Anda di halaman 1dari 49

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian bencana

Krisis (akibat kegagalan interaksi manusia dg lingkungan fisik & sosial) yg

melampaui kapasitas individu & masyarakat utk menanggulangi dampaknya yg

merugikan. (ICRC/Komite Internasional Palang Merah).

Peristiwa atau rangkaian peristiwa akibat fenomena alam &/ akibat ulah manusia

yg menimbulkan gangguan kehidupan & penghidupan manusia disertai kerusakan

lingkungan dan menyebabkan ketidak berdayaan potensi & infrastruktur setempat

serta memerlukan bantuan dr kabupaten/propinsi lain atau dr pusat &/ negara lain dg

menanggalkan prosedur rutin. (DepKes)

1. Klasifikasi

Sumber:

Alam (natural disaster)

Ulah manusia (man-made disaster)

Kompleks (multi-faktor)

Waktu munculnya:

Mendadak (sudden-onset disaster)

Perlahan (gradual-onset disaster)

2. Potensi Bencana di Indonesia

Potensi tsunami di Indonesia


Potensi Gunung Berapi di Indonesia
Potensi gempa bumi di Indonesia

3. Dampak bencana

a. Terjadinyanya kematian, cedera dan penyakit yang diluar perkiraan

b. Rusaknya infrastruktur kesehatan dan terganggunya program kesehatan

c. Memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan populasi shg meningkatkan

d. risiko potensial penyakit menular dan bahaya lingkungan

e. Perekonomian, sekolah, dan infrastruktur hancur


f. Mempengaruhi perilaku psikologis dan sosial masyarakat yg terkena

g. Mengakibatkan kelangkaan pangan gangguan gizi

h. Menimbulkan mobilisasi populasi yang masif shg meningkatkan risiko

morbiditas dan mortalitas akibat ketidakmampuan layanan kesehatan menanggulangi

masalah kesehatan mereka

Dampak bencana = Fenomena (risiko munculnya bencana) x Kerentanan

(vulnerability)

4. Kegiatan-kegiatan manajemen bencana

1. Pencegahan (prevention)

2. Mitigasi (mitigation)

3. Kesiapan (preparedness)

4. Peringatan dini (early warning)

5. Tanggap darurat (response)

6. Bantuan darurat (relief)

7. Pemulihan (recovery)

8. Rehabilitasi (rehabiliotion)

9. Rekontruksi (recontruction)

B. Sistem penanggulangan bencana terpadu terintegritas dengan SPGDT

1. Pengertian SPGDT

Rangkaian penyelamatan pada saat pra intra dan pasca bencana pelayanan pasien

gawat darurat yang saling terkait dilaksanakan di tingkat pra RS, intra RS dan antar

RS. Berpedoman pada respon Time yang menekankan Time Saving is Limb Saving,
yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan

ambulans gawat darurat dan komunikas harapannya dalam penanganan korban dapat

mempercepat waktu penanganan korban

2. Paradigma

Pelayanan kesehatan gawat-darurat : Hak dan kewajiban semua Masayarakat

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan : Tanggung-jawab pemerintah dan

masyarakat

UUD 1945

3. Fase kejadian bencana

a. NON DISASTER (interdisaster Phase) ; Periode waktu di antara satu bencana

dengan bencana berikutnya

b. PREDISASTER (Preimpact Phase) ; Bencana belum terjadi tapi info ttg

bencana sudah cukup. “early warning system” telah berfungsi.

c. IMPACT (Impact Phase) ; bencana sedang terjadi dan komunitas mengalami

dampaknya secara langsung.

d. EMERGENCY (Post impact Phase) ; Terlihatnya respon komunitas terhadap

bencana.

e. RECONTRUCTION (Recovery Phase) ; Restorasi infrastruktur & kembalinya

motivasi untuk meneruskan hidup.

4. Self comunity

Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat.

Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembinagerakan agar tercipta

masyarakat yang merasa hidup sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada

yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat

SPGDT
Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu

Dilaksanakan secara harian dalam 24 jam

SPGDB

Sistem Pelayanan Gawat Darurat Dalam Bencana

Bentuk eskhalasi dari SPGDT jika terjadi bencana massal

5. Community Preparedness

Kesiapan Individu atau keluarga :

a. Tahu dimana lokasi untuk berkumpul

b. Punya daftar kontak keluarga, tetangga, sekolah, RS dll

c. Memiliki kotak peralatan darurat

d. Mampu menjadi penolong Pertama

6. Faktor penyebab meningkatnya resiko akibat bencana

a. POLITIS ; kebijakan, sistem pengaturan, organisasi, dana, upaya preventif &

promosi

b. EKONOMIS ; Perilaku “membandel” masyarakat miskin sbg kelompok resiko

tinggi.

c. SOSIAL BUDAYA ; sikap pasrah, tidak waspada, perilaku unsafety

Bencana sulit diprediksi kapan terjadi, jenis dan besarnya

C. Etika dan hukum dalam penanganan bencana

1. Etika Adalah norma-norma yang berlaku di masyarakat atau ketentuan yg

ditentukan kelompok profesi dengan membuat standar standar yang disepakati

bersama. Bila terjadi pelanggaran tidak ada pengadilan tetapi ada teguran dan

musyawarah untuk memberikan panduan dalam menjalankan profesi.

2. Prinsip-prinsip Yang Mempengaruhi Etika Klinik


a. Autonomy : seseorang mempunyai hak untuk memilih pelayanan kesehatan

bagi dirinya.

b. Beneficence : ketentuan untuk memberikan sesuatu yg terbaik untuk klien.

c. Nonmaleficence : ketentuan dalam memberikan pelayanan menghindarkan

hal-hal yang buruk.

d. Justice : ketentuan dalam memberikan penanganan yang sama pada setiap

orang tidak memilih/ membeda-bedakan

3. Hukum

Peraturan hukum adalah kumpulan kaidah/ norma hukum

Kaidah/ norma hukum adalah pedoman/ pegangan/ ukuran untuk menunjukkan nilai

hukum.

4. Prinsip Penanggulangan Bencana Alam Menurut UU No 24 Tahun 2007:

a. Cepat dan Tepat yang dimaksud dalam prinsip ini adalah bahwa dalam

penanggulangan bencana harus cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.

Keterlambatan dalam penanganan akan meningkatkan dampak baik dari segi material

maupun korban jiwa.

b. Prioritas yang dimaksud dengan prioritas adalah apabila terjadi bencana,

kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan

penyelamatan kegiatan manusia.

c. Koordinasi dan keterpaduan Prinsip koordinasi adalah Penanggulangan

bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.

