperatif dan
pascaoperatif. Kaji respon klien terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah
tehnik aseptik pada saat mengganti balutan dan mmengeringkan cairan.
e. Trombosis Vena Profunda
Penyakit trombeobolik merupakan salah satu dari semua komplikasi yang paling
sering dan paling berbahaya pada pasien pasca operasi orthopedic. Pencegahan
trombosis vena dapat dilakukan dengan latihan "pemompaan" betis dan pergelangan
kaki, pemakaian stoking elastis atau alatpenekan berkala, hidrasi yang adekuat,dan
mobilisasi awal. Dorong klien untuk minum yang banyak agar mencegah dehidrasi
dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan mnyebabkan statis. Warfin
profikalis atau heparin dengan dosis yang disesuaikan dapat diberikan untuk
mencegah trombosis vena dalam, sedangkan aspirin tidak memperlihatkan efek
profikalis yang jelas terhadap adanya trombosis vena dalam.

6. Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Maslah yang dapat dikoreksi meliputi
stabilisasi, fraktur, deformitas, penyaki sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan
peredaran darah (missal : sindrom kompartemen) adanya tumor. Prosedur pembedahan
yang sering dilakukan adalah meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF : open
reduction and internal fixation) untuk fraktur antroplasti, menisektomi, dan penggantian
sendi untuk masalah sendi, amputai untuk masalah extremitas berat (missal : ganggren
trauma pasif). Sasaran kebanyakan bedah orthopedic adalah memperbaiki fungsi dengan
mengembalikan gerakan dan stabilitas sertamengurangi nyeri dan distabilitas.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
4) Kadar kalsium serum dan fosfor serum
5) Fosfatase asam dan fosfatase alkali
6) Kadar enzym serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat aminotransferase
b. Pemeriksaan urin: Kadar kalsium urin
c. Pemeriksaan radiologi
1) Sinar-X
Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau fungsional pada
tulang dan sendi yang secara umum yang digunakan untuk menilai masala atau
penyakit muskuloskeletal.).
2) Arthrography.
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan
media kontras dimasukan ke sendi.
3) Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan
ujung–ujung syaraf.
4) Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi
radioactive tracer.
5) Scan computed tomography (CT).
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan
tulang yang mengalami ketidaknormalan.
6) Magnetic Resonance Imaging (MRI).
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan
antara jaringan solid, lemak, darah dan tulang.
7) Analisis Cairan Synovial .
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang
dimasukan kedalam kapsul sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap
penyakit-penyakit sendi yaitu sepsis, perdarahan, inflamasi dan noninflammasi.

8. Orthopedi Pediatric
Gangguan muskuloskeletal pada anak bervariasi, ini disebabakan karena lempeng
pertumbuhan dari tulang aksial dan apendikular, respon yang berbeda terhadap cedera
dan penyakit dapat diharapkan sebanding dengan yang terjadi pada orang dewasa. Lagi
pula, anomali kongenital dan perkembangan seperti juga berdagai variasi penyakit
genetik juga harus dipertimbangkan.
Karena ortopedik pediatrik merupakan bidang yang luas, bagian yang ini dibatasi
untuk topik – topik terpilih saja .trauma pedriatik tidak tercakupdalam bagian ini. Tetapi
dokter yang merawat anak harus mengerti klasifikasi fraktur Salter Herris, termasuk
lempeng pertumbuhan. Meskipun beberapa fraktura spesifik didiskusikan pada bagian ini
pada fraktur ektremitasatas dan bawah. (Robert d. Fitch,m.d
Osteomielitis, piartrosis, dan infeksi muskuloskeletal pediatrik lain menyebabkan
mordibitas yang menyebabkan gangguan permanen dari pertumbuhan dengan deformitas
sekunder.
Kondisi neuromuskular pada anak –anak berhubungan dengan banyaknya
abnormalitas skeletal. Untuk diagnosis dan terapi dari kondisi-kondisi ini pengertian
tentang patologi sering dibutuhkankarena berhubungan dengan sistem muskuloskeletal.
Gangguan – gangguan ini mencakut keadaan-keadaan paralitik seperti poliomeilitis,
mielodisplasia, cerebral palsy, artrogriposis, dan distrofia otot.

9. Pemeriksaan Orthopedi Pada Bayi


a. Orthopedic Check List
Tujuan pemeriksaan orthopedic check list ini adalah menemukan kalainan
bawaan sedini mungkin. Penanganan dan perencanaan terapi yang memerlukan
tindakan segera dan lama (sampai selesai pertumbuhan ± 16 – 17 tahun), serta
berencana.
b. Genetic councelling untuk menyatakan apakah keadaan kelainan tersebut dominant
atau resesive / mutasi atau herediter.
Dalam kaitan kemungkinan mempunyai anak berikutnya. Apabila dapat
dideteksi dini, maka banyak kelainan bawaan yang memberi akibat buruk di usia
lanjut dapat dihindari, seperti misalnya CTEV atau pada keturunannya seperti
muscular distrofi progressive.

B. Tinjauan Teori Fraktur


1. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
tulang yang berlebihan. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap.
Fraktur menurut Rasjad adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. Patah
tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial
untuk terjadi infeksi Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

2. Etiologi
a. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
b. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
c. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
1) Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.

4. Pengobatan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif terdiri
dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti
fiksasi interna.
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka akibat
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin
tubuh diimobilisasi dan mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri.
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat.

5. Klasifikasi
a. Fraktur Tertutup (Simple Fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
b. Fraktur Terbuka (Compound Fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,
dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture). Fraktur dengan komplikasi
adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, delayed union,
non-union, dan infeksi tulang.

6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.

7. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak
sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

8. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan
di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang
imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1) Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2) Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster
of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam
proses penyembuhan.
3) Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya
fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire
(kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal
Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa
pada tulang yang patah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi
7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC,
Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI, Jakarta.
6. Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk
Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
7. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
8. Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika,
Yogyakarta.
9. Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
10. Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai