OLEH :
Kelompok 5
1. Nurkhasanah
2. Ibnu Maulana
3. Elka Hastija
4. Fitriani Hanifah
5. Nursobah Amalia
6. Zahra Aknal
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
3
tingkat pra rumah sakit maupun di tingkat rumah sakit. Dalam pelaksanaannya diperlukan
suatu pengaturan yang jelas mengenai organisasi, tata laksana, koordinasi penyiapan
tenaga dan fasilitas, komunikasi dan pola operasional terpadu antar semua unsur terkait.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah di atas adalah untuk mengetahui bagaimana persiapan dan
pelaksanaan penanganan musibah masal dan bencana.
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan saranadan prasarana umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan
nasional yang memerlukan bantuan dan pertolongan secara khusus. Peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia yang mengakibatkan korban
dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan
saranadan prasarana umum serta menimbulkangangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan bantuan dan
pertolongan secara khusus
Korban akibat kejadian dengan jumlah relatif banyak oleh karena sebab yang sama
dan perlu mendapatkan pertolongan kesehatan segera dengan menggunakan sarana,
fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia sehari-hari.
2.2 Penyebab
1. Alam : seperti : banjir, gempa bumi,tsunami dan lain sebagainya.
2. Teknologi : seperti : tabrakan kereta api,rubuhnya gedung dan lain sebagainya. 3.
Konflik : seperti : konflik antar etnis,terorisme dan lain sebagainya
5
2.4 Penatalaksanaan kesiapsiagaan di lapangan
1. Merupakan bagian dari aktivitas yang bertujuan untuk
a. Memastikan tanda bahaya
b. Evaluasi besarnya maslaah
c. Memastikan sumber daya yang ada memperoleh dan dilakukan mobilisasi
2. Mencakup peringatan awal, penilaian situasi,dan penyebaran pesan siaga. 3. Inti
dari proses penyiagaan adalah pusat komunikasi
6
b. Aksi pencegahan dilakukan dengan menetapkan area larangan.
c. Tenaga pelaksana dilakukan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dengan bantuan dari
unit khusus terkait.
2.9 Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera)
untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
(berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau
penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan
proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial
harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus
dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi
memburuk atau membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera,
usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang
mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera
neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita
sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan
dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat
bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk
menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai
hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
7
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini
berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis
distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik. Saat
ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa
secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START
(Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi
saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
1. Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase
untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
2. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.
a. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi.
b. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).
c. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera
yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas
(misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat,
serta luka bakar ringan).
d. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai
Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki
kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan
transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.
8
1. Triase Sistem METTAG.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.
Resusitasi ditempat.
2. Triase Sistem Penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan
risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Resusitasi diambulans.
3. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa
digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di
ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
Tanda tingkat keparahan korban missal :
a. Merah : Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera ( Gangguan
ABCD) dankorban- korban dengan :
1. Syok oleh berbagai kausa
2. Gangguan pernafasan
3. Trauma kepala dengan pupil anisokor
4. Perdarahan eksternal massif
b. Kuning : Korban yang memerlukanpengawasan ketat, tetapi perawatan
dapatditunda sementara. Termasuk :
1. Korban dengan resiko syok
2. Fraktur multiple
3. Fraktur Femur/ pelvis
4. Luka bakar luas
5. Gangguan kesadaran/ trauma kepala
6. Korban dengan status tidak jelas.
c. Hijau : Kelompok korban yang tidakmemerlukan pengobatan atau
pemberianpengobatan dapat ditunda, seperti :
1. Fraktur minor
9
2. Luka minor
d. Hitam : Korban yang telah meninggal dunia.
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan
triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase,
dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas.
Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.
2.11 Perimeter
Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan
mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk
kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak
berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.
2.13 Keamanan
Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua
kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan
berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa
10
membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan atau merubah
operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan
efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk
menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.
11
pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha
inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera
Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai
tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan
memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei
primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut.
Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa
nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan
lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis
skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk
menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.
13
Fungsi Pos Medis Lanjutan, disingkat “3 T”
a. Tag Rabel
b. Tag Rawal
c. Transfer/evakuasi.
14
Berbagai prinsip yang diperlukan dalam upaya mitigasi bencana adalah sebagai
berikut.
1. Memahami bahwa bencana dapat diprediksi secara alamiah dan saling berkaitan
antara satu bencana dengan bencana lainnya sehingga perlu di evaluasi terus
menerus
2. Upaya mitigasi bencana harus memiliki persepsi yang sama baik dari aparat
pemerintahan ataupun masyarakatnya -> salah satunya dahulukan kelompok
rentan
3. Upaya preventif harus diutamakan untuk meminimalisir dampak bencana
4. Upaya mitigasi bencana terkoordinir secara terpadu bagi aparat ataupun
masyarakatnya
15
Beberapa masyarakat mungkin ada yang tidak dapat mengakses informasi mengenai
bencana. Oleh karena itu, tugasnya aparat pemerintahan untuk melakukan
sosialisasi ke masyarakat. Adapun bahan penyuluhan sama seperti di penyebaran
informasi. Selain itu, mitigasi bencana juga turut diikutsertakan dalam kurikulum
pendidikan anak-anak.
5. Peringatan Dini
Peringatan dini ini berguna untuk memberitahukan hasil pengamatan atau evaluasi
bencana secara berskala di suatu daerah rawan bencana. Peringatan dini dapat berupa
pengalihan jalur jalan.
16
3.1 Kesimpulan
Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam
pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana
dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam
keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki
pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha
penyelamatan pasien.
Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua
petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan
bencana agar lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.
3.2 Saran
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian
dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.
Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus
dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran,
tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan
manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara efektif dan efisien dan
terkoordinasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
17
Dirjen Bina Yanmed Depkes RI. 2006. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Jakarta : EGC.
Efendi,Ferry. 2009. Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Mepsa,Putra.2012. Peran Mahasiswa Kesehatan dalam Tanggap Bencana. Jakarta:EGC.
Kholid, Ahmad. Prosedur Tetap Pelayanan Medik Penanggulangan Bencana.Jakarta:EGC.
18