Prinsip keterpaduan adalah penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor

secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.

d. Berdaya guna berhasil guna bahwa dalam memberikan pertolongan pada

korban bencana alam perlu memperhatikan aspek waktu, tenaga dan biaya.
e. Transparansi dan akuntabilitas penanggulangan bencana harus dilakukan secara

terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.

f. Non diskriminatif tindakan penanggulangan bencana tidak memberikan

perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik

apapun.

g. Non proletisi larangan menyebarkan agama atau keyakinan dalam keadaan

darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

5. Kebijakan Penanganan Bencana Di Indonesia

UU no 36 th 2009 tentang Kesehatan

Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP

Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001

UU BENCANA NO 24 – 2007

BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

BADAN PENNAGGULANGAN BENCANA DAERAH TK I/ II

Bab XII ps 80 . Pada saat berlakunya UU ini semua peraturan per UU

Yg berkaitan dg PB dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan

Atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan UU ini

6. Dasar Kebijakan Penanganan Bencana Dari Sektor Kesehatan

a. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana

b. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan

penanggulangan korban bencana disetiap RS


c. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum

penanggulangan medik korban bencana

d. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan

permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana

e. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan strategi

nasional penanggulangan krisis dan masalah kesehatan

D. Konsep dan Model Triage Bencana Covid-19

1. Pengertian triage

Peningkatan pasien yang datang pada unit gawat darurat yang diberikan tidak

dapat diprediksi dengan sangat akurat. Namun hanya sebagian tertentu dari pasien

yang melakukan membutuhkan pertolongan penyelamatan hidup atau kondisi medis

yang mendesak, sebagian lain hanya perlu diberikan obat dan perawatan dapat

2. Tujuan

a. Memilah korban dalam kategori/kelompok

b. Memprioritaskan sesuai sumber yang ada

3. Model CTAS

CTAS: The Canadian Emergency DepartmentTriage & Acuity Scale (CTAS). 5 Level

CTAS

Level 1 Pasien dengan kategori ini 98%harus segera ditangani oleh dokter

Level 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 15

menit

Level 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 30

menit

Level 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 60

menit
Level 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 120

menit

4. Level CTAS

LevelI 1 : Resuscitation. Tidak responsif, tanda vital tidak ada / tidak stabil, dehidrasi

parah dan gangguan pernapasan parah membutuhkan segera intervensi agresif

LevelI Emergent. Kondisi yang berpotensi mengancam anggota tubuh atau fungsi,

membutuhkan intervensi medis yang cepat atau tindakan yang didelegasikan. Waktu

untuk penilaian dokter / wawancara ≤ 15 menit

Level III Urgent.Kondisi yang berpotensi berkembang menjadi masalah serius yang

membutuhkan intervensi darurat . Dapat dikaitkan dengan ketidaknyamanan yang

signifikan atau mempengaruhi kemampuan untuk bekerja dan kegiatan hidup sehari-

hari. Waktu ke dokter ≤ 30 menit.

Level IV Less Urgent (Semi urgen). Kondisi yang berkaitan dengan usia pasien,

kesulitan, potensi kerusakan atau komplikasi akan mendapat manfaat dari intervensi

atau jaminan dalam 1-2 jam). Waktunya ke dokter ≤ 1 jam.

Level V Tidak Mendesak No Urgent.Kondisi yang mungkin akut tetapi tidak

mendesak serta kondisi yang mungkin menjadi bagian dari masalah kronis dengan

atau tanpa bukti

5. Manchester Triage Scale(MTS).

Ciri khas MTS adalah identifikasi sindrom pasien yang datang ke unit gawat

darurat diikuti oleh algoritma untuk mengambil keputusan. Berdasarkan keluhan

utama pasien, ditetapkan 52 algoritma contohnya algoritma trauma kepala, dan

algoritma nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada diskriminator yang menjadi landasan

pengambilan keputusan, diskriminator tersebut adalah kondisi klinis yang merupakan

tanda vital seperti tingkat kesadaran, derajat nyeri, dan derajat obstruksi jalan nafas
6. EWS

National Early Warning Score adalah sistem penilaian kumulatif yang

menstandarkan penilaian tingkat keparahan penyakit akut, skor dihitung dengan

menggunakan tanda vital pasien, menunjukkan tanda-tanda awal pemburukan

digunakan di semua rumah sakit.

7. Protokol triage

a. Rumuskan protokol triage sebelum situasi nyata terjadi

b. Selalu perbarui protokol dan rencana tindakan

c. Lakukan latihan penerapan teknik triage

d. Praktekan metode triage secara konsisten

8. START TRIAGE

S.T.A.R.T. (Simple Triage & Rapid Transport)

Sederhana dan cepat dalam pemeriksaan dan memprioritaskan

Awal :

Panggil semua penderita yang dapat berjalan, dan perintahkan untuk pergi ke daerah

tertentu atau daerah yang sudah aman. Semua penderita di tempat ini mendapatkan

kartu hijau

1. Airway

Pergi ke penderita yang terdekat, dan periksalah apakah masih bernafas.Bila sudah

tidak bernafas, buka Airway, dan lihatlah apakah tetap tidak bernafas. Bila tetap tidak

bernafas beri label Hitam. Bila kembali bernafas beri label Merah

Bila bernafas spontan pergi ke tahap berikut (breathing)

2. Breathing

Bila penderita dapat bernafas spontan, hitung kecepatan pernafasan.

Bila > 30 kali per menit : Merah


Bila < 30 kali per menit, pergi ke tahap berikut

3. Circulation

Periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capillary refill). Bila lebih

dari 2 detik : Merah. Bila kurang dari 2 detik : pergi ke tahap berikut.

4. Kesadaran

Penderita harus mengikuti perintah kita (angkat tangannya ?) Tidak dapat mengikuti

perintah : Merah. Dapat mengikuti perintah : Kuning

HIJAU : Sedikit/Tidak membutuhkan perawatan

KUNING : Terluka namun dapat menunggu, tak ada ancaman jiwa

MERAH :Terancam nyawa, segera dibantu

HITAM : Mati

Sisi kiri digunakan utk mencatat cedera & TV

Sisi kanan memuat START algorithm

Kategori label warna korban ada pada bagian bawah


9. Prinsip dasar START

a. Memisahkan korban yang bisa berjalan dengan korban lainnya

b. Memilah korban berdasarkan fungsi kehidupannya yaitu PERNAPASAN,

aliran darah dan status mental-nya

E. Organisasi Penanganan Bencana di indonesia

1. Tugas BNPB

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab IV ps 12

a. Memberikan pedoman pengarahan thd usaha penanggulangan bencana yg

mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan

rekonstruksi secara adil dan merata.

b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan

bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan


c. Menyampaikan informasi kepada masyarakat

UU No 24/ 2007 ttg Bencana. Bab IV ps 12.

d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kpd presiden setiap

sebulan sekali dlm kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat bencana

e. Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional

dan internasional

f. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran

pendapatan dan belanja negara

g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an

h. Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah

2. Organisasi Pengendali

Ketua posko/ puskodal

Pengendali operasional

Pengendali perencanaan

Pengendali logistik & komunikasi

Pengendali admin-ku

3. Pos medis

Pos medis lapangan :

Koordinasi operasional di lapangan, bisa di Puskesmas, bisa bergabung dengan

posko lap sektor lain, bisa dibangun dari tenda atau menggunakan bangunan yg

tersedia.

Pos medis depan :

Sebaiknya Rumah sakit terdekat lokasi bencana yang memiliki IGD untuk

menerima kasus yg dikirim dari lapangan.

Pos medis belakang/ rujukan :


Koordinasi operasional untuk semua kasus medis sejak dilapangan, pos medis

depan dan selama transportasi. Dikhususkan untuk menerima kasus yang tidak ddapat

ditangani di Pos medis lapangan dan Pos medis depan

Pos medis cadangan :

Sebaiknya RS terletak dekat dgn RS rujukan yg disiapkan untuk penanganan

kasus yg tdk tertampung di RS rujukan.

F. Surveilens Bencana

1. Pengertian Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan

berkesinambungan melalui kegiatan pengumpulan dan pengolahan data serta

penyebar luasan informasi untuk pengambilan keputusan dan tindakan segera.

2. Melakukan Analisis

a. Orientasi tidak cukup hanya penyakit

b. Pertimbangkan faktor resiko di luar sektor kesehatan

c. Ketajaman analisis

d. Pertimbangkan lintas batas wilayah, tidak cukup hanya

pertimbangan wilayah administrasi pemerintahan

3. Tujuan adanya surveilens

a. Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan kematian saat terjadi

bencana.

b. Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan

penyebarannya

c. Mencegah atau mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan

lingkungan akibat bencana (misalnya perbaikan sanitasi).

4. Manfaat adanya surveilens \


a. Menjelaskan pola dan riwayat penyakit, monitoring, memantau program,

prioritas penyakit, identifikasi kelompok resiko,

b. Tersedianya data dan informasi epidemologi sebagai dasar manajemen

kesehatran untuk pengembalian keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan, evaluasi programkesehatan, dan peningkatan kewaspadaan serta

respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.

5. Ruang lingkup surveilens

a. Surveilens penyakit menular

b. Surveilens data pengungsi

c. Surveilens data kematian

d. Surveilens rawat jalan

e. Surveilens air dan sanitasi

f. Surveilens gizi dan pangan

G. Perawatan luka

1. Konsep luka

Definisi :

Luka a/ terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau proses

pembedahan (Agustina, 2009).

Etiologi :

a. Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam

b. Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh

cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yg biasanya dengan

benda yg tidak tajam


d. Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yg masuk ke dlm

kulit dgn diameter kecil

e. Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau kawat

f. Luka tembus, yaitu luka yg menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal

masuk diameternya kecil tapi pada bagian ujung lukanya melebar

g. Luka bakar, yaitu luka yg diakibatkan oleh paparan panas, misal api dan bahan

kimia

h. Luka gigitan hewan, disebabkan adanya gigitan hewan liar atau piaraan.

2. Konsep perawatan luka

a. Pembersihan Luka

1. Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka.

2. Menghindari terjadinya infeksi.

3. Membuang jaringan nekrosis.

4. Langkah-Langkah pembersihan luka yaitu :

Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan utk membuang

jaringan mati dan benda asing.

Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

Berikan antiseptic.

Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi

local.

Bila perlu lakukan penutupan luka.

b. Penutupan Luka

1. Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses penyembuhan

berlangsung optimal.

2. Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor.
c. Pembalutan

 Pertimbangan dlm menutup dan membalut luka sangat tergantung pada

penilaian kondisi luka. Memilih balutan :Permukaan lembab yg sedang dan

seimbang.Sesuai dengan kondisi luka.Manajemen luka yg benar.

3.Klasifikasi Luka Berdasarkan Sifatnya :

Luka Akut :

a.Luka baru terjadi dan pada penyembuhannya sesuai periode waktu yg

diharapkan atau sesuai konsep penyembuhan luka akut, dengan kategori luka akut

pembedahan dan luka akut bukan pembedahan.

Prinsip manajemen luka akut :

1. Luka akut mrpkn luka trauma yg biasanya segera mendapat penanganan dan

dapat sembuh dengan baik.

2. Tdk terjadi komplikasi serta sembuh sesuai konsep proses penyembuhan.

3. Re-Epitelisasi terjadi dalam 24-48 jam pertama.

4. Tdk melakukan penggantian balutan berulang-ulang.

5. Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli bedah.

Contoh : luka sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury.

Luka kronis :

b.Luka yg proses penyembuhannya mengalami keterlambatan atau bahkan

kegagalan.

Prinsip perawatan luka kronik :

1. Pengkajian berkelanjutan.
2. Persiapan dasar luka.

3. Prinsip penanganan dengan steril dan bersih.

4. Peningkatan kualitas hidup pasien.

5. Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga.

6. Perbaikan aktivitas kesehatan pasien sehari-hari hingga kemampuan optimal.

4.Perawatan Luka Korban Bencana Tsunami dan Gempa

a. Jika seseorang mengalami luka akibat bencana, yang pertama harus

diperhatikan adalah melihat jenis lukanya.

b. Selain itu perlu juga menentukan apakah luka tersebut membutuhkan

pengobatan khusus dari tenaga medis atau tidak.

c. Jika luka yang dialami adalah luka tertutup berupa luka lecet atau gores, bagian

tubuh yang luka dapat digerakkan seperti biasa, dan tidak ada nyeri hebat pada

luka, kemungkinan besar luka tersebut dapat diobati sendiri.

d. Meski begitu, luka seperti itu tak boleh dianggap sepele. Perawatan lukanya

harus sangat diperhatikan agar tak terjadi infeksi.

H.Pembedayaan Masyarakat Pada Penanggulangan Bencana

Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan bencana saat

ini belum dilakukan secara maksimal Masyarakat masih banyak yang belum benar-

benar menyadari tentang wilayahnya yang rentan bencana, apalagi mengetahui apa

yang harus dilakukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejadian bencana.

Kesiapsiagaan masih cukup asing bagi masyarakat Indonesia secara umum. Bersiap

dan bersiaga merupakan upaya dan kegiatan yang dilakukan sebelum terjadi bencana

alam secara cepat dan efektif merespon keadaan/situasi pada saat bencana dan segera
setelah bencana. Upaya ini sangat diperlukan masyarakat untuk mengurangi

risiko/dampak bencana alam, termasuk korban jiwa, kerugian harta benda, dan

kerusakan lingkungan. Perawat di dalam konteks keperawatan di Indonesia, dapat

bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, pemerintah, dan masyarakat dalam

melakukan upaya-upaya penanggulangan bencana. Elemen kunci penanggulangan

bencana di masyarakat pedesaan dapat meliputi kepala desa dan aparatur

pemerintahan desa, Dusun, RW, RT, kader kesehatan, anggota linmas, dan perwakilan

puskesmas. Tujuan dari kegiatan PKM ini adalah untuk meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan bencana melalui pelatihan dan

simulasi penanggulangan bencana di masyarakat.(Ibrahim et al., 2020)

Latar Belakang Dilakukannya Pemerdayaan Masyarakat Menghadapi Bencana

Masyarakat dituntut harus memiliki keterampilan penanganan bencana secara

memadai. People skills merupakan hal yang sangat penting pada saat terjadi bencana

dan jatuhnya korban bencana (Gatignon, Van Wassenhove, & Charles, 2010). Tujuan

dari penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah untuk meningkatkan

kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terutama yang tinggal di daerah rawan

bencana alam, memperkuat kemampuan untuk menghadapi bencana terutama

bekerjasama dengan berbagai pihak, mengembangkan organisasi bencana disesuaikan

dengan kondisi lokal, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bencana (Ali et

al, 2019) Pentingnya melibatkan masyarakat lokal karena merekalah yang paling

mengetahui situasi dan kondisi lokal, mereka juga tertarik untuk menghindari

ancaman bencana disekitar mereka, mereka berkeinginan untuk paham, oleh

karenanya informasi yang disampaikan harus dengan bahasa yang mudah difahami

oleh mereka.
 Tujuan Dilakukan Pemberdayaan Masyarakat Pada Penanggulangan

Bencana

Menurut Parsons pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh

keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi

kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya menurut Ife

pemberdayaan adalah menyiapkan kepada masyarakat berupa sumber daya,

kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat

didalam menentukan masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi

kehidupan dalam komunitas masyarakat itu sendiri (Anwas, 2013) meningkatkan

kemampuan individu atau masyarakat untuk berdaya yang dilakukan secara

demokratis agar mampu membangun diri dan lingkungannya dalam meningkatkan

kualitas kehidupannya sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera (Anggun et al.,

2020).

 Pemberdayaan sebagai Proses Pembangunan Masyarakat

Gerakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk

memperbaiki keadaan masyarakat seharusnya gerakan ini disertai oleh

keikutsertaan masyarakatnya sendiri. Dengan demikian upaya

penanggulangan banjir melalui pemberdayaan masyarakat dapat berjalan

secara efektif dan efisien dalam tahap ini ada harapan dalam

pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi penanggulangan bencana

1. Program yang disusun oleh masyarakat

Upaya penanggulangan bencana banjir ini bertujuan untuk mengurangi

risiko besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.

Masyarakat sebagai korban dan aktor yang berdekatan dengan sumber

bencana diharapkan mampu untuk mengidentifikasi, serta memecahkan


permasalahan bencana yang terjadi, sehingga dampak dari risiko bencana

banjir tersebut dapat dikurangi.

2. Mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat

Berkaitan dengan program yang disusun oleh masyarakat itu sendiri

hendaknya upaya pengurangan risiko bencana banjir ini dapat

memberikan solusi atas permasalahan bencana banjir yang terjadi

3. Memperhatikan dampak lingkungan

Dalam proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat

di sadarkan bahwa mereka berada pada daerah yang rentan dan rawan

akan bencana sehingga sewaktu-waktu bencana dapat terjadi. Hal ini

disebabkan karena kondisi geografis Kecamatan Padang Selatan yang

cendrung dataran rendah yang membuat daerah tersebut sangat mudah

untuk digenangi oleh air

 Sasaran dari pemberdayaan masyarakat

1.Individu sebagai kader(Pelopor dan tauladan)

2.Kelompok/Lembaga Masyarakat menuju tangguh

3.Lembaga usaha

4.Masyarakat Edukasi/Akademisi

 Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

1.Sesuai dengan budaya,kebutuhan dan potensi masyarakat

2.Mendapat Informasi dan kesempatan

3.Meningkatkan Kesadaran, Kemauang dan kemampuan

4.Peran Pemerintah hanya sebagai pendorong pendamping, fasilitator dan

asistensi
5.Kemitraan

 Ciri Pemberdayaan

1.Pemimpin berasal dari masyarakat

2.Merupakan Organisasi masyarakat

3.Pembiayaan dari masyarakat

4.Sasaran dan prasana dari masyarakat

5.Pemahaman Pengetahuan masyarakat

6.Pemanfaatan teknologi masyarakat

7.Penetapan Keputusan oleh masyarakat

 Proses pemberdayaan

1.Menyiapkan sumber daya, pada tahap awal perlu disiapkan sumberdaya

manusia, logistik, alat, media dan informasi yang diperlukan

2.Melakukan pendekatan(advokasi ke tokoh masyarakat untuk

memperoleh dukungan dari berbagai sektor)

3.Membentuk kelompok kerja (pakja) di masyarakat pakja ini sebagai

wadah unutk komunikasi dan informasi membahas berbaga keperluan

berkaitan dengan pemberdayaan

4.Mengindentifikasi anggota masyarakat yang akan dilatih/diberdayakan

sebagai kader

5.Melakukan pelatihan dan memberi pengetahuan tentang

ancaman/potensi dan risiko bencana pada daerah masing-masing

6.Melakukan pembinaan unutk keberlangsungan kegiatan


I.Menerapkan Management bencana berdasarkan karakteristik bencana

Definisi Manajemen Bencana Penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai

segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan,

mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana

yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana. Penanggulangan

bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi

manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas,

pengendalian dan pengawasan dalam penanggulangan bencana. Proses tersebut juga

melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan

pencegahan. mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat. dan pemulihan akibat bencana.

Tahapan Manajemen Bencana Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan

bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika tidak terjadi bencana dan terdapat

potensi bencana

2. Tahap tanggap darurat yang diterapkan dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi

bencana.

3. Tahap pasca bencana yang diterapkan setelah terjadi bencana.

Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga)

manajemen yang dipakai yaitu :

1. Manajemen Risiko Bencana Adalah pengaturan/manejemen bencana dengan

penekanan pada faktor-faktor yang bertujuan mengurangi risiko saat sebelum

terjadinya bencana. Manajemen risiko ini dilakukan dalam bentuk :

a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.


b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi

ancaman bencana.

c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya

guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat, namun letaknya di pra

bencana. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan

pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan

terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

2. Manajemen Kedaruratan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana

dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta

penanganan pengungsi saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :

a. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak Pusat buruk yang

ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,

serta pemulihan prasarana dan sarana.

3. Manajemen Pemulihan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan

penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan

lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,

prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah

terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :

a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau

masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan

kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,

kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun

masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan

perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya

peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah

pascabencana. (Anggun et al., 2020)

 KARAKTERISTIK BANCANA ALAM

Secara umum, pemahaman karakteristik bencana merupakan aspek fundamental

dalam upaya penanggulangan bencana. Karakteristik bencana yang mengancam

sebagian besar wilayah tanah air perlu dipahami dengan baik, karena salah satu

penyebab timbulnya kerugian dan penderitaan yang cukup berat adalah kurangnya

pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencanam, sehingga masyarakat kurang

siap menghadapinya. Berikut ini adalah uraian singkat mengenai karakteristik

beberapa jenis bencana alam yang sangat umum terjadi di tanah air kita dan upaya-

upaya mitigasinya.

 Gempabumi

Teori Tektonik Lempeng telah mengajarkan bahwa bagian luar bumi kita terdiri dari

berbagai lempeng yang saling bergerak satu terhadap lainnya. Gerakan lempeng

tersebut dapat saling mendekat, saling menjauh, ataupun hanya saling berpapasan.

Proses pergerakan inilah yang lebih lanjut dapat mengakibatkan terbentuknya

akumulasi energi dan tegangan yang cukup tinggi pada kerak bumi, yang kemudian

suatu saat dapat terlepaskan secara tiba-tiba dan menghasilkan kejutan gempabumi

(earthquake) yang dahsyat. Gempabumi jenis ini secara khusus dikenal sebagai gempa
bumi tektonik, yang merupakan gempabumi yang paling berbahaya dibandingkan

jenis gempabumi lainnya (gempabumi volkanik dan gempabumi indus). Sebagai

tempat bertemunya tiga lempeng besar dunia, tentunya Indonesia merupakan negara

yang umumnya sangat rawan terhadap potensi gempabumi ini.

Efek gempabumi terhadap suatu komunitas masyarakat umumnya dapat ditinjau dari

kerusakan bangunan dan banyaknya korban. Kerusakan bangunan yang ditimbulkan

gempa sangat bergantung pada beberapa parameter, yaitu :

• Jarak terhadap pusat gempa

• Kedalaman pusat gempa

• Besaran gempa

• Lama getaran gempa

• Banyaknya frekuensi getaran tanah

• Kondisi geologi dan tanah setempat

• Kelenturan, kekuatan dan kesatuan bangunan itu sendiri.

Sampai saat ini manusia belum/tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah terjadinya

kejadian gempabumi, khususnya gempa tektonik, kecuali hanya membuat peta-peta

daerah yang rawan terhadap gempabumi, deliniasi dan identifikasi tempat-tempat

yang dilalui oleh sesar yang mungkin akan mengalami retak/pergerakan sehingga

dapat mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan untuk kemudian dapat dilakukan

perencanaan dalam penataan/pembangunan wilayah. Selain itu, identifikasi terhadap

risiko yang mungkin terjadi akibat gempabumi perlu dilakukan. Dengan diketahuinya

tingkat risiko diharapkan dapat dilakukan upaya-upaya konstruktif terutama dalam

usaha mitigasi bencana. Salah satu tindakan konstruktif dalam usaha mitigasi bencana

gempabumi adalah setiap bangunan haruslah direncanakan sesuai dengan karakteristik

gempabumi yang ada. Dalam hal ini, konsep bangunan tahan gempa sangat penting
dalam mengurangi kerugian akibat bencana gempa. Lebih dari itu, masyarakat

hendaknya juga perlu dibekali dengan pengetahuan dasar cukup mengenai

karakteristik bahaya gempa dan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kerugian

akibat bencana gempa. Oleh karenanya, masyarakat akan menjadi lebih waspada akan

potensi kejadian gempa di daerahnya.

Tsunami

Tsunami adalah gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar

laut atau perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif, akibat

gempabumi, erupsi volkanik, longsoran bawah laut atau runtuhan gunung es, atau

bahkan akibat terjangan benda-benda angkasa ke permukaan laut. Kondisi alamiah

Indonesia yang sangat rawan akan terjadinya gempabumi, telah juga

menempatkannya sebagai kawasan yang rawan ancaman bencana tsunami.

Secara fisik, tindakan mitigasi tusnami dapat dilakukan dengan membuat penghalang

atau peredam gelombang. Peredaman gelombang secara alami dapat dilakukan

dengan membangun kawasan penyangga (buffer zone) di kawasan pesisir dengan

vegetasi pantai, seperti hutan pantai atau mangrove. Selain peredaman gelombang

secara alami, penghalang gelombang buatan seperti konstruksi pemecah ombak

(breakwater) dan dinding pantai (seawall), dapat dibangun meskipun umumnya

memerlukan biaya yang lebih mahal. Selain itu, pembangunan sistem peringatan dini

merupakan salah satu tindakan mitigasi yang sangat penting untuk mengurangi

dampak yang ditimbulkan akibat tsunami. Agar berjalan secara efektif, peringatan

dini perlu dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat.

Letusan Gunungapi

Gunungapi (volcano) adalah suatu bentuk timbulan di permukaan bumi, yang dapat

berbentuk kerucut besar, kerucut terpancung, kubah atau bukit, akibat oleh adanya
penerobosan magma ke permukaan bumi. Secara garis besar, di dunia terdapat sekitar

500 gunungapi aktif dengan rata-rata 50 gunungapi per tahun mengalami letusan.

Akibat letusan gunungapi, secara lokal dapat sangat destruktif, dan pada kejadian

tertentu di mana letusannya yang sangat dahsyat, dapat mengubah iklim global atau

bahkan dapat mengubah sejarah manusia. Di Indonesia kurang lebih terdapat 80 buah

dari 129 buah gunung aktif yang diamati dan dipantau secara menerus. Beberapa

bahaya letusan gunungapi antara lain berupa aliran lava, lontaran batuan pijar,

hembusan awan panas, aliran lahar dan lumpur, hujan abu, hujan pasir, dan semburan

gas beracun. Meskipun kejadian letusan gunungapi dapat diprediksi dengan tingkat

keberhasilan tertentu berdasarkan fenomen-fenomena yang mendahuluinya, bahaya

gunungapi seringkali tidak dapat dicegah. Oleh karena itu, pemantauan gunungapi

menjadi suatu hal yang cukup krusial dalam usaha mengurangi dampak akibat bahaya

ini. Pemantauan ini dilakukan untuk menghasilkan informasi tingkat aktivitas

gunungapi dalam 4 (empat) tingkatan, yaitu aktif normal, waspada, siaga, dan awas

Level tingkatan bahaya gunungapi di Indonesia.

Level I Aktif Normal Kegiatan gunungapi berdasarkan pengamatan dari hasil visual,

kegempaan dan gejala volkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Level II Waspada Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara

visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala volkanik lainnya.

Level III Siaga Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan

kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis,

perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.

Level IV Awas Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap.

Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama.


Longsoran

Longsoran (landslide) merupakan pergerakan masa batuan dan/atau tanah secara

grafitasional yang dapat terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba. Dimensi longsoran

sangat bervariasi, berkisar dari hanya beberapa meter saja hingga ribuan (kilo) meter.

Longsoran dapat terjadi secara alami maupun dipicu oleh adanya ulah manusia. Jenis

bencana alam akibat longsoran ini merupakan jenis bencana yang cukup penting

karena distribusinya yang merata hampir di seluruh wilayah tanah air, dan atas dasar

catatan kejadiannya, longsoran secara umum selalu menepati intensitas kejadian yang

paling banyak, serta dapat terjadi secara bersamaan dengan bencana alam geologi

lainnya, seperti gempabumi dan letusan gunungapi.

Meskipun bencana alam pada umumnya sangat sulit dicegah, untuk jenis potensi

bencana longsoran khususnya, kita masih bisa melakukan upaya-upaya pencegahan,

seperti penghijauan lereng atau lahan, pengaturan drainase air, pemberian perkuatan

lereng, dan masih banyak lagi beberapa aktifitas lainnya. Akan lebih baik lagi apabila

usaha-usaha pencegahan tersebut disertai atau dilakukan secara simultan dengan

usaha-usaha mengurangi tingkat kerentanan, seperti mengindari mendirikan rumah

tinggal lereng- lereng yang curam, di tepi tebing atau bahkan di bawah suatu tebing

yang terjal. Pengetahuan masyarakat yang cukup akan potensi bencana alam atau

bahaya longsoran ini juga merupakan salah satu usaha untuk mengurangi tingkat

kerentanan masyarakat akan potensi bencana ini. Pada akhirnya, masyarakat

diharapkan dapat mewujudkan perlindungan yang maksimal dari kemungkinan

terjadinya bencana atau dengan kata lain dapat melakukan pengurangan resiko

bencana secara maksimal.(Anggun et al., 2020)(Sadisun, 2008)


J.Penanganan Bencana Pra-Saat-Pasca Bencana

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui

3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan

ketika sedang dalam ancaman potensi bencana

2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang

terjadi bencana.

3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana


 TAHAP PRA BENCANA

Tahap Pencegahan dan Mitigasi

Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta

menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa

perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan

kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun

kultural (non struktural). Secara struktural upaya yang dilakukan untuk mengurangi

kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah rekayasa teknis bangunan tahan

bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk mengurangi kerentanan

(vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara mengubah paradigma,

meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh.

Mitigasi kultural termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap

lingkungannya untuk meminimalkan terjadinya bencana.

Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:

1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap

bencana

2. pembuatan alarm bencana

3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu

4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap

masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.


Tahap Kesiapsiagaan

Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap ini

alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi. Maka pada

tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu

siaga untuk menghadapi bencana tersebut.

Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari Rencana

Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan

segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi berarti

suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan

kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak

selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.

Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:

1. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan

dan pelatihan personil.

2. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana

evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.

3. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum  peristiwa

bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan

layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi


TAHAP TANGGAP DARURAT

Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap

tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara lain:

1. Menyelamatkan diri dan orang terdekat.

2. Jangan panik.

3. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi selamat.

4. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa

pun.

5. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri.

TAHAP REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya bencana.

Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:

1. Bantuan Darurat

 Mendirikan pos komando bantuan

 Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan

Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.

 Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan

dan pos koordinasi.

 Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.

 Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.


 Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan

korban.

 Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.

2. Inventarisasi kerusakan

 Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan

yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan sebagainya.

3. Evaluasi kerusakan

 Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan

kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan

dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini.

4. Pemulihan (Recovery)

 Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi

lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya.

Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi korban

yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik maupun

mental.

5. Rehabilitasi (Rehabilitation)

 Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan

memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya

korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah

bencana.

 Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari

sistem pengelolaan lingkungan

 Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap

 Relokasi korban dari tenda penampungan


 Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana

 Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam

jangka menengah

 Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja

 Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran,

rumah sakit dan pasar mulai dilakukan

 Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau

pendampingan.

6. Rekonstruksi

 Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah

dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk

mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari

sebelumnya

7. Melanjutkan pemantauan

 Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki

kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh karena

itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir dampak

bencana tersebut. (Azkha, 2010)

K.Penanganan Bencana di lapangan

L.Pencegahan Penyakit dan Promosi Kesehatan Pada Penanggulangan

Bencana

A.Pencegahan Penyakit
Segala upaya atau kegiatan petugas kesehatan yang dilaksanakan dalam rangka

pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaiian

dengan bencana yang dilakukan pada sebeium, pada saat dan setelah bencana

yang dirancang untuk memberikan kerangkakerja"bagi orang-perorangan atau

komunitas yang berisiko terkena bencana untuk menghindari,

mengendalikanrisiko,mengurangi,menanggulangi maupun memulihkan diri dari

dampak bencana.

Unsur-Unsur Penanganan Bencana

1. Identifikasidan pengkajianrisiko

a. Anaiisis kerentanan dan kemampuan

b. Anaiisis dan pemantauan ancaman

c. Identifikasirisiko dan kajiandampak

d. Peringatan dini

2. Pengurangan risiko

a. Manajemen lingkungan

b. Upaya fisik dan teknis

c. Jejaringan dan kemitraan

3. Penangguiangan dampak risiko / Kedaruratan

a. Kesiapan, perencanaan kontinjens

b. Penangguiangan kedaruratan

c. Pemulihan

Operasi BidangKesehatan Sekelompok orang, instansi, atau organisasi yang saiing

terkait dan bekerjasama sebagai halnya sebuah tim untuk mencapai tujuan bersarnya

Aspek Teknis dalam Operasi

1. Kesehatan
2. Sanitasi/kebersihan

3. Pangan dan gizi

4 Rencana penampungan (lokasi kapasitas,dll)

5. Logistik

6. Air bersih

7. Peiayanan sosial

8. Registrasi dan sistem distribusi ReranPetugas KesehatandalamTanggapBarurat

ReranPetugas Kesehatan dalam Tanggap Darurat Bencana

I.Koordinasi Pada saat bencana banyak sekali relawan yang ingin bernartisipasi daiam

membantu meringankan beban masyarakat yang terkena bencana, terutama dalam

bidhng kesehatan. Bantuan ini tidak saja dari sektor kesehatan tapi iuga dari sektor

lam, agar pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan Komando

(Command), pengendaban {Control), dan Koordinasi (iCoordination)dengan kegiatan

mendirikan POSKO dan MembentukTimReaksiCepat

2. Perlindungan dan Pendataan

Kegiatan dalam perlindungan adalah melakukan evakuasi korbanygmasihhidup dart

meninggal, kemudka memberikan pertoiongan dan perlindungan bagi korban selamat

serta menenma oan memberikan tempat penampungart sementara Disamping itu

melakukan pendataan dan mencatat agar memudahkan oalam pengurusan peiayanan

kesehatan, serta sebagai bahan informasibagipengambilkeputusan dalam tanggap

darurat maupun pada pases bencana,

3. Penvediaan Pangan

Pada tairap ini peran. petugas kesehatan dapat membantupadadapur uraum,dengan

mengatur menuserta perhatianterhadap gizi dankebersihan makanan yangaltar.

diberikan padamasyarakatyang menderitaakibat bencana. Jangan sampai termed


makanan yang tidak layak atau basi serta tidak mengandung berbagai kuman

penyakit, sehingga yang memakannvatiaak menjadisakit. Untuk itu perlu sekali

Rehadiran tenaga gizi dan dibantu oieh masyarakat setempat. Dapur umum ini bisa

saja diadakan di kantor-kanror pemerintahataumungkinjuga di sekitar terjadinya

bencana terutama pada tempat-tempat pengungsian.

4. Logistik danTransportasi

Bantuan yang tersedia ataupun yang datang dari sumbangan atau donatur perlu segera

didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan. Logistik ini bisasaja

berupaaiat kesehatan untuk dapat memberikan peiayanan bagi masyarakat yang

terkena bencana, dapat juga berupa obat-obatan dan makanan lainnya. Logistik ini

harus segera dapat dimanfaatkan. Menjadi persoaian setiap teriadi bencana adalah

logistik yang menumpufc pada suatu tempat, sehingga menimbulkan kemarahan dari

masyarakat, atau pendistribusiannya yang terlambat akibat kurangnya pendataan

maupun transportasi.

5,PenampunganSementara

Penampungan sementara ditempatkan pada bangunan gedung yg aman: sekoiah.

kantor, stadion, gudang, dsb. Jika tidak memungkinkan dapat ditempatkan di lapangan

atautempat terbuka, dengan mendirikantenda-tenda, Pada pengungsianygcukup

lamadibuat hunian semi permanen yang berupa barak yang berisi beberapa keluarga.

Peran petugas kesehatanjelas melakukan surveilans,memberikan peiayanan kesehatan,

penyuiuhan, melakukan trauma hilling dan menyediakan fasiiitas sanitasi seperti

MCK, pengeioiaan sampah dan pengendaban vektor penyak i. Untuk dapat

terlaksananva kegiatan ini dengan baik perlu sekaii ada sistem informasi geograiis,

pendataan, kebutuhan dan petugas yang profesionai

6. Air Bersih
Setiap terjadinya bencana biasanya juga diiringi dengan suiitnya untuk mendapatkan

sumber air bersih, karena PDaM yang rusak, sumur yang tidak layak lagi, sehingga

umumnya masyarakat menggunakan badanbadan air yang sudah tercemar. Untuk

Itusebagai petugas kesehatanharus cepat tanggap untuk penyediaanair bersih

diarahkan pengguna-annya untuk: mandi, minum, cuci, memasak Sumber air dapat

diperoleh dari: suqgai, danau, sumur, air tanah daiam dan mataair.Untuk

itudiperlukan: volume dan kuaiitas air yg memenuhi, sistem penampungan,

pengolahan, penyaiurandan distribusinya. Disamping itu petugas juga dapat

memberikan obat atau bahan penjernih air dengan berbagai jenis, dan sekaiigus

memberikan penyuiuhan cara menggunakannya.

a. Penyediaanairbersih

1) Diarahkanuntuk memenuhi kebutuan minimal air bersih bagi nengungsi / korban

bencana (minum,masak&kebersihanpribadl)

2) Masalah utamakesehatan adalah disebabkan kebersihanburuk,akibat kekuranganair

bersih dan konsumsi air yang tercemar.

3) Pemenuhankebutuhan air bersih: a) hari pertama minimal 5 Liter/ org/' hari b)

hariberikutnya: 15-20 liter/org/hari c) Tidak ditemukan bakteri colltlnjah

Perbaikan kualitas air :

1) Air keruh: gunakan PAC.

2) Kualitas air : gunakan kaporit / Aquatab.

c. Penyediaan air bersih Tiap keluarga pengungsi sebaiknya memiliki tandon air untuk

mengambil maupun untuk menyimpar

7.Sanitasi

Pada saat bencana baik di pemukiman ataupun pada tempat pengungsian akan banyak

menimbulkan sampah baik berupa daun-daunan, kertas dan plastik karena umumnya
makanan adalab siap saji. Begitujuga masalah dalam buang kotoran dan limbah, pada

umumnya kita sering teriambat dalam pengeloiaannya, sehingga lingkungan

pemukiman ataupun tempat pengungsian mudah tercemar, sehingga mengundang

berbagai vektor penyakit. (Tidak sedikit setelah beberapa hari pengungsian sering

diikuti oleh berbagai penyakitmenular seperti diare, penyakit kulit, 1SPA aan penyakit

infeksi lainnya. Untuk itu perlu segera menyiapkan sarana sanitasi agar masyarakat

pengungsi aapat selalu terjaga kesehatannya. Penyediaan sarana MCK disesuaikan

dgn kebiasaan pengungsi di daerah asal. Sarana MCK tsb harus mudah dipakai dan

dapat dipelihara oleh warga. Harus diperhitungkan rasio jumlah MCK terhadap

jumlah pengungsi. Pengelolaan sampah diatur pengumpulan dan pembuangannya.

Sarana pembuangan kotoran / jamban / sarana sanitasi, pengelolaan pembuangantinja

merupakan upaya pencegahan penyakit, terutama diare. Tiap jamban harus dilengkapi

dengan penyediaanair.

Penggunaanjambar, :1 buah untuk 20 orang. Sampahharus dikeloladengan baik,

karenamerupakan tempat perindukan lalat dan tikus, di tempat penampungan

pengungsi harus disediakan tempat sampah, berupa'

a. bak sampah (kapasita 50-100 L) untuk 25 - 50 org/hr

b. kantong sampah : 1 lembar untuk 1keluarga (3 hr)

8. Kesehatan dan Nutrisi Pada saat terjadinya bencana harus segera membuat posko

kesehatan, bisa saja di puskesmas, rumah sakit, bahkan di lapanganpun harus ada

posko, harus mudah dicapai oleh masyarakat yang terkena bencana. Setiap posko

harus dilengkapi dengan petugas kesehatan yang siap memberikan pelayanan 24 jam

sehingga korban bencana mendapat perawatan kesehatan secara baik dan gratis

Pemerintah menyediakan tenaga medis, peralatan kesehatan dan obat-obatan.

Disamping itudilakukan pula imunisasi dan vaksinasi guna mencegah timbulnya


penyakit. Disamping itu juga perlu memperhatikan nutrisi masyarakat, agar

merekaselalu dalam keadaan sehat dalam menghadapi bencana. Perlu memberikan

makanan yang bergizi. Pengawasanketat perlu diberikanpadadapur umum yang

menyediakanmakananbagi pengungsi. Pengawasan diarahkan untuk a, Kualitas dan

keamanan bahan makanan.

b. Kebersihan peralatan /perabotan

c. Kebersihanpenjamah makanan.

d. Tempat pengolahan dan penyimpanan makanan.

e. Ketersediaan air bersih

9.Pelayanan Masyarakat

Dalam penampungan sementara perlu disediakan tempat umum untuk memberikan

pelayanan, antara lain berupa alat komunikasi, inrormasi dan edukasi. Penyuluhan

bertujuan untuk mendorong kebersihan perorangan dan lingkungan agar terjaga

kesehatan diarahkan untuk :

a. Perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Pemeliharaan sarana air bersih dan sanitasi

c. Perbaikan kebersihan lingkunga


B.Promosi Kesehatan Bencana

aktifitas komunikasi informasi yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan

perilaku mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa sehingga

mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko bahaya

bencana.

Immunization

Child, Maternal,
Reproductive
Mental Health

S u r v e illa n c e H e a lth P r o m o tio n


Hospital, Medical
Services, Rehabilitation
Water Sanitation

Food & Nutrition

Communicable Disease

Information and Supply


Management

Fungsi Promkes

• mengurangi permasalahan dalam menyiapkan kelompok rawan jika terjadi

bencana, menurunkan dampak bagi korban terkena dampak. memodifiksai

kesiapan (preparedness) komunitas terancam untuk menghadapi bencana.

• Perancangan program belum disusun dan dilakukan secara sistematis


Persiapan Komunitas

mampu mempertahankan kapasitas untuk tetap survive. “Daya tahan” ini

merupakan area yang bisa dimasuki oleh berbagai intervensi, salah satu yang

akhirnya juga harus ada adalah promosi.

Promosi akan meningkatkan produktifitas positif respon terhadap bencana.

produktif (positif) respon maka semakin kecil kerentanan (vulnerabilitas)

Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia banyak mengalami bencana. Mengapa?

Karena Indonesia dikelilingi oleh 3 lempengan tetonik yaitu lempengan Pasifik,

lempengan Eurasia, dan lempangan Hindia-Australia. Kondisi ini menyebabkan

Indonesia rawan aterhadap gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan beberapa

jenis bencana tektonik lainnya. Potensi bencana alam dengan frekuensi yang cukup

tinggi lainnya adalah bencana hidrometerologi, yaitu banjir, longsor, kekeringan,

puting beliung dan gelombang pasang. Frekuensi bencana hidrometeorologi di

Indonesia terus meningkat dalam 10 tahun terakhir.. Bencana ini mengancam seluruh

wilayah indonesia dalam skala kecil maupun besar.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yg mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyrakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24/2007).

Bencana dapat merusakkan kehidupan keluarga dan melumpuhkan tatanan sosial.

Terlebih lagi jika terjadi pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah, potensial

terjadi diskriminasi, kejahatan dan tindak kekerasan lainnya. Selain hal tersebut
bencana juga akan menyebabkan masalah kesehatan seperti diare, influensa, tifus dan

penyakit yang lainnya.

Situasi bencana membuat kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak dan

lanjut usia mudah terserang penyakit dan malnutrisi. Akses terhadap pelayanan

kesehatan dan pangan menjadi semakin berkurang. Air bersih sangat langka akibat

terbatasnya persediaan dan banyaknya jumlah orang yang membutuhkan. Sanitasi

menjadi sangat buruk, anak-anak tidak terurus karena ketiadaan sarana pendidikan.

Dalam keadaan yang seperti ini risiko dan penularan penyakit meningkat.

Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan promosi kesehatan agar:

a. Kesehatan dapat terjaga

b. mengupayakan agar lingkungan tetap sehat

c. memanfaatkan pelayanan kesehatan yangada

d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan

e. Mengurangi stres 

Kegiatan promosi kesehtan yang dilakukan:

1. Kajian dan analisis data yang meliputi:

a. Sarana dan prasarana klaster kesehatan meliputi sumber air bersih,jamban, pos

kesehatan klaster, Puskesmas, rumah sakit lapangan, dapur umum, sarana

umun seperti mushola, posko relawan, jenis pesan dan media dan alat bantu

KIE, tenaga promkes/tenaga kesmas, kader, relawan dan lain sebagainya

b. Data sasaran : jumlah Ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja, lansia/

orangtua, orang dengan berkebutuhan khusus dan orang sakit

c. Jumlah titik pengungsian dan hunian sementara


d. Jumlah pengungsi dan sasaran di setiap titik pengungsian

e. Lintas program, lintas sektor, NGO, Universitas dan mitra lainnya yang

memiliki kegiatan promkes dan pemberdayaan masyarakat

f. Regulasi pemerintah setempat dalam hal melakukan upaya promotif dan

preventif.

Dilanjutkan dengan analisis data berdasarkan potensi dan sumberdaya yang ada

diwilayah terdampak bencana.

2. Perencanaan

Berdasarkan kajian dan analisis data, akan menghasilkan berbagai program dan

kegiatan, dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada.

3. Implementasi kegiatan, yang mencakup:

a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah setempat,

NGOs, dan mitra potensial lainnya untuk memetakan programdan kegiatan

yang dapat diintegrasikan /kolaborasikan.

b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, stiker

c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi pesan

kesehatan,

d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia

e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan berbagai

pesan kesehatan (PHBS di pengungsian)

f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu Lansia di

pengungsian atau di tempat hunian sementara.

g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah setempat.


h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk menyebarluaskan

informasi kesehatan.

i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi

promosi kesehatan paska bencana.

j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui program

CSR, LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor agency

k. Monitoring dan evaluasi program

Sasaran promosi kesehatan adalah:

1) Petugas kesehatan

2) Relawan

3) tokoh masyarakat, tokoh agama

4) guru

5) Lintas sektor

6) Kader

7) Elompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia

8) Masyarakat

9) Organisasi masyarakat

10) Dunia usaha

Promosi kesehatan dalam kondisi darurat untuk meningkatkan pemahaman keluarga

dan masyarakat untuk melakukan PHBS di pengungsian , yaitu:

1) ASI terus diberikan pada bayi

2) Biasakan cuci tangan pakai sabun

3) Menggunakan air bersih


4) Buang air besar dan kecil di jamban

5) Buang sampah pada tempatnya

6) Makan makanan bergizi

7) Tidak merokok

8) Memanfaatkan layanan kesehatan

9) Mengelola strees

10) Melindungi anak

11) Bermain sambil belajar

(Bencana, n.d.)(Daerah et al., n.d.)

M.Perlindungan Dan Perawatan Bagi Petugas Kesehatan Saat Bencana

Istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan

yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh

aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum

terhadap sesuatu. Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari

hukum. Dengan demikian hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat

perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan

hukum. Secara umum perlindungan hokum diberikan kepada subjek hukum ketika

subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan dengan peristiwa hukum.

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hokum untuk

mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),


baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan

hukum. Dalam Penelitian yang ditulis oleh M. Fakih, S.H., M.S, di Fakultas Hukum

UGM, yang berjudul “Aspek Keperdataan Dalam Pelaksanaan Tugas Tenaga

Keperawatan Di Bidang Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Lampung". Dalam

pernyataaanya menyebutkan bahwa “Mengingat perawat sebagai tenaga kesehatan

terdepan dalam pelayanan kesehatan di masyarakat, Pemerintah menerbitkan

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor HK.02/Menkes/148/2010 Tentang

Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Pasal 8 ayat (3) Permenkes menyebutkan

praktik keperawatan meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya

promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan

tindakan keperawatan komplementer. dari pasal tersebut menunjukkan aktivitas

perawat dilaksanakan secara mandiri (independent) berdasar pada ilmu dan asuhan

keperawatan, dimana tugas utama adalah merawat (care) dengan cara memberikan

asuhan keperawatan (nurturing) untuk memuaskan kebutuhan fisiologis dan

psikologis pasien. Hingga saat ini perjanjian keperawatan atau informed consent

keperawatan belum diatur secara tertulis dan baru mengatur informed consent

tindakan kedokteran sebagaimana diatur dalam Permenkes No.

290/Menkes/Per/III/2008. Sehingga tindakan medik yang dilakukan perawat pada

prinsipnya berdasar delegasi secara tertulis dari dokter. Kecuali dalam keadaan

darurat, perawat diizinkan melakukan tindakan medik tanpa delegasi dokter sesuai

Pasal 10 ayat (1) Permenkes No. HK. 02.02/Menkes/148/2010.

Anda mungkin juga menyukai